1. Appendisitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua
lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah- merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi. 2. Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam pertama. Jaringan mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan, 11 akibatnya terjadi peningkatan tekanan luminal sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2 mL. Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan menginvasi dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis pembuluh darah, dan nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan apendisitis flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang disebut apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis yang terjadi gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan perforasi. Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya pertahanan dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Pada anak-anak dengan omentum yang lebih pendek, apendiks vermiformis yang lebih panjang, dan dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, dapat memudahkan terjadinya apendisitis perforasi. Sedangkan pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 3. Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. (De Jong 2005) Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. (Kapita Selekta 2000) Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum parietale maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara Medisina 1997) Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Kapita Selekta 2000) Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. (Aksara Medisina 1997) Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. (Kapita Selekta 2000)