Anda di halaman 1dari 12

Menurut Statuta Roma tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional, kejahatan yang yang

termasuk dalam lingkup kejahatan Internasional ada 4 yaitu :


1.

Kejahatan Genosida (genocide)

Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian
suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, perbuatan tersebut diantaranya :
1.

Membunuh kelompok tersebut

2.

Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut

3.

Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan

menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian


4.

Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut

5.

Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu pada kelompok lain.[2]

2.

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity)

Adalah setiap perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang
ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui serangan itu. Perbuatan tersebut
diantaranya :
Pembunuhan
Pemusnahan / Pembasmian
Perbudakan
Deportasi atau pemindahan paksa penduduk
Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar
hukum internasional
Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau
suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat
Kejahatan apartheid
Perbuatan tidak manusiawi lainnyayang memiliki

karakter yang sama yang secara internasional

mengakibatkan penderitaan yang besar, luka serius terhadap tubuh, atau terhadap mental , atau
kesehatan fisik seseorang.[3]

3.

Kejahatan Perang (War Crimes )

Dalam Statuta Roma Kejahatan Perang adalah Merujuk kepada Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus
1949, bahwa perbuatan melawan hak seseorang atau kepemilikan seseorang berikut ini dilindungi
dibawah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi Jenewa, yaitu:
a)

pembunuhan sengaja;

b)

penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan-percobaanbiologi;

c)

Perbuatan yang dikendaki untuk menimbulkan penderitaan yang dalam, atau lukabadan maupun

kesehatan yang serius;


d)

Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang, tidakberdasarkan keperluan

militer dan dilakukan secara melawan hukum danserampangan;


e)

Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi lainnya untuk melayani

dalamancaman kekuasaan musuh;


f)

Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan sengaja terhadap tawananperang atau

orang yang dilindungi yang mana mereka memiliki hak untukmendapatkan Mahkamah secara adil dan
sewajarnya;
g)

Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan secara melawanhukum;

h) Penyanderaan[4]

4.

Kejahatan Agresi (crimes of aggression)

Mahkamah Pidana Internasionala belum mendefinisikan pengertian kejahatan ini. [5]


Dalam naskah rancangan ketiga Undang Undang Pidana Internasional atau The Internasional Criminal
code tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan Internasional yaitu :
1.
2.

Tindakan persiapan untuk Agresi dan tindakan Agresi


Persiapan penggunaan kekuatan bersenjata terhadap negara lain (kecuali dalam rangka self -

defence)
3.

Mengorganisasi atau memberikan dukungan persenjataan yang ditujukan untuk memasuki wilayah

suatu negara.
4.

Memberikan dukungan untuk dilakukan tindakan terorisme di negara asing

5.

Setiap pelanggaran atas perjanjian pembatasan senjata yang disetujui

6.

Aneksasi wilayah asing

7.

Genocide

8.

Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang

9.

Setiap pemufakatan, pembujukan, dan percobaan untuk melakukan tindak pidana pada butir 8

diatas.
10. Piracy
11. Slavery
12. Apartheid
13. Threat and use of force against internatinally protected person.[6]

B. Contoh Kejahatan Internasional dan Analisisnya


Pembantaian Orang Yahudi, orang Gipsi (Sinti dan Roma) dan suku bangsa Slavia oleh kaum Nazi
Jerman pada Perang Dunia II. Dalam kasus ini kaum nazi Jerman melakukan Genosida ( pembantaian
ras manusia ) terhadap bangsa Yahudi. Jumlah korban Yahudi umumnya dikatakan mencapai enam juta
jiwa. Genosida yang diciptakanoleh

Adolf Hitler ini dilaksanakan, antara lain, dengan tembakan-

tembakan, penyiksaan, dan gas racun, di kampung Yahudi dan Kamp konsentrasi. Selain kaum Yahudi,
kelompok-kelompok lainnya yang dianggap kaum Nazi "tidak disukai" antara lain adalah bangsa
Polandia, Rusia, suku Slavia lainnya, penganut agama Katolik Roma, orang-orang cacat, orang cacat
mental, homoseksual, Saksi-Saksi Yehuwa (Jehovah's Witnesses), orang komunis, suku Gipsi (Orang
Rom atau Sinti) dan lawan-lawan politik juga ditangkap dan dibunuh.
Menurut saya pembantaian yang dilakukan oleh Nazi Jerman ini adalah sebuah kejahatan Internasional
karena telah melakukan pembantaian ras manusia yang diatur dalam Statuta Roma tahun 1998.
Berkaitan dengan pengertian tindak pidana internasional, Bassiouni telah melakukan penelitian, dan dari
hasil penelitian yang dilakukan terhadap lebih kurang dari 315 konvensi internasional , merumuskan
bahwa suatu perbuatan melawan hukum internasional dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana
internasional apabila memenuhi -3 faktor yaitu ;
1.

