Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis dan Tatalaksana


Meningitis Bakterialis
Gogor Meisadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Meningitis bakterialis (MB) adalah kegawatdaruratan neurologik yang mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi
yang cepat. Penanganan MB memerlukan pendekatan interdisipliner. Penegakan diagnosis MB kadang sulit jika hanya
mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) harus diinterpretasikan
secara hati-hati. Pemahaman karakter pasien sangat dibutuhkan untuk memberikan antibiotik empirik yang tepat.

Kata kunci: Meningitis bakterialis, diagnosis, cairan serebrospinal, tatalaksana

ABSTRACT
Bacterial meningitis is a life-threatening neurologic emergency that needs rapid diagnosis and treatment. Management of bacterial meningitis
needs interdisciplinary approach. The diagnosis of bacterial meningitis can sometimes be difficult when relying only on history and physical
examination. Cerebrospinal fl uid (CSF) examination results must be interpreted carefully. To provide appropriate empiric antibiotics therapy,
understanding of patients characteristic is essential. Gogor Meisadona, Anne Dina Soebroto, Riwanti Estiasari.
Diagnosis and Management of Bacterial Meningitis.

Keywords: Bacterial meningitis, diagnosis, cerebrospinal fl uid, management

PENDAHULUAN insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai S. pneumonia dan N. meningitidis adalah
Meningitis bakterial (MB) adalah infl amasi patogennya adalah sebagai berikut: patogen utama penyebab MB, karena kedua
meningen, terutama araknoid dan Streptococcus pneumonia, 1,1; Neisseria bakteri tersebut memiliki kemampuan
piamater, yang terjadi karena invasi bakteri meningitidis, 0,6; Streptococcus, 0,3; kolonisasi nasofaring dan menembus sawar
ke dalam ruang subaraknoid. Pada MB, Listeria monocytogenes, 0,2; dan darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti
ter-jadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan Haemophilus infl uenza, 0,2.1,2 Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus
serebrospinal (CSS). Biasanya proses aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, FAKTOR RISIKO Pseudomonas spp biasanya merupakan pe-
tapi juga mengenai parenkim otak Faktor-faktor yang berkaitan dengan nyebab MB nosokomial, yang lebih mudah
(meningoensefalitis), ventrikel peningkatan risiko MB di antaranya adalah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi
(ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke status immunocompromised (infeksi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma
medula spinalis. Kerusakan neuron, human immunodefi ciency virus, kanker, kepala.1,2 Penyebab MB berdasarkan usia dan
terutama pada struktur hipokampus, diduga dalam terapi obat imunosupresan, dan faktor risiko dapat dilihat pada tabel 1.
sebagai penyebab potensial defi sit splenektomi), trauma tembus kranial,
neuropsikologik persisten pada pasien fraktur basis kranium, infeksi telinga, infeksi PATOFISIOLOGI
yang sembuh dari meningitis bakterial. 1 sinus nasalis, infeksi paru, infeksi gigi, Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat
adanya benda asing di dalam sistem saraf melalui invasi langsung, penyebaran
Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan pusat (contoh: ventriculoperitoneal shunt), hematogen, atau embolisasi trombus yang
bumi. Di negara dengan empat musim, MB dan penyakit kronik (gagal jantung terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui
lebih banyak terjadi di musim dingin dan kongestif, diabetes, penyalahgunaan perluasan langsung dari struktur yang
awal musim semi. MB lebih banyak terjadi alkohol, dan sirosis hepatik).1,2,3 terinfeksi melalui vv. diploica, erosi fokus
pada pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000 osteomyelitis, atau secara iatrogenik
per tahun dengan puncak kejadian pada ETIOLOGI (pasca-ventriculoperitoneal shunt atau
kelompok bayi, remaja, dan lansia. Tingkat Pada individu dewasa imunokompeten, prosedur bedah otak lainnya). 1

