Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

1.ANAMNESIS
Identitas : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, status
Keluhan utama (penurunan kesadaran disertai kejang)
Sudah berapa lama mengalami penurunan kesadaran?
Apakah pasien tidur terus, berbicara kacau?
Bagaimana tipe kejang yang dialami pasien? Kapan terjadi
kejang? Sudah berapa kali?
Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada demam? Bagaimana pola demam? Sudah
demam berapa lama?
Apakah ada nyeri kepala? Jika ada, nyeri seperti apa? Apakah
sifatnya mendadak atau bertahap?
Pada saat apa nyeri di kepala berkurang atau bertambah?
Apakah pasien mengalami muntah? Jika ada apakah
muntahya menyembur atau tidak?
Apakah pasien pernah mengeluh kaku dileher atau
kelemahan di anggota gerak?

Keluhan penyerta keluar cairan ditelinga

Sudah berapa lama?


Bagaimana konsistensinya apakah cair seperti air atau
kental?
Berbau atau tidak? Warnanya seperti apa?
Apakah ada rasa nyeri atau rasa seperti terbakar
ditelinga?
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah trauma dikepala? Jika pernah kapan?
Apakah keluar cairan di hidung atau telinga setelah
mengalami trauma?
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami infeksi di
telinga, gigi, mulut, atau flu ?
Apakah pasien ada riwayat penyakit jantung atau diabetes?
Apakah pasien pernah melakukan operasi sebelumnya ?
Apakah pasien pernah kontak dengan pasien meningitis
sebelumnya?
Riwayat keluarga
Apakah ada anggota keluarga pernah mengalami penyakit
serupa?
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami kejang?
Riwayat pengobatan
Apakah pasien pernah mendapat terapi antibiotic atau
steroid ?
Apakah sebelumnya pasien pernah mendapat transfuse
darah?
Riwayat vaksinasi
Social
Apakah pasien ada riwayat suntik narkoba?
Kebiasaan
Riwayat IMS atau suka gonta ganti pasangan

Riwayat berpergian keluar negeri

2.PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN FISIK

Tanda Vital T: 110/80 mmHg R: 24 x/menit


N: 92 x/menit S: 39,2C

Penurunan kesadaran disertai kejang kelonjotan seluruh tubuh


dengan mata mendelik ke atas
Nyeri kepala yang menghebat disertai muntah
Terdapat otore di telinga kiri

Pemeriksaan neurologis

- Pemeriksaan tingkat kesadaran menggunakan Glasgow Coma


Scale (GCS)
EMV E : membuka mata dengan rangsang suara
M : dapat melokalisir nyeri
V : bingung, berbicara mengacau, disorientasi
tempat dan waktu
GCS : 12 Apatis (keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal


a) Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+)
bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan
pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah
pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna)
disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan
tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada
pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

- Pemeriksaan nervus cranialis


N.III Occulomotorius Pemeriksaan pupil
- Bentuk dan ukuran: bulat, diameter 3,5mm / 3,5mm
- Perbandingan pupil kanan & kiri: isokor
- Refleks pupil (refleks cahaya langsung & tidak
langsung): baik
Tidak ditemukan kesan paresis saraf-saraf otak
- Pemeriksaan fungsi motorik: tidak ditemukan kesan hemiparesis
(biasanya pada pasien meningitis, ditemukan konsistensi otot yang
meningkat, dapat menyebabkan gangguan gerakan)
- Pemeriksaan refleks fisiologis
(bisep,trisep,brachiradialis,patella,achilles) masih ++
- Pemeriksaan refleks patologis
(babinski,chaddox,schaefer,oppenheim,gordon,bing,gonda)
tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah perifer lengkap (DPL) / complete blood count (CBC):