Perbuatan itu melanggar kepentingan internasional yang sangat fatal.

2.

Perbuatan itu melanggar nilai-nilai bersama masyarakat dunia.

3.

Perbuatan itu menyangkut lebih dari satu negara dan melintasi batas batas wilayah negara, baik itu

pelaku, korban, atau perbuatan.

Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap
perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian
Asas aut dedere aut punere diciptakan oleh Hugo de Groot yang berarti bahwa pelaku kejahatan
internasional diadili menurut hukum di tempat ia melakukan kejahatan. Dengan kata lain, pelaku
kejahatan internasional diadili sesuai dengan locus delicti.
asas par in parem in hebet imperium yang berarti bahwa kepala negara tidak dapat dihukum dengan
menggunakan hukum negara lain. Asas ini merupakan hak impunitas atau kekebalan dari seorang kepala
negara asing dalam hubungan internasional.
Persona Non Grata, yang artinya setiap negara berhak untuk menolak atau mengusir diplomat yang
dicalonkan atau sudah menjalankan tugasnya di negara penerima. Pernyataan tersebut dimungkinkan
terjadi apabila diplomat yang bersangkutan dikatakan telah melakukan kegiatan campur tangan/intervensi
terhadap urusan dalam negara penerima, melakukan praktik spionase, menunjukkan sikap yang tidak
bersahabat (hostile action) dan lainnya. Hal seperti ini sangatlah berbahaya bagi kelangsungan hubungan
diplomatik yang sudah terjalin, dan akibat dari hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan terjadinya pemutusan hubungan diplomatik antara kedua negara.
Deportasi : removal of person, pemulangan/pengusiran dari suatu negara kembali kenegara asalnya ybs
karena melanggar uu keimigrasian.
Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu
pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut
sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya.
Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional), atau lebih dikenal dengan alamat telegraf listriknya, Interpol,
adalah organisasi yang dibentuk untuk mengkordinasikan kerja sama antar kepolisian di seluruh dunia.
Hostis humanis generis musuh bersama umat manusia, dianggap kejahatan oleh semua negara
Individual criminal responsibility Seorang tersangka dalam yurisdiksi Pengadilan, bertanggung jawab
secara individual dan dapat dikenai hukuman sesuai ketentuan pidana dalam Statuta Roma.
Delict by ommisioner adalah suatu keadaan di mana seseorang mengetahui ada tindak kejahatan tetapi
orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib,
common heritage of mankind atau warisan bersama umat manusia
Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya hukum yang baru dibuat dapat
diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut mengatur
perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM berat.

adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam per Undang - Undangan. Biasanya ini juga dikenal dengan
bahasa latin yaitu : " Nullum dellictum nulla poena sine previa lege "
Ad hoc adalah sebuah istilah dari bahasa Latin yang populer dipakai dalam bidang keorganisasian atau
penelitian. Istilah ini memiliki arti "dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja" atau sesuatu
yang "diimprovisasi"

indi/idu #ertanggung ja0a# pidana secara indi/idual (


individual !riminal responsibility
) atas per#uatan-per#uatannyamelakukan kejahatan terhadap kemanusiaan kejahatan terhadap
perdamaian dan kejahatan perang apapun ja#atan yang dimilikinya (#aik sipil maupun
militer)1 perintah atasan tidak dapat digunakan se#agai alasan pem#enar atau untuk
menghindarkan diri dari hukuman namun hanya dapat digunakan untuk meringankan
hukuman.
Maksud dari campuran disini adalah, bahwa peradilan pidana internasional diselenggarakan atas
kerjasama internasional dan negara yang bersangkutan yang akan menyidangkan perkara pidana
internasional. Campuran disini juga dapat diartikan adanya bantuan pendanaan dalam mempersiapkan
diselenggarakannya peradilan pidana internasional tersebut dari masyarakat internasional. mengacu
pada perpaduan antara unsur lokal dan internasional yangterdapat di dalamnya seperti personilnya
sistem hukum yang diterapkan danaoperasionalnya dan se#againya. Pengadilan campuran #iasanya
di#entuk #erdasarkan suatu perjanjian #ilateral antara suatu negara dengan P88.
Unsur Kejahatan Internasional menurut M Cherif Bassiouni terbagi menjadi tiga yaitu :
1.

