Disusun Oleh :
RESNIZAR ANNASRUL
NIM 4006160085
Pembimbing Akademik
A. Definisi
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah
proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang
menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya
kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya
infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495). Leukemia
adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan
sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995),
leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh
penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel sel
prekursor limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak anak usia < 15
tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 5 tahun. Insidensi LLA adalah
1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia 15 tahun, insidensi puncaknya
usia 3 5 tahun. LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada perempuan.
Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
B. Tanda dan Gejala
Tanda gejala kanker darah sangat beragam. Tiap penderita biasanya
mengalami indikasi yang berbeda-beda, tergantung kepada jenis kanker darah.
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
lesu,
mudah
19. Pembengkakan
terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual,
pada
muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae,
20. Muncul
epistaksis,
infeksi
yang
21. Mudah
tulang
dan
mengalami
pendarahan
persendian
sering
7. Nyeri abdomen
memar.
(misalnya
mimisan)
atau
8. Hepatosplenomegali,
22. Muncul
limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10. Nyeri kepala
11. Lemas
atau
kelelahan
yang berkelanjutan.
bintik-bintik
sinar
sebelum kelahiran.
24. Terpapar radiasi.
25. Pengobatan masa lalu
12. Demam.
dengan kemoterapi.
26. Setelah
perubahan
13. Menggigil.
berlebihan,
pada
malam
hari.
17. Nyeri pada tulang atau
sendi.
( NF1 ).
30. Sindrom Shwachman.
31. Sindrom Bloom.
32. Ataksia
33. telangiektasia.
(Mansjoer, A, 2000)
C. Etiologi
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor
keturunan dan sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang
terjadi pada anak anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang
berhubungna dengan LLA adalah :
1.
2.
Radiasi Ionik.
Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia
3.
4.
5.
6.
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin
berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti:
bensol,
arsen,
preparat
sulfat,
merupakan
petunjuk
untuk
menentukan
meramalkan
kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas
yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian
sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel
plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit,
timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan
prosuksi
leukosit
juga
melibatkan
tempat-tempat
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaNker
juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah,
1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,
2002).
E. Pathway
F. Klasifikasi
1.
Klasifikasi Imunologi
a.
Precursor B Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) 70% :
b.
c.
b.
c.
sedangkan L1 paling sering ditemukan pada anak anak. Sekitar 95% dari
tipe LLA kecualai sel B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal
deoxynucleotidyl transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat
dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan immunoglobulin.
Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim
ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan
acut limphosityc leukemia adalah:
1.
2.
5.
Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2na), hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara
morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk
yang sangat besar sampai yang sangat kecil (Betz, Sowden.
(2002).
Anamnesis
Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah
sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi (Ngastiyah,
2.
3.
4.
5.
6.
diagnosis.
Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan
7.
8.
tulang.
Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.
Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.
6.
Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai
keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai
berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani 2003)
I. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam
dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai
derajat netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut, Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke
organ abdominal, selain akibat kemoterapi.
e.
(1)
(2)
(3)
f.
(1)
(2)
(3)
Hidung
Inspeksi permukaan hidung
Inspeksi bagian dalam
Palpasi sinus
Mulut
Bibir: warna, kelembaban
Mukosa mulut, gusi, gigi
Inspeksi lidah dan dasar mulut
apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri).
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan
l. Ekstremitas bawah
(1) Inspeksi otot dan sendi
(2) ROM
2. Riwayat Kesehatan
a.Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba
adalah demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang,
pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering
ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins
(benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan
kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3. Pola sehari-hari
a.
g.
Peran
Pasien
6. Rencana Keperawatan
NO
1
Resiko infeksi
Prosedur Infasif
Trauma
Malnutrisi
Imonusupresi
Batasan karakteristik :
a.
b.
c.
d.
Kelemahan menyeluruh
Batasan Karakteristik :
- Kelemahan
- Haus
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
Nyeri
Definisi :
Gerakan melindungi
Muka topeng
Batasan karakteristik :
-
Substansi kimia
Kelembaban udara
Immobilitas fisik
Radiasi
Kelembaban kulit
Obat-obatan
Internal :
-
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Perubahan sensasi
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta
: EGC
2. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius
3. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001
4. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
5. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5. Jakarta
: EGC
6. Marion
Johnson,
dkk,
2010, Nursing
Outcome
Diagnoses:
Classifications
Definition
&