Alamat korespondensi email: riwanti.estiasari04@ui.ac.id

CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 15


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1 Penyebab umum MB berdasarkan usia dan faktor risiko 1 jika manifestasi awal hanya nyeri kepala
Neonatus (usia <3 bulan) Escherichia coli; Streptococcus grup B; Listeria monocytogenes dan demam. Selain itu, kaku kuduk tidak
Bayi dan anak (usia >3 bulan) S. pneumonia; N. meningitidis; H. infl uenzae selalu ditemukan pada pasien sopor,
Dewasa usia <50 tahun S. pneumonia; N. meningitidis koma, atau pada lansia.1,2,4
(imunokompeten)
Dewasa usia >50 tahun S. pneumonia; N. meningitidis; Listeria monocytogenes Meningitis meningokokal harus dicurigai jika
Fraktur kranium/pasca-bedah Staphylococcus epidermidis; Staphylococcus aureus; bakteri gram negatif (Klebsiella,
terjadi perburukan kondisi yang sangat cepat
saraf Proteus, Pseudomonas, E. coli); Streptococcus grup A dan D; S. pneumonia; H. infl uenzae (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan
Kebocoran CSS Bakteri gram negatif; S. pneumonia jam), terdapat ruam petechiae atau purpura,
Kehamilan Listeria monocytogenes syok sirkulasi, atau ketika ada wabah lokal
Imunodefi siensi Listeria monocytogenes; bakteri gram negatif; S. pneumonia; Pseudomonas aeruginosa;
meningitis. Ruam petechiae muncul pada
Streptococcus grup B; Staphylococcus aureus sekitar 50% infeksi meningokokal,
manifestasi tersebut mengindikasikan
pemberian anti-biotik secepatnya.2,5
Transmisi bakteri patogen umumnya melalui menyebabkan kebocoran protein plasma ke
droplet respirasi atau kontak langsung dalam CSS yang akan memicu inflamasi dan Meningitis pneumokokal sering didahului
dengan karier. Proses masuknya bakteri ke menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang oleh infeksi paru, telinga, sinus, atau katup
dalam sistem saraf pusat merupakan subaraknoid. Eksudat akan menumpuk jantung. Etiologi pneumokokal juga patut
mekanisme yang kompleks. Awalnya, bakteri dengan cepat dan akan terakumulasi di dicurigai pada pasien alkoholik, pasca-
melakukan kolonisasi nasofaring dengan bagian basal otak serta meluas ke selubung splenektomi, lansia, anemia bulan sabit,
berikatan pada sel epitel menggunakan villi saraf-saraf kranial dan spinal. Selain itu, dan fraktur basis kranium. Sedangkan
adhesive dan membran protein. Risiko eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri dan etiologi H. infl uenzae biasanya terjadi
kolonisasi epitel nasofaring meningkat pada menyebabkan penebalan tunika intima serta setelah infeksi telinga dan saluran napas
individu yang mengalami infeksi virus pada vasokonstriksi, yang dapat mengakibatkan atas pada anak-anak.2
sistem pernapasan atau pada perokok. 1,2 iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola
dan venula subaraknoid sejatinya terbentuk Etiologi lain sangat tergantung pada kondisi
Komponen polisakarida pada kapsul bakteri sebagai bagian dari membran araknoid. medik tertentu. Meningitis setelah prosedur
membantu bakteri tersebut mengatasi Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak bedah saraf biasanya disebabkan oleh infeksi
mekanisme pertahanan immunoglobulin A awal sudah mengalami proses infl amasi stafi lokokus. Infeksi HIV, gangguan
(IgA) pada mukosa inang. Bakteri kemudian bersamaan dengan proses meningitis myeloproliferatif, defek tulang kranium (tumor,
melewati sel epitel ke dalam ruang intra- (vaskulitis infeksius).1 osteomyelitis), penyakit kolagen, kanker
vaskuler di mana bakteri relatif terlindungi metastasis, dan terapi imunosupresan adalah
dari respons humoral komplemen karena Selanjutnya, dapat terjadi syok yang me- kondisi yang memudahkan ter-jadinya
kapsul polisakarida yang dimilikinya. 1 reduksi tekanan darah sistemik, sehingga meningitis yang disebabkan
dapat mengeksaserbasi iskemia serebral. Enterobacteriaceae, Listeria, A.
Bakteri memasuki ruang subaraknoid dan Selain itu, MB dapat menyebabkan trombosis calcoaceticus, dan Pseudomonas.1,2
cairan serebrospinal (CSS) melalui pleksus sekunder pada sinus venosus mayor dan
koroid atau kapiler serebral. Perpindahan tromboflebitis pada vena-vena kortikal. Tanda-tanda serebral fokal pada stadium
bakteri terjadi melalui kerusakan endotel yang Eksudat purulen yang terbentuk dapat awal meningitis paling sering disebabkan oleh
disebabkannya. Seluruh area ruang menyumbat resorpsi CSS oleh villi araknoid pneumokokus dan H. infl uenza. Meningitis
subaraknoid yang meliputi otak, medula atau menyumbat aliran pada sistem ventrikel dengan etiologi H. infl uenza paling sering
spinalis, dan nervus optikus dapat dimasuki yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif menyebabkan kejang. Lesi serebal fokal
oleh bakteri dan akan menyebar dengan atau komunikans yang disertai edema persisten atau kejang yang sulit dikontrol
cepat. Hal ini menunjukkan meningitis hampir serebral interstisial. Eksudat tersebut juga biasanya terjadi pada minggu kedua infeksi
pasti selalu melibatkan struktur serebrospinal. dapat mengelilingi saraf-saraf kranial dan meningen dan disebabkan oleh vaskulitis
Infeksi juga mengenai ventrikel, baik secara menyebabkan neuropati kranial fokal. 1 infeksius, saat terjadi sumbatan vena serebral
langsung melalui pleksus koroid maupun superfisial yang berujung pada infark jaringan
melalui refl uks lewat foramina Magendie dan TANDA DAN GEJALA KLINIK otak. Abnormalitas saraf kranial sering terjadi
Luschka.1 MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, pada meningitis pneumokokal, karena invasi
nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; tidak eksudat purulen yang merusak saraf yang
Bakteri akan bermultiplikasi dengan mudah jarang disertai kejang umum dan gangguan melalui ruang subaraknoid.1,5
karena minimnya respons humoral kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig
komplemen CSS. Komponen dinding bakteri juga dapat ditemukan serta memiliki signifi PEMERIKSAAN PENUNJANG
atau toksin bakteri akan menginduksi proses kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, Diagnosis MB ditegakkan melalui analisis CSS,
inflamasi di meningen dan parenkim otak. namun sulit ditemukan secara konsisten. kultur darah, pewarnaan CSS, dan biakan CSS.
Akibatnya, permeabilitas SDO meningkat dan Diagnosis meningitis dapat menjadi sulit Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus

16 CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2 Perbandingan karakter CSS pada jenis meningitis yang berbeda 1 Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB
Normal Bakterial Viral TB Fungal harus berdasarkan epidemiologi lokal, usia
Makroskopik Jernih, tak Keruh Jernih/opalescent Jernih/opalescent Jernih pasien, dan adanya penyakit yang men-
berwarna dasari atau faktor risiko penyerta (tabel 3).
Tekanan Normal Meningkat Normal atau Meningkat Normal atau Antibiotik harus segera diberikan bila ada
meningkat meningkat syok sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien
Sel 0-5/mm3 100-60.000/mm3 5-100/mm3 5-1000/mm3 20-500/mm3 harus diterapi dengan cairan dan mungkin
Neutrofi l Tak ada >80% <50% <50% <50% memerlukan dukungan obat inotropik. Jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial, per-
Glukosa 75% glukosa darah Rendah (<40% Normal Rendah (<50% Rendah (<80%
glukosa darah) glukosa darah) glukosa darah)
timbangkan pemberian manitol.6,7,8
Protein <0,4 g/L 1-5 g/L >0,4-0,9 g/L 1-5 g/L 0,5-5 g/L Antibiotik empirik bisa diganti dengan
Lainnya Gram positif <90%; PCR kultur positif Kultur positif 50- Gram negatif;
antibiotik yang lebih spesifik jika hasil kultur
kultur positif <80%; <50% 80% kultur positif 25- sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik
kultur darah positif 50%
<60% spesifi k bisa dilihat di tabel 4. Durasi terapi
dikerjakan pada setiap kecurigaan meningitis antibiotik bergantung pada bakteri penyebab,
bersifat bakterisidal pada organisme yang keparahan penyakit, dan jenis antibiotik
dan/atau ensefalitis. Pada pemeriksaan dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan yang digunakan. Meningitis meningokokal
darah, MB disertai dengan peningkatan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotik epidemik dapat diterapi secara efektif
leukosit dan penanda infl amasi, dan harus segera dimulai sambil menunggu dengan satu dosis ceftriaxone intramuskuler
kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, hasil tes diagnostik dan nantinya dapat di- sesuai dengan rekomendasi WHO. Namun
serta gangguan fungsi ginjal dengan ubah setelah ada temuan laboratorik.1 Pada WHO merekomendasikan terapi antibiotik
asidosis metabolik. Pencitraan otak harus suatu studi, didapatkan hasil jika pemberian paling sedikit selama 5 hari pada situasi
dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak nonepidemik atau jika terjadi koma atau
lesi massa, hidrosefalus, atau edema serebri pasien masuk RS, maka mortalitas akan kejang yang bertahan selama lebih dari 24
yang merupakan kontraindikasi relatif meningkat secara bermakna.7 jam. Autoritas kesehatan di banyak negara
pungsi lumbal. Jika pencitraan tidak dapat
dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari Kecurigaan MB
pada pasien dengan gangguan kesadaran,
keadaan immunocompromised (AIDS, terapi
imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat Defisit neurologik fokal, riwayat kejang, riwayat penyakit neurologis dengan massa intrakranial
penyakit sistem saraf pusat (lesi massa,
stroke, infeksi fokal), defisit neurologik fokal,
bangkitan awitan baru, atau papil edema
yang memperlihatkan tanda-tanda ancaman
herniasi.2,6 Tidak Ya

