Abd. Kodir
Agusriyanti
Puspitorini
ISSN : 2502-0919
1-7
8-12
Chairul
Fajar Pembelajaran Logika Matematika dengan Media Lampu
Tafrilyanto
13-17
18-22
Rafael M.
Rusik dan
Henry A.Z
Beeh
23-28
Sri Irawati
29-34
x2 = 73,64 dan uji hepotesis diperoleh thitung t1 - yaitu 1,75 > 1,67 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar melalui program
Macromedia Flash lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
alat peraga pada materi prisma. Dari tes akhir juga menunjukkan bahwa 85,71% siswa kelas
eksperimen mencapai kentuntasan dan 74,25% siswa kelas kontrol mencapai ketuntasan. Dari
data angket diperoleh skor rata-rata 2,91. Berarti respon siswa menunjukkan kriteria positif
terdahap pembelajaran melalui program Macromedia Flash.
Kata Kunci: Macromedia Flash, Alat Peraga, Luas Permukaan dan Volume Permukaan Prisma.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mencapai perkembangan
yang sangat mengagumkan ditandai dengan
munculnya komputer. Hampir semua bidang
pekerjaan di dunia telah dikendalikan oleh
komputer. Pekerjaan-pekerjaan yang dahulu
membutuhkan banyak tenaga manusia
sekarang telah tergantikan oleh mesin, yang
kesemuanya itu dikendalikan oleh komputer.
Sama seperti bidang yang lain, komputer
juga sangat erat kaitannya dengan dunia
pendidikan.
Penggunaan teknologi komputer dalam
dunia
pendidikan
sebagai
media
pembelajaran sangat mendukung dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan yang
efektif dan efisien. Danim (2008:2)
1
METODE PENELITIAN
Untuk memudahkan suatu penelitian
maka
selayaknya
penerapan
metode
penelitian yang tepat sangat berpengaruh
terhadap valid tidaknya hasil dari suatu
penelitian. Metode merupakan cara yang
dipakai untuk membahas dan meneliti suatu
masalah. Metode yang penulis gunakan
dalam penulisan ini adalah metode
eksperimen. Rancangan penelitian kausi para
peneliti memiliki kelompok kontrol untuk
dibandingkan dengan kelompok eksprimen,
namun para pesertanya tidak dipilih secara
acak dan ditempatkan dikelompoknya. Pada
kelas eksprimen penulis menyajikan materi
prisma
melalui
Macromedia
Flash,
sedangkan pada kelas kontrol penulis
mengajarkan
materi
prisma
dengan
menggunakan alat peraga prisma.
Rancangan penelitian adalah sebagai
berikut:
Kelompok
Pretes Perlakuan Post
Pasangan A
Tes
[KE]
0
X1
Pasangan B
0
[ KK]
0
X2
0
Ket : KE = Kelas eksperimen.
KK = Kelas kontrol.
0 = Prates dan pascates KE dan KK.
X1
=
Perlakuan
dengan
menggunakan
program
Macromedia Flash.
X2 = Perlakuan dengan menggunakan
alat peraga (Sukmadinata,
2009: 203).
Populasi merupakan keseluruhan dari
objek penelitian, maka yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan siswa kelas VIII MTsN Model
Banda Aceh. Peneliti mengambil dua kelas
sebagai sampel yang akan diteliti yaitu kelas
VIII2 sebagai kelas eksperimen dan VIII4
sebagai kelas kontrol. Diambil kelas VIII2
dan kelas VIII4 karena kedua kelas tersebut
dapat mewakili (representatif) kelas VIII di
MTsN Model Banda Aceh.
Ada 2 data yang diperlukan dalam
penelitian ini yang diperoleh melalui
instrumen sebagai berikut: 1) Untuk
memperoleh data tentang respon siswa
terhadap pembelajaran materi bilangan bulat
dilakukan dengan memberikan angket respon
siswa. 2) Untuk memperoleh data tentang
x1 x2
1 1
s
n1 n2
n
4
Skor rata-rata =
i 1
i f
i
N
Ket:
f1 = Banyak siswa yang dapat menjawab
pilihan A (sangat setuju)
n1 = Bobot skor pilihan A (sangat setuju)
f2 = Banyak siswa yang menjawab pilihan B
(setuju)
n2 = Bobot skor pilihan B (setuju)
= Banyak siswa yang menjawab pilihan C
(tidak setuju)
n3 = Bobot skor pilihan C (tidak setuju)
f4 = Banyak siswa yang menjawab pilihan D
(sangat tidak setuju)
n4 = Bobot skor pilihan D (sangat tidak
setuju)
N = Jumlah seluruh siswa yang memberikan
respon terhadap pembelajaran pada
materi prisma yang diajar melalui
program Macromedia Flash dan yang
menggunakan alat peraga.
Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa
adalah sebagai berikut:
3 skor rata-rata 4 sangat positif
2 skor rata-rata 3 positif
1 skor rata-rata 2 negatif
0 skor rata-rata 1 sangat negatif.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di MTsN Model Banda Aceh,
peneliti telah mengumpul data kelas kontrol
(VIII4) yang pembelajarannya dengan
menggunakan alat peraga dan data kelas
eksperimen (VIII2) yang pembelajarannya
dengan menggunakan program Macromedia
Flash. Jumlah siswa yang terdapat pada kelas
kontrol sebanyak 35 siswa dan jumlah siswa
yang terdapat pada kelas eksperimen 35
siswa juga. Data yang diperoleh dilapangan
tersebut di analisis dengan menggunakan
statistik uji t. Setelah di analisis diperoleh
hasil sebagai berikut: berdasarkan taraf
signifikan = 0,05 dan derajat kebebasan 68
dari tabel distribusi t diperoleh t 0,9568 = 1,67,
sehingga t t1- yaitu 1,75 1,67, maka
sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak
pada taraf signifikan = 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, Hasil
belajar matematika siswa yang diajar melalui
Macromedia Flash lebih baik dari hasil
Skor
Rata-rata
3,28
2,27
3,02
3,20
2,71
2,71
3,11
3,00
3,08
2,48
3,22
32,08
2,91
Skor
Rata-rata
3,14
2,40
3,08
3,20
2,85
2,85
3,42
2,74
3,08
3,14
2,82
32,72
2,97
PENDAHULUAN
Banyak media pembelajaran yang
dirancang untuk pembelajaran pada tingkat
sekolah, akan tetapi pada perguruan tinggi
media pembelajaran terkadang dianggap
tidak dibutuhkan. Padahal di perguruan
tinggi juga merupakan lembaga pendidikan
yang didalamnya juga terdapat
proses
pembelajaran yang disebut perkuliahan.
Dalam proses perkuliahan, Dosen berperan
menyampaikan dan menjelaskan materi.
Dalam suatu kelas kita ketahui bahwasanya
kemampuan pemahaman setiap mahasiswa
berbeda-beda. Hal ini juga merupakan
persoalan yang harus dicari solusinya oleh
Dosen. Untuk mengetahui pemahaman
mahasiswa dapat dilihat dari penilaian.
Namun penilaian dalam pembelajaran
matematika tidak cukup hanya penilaian
yang berupa hasil akhir, namun penilaian
dalam keterampilan serta pemahaman pada
saat mahasiswa memecahkan masalah
matematika.
Pada program studi Pendidikan
Matematika STKIP PGRI Sumenep, terdapat
salah satu mata kuliah yang didalamnya
memerlukan kemampuan berfikir tingkat
tinggi yakni mata kuliah Kalkulus. Menurut
hasil dokumentasi dari nilai KHS mahasiswa
prodi pendidikan matematika STKIP PGRI
Sumenep pada angkatan 2013, khususnya
pada nilai mata kuliah kalkulus, 96% dari
jumlah mahasiswa yang ada mendapatkan
8
polinomial Pada
indikator soal
no 4
mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan
turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada
pada indikator ini prosentase mencapai 75%
dan indikator ke-5 mencapai 76% dimana
mahasiswa mampu menyelesaikan turunan
fungsi trigonometri. jika dirata-rata tingkat
keberhasilan
mahasiswa
dalam
menyelesaikan soal postest pada materi
turunan yang merupakan materi kalkulus
adalah 80,9%. hal ini mahasiswa sudah
mencapai tingkat keberhasilan melebihi dari
75%
Indikator
Mampu menerangkan secara
verbal mengenai apa yang telah
dicapainya
Mampu menyajikan situasi
matematika ke dalam berbagai
cara serta mengetahui perbedaan
Mampu mengklasifikasikan
objek-objek berdasarkan dipenuhi
atau tidaknya persyaratan yang
membentuk konsep tersebut
Mampu menerapkan hubungan
antara konsep dan prosedur
Deskripsi
Pada saat dilakukan wawancara, 80 % mahasiswa belum mampu menerangkan hasil
pekerjaannnya sesuai dengan metode dalam mencari turunan fungsi aljabar
Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda namun masih satu jenis dengan soal
sebelumnya, mahasiswa masih kebingungan dalam menjawab dan menjelaskan
tahapan-tahapan yang harus diselesaikan. Dalam hal ini juga mahasiswa belum mampu
mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya.
Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu
mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang
dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai
Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, Mahasiswa pada
umumnya belum menggunakan prosedur atau tahapan yang harus dilalui dan belum
mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur
Hanya sedikit mahasiswa yang mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari
soal yang diberikan, tetapi mahasiswa belum mampu memberikan kontra dari konsep
turunan.
Mahasiswa dalam melakukan perhitungan masih menggunakan pengetahuan seadanya
tanpa menerapkan konsep secara benar
Mahasiswa belum mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari
sebelumnya
Indikator
Mampu menerangkan secara
verbal mengenai apa yang telah
dicapainya
Mampu menyajikan situasi
matematika ke dalam berbagai
cara serta mengetahui perbedaan
Mampu mengklasifikasikan
objek-objek berdasarkan dipenuhi
atau tidaknya persyaratan yang
membentuk konsep tersebut
Mampu menerapkan hubungan
antara konsep dan prosedur
Deskripsi
Mahasiswa telah mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai meskipun masih
banyak juga mahasiswa yang belum menggunakan metode yang sesuai dalam mencari
turunan fungsi aljabar
Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda banyak mahsiswa yang telah mampu
mengerjakan dan mampu menjelaskan perbedaan dengan soal yang sebelumnya
dikerjakan. Dalam hal ini juga mahasiswa telah mampu mengetahui perbedaan antara
kasus yang ada dengan kasus lainnya.
Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu
secara utuh mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga
antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai. Dalam hal ini masih
terjadi kebingungan dalam menerangkan secra verbal terhadap apa yang diperolehnya.
Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, hanya sebagian kecil dari
mahasiswa yang menggunakan prosedur atau menjelaskan tahapan yang harus dilalui
dan hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang mampu menghubungkan antara konsep
dan prosedur
Banyak mahasiswa yang telah mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari
soal yang diberikan, tetapi mahasiswa masih belum mampu memberikan kontra dari
konsep turunan.
Mahasiswa dalam melakukan perhitungan telah menggunakan pengetahuan
sebelumnya dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk
mengerjakan soal yang berhubungan
Sebagian dari Mahasiswa telah mampu mengembangkan konsep seperti yang telah
dipelajari sebelumnya
pada
mata
kuliah
kalkulus
dapat
meningkatkan
pemahaman
meskipun
peningkatannya
tergolong
sedang.
Sedangkan untuk mengetahui keefektifan
penggunaan Microsoft Mathematics dapat
dilihat dari jumlah mahasiswa yang memiliki
pemahaman terhadap mata kuliah kalkulus
khususnya pada materi turunan, paling
sedikitnya 75% dari jumlah mahasiswa yang
ada.
Berdasarkan data postest dimana
hasil rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa
adalah 79,65 dengan rata-rata nilai abjad
adalah B+ dan dapat dikategorikan dengan
kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan
N-gain sebesar 0,46 dimana terdapat
peningkatan pemahaman, maka dapat
peneliti simpulkan bahwasanya penggunaan
Microsoft Mathematics dalam mata kuliah
kalkulus dikatakan efektif.
PENUTUP
Dari hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Hasil perhitungan N-gain yang digunakan
untuk melihat seberapa besar peningkatan
pemahaman mahasiswa diperoleh hasil
sebasar 0,46 dimana hasil menunjukkan
tingkat pemahaman dengan kriteria
sedang.
b. Dari hasil perhitungan N-gain yang
menunjukkan
adanya
peningkatan
pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
kalkulus sehingga dapat disimpulkan
bahwasanya
penggunaan
Microsoft
Mathematics dalam mata kuliah kalkulus
DAFTAR PUSTAKA
NCTM.
Gora,
dikatakan efektif
(1989). Curriculum
and
Evaluation Standards for School
Mathematics. Reston, VA : NCTM
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu
ilmu yang berkembang seiring kemajuan
teknologi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi ini telah banyak memberikan
konstribusi bagi kemajuan di berbagai bidang
kehidupan.