Unsur internasional

a.

Perbuatanyang dilakukan secara langsung mengancam perdamaian dan keamanan internasional

b.

Perbuatan yang dilakukan secara tidak langsung dapat mengancam perdamaian dan keamanan

internasional
c.

Perbuatan tersebut menggoyahkan perasaan kemanusiaan.

2.

Unsur transnasional

a.

Akibat perbuatannya menimbulkan dampak lebih dari satu negara

b.

Tindakannya melibatkan atau menimbulkan dampak lebih dari satu warganegara

c.
negara.

Sarana atau methode yang digunakan dalam kejahatan melampaui batas-batas teritrial suatu

3.

Unsur necessity (kepentingan)

Adanya kebutuha untuk melakukan kerjasama dalam penegakan kejahatan internasional


Nebis in Idem adalah salah satu asas dalam hukum ,yang memiliki pengertian sebagai tindakan yang
tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang sama, contonya ,seseorang tidak boleh
di tuntut untuk kudua kalinya dalam kasus yang sama.
daluwarsa adalah dengan adanya lewat waktu -waktu mana ditetapkan oleh undang-undang- maka Jaksa
kehilangan hak untuk menuntut suatu perkara pidana.
Asas Teritorial adalah asas yang berdasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya.

Berlakunya Hukum Pidana Internasional berbeda dengan Hukum Perdata


Internasional, di mana dalam Hukum Perdata Internasional dapat diperjanjikan
terlebih dahulu Hukum Perdata negara manakah yang dapat dipilih untuk
menyelesaikan kasus antara negara. Sementara itu, berlakunya dari Hukum Pidana
Internasional tidak dapat dipilih, dalam artian Hukum Pidana Nasional manakah
yang akan digunakan untuk mengadili secara khusus warga negara asing para
pelaku kejahatan transnasional maupun internasional yang melakukan suatu tindak
pidana di wilayah suatu negara yang berdampak luas hingga ke berbagai wilayah
negara merdeka dan berdaulat lainnya. Dalam hal Hukum Perdata Internasional,
yang melibatkan kegiatan eksport import yang dilakukan individu satu negara
dengan individu negara lainnya, dapat diawali dengan pembentukan berbagai
macam kesepakatan yang akan mengikat para pihak di kemudian hari jika terjadi
sengketa hukum, misalnya terkait dengan hukum negara mana yang akan dipakai
dalam penyusunan kontrak kerja sama bisnis, pengadilan negara mana yang akan
dipilih jika di kemudian hari terjadi tindakan wanprestasi, dan lain sebagainya.
Perkembangan yuridis tentang kedudukan individu dalam arti terbatas sudah agak
lama dianggap sebagai subyek hukum internasional. Menurut Krabbe dalam
bukunya Die Moderne Staatsidee yang ditulis pada pada tahun 1906 mengatakan
bahwa individual only may be subject of law including international law35
Peristiwa lain yang menandai kedudukan individu sebagai subyek hukum
internasional yaitu dengan dicantumkannya individu dalam perjanjian Versailles
(Treaty of Versailles)36 tahun 1919 antara Jerman dengan Inggris, Perancis, dan
sekutu-sekutunya. Pasal 297 dan 304 dari perjanjian tersebut memberikan kemungkinan bagi orang perorangan untuk mengajukan perkara kehadapan
mahkamah-mahkamah arbitrase internasional. Ketentuan serupa diatur pula
didalam perjanjian Upper-sile-sia pada tahun 1922 antara Jerman dan Polandia.37
Ketentuan selanjutnya dapat ditemukan didalam Keputusan Mahkamah
Internasional Permanen (Permanent court of International Justice) dalam perkara
Kereta Api Danzig (Danzig Rail way officials case) pada tahun 1928,38 yang
menyatakan bahwa apabila suatu perjanjian internasional, memberikan hak-hak
tertentu kepada orang perorangan, maka hak-hak itu harus diakui dan mempunyai