Tekanan pembukaan saat pungsi lumbal


Kultur darah dan pungsi Kultur darah CITO
berkisar antara 20-50 cmH2O. CSS biasanya
lumbal CITO
keruh, tergantung dari kadar leukosit, bakteri,
dan protein. Pewarnaan Gram CSS memberi
hasil meningokokus positif pada sekitar 50% Dexamethasone + terapi Dexamethasone + terapi
pasien dengan meningitis meningokokal akut. antibiotik empirik antibiotik empirik
Kultur darah dapat membantu, namun tak
selalu bisa diandalkan. Pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR) bersifat CT scan kepala: kontraindikasi
Hasil analisis CSS sesuai MB
sensitif terhadap Streptococcus pneumoniae pungsi lumbal tak ada
dan Neisseria meningitidis.2,6 Karakteristik
CSS pada jenis meningitis yang berbeda Pewarnaan Gram dan kultur
disajikan dalam tabel 2. Pungsi lumbal
CSS

PENATALAKSANAAN
MB adalah kegawatdaruratan medik. Secara
Dexamethasone + terapi
umum, tata laksana MB dapat dilihat pada
antibiotik spesifik
gambar 1.6 Pemilihan antibiotik yang tepat
adalah langkah yang krusial, karena harus Gambar 1 Algoritma tatalaksana meningitis bakterial (diadaptasi dari Tunkel dkk)6
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 17
TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 3 Terapi empirik pada meningitis bakterialis7,8 ditunda.4