Hemoglobin : 11 gr/dl normal 13-16 gr/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan
istilah anemia. Penyebab anemia diantaranya yang paling sering
adalah perdarahan, infeksi, kurang gizi, gangguan sumsum tulang,
pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker, lupus),
leukemia, penyakit ginjal kronis, penyakit kronis lain seperti arthritis
rheumatoid.
Leukosit : 18.700/mm normal 5.000-11.000/mm
Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.
Leukositosis fisiologik: kerja fisik yang berat, gangguan emosi
(stress, takut, menangis), kejang, takhikardi paroksismal, partus dan
haid, mual, muntah, kesakitan, cuaca ekstrim. Leukositosis
patologik: anemia aplastik, merokok, infeksi bakteri, inflamasi
(arthritis rheumatoid atau alergi), leukemia, luka bakar, perdarahan,
penyakit gagal ginjal, penggunaan obat seperti kortikosteroid,
epinefrin, beta adrenergic agonis, heparin, lithium.
Trombosit : 257.000/mm normal 150.000-
400.000/mm

Tes fungsi ginjal, tes fungsi liver, elektrolit serum, dan glukosa darah
sewaktu normal

Pemeriksaan foto thoraks PA tidak memperlihatkan kelainan


Indikasi: untuk memeriksa keadaan jantung dan paru-paru:
abnormalitas congenital (jantung, vaskuler), trauma
(pneumothorax, haemothorax), infeksi (umumnya tuberculosis/TB),
penyakit lain seperti radang bronkus, radang paru, abses paru,
emfisema, atelektasis, bronkiektasis, efusi pleura, pleuritis.

Pungsi lumbal/cairan serebrospinal


Indikasi: meningitis bacterial / meningitis TB, perdarahan
subarachnoid. febris dengan kesadaran menurun (sebab tak jelas),
encepahilitis atau tumor malignan, kelumpuhan yang tidak jelas
penyebabnya, kejang.
Tidak dilakukan pada pasien keadaan immunocompromised
(AIDS, terapi imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat penyakit
SSP (lesi massa, stroke, infeksi fokal), deficit neurologic fokal, papil
edema yang memperlihatkan tanda-tanda ancaman herniasi.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah
sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Pada meningitis bacterial, terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun/rendah, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

Kultur bakteri penyebab infeksi, karena ketepatan pengobatan akan


menentukan prognostik gangguan saraf pusat pada anak.

Pemeriksaan sputum, bila ada kecurigaan TB paru.

MRI/CT-Scan (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi).

Elektroensefalografi, bila kejang berulang.


Indikasi: mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsi, tumor otak,
infeksi otak, perdarahan otak, cedera kepala, periode keadaan
pingsan atau dementia, narcolepsy, mengetahui kelainan metabolik
dan elektrolit.

3.DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis
Pasien dengan suspek meningitis akut berdasarkan evalusi dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penegakan diagnosis meningitis akut, tidak cukup hanya berdasarkan
tanda dan gejala yang mengarah ke proses patologis dari meningeal atau
intrakranial. Hal ini disebabkan adanya penyakit dengan tanda dan gejala yang
serupa sehingga dalam penegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur CSS.
Meningitis akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan
kaku kuduk; tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan kesadaran. Tanda
Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki signifikansi klinik yang
sama dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan secara konsisten.
Gejala lain yaitu mual, muntah, fotofobia, kejang. Meningitis pneumokokal
sering didahului oleh infeksi paru, telinga, sinus, atau katup jantung.
Oleh karena itu, ahli medis harus segera melakukan lumbal pungsi pada
pasien yang memiliki riwayat anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mendukung
kearah diagnosis, kecuali jika terdapat kontraindikasi terhadap tindakan tersebut,
seperti peningkatan tekanan intrakranial, uncorrected coagulopathy, dan terdapat
gangguan kardiopulmoner.
Pasien yang memiliki tanda peningkatan tekanan intrakranial, lumbal
pungsi harus ditunda hingga dilakukan pemeriksaan CT Scan. Hasil dari CT Scan
yang normal belum tentu menyingkirkan adanya peningkatan tekanan intrakranial
dan bila hasil CT scan terdapat kelainan, maka lumbal pungsi ditunda tetapi terapi
antibiotik dapat langsung dimulai.
Diagnosis dini dan pemberian antibiotik sesegera mungkin, dapat
mengurangi angka kematian dan kecacatan bila dibandingkan memperpanjang
durasi terapi. Kematian dan sekuel jangka panjang merupakan akibat inflamasi
dan kerusakan neural akibat iskemi, yang sering terjadi pada tahap sebelum dan
awal pemberian antibiotik.
Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi perburukan kondisi
yang sangat cepat (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan jam), terdapat
ruam petechiae atau purpura, syok sirkulasi. Ruam petechiae muncul pada sekitar
50% infeksi meningokokal, manifestasi tersebut mengindikasikan pemberian
antibiotic secepatnya.
Diagnosis meningitis ditegakkan melalui analisis CSS, kultur, pewarnaan
CSS, dan biakan CSS. Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus dikerjakan pada
setiap kecurigaan meningitis dan/atau ensefalitis.
Gejala-gejala meningitis
1. Demam
2. Lemas
Gejala peningkatan tekanan intrakranial
1. Kesadaran menurun
2. Kejang
3. Nyeri kepala
4. Muntah
Gejala tanda rangsang meningeal (+)
1. Kaku kuduk
2. Kernig
3. Brudzinky 1 dan 2 positif
Pada kasus
Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran somnolen. Suhu tubuh 39.2C. Dan
ditemukan infeksi ekstrakranial yang didapatkan pada pemeriksaan telinga yaitu
didapatkan otore. Tanda rangsang meningeal +. Peningkatan tekanan intrakranial
yaitu penurunan kesadaran.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin 11 gr/dL, leukosit
18.700/mm3,trombosit 257.000/mm3

