Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PERENCANAAN PAJAK DALAM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Salah satu karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah bahwa
PPN merupakan Pajak Tidak Langsung. Karakteristik ini memberikan suatu
pengertian bahwa antara pemikul beban pajak (Destinataris Pajak) dengan
Wajib Pajak (dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak/PKP) adalah tidak sama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama berstatus sebagai PKP,
Wajib Pajak tidak akan memikul beban PPN meskipun Wajib Pajak tersebut
melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (ketika SPT Masanya
Kurang Bayar), karena pada dasarnya PPN yang dibayarkan tersebut
merupakan jumlah yang dipungut dari pembeli (sebagai pemikul beban pajak
sesungguhnya).
Yang harus menjadi perhatian bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
karakteristik Faktur Pajak karena Faktur Pajak merupakan bagian paling
penting dari mekanisme PPN. Dalam kondisi tertentu terkadang PKP Penjual
akan memikul beban PPN Keluaran (yang seharusnya beban Pembeli)
terlebih dahulu karena adanya kewajiban membuat Faktur Pajak Keluaran
sedangkan pada saat yang sama pembeli belum siap memikul beban PPN
yang seharusnya menjadi beban dia.
Pemahaman yang baik terhadap seluk beluk Faktur Pajak akan
menghindarkan Wajib Pajak dari masalah cash flows serta terhindar dari
pengenaan sanksi administrasi yang mungkin timbul karena pembuatan
Faktur Pajak tersebut.
PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN PAJAK UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN
1.

Penundaan Pembayaran PPN

Dalam hal terjadi transaksi penyerahan yang dilakukan secara kredit,


Pengusaha Kena pajak diperkenankan untuk menerbitkan Faktur Pajak
sampai dengan paling.lambat pada akhir bulan berikutnya, sehingga
pembayaran pajak dapat ditunda sampai dengan bulan berikutnya. Selain
itu, terdapat transaksi-transaksi tertentu yang terutarang PPN (Pajak
Keluaran), tetapi tidak menghasilkan cash inflows bagi Pengusaha Kena
Pajak. Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajaklah yang akan menanggung
beban pajak dan membayar PPN-nya. Transaksi-transaksi ini adalah:

Pemakaian sendiri untuk keperluan konsumtif;

Pemberian cuma-cuma.
Terhadap transaksi yang terutang PPN Keluaran, tetapi tidak menghasilkan
aliran uang masuk (cash inflows), Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan

penundaan pembayaran PPN sampai bulan berikutnya, yaitu dengan cara


menerbitkan Faktur Pajak standar pada akhir bulan berikutnya setelah bulan
dilakukannya penyerahan.
2.

Penggunaan Faktur Pajak Sederhana

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan transaksi dengan pihak pembeli
yang tidak memiliki NPWP, pihak penjual dapat menggunakan Faktur Pajak
sederhana untuk menimbulkan pengaruh psikologis kepada pembeli bahwa
seolah-olah transaksi tersebut tidak terutang PPN, karena jumlah
penyerahan yang tercantum di dalam Faktur Pajak sudah termasuk PPN
(implisit). Penjelasan bahwa di dalam harga yang dibayarkan oleh pihak
pembeli telah termasuk dengan PPN tetap dicantumkan di dalam Faktur
sederhana tersebut, hanya tidak mencolok. Unsur dari Faktur Pajak
sederhana yang lengkap adalah :

Identitas Penjual;
Dasar Pengenaan pajak, yaitu harga jual (sudah termasuk PPN);
Tanggal pembuatan faktur;
PPN yang dipungut, dengan tulisan tidak menyolok: harga di atas
sudah termasuk PPN 10% untuk menimbulkan kesan kepada pihak
pembeli bahwa seolah-olah tidak dikenakan PPN.
Sedangkan untuk Faktur Pajak standar yang lengkap, masih ditambah
dengan 3 (tiga) unsur yang berupa: nomor seri Faktur Pajak, identitas
pembeli, dan ditandatangani.
3. Menghindari Sanksi Administrasi yang Berkaitan Dengan Faktur
Pajak
Dalam menerbitkan Faktur Pajak Pengusaha Kena Pajak perlu memahami
persyaratan formal maupun persyaratan material Faktur Pajak, sehingga
terhindar dari :
a. pengenaan sanksi administrasi perpajakan, karena:

tidak lengkap dalam mengisi Faktur Pajak;

tidak atau terlambat menerbitkan Faktur Pajak.