daya laku (dapat diterima) di dalam hukum internasional, artinya diakui oleh suatu
badan Peradilan Internasional.
Ketentuan serupa ditemukan pula didalam keputusan Mahkamah Penjahal Perang
yang dilaksanakan di Nuremberg dan Tokyo, terhadap bekas pemimpin-pemimpin
Perang Jerman dan Jepang setelah Perang Dunia II sebagai individu atau orang
perorangan yang melakukan perbuatan- perbuatan yang dikualifikasikan sebagai
kejahalan. Pengadilan Penjahal Perang ini didirikan dalam suatu perjanjian antara
Inggris, Perancis, Rusia, dan USA di London, pada tanggal 8 Agustus 1945 yang
dikenal dengan nama perjanjian London.39 Menurut pendapat Mahkamah Kejahalan
Perang hanya dapat dilakukan oleh individu, dan bukan oleh suatu kesatuan seperti
negara. Sedangkan menurut Mahkamah Peradilan Nuremberg dan Tokyo kejahalankejahalan yang dilakukan oleh bekas pemimpin Jerman dan Jepang dapat
dikategorikan kedalam: (1) Kejahalan terhadap perdamaian.; (2) Kejahalan terhadap
perikemanusiaan; dan (3) Kejahalan-kejahalan perang (yaitu pelanggaran terhadap
hukum perang) dan permufakatan jahal untuk mengadakan kejahalan-kejahalan
tersebut.40
Asas-asas hukum yang berhubungan dengan Nurenberg dan Tokyo ini, kemudian
dituangkan ke dalam The United Nations Draft Code of Offences Against The Peace
and Security of Mankind, yang dirumuskan oleh International Law Commision (ILC).
Perkembangan selanjutnya mengenai kedudukan hukum individu sebagai subyek
Hukum Internasional dikukuhkan dalam Konvensi Genosida atau Genocide
Convention yang telah diterima oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 9 Desember
1948.41 Genosida adalah Tindakan pembunuhan manusia secara masaal yang
bertujuan untuk memusnahkan suatu kelompok bangsa atau suku bangsa, karena
alasan ras, agama, dan sebagainya. Percobaan (attempt) atau turut serta dalam
tindakan Genosida ini dapat dituntut pula.
Disamping beberapa kasus di atas, yang telah menjelaskan letak dan atau posisi
individu sebagai subyek hukum internasional, masih terdapat pula kasus yang
menggambar perkembangan kedudukan individu sebagai subyek hukum
internasional dalam konteks tanggung jawab individu. Kasus tersebut dapat dilihat
pada kasus Jenderal Augusto Pinochet di Chili Tahun 1973 dan kasus Presiden
Filipina Ferdinand Marcos.
Pada kasus Jenderal August Pinochet, kasus ini meletakkan tanggung jawab pada
individu yang melakukan tindak pidana kejahalan. Mantan diktator Chili yang
terkenal dengan kebijakan pernerintahannya yang sangat fanatik anti komunis,
Augusto Pinochet dikenakan tuduhan telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)
yang berkaitan dengan peristiwa penculikan dan hilangnya tujuh (7) orang yang
terjadi sekitar awal pemerintahan Pinochet dari tahun 1973-1990. Pada masa
pemerintahannya Pinochet sekitar 3000 orang terbunuh dan hilang. Tuduhan ini
merupakan bagian dari kasus pelanggaran HAM pada saat operasi militer yang
dilakukan oleh Pinochet untuk menggulingkan pemerintahan terpilih dari sayap kiri,
Salvador Alende pada tahun 1973 lewat kudeta berdarah yang dikenal dengan
Operasi Condor atau Operation Colombo, dimana dalam operasi ini 119 orang
telah dinyatakan hilang. Dalam kasus ini Jaksa memberikan tuduhan terhadap