Diagnosis banding
1. Meningitis kronik
Perlangsungannya lebih dari 4 minggu. Penyakit ini dimulai akut, subakut,
kronik dengan gejala demam, nyeri kepala, nyeri punggung, suhu tubuh
biasanya tidak begitu meningkat, photopobia, malaise, gelisah, tidak enak
badan, nausea, muntah. Tanda-tanda rangsangan meningeal positif. Nadi
stabil, sering dijumpai nadi yang lambat. Abdomen tampak cekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-
saraf ini. Yang sering terkena adalah N III dan VII. Tanda khas penyakit ini
adalah apatis, reflek pupil yang lambat, dan reflek-reflek tendon yang
lemah. Terjadinya atrofi otak dapat menimbulkan gejala sisa berupa
demensia dan perubahan perilaku. Secara khusus dibagi menjadi 3
stadium
a. Stadium I : adanya tanda penyakit umum seperti demam, anoreksia,
sefalgia, gelisah, malaise, mual,muntah, dan iritable. Kesadarannya
baik
b. Stadium II : tanda-tanda pada stadium I di sertai dengan tanda adanya
rangsang meningen dan kelainan neurologi seperti gangguan saraf
otak, hemiplegi, kejang disertai penurunan kesadaran.
c. Stadium III : penurunan kesadaran ditandai dengan suhu tubuh yang
tidak teratur dan semakin tinggi serta gangguan pernafasan dalam
bentuk cheynes stokes atau kusmual. Didapati juga ganguan miksi.
Analisa CSS dari lumbal fungsi : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya
Hasil laboratorium umumnya :
Tekanan lumbal pungsi : bervariasi
Kadar glukosa rendah < 50 mg/dL
Warna CSS : Jernih/Xantocrom/Ground glass apperance/sarang laba-
laba
Jumlah sel MN > PMN 10-300/mm3
Limfosit predominan
Protein > 40 mg/dL
2. Meningitis virus
Tekanan bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa
normal, protein menurun, kultur biasanya negatif.
Hasil laboratorium umumnya
Tekanan lumbal pungsi : umumnya normal
Kadar glukosa umumnya normal
Warna CSS : Jernih
Jumlah sel < 100/mL Predominan MN
Limfosit predominan
Protein : normal atau meningkat
3. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subaraknoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau
malformasi arteri vena yang perdarhannya masuk ke rongga subaraknoid,
sehingga menyebabkan caira serebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah
di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan
gejala sakit kepala hebat yang mendadak.
Gejala gejalanya : Sakit kepala yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya
dan berat. Nyeri muka atau mata. Penglihatan ganda. Tanda-tanda
vital,sekitar setengah dari pasien perdarahan subaraknoid memiliki
peningkatan tekanan darah ringan sampai sedang.
Sering terjadi pada dekade 3-5 dan 7. Didapati juga tanda rangsang
meningeal yang positif.
Tingkatan PSA
a. Grade I-nyeri kepala ringan dan atau tanpa rangsang meningeal
b. Grade II-nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non fokal, dengan atau
tanpa dilatasi pupil
c. Grade III-perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis, termasuk
status mental
d. Grade IV-penekanan tingkat kesadarann atau defisit fokal
E. Grade V-posturisasi atau koma
4. Abses otak
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-
gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia
homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang
kurng baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum
ventrikel.
Abses pada lobus temporalis selain menyebabkan gangguan
pendengaran dan pengecapan di dapatkan disfasi, defek penglihatan
kuadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik
terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses
ke dalam lobus frontalis relatif aimptomatiks, berlokasi terutama di daerah
anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan
gangguan kordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri, dan nistagmus.
Abses batang otak jarang sekali terjadi biasanya berasal hematogen dan
berakibat fatal.
Pad pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi
status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis,
refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal.
Pemeriksan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas
sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal
dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yag sifatnya bilateral atau
tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah
perifer yaitu pemeriksaan leukosit dan laju endap darah, di dapatkan
peningkatan leukosit dan laju endap darah. Pada pemeriksaan CSS pada
umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa juga di dapatkan
kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam
batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam
ruangan ventrikel.
Pemeriksaan EEG penting untuk mengetahui lokasi abses dalam
hemisfer.
5. Neoplasma intrakranial
Massa tumor primer atau sekunder dalam rongga intracranial yang
menimbulkan efek desak ruang akut atau kronis dan atau gejala fokal
neurologis tergantung dari letak massa tumor tersebut.
Neoplasma intrakranial menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial melalui dua mekanisme dasar yaitu :
a. Penambahan volume otak oleh jaringan neoplasma sehingga
akan terjadi :
o Tekanan oleh massa neoplasma
o Tekanan oleh edema serebri
b. Mekanisme obstruksi pada
o Obstruksi aliran CSS
o Obstruksi sistem vena
o Obstruksi absorbsi CSS