Karakter Pasien Etiologi tersering Pilihan antibiotik
Neonatus Streptococcus grup B, L. Ampicillin plus cefotaxime Profilaksis
monocytogenes, E. coli Individu yang mengalami kontak dengan
Usia 2 bulan-18 tahun N. meningitidis, S. pneumonia, H. Ceftriaxone atau cefotaxime, dapat pasien meningitis meningokokal harus diberi
infl uenzae ditambahkan vancomycin
antibiotik profi laksis. Pilihan antibiotik yang
Usia 18-50 tahun S. pneumonia, N. meningitidis Ceftriaxone, dapat ditambahkan
vancomycin biasa diberikan adalah ciprofl oxacin 500 mg
Usia >50 tahun S. pneumonia, L. monocytogenes, Vancomycin plus ampicillin plus dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg
bakteri gram negatif ceftriaxone selama 2 hari. Profi laksis tidak dibutuhkan
Kondisi immunocompromised S. pneumonia, N. meningitidis, L. Vancomycin plus ampicillin plus jika durasi sejak penemuan kasus meningitis
monocytogenes, S. aureus, Salmonella cefepime atau meropenem
spp, basil gram negatif aerob meningokokal sudah lebih dari 2 minggu.
(termasuk P. aeruginosa) Imunisasi S. pneumoniae, H. infl uenza dan
Fraktur basis kranium S. pneumonia, H. infl uenza, group A Vancomycin plus cefotaxime atau N. meningitidis diketahui menurunkan insiden
beta-hemolytic streptococci ceftriaxone
meningitis secara bermakna.7
Cedera kepala; pascabedah otak Stafi lococcus, basil gram negatif Vancomycin plus ceftazidime,
aerob (termasuk P. aeruginosa) cefepime, atau meropenem
PROGNOSIS
Tabel 4 Terapi antibiotik spesifi k pada meningitis bakterial 7
MB yang tidak diobati biasanya berakhir
Mikroorganisme Terapi standard Terapi alternative fatal. Meningitis pneumokokal memiliki
H. influenza B-laktamase negatif Ampisilin Sefalosporin generasi III; kloramfenikol tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%.1
H. influenza B-laktamase positif Sefalosporin generasi III Kloramfenikol; sefepim
Pada sekitar 30% pasien yang bertahan
N. meningitidis Penisilin G atau ampisilin Sefalosporin generasi III; kloramfenikol
S. pneumoniae Sefalosporin generasi III Vankomisin; meropenem
hidup, terdapat sekuel defi sit neurologik
Enterobacteriaceae Sefalosporin generasi III Meropenem atau sefepim seperti gangguan pendengaran dan defi sit
P. aeruginosa Seftazinim atau sefepim Meropenem; piperisilin neurologik fokal lain. Individu yang me-
L. monocytogenes Ampisilin atau penisilin G Trimetoprim/sulfametoksazol miliki faktor risiko prognosis buruk adalah
S. agalactiae Ampisilin atau penisilin G Sefalosporin generasi III; vankomisin pasien immunocompromised, usia di atas
S. aureus sensitif metisilin Nafsilin atau oksasilin Vankomisin 65 tahun, gangguan kesadaran, jumlah
S. aureus resisten metisilin Vankomisin Linezolid; daptomisin
leukosit CSS yang rendah, dan infeksi
S. epidermidis Vankomisin
pneumo-kokus.11 Gangguan fungsi kognitif
terjadi pada sekitar 27% pasien yang
mampu bertahan dari MB.4
maju menyarankan terapi antibiotik minimal 7 pasien MB dengan sepsis berat atau syok
hari untuk meningitis meningokokal dan sepsis dapat meningkatkan kesintasan.7 Pada Terapi kortikosteroid jangka panjang
haemofi lus; 10-14 hari untuk terapi antibiotik penelitian lain, pemberian dexamethasone Terapi kortikosteroid sistemik digunakan
pada meningitis pneumokokal. 7 tidak menurunkan angka mortalitas dan secara luas untuk mengobati gangguan
morbiditas secara bermakna.8,9 autoimun atau infl amasi. Penggunaan
Terapi dexamethasone yang diberikan kortikosteroid jangka panjang (terutama
sebelum atau bersamaan dengan dosis Pasien MB harus dipantau ketat. Kejadian dalam dosis tinggi) berhubungan dengan
pertama antibiotik dapat menurunkan kejang sering muncul dan terapi anti- efek samping serius pada berbagai sistem
morbiditas dan mortalitas secara bermakna, konvulsan sering kali diperlukan. Jika fi siologik tubuh, termasuk sistem imun.
terutama pada meningitis pneumokokal. kesadaran pasien menurun setelah kejang, Efek samping tersebut sebenarnya dapat
Dexamethasone dapat menurunkan respons maka pasien terindikasi untuk pemeriksaan di-minimalisasi dengan cara memantau
inflamasi di ruang subaraknoid yang secara elektroensefalografi . Kondisi pasien harus kondisi pasien secara seksama dan
tak langsung dapat menurunkan risiko edema dipertahankan dalam status normoglikemia menggunakan jenis kortikosteroid dengan
serebral, peningkatan tekanan intrakranial, dan normovolemia. Proton pump inhibitor potensi dan dosis serendah mungkin.12
gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan perlu diberikan untuk mencegah stress-
cedera neuron.4 Dexamethasone diberikan induced gastritis. Jika kondisi klinis pasien Kortikosteroid menekan fungsi imun normal
selama 4 hari dengan dosis 10 mg setiap 6 belum membaik dalam 48 jam setelah dengan menurunkan ekspresi limfosit T,
jam secara intravena. Sejumlah pakar terapi antibiotik dimulai, maka analisis CSS monosit, makrofag, eosinofi l, mastosit, dan
berpendapat pemberian dexamethasone ulang harus dilakukan.3,4,7 sel endotelial. Supresi sitokin bukan satu-
harus dihenti-kan jika hasil kultur CSS satunya efek kortikosteroid pada respons
menunjukkan penyebab MB bukan H. infl Pada pasien MB dengan hidrosefalus akut, imun dan antiinflamasi normal. Kortikosteroid
uenzae atau S. pneumoniae, namun prosedur ventrikulostomi dapat di- juga dipercaya mengeksitasi produksi sitokin
kelompok pakar lain merekomendasikan pertimbangkan. Pada pasien dengan pem- antiinflamasi TGF- (Transforming Growth
pemberian dexa-methasone apapun etiologi besaran sistem ventrikel ringan tanpa Factor-). Kortikosteroid juga mengganggu
MB yang ditemukan. Pemberian perburukan klinis, resolusi spontan dapat ekspresi molekul pengikat pada antigen-
dexamethasone pada terjadi, sehingga prosedur invasif dapat precenting cell serta menginduksi apoptosis

