Patogenesis:
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi penyakit hepatitis D adalah
sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan VHB. Ko-infeksi
berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun super-infeksi terjadi karena penderita
hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan
hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D
meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan
meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi sering
berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada
membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut
memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada hypatocytes
oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati.
Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga
terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan
kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat dalam darah sehingga
terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine
sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya
gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Bila HBsAg menghilang
dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D
(VHD) bersifat patogen, dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus
lainnya.
8. Jenis Sampel dan Cara Pengambilan : belum diketahui
9. Cara pengiriman sampe : belum diketahui
10. Jenis-jenis perbenihan : belum diketahui
11. Identifikasi-isolasi :
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah
untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan
dilakukan biopsi. Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati.
Diagnosis infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan
ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti
HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM
anti VHD dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-). (Markum ,1999)
Identifikasi Hepatitis D memerlukan penggunaan yang berbeda pilihan imunofluoresensi atau
immunoperoxidase studi.Untuk mendeteksi kadar antigen virus dan antibodi hal tersebut,
metode immunoassay dan radioimmunoassay.
12. Pengobatan :
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994), Smeltzer (2001),
pokok penanganan penderita hepatitis D mencakup :
1.Konfirmasi diagnosis yang tepat.
2.Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang dilakukan antara lain :