4. EPIDEMIOLOGI
Meningitis bacterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang
setiap tahunnya di Negara-negara barat. Studi populasi memperlihatkan
bahwa meningitis virus lebih sering sering terjadi sekitar 10,9 per 100.000
orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka
meningitis bacterial lebih tinggi yaitu 45,8% per 100.000 orang setiap
tahun . Afrika-Sub Sahara sudah mengalami epidemic meningitis
meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad, epidemic biasanya
terjadi pada musim kering (desember juni). Angka serangan dari 100-
800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini, yang kurang terlayani
oleh fasilitas pelayanan medis.

Ada perbedaan signifikan dalam distribusi local untuk kasus meningitis


bacterial. Contohnya :

N. Meningitides grup B dan C : lebih sering di Eropa


N. Meningitides grup A : ditemukan di Asia dan selalu menonjol di
Afrika

Meningitis disebabkan oleh H.Influenzae : terjadi terutama pada anak-anak


di bawah usia 5 tahun. Sebagian kasus disebabkan oleh H.influenzae tipe
b.

Meningitis pada bayi dan lansia umumnya disebabkan oleh s.pneumoniae.

5. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti
bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi
darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan
oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan,
diabetes mellitus, cedera fisik atau obat obatan tertentu yang
dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif).
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur
maupun parasit :

Virus : Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat


sembuh secara alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis
virus di Amerika serikat terutama selama musim panas disebabkan
oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang
berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat
menyebabkan meningitis, yakni :

Virus Mumps

Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs,


varicella-zoster, Measles, and Influenza

Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya


(Arboviruses)

Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic


choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.
Bakteri :

Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan


orang dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria
meningitidis. Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai
penyakit meningokokus.

Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok


umur. Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan
meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan
bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram
negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini
kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen
lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya


karena H. influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau
Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae
tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum
usia 2 tahun.
Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema Pallidum, dan
Mycobacterium tuberculosis dapat juga menyebabkan meningitis.
Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

Jamur :

Jamur yang menginfeksi manusia terdieri dari 2 kelompok yaitu,


jamur patogenik dan opportunistik. Jamur patogenik adalah
beberapa jenis spesies yang dapat menginfeksi manusia normal
setelah inhalasi atau inflantasi spora. Secara alamiah, manusia
dengan penyakit kronis atau keadaan gangguan imunitas lainnya
lebih rentan terserang infeksi jamur dibandingkan manusia normal.
Jamur patogenik menyebabkan histiplasmosis, blastomycosis,
coccidiodomycosis dan paracoccidiodomycosis. Kelompok kedua
adalah kelompok jamur apportunistik. Kelompok ini tidak
menginfeksi orang normal. Penyakit yang termasuk disini adalah
aspergilosis, candidiasis, cryptococcosis, mucormycosis
(phycomycosis) dan nocardiosis. Infeksi jamur pada susunan saraf
pusat dapat menyebabkan meningitis akut, subakut dan kronik.
Biasanya sering pada anak dengan imunosupresif terutama anak
dengan leukemia dan
asidosis. Dapat juga pada anak yang imunokompeten. Cryptococcus
neoformans dan Coccidioides immitis adalah penyebab utama
meningitis jamur pada anak imunokompeten. Candida sering pada
anak dengan imunosupresi dengan penggunaan antibiotik multiple,
penyakit yang melemahkan, resipien transplant dan neonatus kritis
yang menggunakan kateter vaskular dalam waktu lama.

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan


usia :
a. 0 3 bulan :

Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen
termasuk bakteri, virus,jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma.
Bakteri penyebab yang tersering sepertiStreptococcus grup B,
E.Coli, Listeria, bakteri usus selain E.Coli ( Klebsiella,
Serratiaspesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur,
nontypeable H.influenza, dan bakterianaerob. Virus yang sering
seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus
danCytomegalovirus.

b. 3 bulan 5 tahun

Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika


Serikat, penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah
menurun. Bakteri penyebab tersering meningitis pada grup usia ini
belakangan seperti N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza
tipe B masih dapat dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi
pada anak kurang dari 2 tahun yang belum mendapat imunisasi
atau imunisasi yang tidak lengkap. Meningitis oleh karena
Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus dipertimbangkan
pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan jika
didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang
mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia
ini seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun dewasa

Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini


seperti N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia
juga dapat menyebabkan meningitis yang berat dan
meningoencephalitis pada grup usia ini. Meningitis virus pada grup
ini tersering disebabkan oleh enterovirus, herpes virus, dan
arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-Barr ,
virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus
influenza A dan B. Pada host yang immunocompromised, meningitis
yang terjadi selain dapat disebabkan oleh pathogen seperti di atas,
harus juga dipertimbangkan oleh pathogen lain seperti
Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

FAKTOR RESIKO MENINGITIS

- Usia (<5 >60 tahun)


- DM, Gagal ginjal kronik, insufisiensi adrenal, hipoparatiroid,
kistik fibrosis
- Imunosupresi, meningkatkan resiko infeksi oportunis dan
meningitis bacterial akut
- Infeksi HIV, predisposisi bacterial meningitis, terutama
Streptococcus pneumonia, dan pathogen oportunistik
- Orang yang tinggal perumahan yang padat penduduk, siswa
yang tinggal di asrama, personil di pangkalan militer atau
anak-anak yang dititipkan di penitipan anak (day care) akan
meningkatkan risiko meningitis. Hal ini karena penyebaran
penyakit menjadi lebih cepat bila sekelompok orang
berkumpul.
- Alkohol dan Sirosis
- Trauma , Bedah dan Kongenital Otak
- Thalasemia Major
- IV drug abuse
- Bakterial endocarditis
- Ventriculoperitonial shunt
- Keganasan
- Deformitas kranial kongenital