Salah
satu
dampak
perkembangan teknologi yang jelas adalah
kemajuan di bidang pendidikan. Di
Indonesia,
teknologi
pendidikan
dimanfaatkan untuk pengembangan media
pembelajaran, misalnya pada pembelajaran
matematika dengan menggunakan rangkaian
listrik. Oleh karena itu, pendidik perlu
berupaya menggunakan berbagai cara yang
bervariasi, serta menyiapkan bahan ajar yang
sesuai dengan menggunakan media yang
tepat sehingga dapat memotivasi siswa agar
senang belajar matematika. Penggunaan
media yang tepat merupakan sarana untuk
mengefektifkan proses penyampaian materi
pelajaran kepada siswa.
Pada siswa SMA terdapat pelajaran
tentang logika yaitu pada mata pelajaran
matematika di kelas X, yang sering dikenal
materi Logika Matematika. Pada materi ini
siswa
diajarkan
bagaimana
menarik
kesimpulan (konklusi) dari suatu pernyataan.
Karena pentingnya materi ini, guru
mempunyai tanggung jawab menyampaikan
dengan jelas pada siswa. Sehingga siswa
mampu memahami dan dapat diaplikasikan
pada kehidupan sehari-hari. Menurut salah
satu guru matematika yang pernah
mengajarkan materi ini, mengatakan bahwa
siswa mudah bosan pada saat guru
menerangkan pelajaran dan siswa kurang
begitu paham tentang manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. namun guru tersebut
juga mengatakan bahwasannya sebagian
besar guru, tidak mampu membuat sendiri
media atau alat peraga dalam pembelajaran
dimana tujuan pembuatan media atau alat
peraga adalah sebagai jembatan ilmu atau
penanaman konsep terhadap apa yang
.
13
Konsep Matematika
Konjungsi
merupakan
pernyataan majemuk dengan kata
penghubung dan. Dua pernyataan p dan
q yang dinyatakan dalam bentuk p q
disebut konjungsi dan dibaca p dan q.
Nilai kebenaran konjungsi disajikan
dalam tabel di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
S
Disjungsi jika pernyataan p dan
q dihubungkan dengan kata hubung atau
maka pernyataan p dan q disebut
disjungsi yang dinotasikan sebagai p
dan q (baca p atau q). Nilai kebenaran
disjungsi disajikan dalam tabel di bawah
ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
B
S
B
B
S
S
S
Implikasi (Kondisional) Dua
pernyataan p dan q yang dinyatakan
dalam bentuk kalimat jika p maka q
disebut
implikasi/kondisional/pernyataan
bersyarat dan dilambangkan sebagai p
q. sedangkan pernyataan p q
disebut
pernyataan
implikatif/kondisional. Nilai kebenaran
implikasi
disajikan
dalam
tabel
kebenaran di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B
Biimplikasi (Bikondisional) Dua
pernyataan p dan q jika dinyatakan
dengan lambang p q disebut
biimplikasi
(Bikondisional
atau
pernyataan bersyarat ganda). Notasi
pernyataan p q dibaca p jika dan
hanya jika q, yang mengandung makna
bahwa p q benar dan q p benar.
Dengan kata lain, p q merupakan
singkatan dua implikasi p q dan q
p. Nilai kebenaran biimplikasi disajikan
dalam tabel kebenaran di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
B
C. Cara Membuat
1. Buatlah konsep rangkaian sesuai
apa yang diinginkan, disini kita
akan membuat konsep rangkaian;
konjungsi, disjungsi, implikasi, dan
biimplikasi. (Terlampir).
2. Setelah konsep rangkaian selesai,
sediakan
bahan-bahan
yang
diperlukan
dalam
membuat
percobaan.
3. Potonglah papan
jati dengan
ukuran :
a. 21 x 14,5 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.
b. 22 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.
c. 14,5 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. .
D. Petunjuk Kerja
Penggunaan saklar
pada
rangkaian gabungan antara konjungsi
dan implikasi arah saklar keatas untuk
menggunakan percobaan konjungsi dan
arah
saklar
kebawah
untuk
menggunakan percobaan implikasi.
Penggunaan saklar
pada rangakaian
gabungan
antara
disjungsi
dan
biimplikasi arah saklar keatas untuk
menggunakan percobaan disjungsi dan
arah
saklar
kebawah
untuk
menggunakan percobaan biimplikasi.
Sebelumnya perlu dicek terlebih dahulu
peralatan yang akan digunakan yaitu:
1. Saklar A keatas/lampu A menyala
dianggap benar dan bila
E.
a.
2.
4.
Implikasi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :
a. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala. Ini berarti implikasi
bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala i) maka
lampu C tidak menyala. Ini
menunjukkan bahwa implikasi
bernilai SALAH.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka
lampu
C
menyala.