Pinochet setelah menanyai terdakwa (Pinochet) dan bekas tentara polisi rahasia
untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya ke 119 orang
tersebut. Pada akhirnya Jaksa menetapkan dan membebankan tanggung jawab atas
tindak pidana kejahalan tersebut pada tanggung jawab individu yang harus
dibebankan pada Pinochet, sehingga keputusan untuk kasus ini Pinochet dikenakan
hukuman tahanan rumah.
Sedangkan pada kasus Presiden Filipina Ferdinand Marcos, bukan merupakan suatu
pengecualian dari prinsip kedaulatan negara, karena pemerintah Filipina sendiri
telah mencabut kekebalan (immunitas) yang dimiliki Marcos. Pada kasus ini, Marcos
secara pribadi menguasai lembaga keamanan dan kemungkinan besar secara
pribadi pula bertanggung jawab karena telah menyetujui kekejian yang menjadi
subyek tuntutan tersebut, khususnya pada penculikan, penyiksaan dan
pembunuhan terhadap mahasiswa Declemedes Trajano. Akan tetapi, akhir kasus ini
belum memberikan keputusan apapun karena ketika proses penuntutan tengah
berlangsung Marcos meninggal dunia.
Rentetan kasus-kasus yang menempatkan individu sebagai subyek hukum
internasional, membawa sebuah konsekuensi logis yaitu berupa kecenderungan
seusai Perang Dunia II untuk memberikan apresiasi yang besar terhadap eksistensi
keberadaan manusia sehingga manusia harus dilindungi dan diakui hak asasinya.
Kecenderungan ini didasarkan pada berbagai ketentuan yang diatur dalam salah
satu Konvensi di Eropa yang dikenal dengan sebutan European Convention for the
Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms,42 yang kemudian dibentuk
aturan pelaksanaannya berupa Komisi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European
Commission on Human Rights) dan Mahkamah Eropa tentang Hak Asasi Manusia
(European Court on Human Rights) yang telah mulai bekerja menangani perkara
pada tahun 1959.
Jaminan hak asasi manusia yang diberikan oleh Komisi Eropa memberikan implikasi
berupa jangkauan individu yang dapat mengadukan negaranya sendiri,
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa (European
Convention on Human Rights) yang menyebutkan bahwa individuals can initiate
claims alleging breaches of the Convention by their national state 43 Akan
tetapi, Komisi Eropa memberikan batasan atas kedudukan individu yaitu individu
tidak dapat langsung mengajukan gugatannya, melainkan harus melakukannya
melalui negaranya atau melalui Komisi Eropa.44
Perkembangan kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional pada akhir
abad ke-20 tepatnya dalam kurun waktu 1993-1998 ditandai dengan terjadinya
peristiwa pembantai dan perbuatan keji di Yugoslavia dan Rwanda (Genosida dan
kejahalan terhadap kemanusiaan) yang kemudian Melahirkan International Criminal
Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda
(ICTR),45 dimana individu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena
disamping dipandang pantas untuk mempertanggungjawabkan perbuatan secara
pribadi, juga dalam kedudukannya sebagai subyek hukum internasional.
Individu (orang perorangan) dapat diminta pertanggungjawabannya selama satu (1)
dari ketiga (3) hal dibawah ini terpenuhi, yaitu:

Dimana pribadi tersebut secara sengaja melakukan, merencanakan, membantu


atau mendukung perencanaan, persiapan tindak pidana kejahalan yang dinilai
sebagai pelaku tindak pidana kejahalan tersebut.
Pribadi atau individu tersebut bertanggung jawab atas keikutsertaan dalam rencana
bersama atau konspirasi untuk memudahkan terjadinya tindak pidana kejahalan
tersebut. Pribadi atau individu biasa dianggap bertanggung jawab sesuai dengan
prinsip tanggung jawab individu.
Konsep tanggung jawab individu (orang perorangan) ini juga tercantum di dalam
Pasal 6 Ayat (3) Statuta ICTR Tahun 1994 yang berjudul tanggung jawab pidana
individu (individual criminal responsibility), dan di dalam Pasal 7 ayat (3) serta
Pasal 25 Statuta Roma mengenai Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute of
The International Criminal Court) tahun 1998. Pasal 25 Statuta Roma 1998 ini
menyatakan bahwa: jurisdiksi International Criminal Court (Mahkamah Pidana
Internasional) adalah orang-perorangan (natural-persons). Seorang tersangka dalam
yurisdiksi Pengadilan, bertanggung jawab secara individual dan dapat dikenai
hukuman sesuai ketentuan pidana dalam Statuta Roma.
Seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan dapat dijatuhi
hukuman atas suatu kejahalan dalam yuridiksi International Criminal Court (ICC)
apabila orang tersebut: Melakukan suatu kejahalan, baik sebagai seorang pribadi,
bersama orang lain atau lewat seorang lain tanpa memandang apakah orang itu
bertanggung jawab secara pidana atau tidak. Memerintahkan, mengusahakan, atau
menyebabkan dilakukannya kejahalan semacam itu dalam kenyataan memang
terjadi atau percobaan. Untuk mempermudah dilakukannya kejahalan tersebut,
membantu, bersekongkol atau kalau tidak membantu dilakukannya atau percobaan
untuk melakukannya termasuk menyediakan sarana untuk melakukannya.
1. Jurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk
membuat peraturan perundang-undangan nasional untuk mengatur suatu
objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas
wilayahnya. 2. Jurisdiksi eksekutif (executive jurisdiction), yaitu jurisdiksi
suatu negara untuk melaksanakan atau menerapkan hukum atau peraturan
perundang-undangan nasionalnya atas suatu objek hukum yang ada atau
terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya. 3. Jurisdiksi
yudikatif (judicative jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara untuk
mengadili (memaksakan penerapan hukum atau peraturan perundangundangan nasionalnya) terhadap pihak yang melakukan peristiwa hukum
tersebut di atas yang merupakan pelanggaran atas hukum atau peraturan
perundang-undangan nasionalnya. Setiap negara memiliki jurisdiksi
berdasarkan hukum internasional terhadap objek-objek hukum yang
mengandung dimensi internasional, seperti orang dan atau badan hukum,
benda bergerak dan tidak bergerak, serta peristiwa-peristiwa hukum.
Jurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional terhadap objek hukumnya
meliputi : 1. Jurisdiksi personal (jurisdiction in personal), yaitu jurisdiksi atas
orang dan badan hukum. Kemudian jurisdiksi atas orang jika ditinjau dari
kewarganegaraannya dapat dibedakan: a. Jurisdiksi personal berdasarkan

azas kewarganegaraan aktif, yaitu jurisdiksi suatu negara yang melekat pada
warga negaranya, di manapun ia berada. b. Jurisdiksi personal berdasarkan
azas kewarganegaraan pasif, yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap orang
yang bukan warga negaranya tetapi merugikan kepentingan atau warga
negara, negara tersebut. Jurisdiksi ini juga dikenal dengan prinsip
perlindungan (protective principle). 2. Jurisdiksi kebendaan (jurisdiction in
rem), yaitu jurisdiksi suatu negara atas benda bergerak. 3. Jurisdiksi kriminal
(criminal jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara terhadap peristiwa hukum
pidana. 4. Jurisdiksi sipil (civil jurisdiction), yaitu jurisdiksi suatu negara
terhadap peristiwa hukum sipil atau hukum perdata. Jurisdiksi negara dalam
hukum internasional berdasar ruang atau tempat dari objek atau masalah
hukumnya meliputi : 1. Jurisdiksi teritorial; Jurisdiksi teritorial yaitu jurisdiksi
suatu negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum
nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada atau terjadi (bisa berupa
benda, orang, peristiwa) di dalam batas-batas wilayahnya. Menurut hukum
internasional yang termasuk dalam ruang lingkup wilayah negara meliputi,
wilayah daratan, tanah di bawah wilayah daratan tersebut yang batasnya ke
arah bawah tidak terhingga, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di
bawahnya yang terletak di bawah laut pedalaman ataupun di bawah perairan
kepulauan (bagi negara kepulauan), ruang udara di atas wilayah daratan dan
di atas wilayah perairan. 2. Jurisdiksi quasi-teritorial; Jurisdiksi quasi teritorial
yaitu perluasan atau perpanjangan atas penerapan jurisdiksi teritorial di
tempat atau area di luar dan berdekatan dengan batas wilayahnya. 3.
Jurisdiksi ekstra-teritorial; Jurisdiksi ekstra-teritorial adalah penerapan
jurisdiksi suatu negara di wilayah yang bukan merupakan wilayah negara.
Seperti laut lepas, ruang udara internasional (ruang udara bebas), atau pada
wilayah lain yang status yuridisnya sama seperti laut lepas maupun ruang
udara internasional, seperti Antartika (kutub selatan) dan Artika (kutub
utara). 4. Jurisdiksi universal (universal jurisdiction) atau jurisdiksi atas dasar
prinsip universalitas; Jurisdiksi universal adalah jurisdiksi suatu negara
berdasarkan hukum internasional atas suatu peristiwa hukum yang
melibatkan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, yang menyangkut
kepentingan dan rasa keadilan semua umat manusia.
Pembantaian Srebrenica (disebut juga Genosida Srebrenica) adalah kejadian
sekitar lebih dari 8000 pembantaian lelaki dan remaja etnis Muslim Bosniak
pada Juli 1995 di daerah Srebrenica, Bosnia oleh pasukan Republik Srpska
pimpinan Jenderal Ratko Mladi.
Pada tahun 1992, peperangan pecah antara Serbia dan Bosnia. Karena
kekejaman dan pembersihan etnis yang dilakukan para tentara Serbia, umat
Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp-kamp pengungsian. Srebrenica
adalah salah satu kamp terbesar dan dinyatakan oleh PBB sebagai zona
aman. Kamp itu sendiri dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Negeri
Belanda.