ETIOLOGI MENINGITIS BAKTERIAL


Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N.
meningitidis adalah patogen utama penyebab MB, karena kedua
bakteri tersebut memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring dan
menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti
Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus
aureus,Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya
merupakan pe-nyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi
pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun
eksternal, dan trauma kepala

FAKTOR RISIKO MENINGITIS BAKTERIAL


Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko MB di
antaranya adalah status immunocompromised (infeksi human
immunodefi ciency virus, kanker, dalam terapi obat imunosupresan,
dan splenektomi), trauma tembus kranial, fraktur basis kranium,
infeksi telinga, infeksi sinus nasalis, infeksi paru, infeksi gigi, adanya
benda asing di dalam sistem saraf pusat (contoh:
ventriculoperitoneal shunt), dan penyakit kronik (gagal jantung
kongestif, diabetes, penyalahgunaan alkohol, dan sirosis hepatik).

6. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik kasus

- Terjadi penurunan kesadaran secara progresif


o Ini terjadi dikarenakan pada kasus meningitis , selaput
meningen membengkak sehingga membuat tekanan
intraknranial otak meningkat dan menekan pengaturan
sistem kesadaran manusia yang sering di kenal dengan ARAS
(ascending reticular actitivity system)
- Kejang
o Blum di ketahui pasti penyebabnya

- Mengantuk dan berbicara kacau


o Karena peningkatan tekanan intraknanial menekan seluruh
otak sehingga pusat pengaturan vocal dan kesadaran pun
ikut terganggu sehingga menimbulkan gejala tersebut
- Demam tinggi
o Karena toksis yang di hasilkan bakteri secara sistemik
mempengaruhi epitel hipotalamus sehingga menghasilkan
asam arakhidonat akibatnya terjadi peningkatan set point
termostat sehingga timbullah demam
- nyeri kepala
o Merupakan tanda klinik umum jika terjadi gangguan pada
otak
- Muntah
o Terjadi nya peningkatan tekanan intracranial otak

7. PATOFISIOLOGI
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan
telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkingkan infeksi
menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa
kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu
melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua yaitu
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh ,
maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium
akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang
relative tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah kedalam, ke tulang
temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila
kearah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus
lateralis, meningitis dan abses otak.

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu


jaringan granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau
suatu ekstraserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis
(hematogen). Sedangkan pada kasus yang kronis, penyebaran lainnya
ialah toksin masuk melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus,
duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.

dari gejala yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran


suatu infeksi telinga tengah ke intracranial. Penyebaran komplikasi OMA
maupun OMA di telinga tengah, telinga dalam, ekstradural, dan ke
susunan saraf pusat terdiri dari 3 penyebaran; 1. Penyebaran hematogen,
2. Penyebaran melalui erosi tulang, 3. Penyebaran melalui jalan yang
sudah ada.
1. Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui hematogen dapat diketahui dengan
adanya (1) komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau
eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
sampai hari kesepuluh (2) gejala prodromal tidak jelas seperti
didapatkan pada gejala meningitis lokal. (3) pada operasi
didapatkan dinding tulang telinga utuh, dan tulang serta lapisan
mukoperiosteal meradang dan mulai berdarah, shingga disebut juga
mastoiditis hemoragika
2. Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila (1)
komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal
penyakit, (2) gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului
gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis n. fasialis ringan
yang hilang timbul mendahului paresis n. fasialis yang total, atau
gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulent, (3) pada
operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara focus
supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang
terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada

Penyebaran cara ini dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi


pada awal penyakit (2) ada serangan labirinitis atau meningitis
berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat
operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh.
Komplikasi intracranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif. (3)
pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar
tulang yang bukan oleh karena erosi.

Setelah bakteri invasi kedalam SAS, kemudian bermultiplikasi dan


nantinya bakteri ini akan dilawan oleh sistem imun sehingga terjadilah
peprangan antara patogen dan antibodi. Bakteri bakteri yang telah lisis
dinding sel bakteri akan melepaskan komponen (endotoxin, teichoic acid)
sehingga merangsang produksi sitokin inflamasi (TNF-alfa, IL-1, IL-6),
akibat dari produksi sitokn inflamasi ini akan terjadi reaksi peradangan
yang berat. Reaksi peradangan yang berat ini akan mengakibatkan 4
mekanisme yang mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial sampai
pada penurunan kesadaran.