Ini
menunjukkan
implikasi
bernilai BENAR.
d. Apabila A salah (lampu A
mati) dan B salah (lampu B
tidak menyala) maka lampu C
menyala. Ini menunjukkan
bahwa
implikasi
bernilai
BENAR.
Dari percobaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa implikasi dua
pernyataan akan bernilai SALAH
jika antisiden bernilai BENAR dan
konsekuennya bernilai SALAH.
Biimplikasi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :
a. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala.
Ini
berarti
biimplikasi bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala) maka lampu
C
tidak
menyala.
Ini
menunjukkan
bahwa
biimplikasi bernilai SALAH.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka
d.
DAFTAR PUSTAKA
Ashar,
Rayandra.
Mengembangkan
Pembelajaran.
Persada.
2011.
Jakarta:
Kreatif
Media
Gaung
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana utama
dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Namun, seperti yang telah kita
ketahui bahwa salah satu masalah yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
adalah
masalah
lemahnya
proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
siswa
kurang
didorong
untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikir.
Proses pembelajaran di dalam kelas
diarahkan kepada kemampuan siswa untuk
menghafal informasi, otak siswa dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya
dengan
kehidupan
sehari-hari. Akibatnya, Ketika siswa lulus
dari sekolah, mereka pintar secara teoritis,
tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya,
2008:1).
Kenyataan yang ada bahwa banyak
siswa yang mengeluh dikarenakan sering
mengalami kesulitan dalam memahami soal 18
B.
1.
2.
3.
C.
1.
2.
3.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Letak dan jenis kesalahan yang dilakukan
siswa adalah sebagai berikut:
a) Letak kesalahannya
Letak kesalahan yang dilakukan siswa
SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan
soal cerita segiempat sebagai berikut:
1) Kesalahan memahami soal, meliputi:
a. Kurang tepat dalam menentukan
semua yang diketahui di soal.
b. Tidak lengkap dalam menuliskan
apa yang ditanyakan soal.
c. Masih ada beberapa konsep yang
kurang dipahami.
2) Kesalahan
menyelesaikan
soal,
meliputi:
a. Salah dalam menggunakan urutan
langkah-langkah
dalam
menyelesaikan.
b. Salah dalam menggunakan prinsip
terkait dengan soal
c. Salah menyelesaikan perhitungan.
3) Kesalahan
dalam
menuliskan
kesimpulan, meliputi
a. Tidak menuliskan kesimpulan.
b. Salah menuliskan kesimpulan.
c. Tidak menuliskan satuan.
d. Salah menuliskan satuan.
b) Jenis kesalahannya
Jenis kesalahan yang dilakukan siswa
SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan
soal cerita segiempat sebagai berikut:
1) Kesalahan fakta meliputi:
a. Salah menuliskan apa yang
ditanyakan, yang sudah terdapat
dalam soal.
2) Kesalahan konsep meliputi:
a. Tidak
dapat
menyebutkan
pengertian dari persegi dan persegi
panjang secara lengkap dan benar
b. Tidak dapat menyebutkan ciri ciri
persegi dan persegi panjang
c. Tidak paham tentang mengkonversi
satuan.
d. Salah
mengartikan/kurang
memahami
langkah
yang
digunakan.
e. Kurang memahami informasi yang
terdapat dalam soal.
3) Kesalahan prinsip meliputi:
DAFTAR PUSTAKA
Arafiq, Rasyid. 2014. Analisis Kesalahan
Siswa MTs dalam Memecahkan
Soal Cerita Bangun Ruang Sisi
Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya
Belajar. Surabaya: PPS Unesa.
Duskri, dkk. 2014. Pengembangan Tes
Diagnostik
Kesulitan
Belajar
Matematika
di
SD.
Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Volume 18 Nomer 1.
Meilantifa. 2005. Analisis Kesalahan Siswa
Dalam
menyelesaikan
Soal
Matematika
Pokok
Bahasan
Segitiga di Kelas 7 SMP Dapena 1
Surabaya. Surabaya: PPS Unesa.
Miles, Matthew B dan Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press.