b. tidak diakuinya Faktur Pajak masukan oleh fiskus, karena:

tidak memenuhi persyaratan material, misalnya Fakur Pajak atas


perolehan Barang kena pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
berhubungan langsung dengan usaha. Pengertian berhubungan
langsung dengan usaha adalah berhubungan langsung dengan

kegiatan produksi, kegiatan manajemen, kegiatan distribusi, dan


kegiatan pemasaran;

tidak memenuhi persyaratan formal, misalnya Faktur Pajak yang


tidak lengkap.
Unsur-unsur Faktur Pajak standar yang lengkap, terdiri dari 7 (tujuh) unsur
yaitu:

Nomor Seri Faktur, yang terdiri dari kombinasi lima huruf dan tujuh
angka;

Identitas penjual;

Identitas pembeli;

Dasar Pengenaan Pajak;

PPN yang dipungut;

Tanggal Pembuatan Faktur;

Tandatangan dan stempel/cap perusahaan.


Selanjutnya Wajib Pajak dapat memberi tambahan aksesoris yang lain,
misalnya berupa logo perusahaan, pernyataan visi dan misi perusahaan, dan
lain sebagainya.
4.

Perencanaan PPN Lainnya

Terdapat beberapa perencanaan lainnya, antara lain :


a. Dalam hal pengadaan aktiva berupa bangunan, lebih baik menghindari
melakukan kegiatan membangun sendiri. Hal ini disebabkan karena atas
pembayaran PPN Membangun Sendiri akan berpotensi tidak dapat
dikapitalisasi terhadap harga perolehan dari aktiva tetap berupa bangunan
tersebut yang menjadi dasar perhitungan biaya penyusutan di PPh Badan.
b. Bagi para eksportir disarankan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha Kena Pajak meskipun tidak melakukan penyerahan BKP.di
dalam Daerah Pabean. Hal ini terkait dengan kesempatan untuk
mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP dalam langka
menyiapkan barang yang akan diekspor.
c. Bagi para pengusaha yang memenuhi kriteria Pengusaha Entreport
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) lebih baik memilih untuk dikukuhkan
sebagai PKP EPTE.

BAB IV

PERENCANAAN PAJAK SAAT PEMERIKSAAN


PAJAK
Sekilas Tentang Pemeriksaan
Pengertian Pemeriksaan
Dasar hukum pemeriksaan adalah Pasal 29, 29A, 30, dan 31 UU KUP
2007 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang berlaku 1 Januari 2008.
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal
Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
3. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak
Tujuan Pemeriksaan
Sesuai dengan Peraturan Menkeu No. 199/PMK.03/2007, Dirjen Pajak
berwenang melakukan pemeriksaan
1. untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
2. untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
Ruang Lingkup Pemeriksaan
1. Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis
pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
2. Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi

penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan


dengan tujuan Pemeriksaan

Kriteria & Jenis Pemeriksaan


1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
N
o
1

Kriteria Pemeriksaan
Wajib
Pajak
mengajukan
permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak
pemeriksaan kantor atau sebagaimana dimaksud
dalam pasal 17 B Undang undang KUP
Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan
yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang
telah
diberikan
pengembalian
pendahuluan
kelebihan pajak

Jenis
Pemeriksaan
Pemeriksaan
Lapangan
Pemeriksaan
Lapangan

Wajib Pajak menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan


yang menyatakan rugi
Lapangan

Wajib
Pajak
tidak
menyampaikan
atau
menyampaikan
surat
pemberitahuan
tetapi Pemeriksaan
melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan Lapangan
dalam surat teguran

Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, Pemeriksaan


pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan Lapangan
meninggalkan Indonesia untuk selama - lamanya

Wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan


yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis
risiko
(risk
based
selection) Pemeriksaan
mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Lapangan
wajib pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan
peraturan perundang undangan perpajakan