Mekanisme pertama yaitu gangguan permeabilitas sawar darah


otak/ blood brain barier, gangguan permeabilitas ini akan mengakibatkan
terjadinya vasogenik edema, dimana sawar darah otak yang tadinya dia
rekat dan hanya cairan- cairan tertentu yang bisa melewati sekarang
karena adabya reaksi inflamasi sehingga sawar darah otak meregang dan
akhirnya semua cairan sudah bisa masuk melewati sawar darah otak.
Gangguan permeabilitas ini juga dapat meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah di otak sehingga protein plasma bocor dan bergabung
degan cairan serebro spinal, protein plasma ini yang akan menjadi
eksudat di SAS (subarachnoid space) yang menyumbat aliran keluar dan
reabsorbsi dari CSS (cairan serebro spinal) dan nantinya akan terjadi
keadaan obstruksi (hidrosefalus dan intertisial edema). Karena banyak
cairan yang masuk sedangkan yg keluar hanya sedikit karena adanya
penyumbatan maka terjadilah peningkatan intrakranial dan samapai pada
penurunan kesadaran.

Mekanisme yang kedua yaitu perlekatan leukosit di sel endotel


kapiler otak. Karena terjadi gangguan permeabilitas pembuluh darah otak
maka leukosit akan pindah dari vaskular ke CSS, pada saat leukosit
berada dalam CSS dia akan mengalami lisis karena sistem imun akan
melawan leukosit ini, sehingga leukosit akan mengalami degranulasi dan
granul ini akan melepaskan metabolik yang bersifat toxic di otak sehingga
terjafi cytotoxic edema dan nantinya akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial sampai pada penurunan kesadaran.

Mekanismea yang ketiga yaitu gangguan aliran darah di otak,


dimana bisa terjadi dua mekanisme yaitu peningkatan dan penurunan
aliran darah yang dimana nantinya akan terjadi cedera dan kematian sel
bahkan samapai penuruna kesadaran.

Mekanisme yang keempat yaitu produksi asam amino eksitatorik


dan reaktif oksigen serta nitrogen spesies bisa memicu suatu proses
kaskade yang nantinya dapat mengakibatkan cedera dan kematian sel
bahkan sampai penuruan kesadaran.

8. PENATALAKSANAAN
Meningitis Kompetensi dokter layanan primer 3B

Primary Survey
o Bebaskan jalan nafas
o O2 via nasal canule
o IV ine NS 0.9% 20gtts/menit
Antibiotik
o Terapi Empirik Sefalosporin (Generasi 3) dan Vancomycin
Ceftriaxone 1-2 gr / qD IV minimal 7 hari, untuk
pemberian 14-21 hari
Vancomycin 750-1000 gr/ qD IV
o Antibiotik kemudian disesuaikan dengan hasil kultur, tes
sensitivitas, dan Skin Test
Kortikosteroid untuk menurunkan respon inflamasi pada
meningen
o Dexamethasone 10 mg/q6h IV selama 4 hari
Antikejang
o Diazepam 2-10 mg/q6-12h PO/IV
Proton Pump Inhibitor untuk mencegah Stress-Induced Gastritis
o Lansoprazol 30 mg/qD PO
o Pantoprazol 40 mg/qD IV
Antipiretik dan Analgesik
o Parasetamol 500 mg/q8h PO atau 650 mg/q8h IV max.4000
mg/hari
Konsul ke bagian Penyakit Dalam, THT, Rehabilitasi Medik, Saraf.

9. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari :


Usia
Imunitas
Penyebab dari penyakit
Berat ringannya infeksi
Peningkatan denyut jantung
GCS rendah
Jumlah leukosit <1000/L
Pada pewarnaan gram ditemukan bakteri gram kokus positif

Pada beberapa kasus dengan meningitis bakteri yang parah atau onset
dari penyakit cukup cepat, kematian dapat diperkirakan sekitar 90%. Jika
pasien tersebut dapat bertahan, walaupun dengan pengobatan yang baik,
efek gangguan jangka panjang dapat terjadi, yaitu penurunan
pendengaran, kejang, kelumpuhan maupun kebutaan

Pada beberapa kasus dengan kasus keparahan sedikit menurun pada


penyakit ini, kematian dapat diperkirakan mencapai 25%. Efek penyakit
jangka panjang juga memungkinkan. Pasien tersebut diharuskan untuk
melakukan pengobatan dan rehabilitasi jangka panjang.

Namun, apabila penyebab dari penyakit pasien itu berasal dari virus,
kesembuhan dapat diperkirakan 7-10 hari.

Pada kasus sendiri prognosisnya, apabila ditangani dengan pengobatan


yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko kematian.

KOMPLIKASI

Kehilangan pendengaran, dapat parsial sampai total


Disfungsi saraf kranial
Kejang berulang
Kelumpuhan fokal
Ataxia
Efusi subdural
Hidrosefalus
Kebutaan
Sindrom Waterhouse-Friderichsen
Peripheral gangrene

10. EDUKASI DAN PENCEGAHAN


Edukasi

- Rajin minum obat (untuk pasien meningitis)


- Meningitis yang disebabkan oleh virus juga dapat ditularkan melalui
batuk, bersin, makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan
merokok bergantian dalam satu batangnya
- Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet
umum, memegang hewan peliharaan
- Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi
- Berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai
macam penyakit.

Pencegahan

Di Indonesia, terdapat dua jenis vaksin meningitis, yaitu vaksin


meningokokus polysakarida dan vaksin meningokokus konjugat. Vaksin
meningokokus polysakarida bisa diberikan untuk usia berapa pun dan
mampu memberi perlindungan sebesar 90-95 persen.

- Untuk anak di bawah usia 5 tahun, vaksin ini bisa bertahan 1-3
tahun. Sedangkan untuk dewasa akan melindungi selama 3-5 tahun
- Untuk vaksin mengingokokus konjugat hanya untuk usia 11-55
tahun, biasanya diberikan pada jamaah haji dan tidak dianjurkan
dijadikan sebagai imunisasi rutin.
Cara terbaik untuk mencegah meningitis adalah dengan menerima
vaksinasi yang tersedia. Tetapi karena penyakit ini bisa dibilang jarang,
vaksinasi meningitis belum termasuk dalam jadwal vaksin wajib di
Indonesia.

Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan


yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah
meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan
terhadap meningitis diantaranya adalah ;

Haemophilus influenzae type b (Hib) 2,4,6,15 bulan

Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7) 2,4,6,12 bulan


Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)

Meningococcal conjugate vaccine (MCV4) Berpergian ke daerah


endemis

Tabel 2. Jadwal dan Dosis Pemberian Imunisasi Pneumokokus

Usia Dosis dan Interval Ulangan

3 dosis, interval 6 - 8
2 - 6 bulan 1 dosis, 12 - 15 bulan
minggu

2 dosis, interval 6 - 8
7 - 11 bulan 1 dosis, 12 - 15 bulan
minggu

2 dosis, interval 6 - 8
12 - 23 bulan
minggu

> 24 bulan 1 dosis

Vaksin Hib hanya dapat mencegah meningitis (radang otak) dan


pneumonia (radang paru) yang disebabkan oleh kuman Hib. Sedangkan
meningitis dan pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pneumokokus
tidak dapat dicegah dengan vaksin Hib, tetapi harus dicegah vaksin
Pneumokokus. Oleh karena itu sebaiknya bayi mendapat kedua vaksin
tersebut sesuai jadwal.

KESIMPULAN :
Laki-laki, 27 tahun, masuk RS karena penurunan kesadaran
disertai kejang 2 hari sebelum MRS didiagnosis dengan meningitis
akut. Dengan prognosis apabila ditangani dengan pengobatan
yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko kematian.

Anda mungkin juga menyukai