Abstrak
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika sekolah, karena
banyaknya konsep yang termuat di dalamnya dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya geometri, mengharuskan siswa dari berbagai tingkat pendidikan memahami materi
geometri dengan baik dan benar. Bukti- bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar
geometri masih rendah dan siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi
geometri, khususnya pada masalah segiempat. Salah satu penyebab kesulitannya, sebab
pengajaran materi tidak sesuai dengan tingkat berpikir yang sementara dialami siswa. Perlu ada
suatu media dan proses yang memungkinkan guru mengetahui tingkat berpikir siswa dan
membuat siswa memahami akan tingkat berpikirnya, dengan maksud memaksimalkan
pembelajaran yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
berpikir siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif menggunakan tes dan
wawancara. Soal tes yang digunakan beracuan kepada indikator tingkat berpikir Van Hiele,
sehingga dari data penelitian yang diperoleh, peneliti dapat menentukan kecenderungan tingkat
berpikir siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan nilai rapor matematika semester ganjil tahun
ajaran 2014/2015. Pengelompokkan siswa tersebut dilakukan dengan menggunakaan standar
deviasi dan rataan (mean) nilai. Siswa juga diberi tes tingkat berpikir geometri. Dari masingmasing kelompok diambil 2 siswa sebagai subjek penelitian dan diwawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa kelompok tinggi berada pada tingkat berpikir 1
(analisis), tingkat berpikir siswa kelompok sedang berada pada tingkat berpikir 1 (analisis), dan
tingkat berpikir siswa kelompok rendah berada pada tingkat berpikir 1 (analisis). Hal ini
sesuai dengan pendapat ahli teori geometri van Hiele bahwa siswa sekolah menengah umum
dapat berada pada tahap 0 (visualisasi) hingga tingkat 2 (deduksi informal). Siswa yang berada
pada tingkat berpikir analisis siswa dapat mengidentifikasi dan mengenal konsep dan sifatsifat segiempat.
Kata Kunci : Tingkat berpikir, Teori Van Hiele, Geometri, Segiempat
PENDAHULUAN
Geometri merupakan salah satu
bidang kajian matematika yang diajarkan
secara berkesinambungan,
mulai
dari
tingkat sekolah dasar hingga pendidikan
tinggi.
Geometri berbicara secara luas
tentang bentuk, ukuran, posisi relatif benda
dan sifat bidang dan ruang. Agar dapat
memahami aritmatika, aljabar, kalkulus dan
lain-lain lebih baik, maka kemampuan
konsep geometri oleh siswa harus dikuasai
secara mendalam karena disini konsepkonsep geometri berperan sebagai alat.
Pada kenyataannya tidak semua siswa
memahami materi ini dengan mudah,
kalaupun dipahami
tidak
sedikit
penguasaan itu tidak menyeluruh dan
cepat dilupakan karena ketika diberikan lagi
soal yang berbeda siswa tetap mengalami
23
menggolongkan
kelas
menjadi
tiga
kelompok,
yakni
kelompok
tinggi,
kelompok sedang dan kelompok rendah,
serta dengan melakukan tes tingkat berpikir
geometri. Subjek yang dipilih berjumlah 6
orang, 2 siswa dari kelompok tinggi, 2 siswa
dari kelompok sedang dan 2 siswa dari
kelompok rendah.
Berdasarkan data nilai
rapor
matematika semester ganjil tahun ajaran
2014/2105, nilai tertinggi adalah 9,40 dan
nilai terendah adalah 5,95. Dengan nilai ratarata 7,94 dan standar deviasi 1,0557. Siswa
dengan kemampuan tinggi sebanyak 6
orang, siswa dengan kemampuan sedang
sebanyak 19 orang dan siswa dengan
kemampuan rendah sebanyak 6 orang. Data
hasil analisa tingkat berpikir geometri
berdasarkan hasil tes tertulis dan hasil
wawancara siswa dapat dilihat pada tabel
berikut :
Kode soal
No
Soal T1 T2
S1
S2
S3
R1
1
5
*
*
*
6
Tabel 1.Hasil tes tingkat berpikir geometri siswa
R2
mampu
untuk
memberikan
pendekatan/penjelasan yang berbeda
mengenai suatu bangun, namun masih
terdapat kekeliruan yakni dalam
mendefinisikan istilah sejajar ,
berlawanan dan sama panjang.
Subjek T1, berpendapat bahwa sisi
atas dan bawah dari jajargenjang, itu
yang
berlawanan sementara sisi
samping dari jajargenjang, itu yang
sejajar. Subjek S1 dan S2 memiliki
pendapat yang hampir sama, yakni sisi
sejajar pasti sama panjang. Dalam
pengamatan peneliti, bukan hanya
ketiga siswa ini saja, namun seluruh
siswa dalam kelas tersebut mengalami
miskonsepsi, bahkan tidak paham
mengenai hal-hal diatas. Peneliti
mencoba
menjelaskan
dengan
melakukan peragaan di depan kelas,
untuk menjelaskan konsep sejajar.
Peneliti mengambil contoh tentang dua
benda
yang
sejajar,
dengan
menempatkan seorang siswa berdiridi
samping maupun dibelakang peneliti,
dan menanyakan
kembali, serta
membiarkan
siswa
merefleksikan
tentang makna dari sejajar. Secara
tersirat, nampak bahwa kekurangan
yang dialami siswa ini paling utama
disebabkan oleh kurangnya pengalaman
belajar yang memadai. Yang peneliti
dapati
di
lapangan
adalah
ketidakseimbangan
alokasi
waktu
dengan
padatnya
materi
untuk
pembelajaran
matematika.
Karena
pergantian kurikulum, maka waktu di
awal
semester
digunakan untuk
mengejar
ketertinggalan
materi
sebelumnya, sekaligus mengajarkan
materi
prasyarat
untuk
materi
selanjutnya,
akhirnya
terjadi
kekurangan waktu untuk pengajaran
materi geometri. Guru pun kurang
mengetahui
teori-teori
terkait
pengembangan
pembelajaran,
contohnya Teori geometri van Hiele,
sehingga sering terjadi pembelajaran
yang statis dan tidak mengarah pada
pengembangan tingkat berpikir atau
kemampuan siswa secara maksimal.
Kekurangan waktu, pola pembelajaran,
dan wawasan guru yang kurang
memadai
inilah
yang akhirnya
menjadi
masalah
utama
yang
menyebabkan kurangnya pengalaman
belajar pada para siswa, padahal para
siswa
berpotensi
untuk
berkembang/naik ke tingkat berpikir
yang lebih tinggi. Perbaikan kualitas
guru dalam hal mengembangkan pola
pembelajaran, serta pembagian alokasi
waktu yang cukup dapat menjadi
solusi, untuk menyediakan pengalaman
belajar
yang
memadai,
guna
menunjang kemajuan tingkat berpikir
geometri siswa.
4. Level 3 (deduksi formal)
Soal untuk level ini adalah soal nomor 6,
dengan indikator sebagai berikut:
Mengenali karakteristik dari definisi
formal (contohnya kondisi perlu dan
cukup) dan kesamaan definisi. Semua
subjek tidak dapat mengerjakan soal
ini
dengan
benar
serta
belum
memenuhi indikator yang ada. Semua
subjek belum berada pada level 3
(deduksi formal). Dari hasil kesimpulan
mengenai tingkat berpikir geometri
tiap siswa, terangkum dalam tabel
dibawah ini :
Kode Subjek
Tingkat berfikir
T1
Level 1
T2
Level 1
SI
Level 1
S2
Level 1
R1
Level 1
R2
Level 1
Tabel 2. Rangkuman tingkat berpikir geometri
siswa
kepada
abstrak.Siswa
mulai
melihat
hubungan yang abstrak dari objek-objek
geometri dan mengembangkan deduksi
secara informal. Terdapat catatan penting
untuk beberapa siswa yang telah berada pada
peralihan tingkat berpikir konkret ke tingkat
berpikir abstrak, yakni apabila diajar dan
dibimbing secara baik, serta diberi lebih
banyak pengalaman belajar sesuai Teori
geometri van Hiele , maka perkembangan
tingkat berpikir mereka dapat berlangsung
lebih maksimal, di usia yang relative muda
dan pada tingkat sekolah yang masih rendah.
PENUTUP
Penelitian
ini
berhasil
mengidentifikasi tingkat berpikir geometri
siswa pada masalah geometri segiempat
DAFTAR PUSTAKA
Atebe, H.U. 2008. Students` van Hiele Level
of
Geometric
Thinking
and
Conception in Plane Geometry : A
Collective Case Study of Nigeria
and South Africa. South Africa :
Rhodes University
Batista, Clements. 1992. Geometry and
Spatial Reasoning. New York :
NCTM
Disnawati,H. 2013.Desain Pembelajaran
Bangun
Datar
Segi
Empat
Menggunakan
Konteks Cak
Ingkling Matematika (Cak Mat) Di
Sekolah Dasar. Palembang :
Universitas Sriwijaya.
Fauzi , M.Rifki. 2012. Profil Keterampilan
Dasar Geometri Siswa Kelas VII
Dalam
Memahami
Konsep
Geometri Pada Pokok Bahasan
Segiempat (Studi Kasus di SMPN
I Besuki Situbondo). Surabaya :
Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel.
Hiele,
P.M.
1999. Developing
Geometric
Thinking
through
Activities That Begin With Play
Teaching Children Mathematics 6
(pp 310-316). National Council of
Teachers
of
Mathematics.
PENDAHULUAN
Matematika
merupakan
sarana
berpikir
untuk
menumbuhkembangkan
kemampuan berpikir logis, sistematis dan
kritis. Untuk mewujudkan kemampuan
tersebut, National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan
lima kemampuan dasar matematika yakni
pemecahan masalah (problem solving),
penalaran dan bukti (reasoning and proof),
komunikasi
(communication),
koneksi
(connections),
dan
representasi
(representation). Sejalan dengan NCTM,
Dalam kurikulum 2006 menyebutkan bahwa
ada 5 jenis kemampuan yang harus dimiliki
oleh siswa dalam mata pelajaran matematika
antara lain: 1) Memahami konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasi-kan konsep
atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2)
29
linier
dan
diberikan
waktu
untuk
menyelesaikannya.
Kemudian
subjek
penelitian diwawancarai berdasarkan hasil
pekerjaannya. Wawancara juga diharapkan
dapat menggali informasi baru yang mungkin
tidak diperoleh dalam tes tertulis, karena bisa
saja yang dipikirkan mahasiswa tidak
dituliskan, hal ini mungkin juga akan
terungkap dalam wawancara.
Untuk menguji keabsahan data,
penelitian ini menggunakan triangulasi
waktu, yaitu dengan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data yang
diperoleh pada waktu yang berbeda. Dengan
demikian, pengumpulan data ini dilakukan
minimal dua kali dengan tugas-tugas yang
berbeda tetapi isi dari tugas tersebut sama.
Kemudian analisis seluruh data
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Reduksi data, langkah-langkah yang
dilakukan dalam mereduksi data dalam
penelitian ini adalah mengumpulkan hasil
pekerjaan subjek, menstranskripkan hasil
wawancara,memeriksa kembali hasil
transkrip tersebut dengan mendengarkan
kembali hasil wawancara dengan subjek
terkait.
2) Pemaparan data, data yang sudah
direduksi kemudian diklasifikasi dan
diidentifikasi sehingga memungkinkan
peneliti untuk menarik kesimpulan.
3) Penarikan Kesimpulan, dari kesimpulan
diperoleh analisis kesalahan mahasiswa
calon guru dalam memecakan masalah
program linier.
PEMBAHASAN DAN HASIL
Kajian Teoritis Tentang Pemecahan
Masalah
Hudoyo (2001:162) mengemukakan
bahwa suatu pertanyaan akan menjadi suatu
masalah jika seorang tidak mempunyai
aturan atau hukum tertentu yang segera dapat
dipergunakan untuk menemukan jawaban
tersebut. Suatu pertanyaan merupakan suatu
masalah tergantung pada individu dan waktu.
Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu
masalah bagi peserta didik tetapi mungkin
bukan masalah bagi peserta didik yang lain.
Polya
(1973)
mendefinisikan
pemecahan masalah sebagai usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan guna
mencapai suatu tujuan yang tidak dengan
segera dapat dicapai.
b) Kesalahan
penggunaan
pertidaksamaan (
)
simbol
2. Kesalahan prosedural
a) Kesalahan
dalam
dalam
mengaplikasian
strategi
untuk
menyelesaikan masalah. Berdasarkan
hasil
wawancara,
mahasiswa
mengatakan dalam merencanakan
strategi
pemecahan
masalah
mahasiswa akan melakukan metode
melakukan
operasi
a. Mahasiswa
tidak
terbiasa
memecahkan masalah soal cerita
sehingga
mahasiswa
kesulitan
mentrasformasi ke bentuk model
matematika.
b. Mahasiswa kurang memahami
konsep simbol pertidaksamaan
c. Mahasiswa kurang mahir membuat
grafik termasuk menentukan daerah
penyelesaian.
d. Mahasiswa kurang memahami
konsep titik ekstrim
e. Mahasiswa kurang teliti dalam
melakukan operasi perhitungan
f. Mahasiswa menganggap dengan
memberi tulisan maksimum atau
minimum pada tabel titik ekstrim
sudah menjawab pertanyaan soal
(kesimpulan)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Council
of
Teachers
Of
Mathematics. (2000). Curiculum
and Evaluation Standart for School
Mathematics. Reston, VA: National
Teachers
of