18 CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

pada limfosit T matur dan monosit.12,13 steroid jangka panjang, pemeriksaan darah kegawatdaruratan neurologik dengan angka
lengkap harus dilakukan sebagai data dasar. morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Oleh
Pengguna kortikosteroid jangka panjang Selanjutnya, pemeriksaan darah lengkap karena itu, diagnosis dan terapi harus
rentan terhadap infeksi karena kortikosteroid harus dilakukan setiap 3 bulan (selama dilakukan secepatnya untuk mencegah
dapat menghambat kerja sistem imun normal pasien masih dalam terapi kortikosteroid) keluaran yang buruk. Diagnosis MB ditegak-
dan menekan proses inflamasi. Gejala infeksi untuk melihat adanya kemungkinan infeksi kan melalui anamnesis, pemeriksaan fi sik,
pada pengguna kortikosteroid jangka panjang yang belum bermanifestasi spesifi k. Setiap dan pemeriksaan penunjang seperti pungsi
dapat menunjukkan gejala yang tidak khas pasien juga harus memiliki termometer lumbal. Penatalaksanaan MB memerlukan
karena adanya inhibisi pelepasan sitokin dan pribadi di rumah dan harus segera ke dokter pemahaman tentang karakter pasien agar
reduksi respons infl amasi.14 Untuk mencegah bila suhu meningkat di atas 38C. American pemilihan antibiotik dapat dilakukan dengan
infeksi oportunistik pada pengguna College of Rheumatology merekomendasikan tepat. Penegakan diagnosis dan penentuan
kortikosteroid jangka panjang, beberapa vaksinasi pneumokokus dan infl uenza pada terapi yang baik dapat memberi harapan
pakar menganjurkan memulai terapi pasien tersebut.15,16 kualitas hidup yang baik bagi pasien. Saat ini
kortikosteroid dengan dosis dan potensi sudah terdapat imunisasi untuk beberapa
serendah mungkin tanpa mengabaikan SIMPULAN bakteri etiologi MB, sehingga angka kejadian
efi kasi.14 Sebelum memulai terapi kortiko- Meningitis bakterial merupakan suatu kasus MB dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victors principles of neurology. 8 th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
2. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A queen square textbook. London: Blackwell Publishing; 2009.
3. Shay K. Infectious complications of dental and periodontal diseases in elderly populations. Clinical Infectious Diseases 2002;34:1215-23.
4. Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Community-acquired bacterial meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.
5. Brouwer M, Van De Beek D, Thwaites G. Dilemmas in the diagnosis of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1684-92.
6. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL, Kaufman BA, Roos KL. Practice guidelines for management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004;39:1267-84.
7. Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G. Advances in treatment of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1693-702.
8. Bhimraj A. Acute community-acquired bacterial meningitis in adults: An evidence-based review. Clev Clin J of Med. 2012;79:393-400.
9. Pokdi Neuroinfeksi Perdossi. Neuroinfeksi. Surabaya: Airlangga University Press; 2012.
10. Van De Beek D, Farrar J, Gans J, Mai NTH, Tuan PQ, Zwinderman AH. Adjunctive dexamethasone in bacterial meningitis: A meta-analysis of individual patient data.
Lancet Neurol. 2010;9:254-63.
11. Fernandes D, Pereira J, Silvestre J, Bento L. Acute bacterial meningitis in the intensive care unit and risk factors for clinical outcomes: Retrospective study. J Crit Care 2014;29:347-50.
12. Singh N, Rieder MJ, Tucker MJ. Mechanisms of glucocorticoid-mediated antiinfl ammatory and immunosuppresive action. Paed Perinatal Drug Ther. 2004;6:107-15.
13. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 11 th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.
14. Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh R, et al. A practical guide to the monitoring and management of the complications of systemic
corticosteroid therapy. Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2013;9:1-25.
15. Hsu D, Katelaris C. Long-term management of patients taking immunosuppresive drugs. Aust Prescr. 2009;32:68-71.
16. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, Curtis JR. American college of rheumatology 2008 recommendations for the use of nonbiologic and biologic
disease-modifying antirheumatic drugs in rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum. 2008;59:762-84.
CDK-224/ vol. 42 no. 1, th. 2015 19

Anda mungkin juga menyukai