Apabila dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang


terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang
berindikasi adanya
rekayasa
transaksi
keuangan,
pelaksanaan
Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan

2. Pemeriksaan untuk tujuan lain


No
Kriteria Pemeriksaan
1 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Secara
2 Jabatan
3 Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan
4 pengusaha kena pajak
5 Wajib Pajak Mengajukan Keberatan
Pengumpulan bahan guna penyusunan
6 Norma penghitungan PPh Neto
7 Pencocokan data dan / atau alat keterangan
8 Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah
terpencil
9 Penentuan satu atau lebih tempat terutang
10 pajak pertambahan nilai
Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
Penentuan saat produksi dimulai atau
memperpanjang jangka waktu kompensasi
11 kerugian sehubungan dengan pemberian
fasilitas perpajakan dan/atau
Memenuhi permintaan informasi dari negara
mitra
perjanjian
penghindaran
pajak
berganda

Jenis Pemeriksaan

Pemeriksaan kantor
Atau
Pemeriksaan Lapangan

Dispute dalam Pemeriksaan Pajak

Di dalam pemeriksaan pajak sering terjadi perbedaan sudut pandang dalam


menginterpretasikan suatu ketentuan perpajakan. Akibatnya, seringkali
muncul istilah sepakat untuk tidak sepakat. Artinya, pemeriksa pajak dan
wajib pajak harus sepakat bahwa pemeriksaan harus dituntaskan, tapi
keduanya tidak sepakat terhadap materi pemeriksaannya. Dalam hal
demikian, posisi wajib pajak menjadi inferior karena pemeriksa pajak tetap
menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan perhitungan menurutnya.
Perbedaan di atas di antaranya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
1. Target penerimaan negara di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) masih jauh
dari pencapaian optimal sehingga pemeriksa pajak dituntut harus
memenuhi target tersebut;
2. Perbedaan metode interpretasi peraturan, yaitu

a. metode interpretasi yang bertumpu pada teks peraturan atau


legalitas hukum (rechtmatigheid)
b. metode interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas
kemanfaatan (doelmatigheid)
Perencanaan Pajak dalam Pemeriksaan Pajak
1. Memahami tujuan pemeriksaan sesuai dengan surat tugas yang
diserahkan oleh pemeriksa kepada wajib pajak. Surat tugas tersebut bisa
berupa Surat Perintah Pemeriksaan Pajak atau Surat Perintah Pemeriksaan
Bukti Permulaan.
2. Menindaklanjuti himbauan dan permintaan klarifikasi dari KPP yang
biasanya dikomunikasikan secara tertulis oleh KPP dan secara lisan oleh
Account Representative. Surat himbauan atau permintaan klarifikasi
tersebut bisa berujung pemeriksaan pajak bila tidak ditanggapi atau
tanggapan wajib pajak tidak memenuhi ekspektasi KPP.
3. Tidak menyerahkan seluruh voucher dan bukti transaksi kepada
pemeriksa secara sekaligus. Ini karena sebenarnya pemeriksa sudah bisa
mengolah data berdasarkan
a. SPT lengkap untuk seluruh jenis pajak yang diperiksa;
b. Laporan keuangan; dan
c. Buku besar dalam bentuk soft-copy.
4. Bersikap proaktif dengan cara membantu menyiapkan kertas kerja
pemeriksaan dan melakukan analisis-analisis yang biasa digunakan oleh
pemeriksa pajak.
Analisis Biaya Hidup dan Tambahan Harta Kekayaan

Kedua analisis ini perlu dilakukan oleh setiap WP-OP sebelum menyampaikan
SPT-nya ke KPP terkait. Kedua analisis ini merupakan prosedur standar yang
ditempuh oleh pemeriksa pajak ketika melakukan pemeriksaan atas
kewajiban pajak WP-OP.
1. Analisis biaya hidup

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besaran biaya hidup rata-rata


sebulan setiap WP-OP, seperti biaya rumah tangga, pendidikan, rekreasi,
transportasi, kesehatan, dan seluruh pengeluaran harian lainnya. Jika
besaran selama sebulan sudah diketahui, untuk mengetahui biaya hidup
setahun, besaran tersebut harus dikali 12 bulan.
2. Analisis tambahan harta kekayaan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tambahan harta kekayaan dalam
suatu tahun pajak. Pemeriksa pajak biasanya meminta WP-OP yang
sedang diperiksanya untuk membuat daftar harta kekayaan yang dimiliki.
Daftar tersebut memberi informasi nama harta, tahun perolehan, dan nilai
perolehannya.
Untuk keperluan pemeriksaan, data harta kekayaan tersebut disortir
sehingga nilai perolehan harta selama tahun dilakukannya pemeriksaan
dapat diketahui.
Selanjutnya, total nilai perolehan tersebut ditambahkan dengan hasil analisis
biaya hidup yang dijelaskan di atas. Hasil penambahan tersebut
ditandingkan dengan jumlah penghasilan neto yang dilaporkan di dalam SPT
PPh Orang Pribadi. Biasanya hasil penjumlahan kedua analisis di atas lebih
besar dari total penghasilan neto per SPT. Sebagai konsekuensi, ada potensi
penghasilan neto yang belum dilaporkan.
Contoh:
Misalnya, Tn Ali sedang diperiksa oleh KPP untuk SPT PPh Orang Pribadi
tahun 2009 yang menunjukkan total penghasilan neto sebesar Rp 300 juta.
Untuk memperoleh keyakinan bahwa Tn Ali telah melaporkan SPT-nya
dengan benar, pemeriksa pajak melakukan kedua analisis di atas dan
hasilnya adalah sebagai berikut:
Uraian
Analisis biaya
1. disetahunkan

hidup

rata-rata

Rp
sebulan
120.000.000

Analisis tambahan harta kekayaan (selama


2. tahun 2009)
350.000.000
3. Total (1+2)

470.000.000

4. Penghasilan neto menurut SPT 2009

300.000.000

5. Selisih

170.000.000

Dalam hal ini Tn Ali harus melakukan analisis lebih lanjut penyebab
terjadinya perbedaan sebesar Rp 170.000.000 agar diketahui dengan pasti
bahwa selisih tersebut disebabkan oleh penghasilan yang merupakan objek
PPh final atau bahkan bukan merupakan objek PPh.
Strategi Umum dalam Menghadapi Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan tujuan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain,
berdasarkan

undang-undang

perpajakan.

Berikut

ini

beberapa

tips

menghadapi pemeriksaan pajak.


a) Bila terjadi kelebihan pajak, agar diajukan klaim atau restitusi pajak
b)
c)
d)
e)

dan jangan merasa takut dengan pemeriksaan pajak.


Pemeriksaan pajak tidak hanya didasarkan pada SPT lebih bayar.
Lakukan pembukuan dengan baik, benar, dan jujur.
Membuat rekonsiliasi komersial fiskal sesuai aturan.
Gunakan konsultan pajak sebagai mitra diskusi seputar perpajakan dan

pada saat diperiksa.


f) Menghindari penyelesaian di bawah tangan dengan aparat pemeriksa
pajak.
g) Melakukan penelitian kembali atas pemenuhan kewajiban perpajakan
yang selama ini telah dilaksanakan (tax review). Menyiapkan sikap
mental dan berpikir positif, bahwa pemeriksa pajak bisa berbuat salah
dalam mengerjkan tugasnya.
h) Selalu taat pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakan,
dengan cara menghindari penggelapan atau penghindaran pajak
dengan cara ilegal.
i) Menyimpan semua dokumen perusahaan, minimal hingga masa
kadaluarsa pajak.
j) Melakukan tax review untuk menguji apakah kita sudah memenuhi
kewajiban perpajakan.

k) Menguasai peraturan pajak dengan baik dengan cara mengupdate


aturan

pajak

dan

aturan

pemeriksaan

pajak,

terutama

untuk

digunakan dalam beragumentasi dan berkomunikasi dengan aparat


pajak

dalam

rangka

melaksanakan

Pembahasan

Akhir

Hasil

Pemeriksaan (Closing Preference), untuk mempertahankan besarnya


pajak yang sudah kita bayar, agar tidak harus membayar tambahan
beban pajak lagi.

Anda mungkin juga menyukai