Pada tanggal 6 Juli 1995, pasukan Korps Drina dari tentara Serbia Bosnia
mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica. Pada tanggal 11
Juli pasukan Serbia memasuki Srebrenica. Anak-anak, wanita dan orang tua
berkumpul di Potocari untuk mencari perlindungan dari pasukan Belanda.
Pada 12 Juli, pasukan Serbia mulai memisahkan laki-laki berumur 12-77 untuk
"diinterogasi". Pada tanggal 13 Juli pembantaian pertama terjadi di gudang
dekat desa Kravica. Pasukan Belanda menyerahkan 5000 pengungsi Bosnia
kepada pasukan Serbia, untuk ditukarkan dengan 14 tentara Belanda yang
ditahan pihak Serbia. Pembantaian terus berlangsung. Pada 16 Juli berita
adanya pembantaian mulai tersebar. Tentara Belanda meninggalkan
Srebrenica, dan juga meninggalkan persenjataan dan perlengkapan mereka.
Selama 5 hari pembantaian ini, 8000 Muslim Bosnia telah terbunuh.
TEMPO Interaktif, Mazar-e-Sharif Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazare- Sharif, Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang
protes pembakaran Al-Quran di gereja Florida, Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan
paling keji kepada pekerja PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari
Nepal, dan pekerja sipil dari Norwegia, Swedia, dan Rumania. Dalam
peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat penduduk lokal juga ikut terbunuh.
Pejabat PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan
bertambah hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa
seorang Kepala Asisten Militer PBB juga ikut terluka. Namun kabar ini belum
dapat dipastikan. Penduduk setempat menyatakan sekitar 2.000 orang
demonstran menyerang penjaga keamanan PBB di luar Unama. Demonstran
merampas senjata mereka, lalu menggunakannya untuk menembaki polisi.
Juru bicara Kepolisian menyatakan pendemo memenggal kepala dua penjaga
keamanan dan menembak penjaga lainnya. Mereka kemudian mendorong
tembok anti-pelindung ledakan untuk menjatuhkan menara keamanan lalu
membakar gedung.
Para pendemo mulai berkumpul ketika sejumlah pemimpin agama di masjid
di pusat kota mendesak para jemaah meminta PBB mengambil langkah
dalam peristiwa pembakaran Al-Quran yang dilakukan pendeta Wayne Sapp
di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011 lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu
merupakan perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden
Amerika Serikat Barrack Obama mengutuk tindakan itu.
THE TELEGRAPH| AQIDA SWAMURTI
( Tempo-Interaktif: Sabtu, 2 April 2011 | 11.21 WIB )
Analisa

Kasus diatas merupakan kasus hukum internasional karena menyangkut


warga negara Nepal, Norwegia, Swedia, dan Rumania yang notabene warga
negara asing di Afghanistan dengan pendemo yang merupakan warga negara
Afghanistan itu sendiri.
Par In Parem non Habit Imperium, kedaulatan negara tidak dapat
dilaksanakan di negara berdaulat yang lain, kecuali atas ijin dari negara yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai