Anda di halaman 1dari 35

JURNAL IGMA

Volume 1, Nomor 1, September 2015

Abd. Kodir

Agusriyanti
Puspitorini

ISSN : 2502-0919

Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Prisma


melalui Program Macromedia Flash di kelas VIII MTsN Model
Banda Aceh

1-7

Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa dengan Penggunaan


Microsoft Mathematics sebagai Media Pembelajaran pada Mata
Kuliah Kalkulus

8-12

Chairul
Fajar Pembelajaran Logika Matematika dengan Media Lampu
Tafrilyanto

13-17

Hasan Basri dan


Sundari

Analisis Kesalahan Siswa SMP dalam Memecahkan Soal Cerita


Segiempat

18-22

Rafael M.
Rusik dan
Henry A.Z
Beeh

Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri Siswa Kelas VII SMP


Negeri 1 Kupang pada Materi Segiempat ditinjau dari Teori
Geometri Van Hiele

23-28

Sri Irawati

Analisis Kesalahan Mahasiswa Calon Guru dalam Memecahkan


Masalah Program Linier

29-34

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATERI PRISMA MELALUI


PROGRAM MACROMEDIA FLASH PADA SISWA KELAS VIII
MTsN MODEL BANDA ACEH
Abdul Kadir
Tadris Matematika STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
Email: qadir.nisamy@gmail.com
Abstrak: Media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar
yang digunakan untuk menyampaikan bahan belajar. Media pembelajaran diperlukan sebagai
penyampaian pesan pembelajaran, membuat pembelajaran lebih menarik, dan peningkatan
kualitas pembelajaran. Sekarang ini telah berkembang media pembelajaran yang berbasis
komputer. Media pembelajaran berbasis komputer merupakan salah satu variasi penggunaan
media pendidikan modern yang digemari oleh siswa. Salah satu program komputer yang menjadi
media pendidikan adalah pogram Macromedia Flash. Program ini telah banyak digunakan untuk
mendesain dan membuat animasi dalam pembelajaran. Media ini juga memiliki kemampuan
dalam mengintergrasikan komponen bentuk, warna, dan animasi. Adapun yang menjadi tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi perbedaan hasil belajar siswa yang diajar
melalui program Macromedia Flash dan siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga
pada materi prisma dan untuk mengatahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui program
Macromedia Flash. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri
Model Banda Aceh yang terdapat 11 kelas. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak yaitu
siswa kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VIII4 sebagai kelas kontrol. Data
dalam penelitian ini diperoleh dari tes hasil belajar dan angket respon siswa. Data hasil belajar
siswa diolah dengan menggunakan statistik uji-t pihak kanan pada taraf signifikan = 0,05 dan
dk = 68. Sedangkan data respon siswa diolah dengan menggunakan model skala Likert. Dari
hasil pengolahan data diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen x1 = 79,6, nilai rata-rata kelas
kontrol

x2 = 73,64 dan uji hepotesis diperoleh thitung t1 - yaitu 1,75 > 1,67 sehingga H0 ditolak

dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar melalui program
Macromedia Flash lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
alat peraga pada materi prisma. Dari tes akhir juga menunjukkan bahwa 85,71% siswa kelas
eksperimen mencapai kentuntasan dan 74,25% siswa kelas kontrol mencapai ketuntasan. Dari
data angket diperoleh skor rata-rata 2,91. Berarti respon siswa menunjukkan kriteria positif
terdahap pembelajaran melalui program Macromedia Flash.
Kata Kunci: Macromedia Flash, Alat Peraga, Luas Permukaan dan Volume Permukaan Prisma.

menyebutkan bahwa pemanfaatan media


komunikasi untuk kegiatan pendidikan,
teknologi, serta medianya sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan kualitas
kegiatan belajar mengajar. Karena dengan
pendekatan ini tujuan pendidikan akan dapat
terwujud dengan efektif dan efesien.
Penggunaan
media
komputer
dalam
pendidikan merupakan suatu inovasi dalam
meningkatkan mutu pendidikan khususnya
pendidikan
matematika
yang
lebih
berkualitas.
Berdasarkan hasil observasi penulis di
beberapa sekolah menunjukkan bahwa
pelajaran matematika khususnya konsep
bangun ruang masih dianggap susah oleh
sebagian siswa. Kesan sulitnya memahami
bangun ruang menyebabkan siswa enggan

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mencapai perkembangan
yang sangat mengagumkan ditandai dengan
munculnya komputer. Hampir semua bidang
pekerjaan di dunia telah dikendalikan oleh
komputer. Pekerjaan-pekerjaan yang dahulu
membutuhkan banyak tenaga manusia
sekarang telah tergantikan oleh mesin, yang
kesemuanya itu dikendalikan oleh komputer.
Sama seperti bidang yang lain, komputer
juga sangat erat kaitannya dengan dunia
pendidikan.
Penggunaan teknologi komputer dalam
dunia
pendidikan
sebagai
media
pembelajaran sangat mendukung dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan yang
efektif dan efisien. Danim (2008:2)
1

2|IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7

untuk mempelajari bangun ruang. Selain


bangun ruang yang belajarkan oleh guru
bersifat abstrak, kurangnya pemahaman
siswa dalam memahami konsep dasar bangun
ruang menjadi penyebab utama kegagalan
siswa dalam mempelajari matematika di
tingkat lanjut. Karena seseorang akan lebih
mudah mempelajari suatu ide atau konsep
apabila dasar dari konsep itu betul-betul
dikuasainya. Hudojo (1998:128) mengatakan
bahwa, Siswa yang tidak mengerti konsep
tertentu menyebabkan tidak mengertinya
konsep-konsep lain sehingga konsep itu
saling berkaitan secara logis.
Materi bangun ruang khususnya
prisma selama ini diajar di sebagian sekolah
masih dengan menggunakan metode atau
model
konvensional.
Guru
hanya
menggambar bentuk-bentuk bangun ruang di
papan tulis atau menggunakan alat peraga
gambar sebatas pajangan di depan kelas.
Sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep bangun ruang, termasuk
dalam mengaplikasikan konsep-konsep untuk
menyelasaikan permasalahan yang dihadapi.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, di
antaranya guru harus memiliki kemampuan
yang optimal dalam memanfaatkan berbagai
media dan pendekatan dalam pembelajaran
matematika. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan teknologi pendidikan yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan
dapat membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan seharihari.
Pembelajaran matematika dengan
menggunakan komputer akan nampak
bagaimana matematika harus diajarkan guru
dan dipelajari siswa. Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa penggunaan media
komputer dalam pembelajaran matematika
dapat memudahkan guru dan siswa dalam
mengkomunikasikan ide-ide matematika.
Penelitian ekstensif dan komprehensif
dilakukan oleh Hambree dan Dessart pada
tahun 1986 (dalam MKPBM UPI, 2001: 124)
diketemukan bahwa:
1. Kalkulator harus digunakan dalam
setiap pembelajaran matematika.
2. Komputer sangat bermanfaat dalam
meningkatkan ketrampilan dalam
memecahkan masalah, terutama
untuk
siswa
yang
memiliki
kemampuan rendah dan tinggi.

3. Membuat siswa senang belajar


matematika.
Berdasarkan hasil penelitian Hembree
dan Dessart tersebut, penggunaan komputer
dapat menumbuhkan motivasi dan kesan
positif siswa dalam belajar matematika.
Penggunaan komputer dalam pembelajaran
matematika memiliki kelebihan di antaranya,
hemat waktu, mudah menampilkan contoh
bentuk bangun ruang atau bangun datar
dalam matematika, dapat menvisualisasikan
bentuk dan warna yang menarik perhatian
siswa. Animasi sederhana dan atraktif akan
membangkitkan minat belajar siswa serta
diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajarnya.
Banyak program komputer yang dapat
digunakan dalam pembelajaran matematika.
Salah satu diantaranya adalah program
Macromedia Flash. Program ini memiliki
banyak fitur pendukung, bentuk tampilan
(built in template) yang bervariasi dan
animasi yang menarik. Dengan kelebihan
tersebut, diharapkan akan terwujud sebuah
aplikasi media pembelajaran yang atraktif
dan menarik secara visual bagi siswa.
Pembelajaran
matematika
menggunakan program Macromedia Flash
miliki potensi untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika. Banyak hal
abstrak atau imajinatif yang sulit dipikirkan
siswa dapat dipresentasikan melalui simulasi
program Macromedia Flash. Bangun ruang
(bangun tiga dimensi) dapat ditampilkan
dengan
membuat
animasi
melalui
Macromedia Flash, sehingga gambar bangun
ruang dapat ditunjukkan secara nyata kepada
siswa. Selain itu, program Macromedia
Flash dapat digunakan dalam penanaman
dan penguatan konsep, membuat pemodelan
matematika, dan menyusun strategi dalam
pemecahan masalah.
Tujuan
penelitian
ini
adalah
mengatahui: 1) Untuk mengetahui signifikasi
perbedaan hasil belajar siswa yang diajar
melalui program Macromedia Flash dan
siswa yang diajar dengan menggunakan alat
peraga pada materi prisma.
2) Untuk
mengetahui tanggapan siswa terhadap
pembelajaran
materi
prisma
dengan
menggunakan alat peraga dan melalui
program Macromedia Flash?

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 3

METODE PENELITIAN
Untuk memudahkan suatu penelitian
maka
selayaknya
penerapan
metode
penelitian yang tepat sangat berpengaruh
terhadap valid tidaknya hasil dari suatu
penelitian. Metode merupakan cara yang
dipakai untuk membahas dan meneliti suatu
masalah. Metode yang penulis gunakan
dalam penulisan ini adalah metode
eksperimen. Rancangan penelitian kausi para
peneliti memiliki kelompok kontrol untuk
dibandingkan dengan kelompok eksprimen,
namun para pesertanya tidak dipilih secara
acak dan ditempatkan dikelompoknya. Pada
kelas eksprimen penulis menyajikan materi
prisma
melalui
Macromedia
Flash,
sedangkan pada kelas kontrol penulis
mengajarkan
materi
prisma
dengan
menggunakan alat peraga prisma.
Rancangan penelitian adalah sebagai
berikut:
Kelompok
Pretes Perlakuan Post
Pasangan A
Tes
[KE]
0
X1
Pasangan B
0
[ KK]
0
X2
0
Ket : KE = Kelas eksperimen.
KK = Kelas kontrol.
0 = Prates dan pascates KE dan KK.
X1
=
Perlakuan
dengan
menggunakan
program
Macromedia Flash.
X2 = Perlakuan dengan menggunakan
alat peraga (Sukmadinata,
2009: 203).
Populasi merupakan keseluruhan dari
objek penelitian, maka yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan siswa kelas VIII MTsN Model
Banda Aceh. Peneliti mengambil dua kelas
sebagai sampel yang akan diteliti yaitu kelas
VIII2 sebagai kelas eksperimen dan VIII4
sebagai kelas kontrol. Diambil kelas VIII2
dan kelas VIII4 karena kedua kelas tersebut
dapat mewakili (representatif) kelas VIII di
MTsN Model Banda Aceh.
Ada 2 data yang diperlukan dalam
penelitian ini yang diperoleh melalui
instrumen sebagai berikut: 1) Untuk
memperoleh data tentang respon siswa
terhadap pembelajaran materi bilangan bulat
dilakukan dengan memberikan angket respon
siswa. 2) Untuk memperoleh data tentang

prestasi belajar terhadap pembelajaran materi


prisma dilakukan dengan memberikan tes.
Data hasil tes belajar yang telah
terkumpul diolah dengan menggunakan
statistik yang sesuai. Menguji hipotesis yang
telah
dirumuskan,
yaitu
tentang
perbandingan prestasi belajar siswa. Menurut
Sudjana dapat digunakan statistik uji-t
(Sudjana 2005:238).

x1 x2
1 1
s

n1 n2

Hipotesis yang digunakan dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
:
Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil
belajar matematika siswa yang diajar
melalui Macromedia Flash dan hasil
belajar matematika siswa yang diajar
dengan menggunakan alat peraga pada
materi prisma.
:
Hasil belajar matematika siswa yang
diajar melalui Macromedia Flash lebih
baik dari hasil balajar matematika siswa
yang diajar dengan menggunakan alat
peraga pada materi prisma.
Berdasarkan
hipotesis
di
atas
digunakan uji satu pihak. Pengujian
dilakukan pada taraf signifikan = 0,05
dengan derajat kebebasan (dk) = (n1 + n2 - 2)
dengan peluang (1 - ), dimana kriteria
pengujian menurut Sudjana adalah tolak Ho
jika thitung t1 - , dan terima Ho dalam hal
lainnya .
Data respon siswa dianalisis dengan
menghitung rata-rata keseluruhan skor yang
telah dibuat dengan model skala Likert.
Dalam menskor skala kategori Likert,
jawaban diberi bobot atau disamakan dengan
nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk pertanyaan
positif dan 1,2, 3, 4 untuk pertanyaan bersifat
negatif (Sukardi 2004: 147). Pada penelitian
untuk pernyataan positif maka diberi skor 4
untuk sangat setuju, 3 untuk setuju, 2 untuk
tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju.
Sedangkan untuk pernyataan negatif diberi
skor sebaliknya yaitu skor 1 untuk sangat
setuju, 2 untuk setuju, 3 untuk tidak setuju,
dan 4 untuk sangat tidak setuju. Skor ratarata respon siswa dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

4|IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7

n
4

Skor rata-rata =

i 1

i f
i
N

Ket:
f1 = Banyak siswa yang dapat menjawab
pilihan A (sangat setuju)
n1 = Bobot skor pilihan A (sangat setuju)
f2 = Banyak siswa yang menjawab pilihan B
(setuju)
n2 = Bobot skor pilihan B (setuju)
= Banyak siswa yang menjawab pilihan C
(tidak setuju)
n3 = Bobot skor pilihan C (tidak setuju)
f4 = Banyak siswa yang menjawab pilihan D
(sangat tidak setuju)
n4 = Bobot skor pilihan D (sangat tidak
setuju)
N = Jumlah seluruh siswa yang memberikan
respon terhadap pembelajaran pada
materi prisma yang diajar melalui
program Macromedia Flash dan yang
menggunakan alat peraga.
Kriteria skor rata-rata untuk respon siswa
adalah sebagai berikut:
3 skor rata-rata 4 sangat positif
2 skor rata-rata 3 positif
1 skor rata-rata 2 negatif
0 skor rata-rata 1 sangat negatif.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di MTsN Model Banda Aceh,
peneliti telah mengumpul data kelas kontrol
(VIII4) yang pembelajarannya dengan
menggunakan alat peraga dan data kelas
eksperimen (VIII2) yang pembelajarannya
dengan menggunakan program Macromedia
Flash. Jumlah siswa yang terdapat pada kelas
kontrol sebanyak 35 siswa dan jumlah siswa
yang terdapat pada kelas eksperimen 35
siswa juga. Data yang diperoleh dilapangan
tersebut di analisis dengan menggunakan
statistik uji t. Setelah di analisis diperoleh
hasil sebagai berikut: berdasarkan taraf
signifikan = 0,05 dan derajat kebebasan 68
dari tabel distribusi t diperoleh t 0,9568 = 1,67,
sehingga t t1- yaitu 1,75 1,67, maka
sesuai dengan kriteria pengujian H0 ditolak
pada taraf signifikan = 0,05. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa, Hasil
belajar matematika siswa yang diajar melalui
Macromedia Flash lebih baik dari hasil

balajar matematika siswa yang diajar dengan


menggunakan alat peraga pada materi
prisma.
Sedangkan untuk data angket respon
siswa untuk kelas kontrol dan eksperimen
setelah di analisis dengan menggunakan
skala likert diperoleh data pada Tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 dan mengacu
pada kriteria skor rata-rata untuk respons
siswa yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa
respon siswa positif (2,91) terhadap
pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga, baik pada materi prisma maupun
materi
matematika
lainnya,
karena
pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga dapat membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang diajar.
Berdasarkan tabel 2 dan mengacu pada
kriteria skor rata-rata untuk respons siswa
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa respon siswa
positif (2,97) terhadap pembelajaran melalui
Macromedia Flash, baik pada materi prisma
maupun materi matematika lainnya, karena
pembelajaran melalui Macromedia Flash
dapat membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep yang diajar.
PEMBAHASAN
Dari hasil proses pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti di lapangan terlihat
bahwa siswa sangat tertarik dan berminat
dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal
ini diketahui dari hasil belajar siswa yang
meningkat dan respon siswa terhadap media
yang digunakan selama pembelajaran.
Berdasarkan data yang diperoleh dan
dianalisis secara statistik yaitu dengan
menggunakan
uji-t,
serta
dilakukan
pengujian hipotesis pada taraf signifikan =
0,05 dan dejarat kebebasan (dk) = 68
diperoleh
= 1,75 dan
= 1,67
sehingga t t1 - yaitu 1,75 > 1,67, dengan
demikian H1 diterima dan H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan
bahwa
hasil
belajar
matematika siswa yang diajar melalui
Macromedia Flash lebih baik dari hasil
balajar matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan alat peraga pada meteri
prisma.

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 5

Tabel 1. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Kontrol


No
Pernyataan
1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan dengan menggunakan
alat peraga.
2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar dengan menggunakan alat peraga dengan
belajar seperti biasa.
3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pada
materi yang lain
4. Menurut saya, alat peraga cocok diterapkan dalam pembelajaran materi matematika yang
lainnya.
5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma
dengan menggunakan alat peraga.
6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan
dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga.
7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan alat peraga.
8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga
9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa, contoh bangun prisma dan cara kerja alat
peraga yang digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
10. Bagi saya, pembelajaran menggunakan alat peraga merupakan media pembelajaran
matematika yang baru.
11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga
Jumlah
Skor Rata-rata
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Skor
Rata-rata
3,28
2,27
3,02
3,20
2,71
2,71
3,11
3,00
3,08
2,48
3,22
32,08
2,91

Tabel 2. Skor Rata-Rata Respon Siswa Kelas Eksperimen


No
Pernyataan
1. Saya dapat dengan mudah memahami materi prisma yang diajarkan melalui program
Macromedia Flash.
2. Saya tidak merasakan perbedaan antara belajar melalui program Macromedia Flash dengan
belajar seperti biasa.
3. Saya berminat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan program
Macromedia Flash pada materi yang lain
4. Menurut saya, program Macromedia Flash cocok diterapkan dalam pembelajaran materi
matematika yang lainnya.
5. Saya tidak merasakan suasana yang aktif dalam kegiatan pembelajaran materi prisma
melalui program Macromedia Flash.
6. Saya tidak dapat memahami dengan jelas cara kerja diskusi kelompok yang digunakan
dalam pembelajaran melalui program Macromedia Flash.
7. Saya merasa sangat senang terhadap suasana belajar di kelas ketika digunakan program
Macromedia Flash
8. Daya nalar dan kemampuan berfikir saya lebih berkembang saat pembelajaran dengan
menggunakan program Macromedia Flash
9. Saya dapat memahami dengan jelas bahasa,tampilan dan animasi yang digunakan didalam
program Macromedia Flash
10. Bagi saya, pembelajaran melalui program Macromedia Flash merupakan media
pembelajaran matematika yang baru.
11. Seandainya diperbolehkan saya condong tidak mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan program Macromedia Flash
Jumlah
Skor Rata-rata
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Skor
Rata-rata
3,14
2,40
3,08
3,20
2,85
2,85
3,42
2,74
3,08
3,14
2,82
32,72
2,97

6 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 1-7

Berdasarkan angket respon siswa yang


disebarkan kepada siswa kelas kontrol yang
menggunakan alat peraga pada pembelajaran
materi prisma dan angket respon siswa yang
disebarkan kepada siswa kelas eksperimen
yang
pembelajarannya
menggunakan
program Macromedia Flash, kedua jenis
angket
tersebut
disebarkan
setelah
pembelajaran berlangsung tampak siswa
sangat
berminat
terhadap
kedua
pembelajaran tersebut. Dari hasil analisis
angket tersebut, siswa menyatakan dapat
memehami dengan mudah materi prisma
yang diajar dengan menggunakan alat peraga
dengan skor 3,28, berarti sangat positif dan
mayoritas
siswa
menyatakan
setuju.
Sedangkan
minat
siswa
mengikuti
pembelajaran dengan alat peraga dengan skor
3,11 ini menunjukkan respon yang sangat
positif. Berarti dengan skor tersebut siswa
sangat senang belajar dengan menggunakan
alat peraga. Dari rata-rata aspek yang
direspon menunjukkan bahwa respon siswa
termasuk katagori positif dengan skor 2,91.
Hal ini berarti siswa berminat terhadap
pembelajaran menggunakan alat peraga.
Sedangkan respon siswa terhadap
pembelajaran yang menggunakan program
Macromedia Flash pada pembelajaran materi
prisma,
dari
hasil
analisis
angkat
menunjukkan siswa dapat memahami materi
prisma yang diajar melalui program
Macromedia Flash dengan skor 3,14, berarti
respon siswa sangat positif. Sedangkan
respon siswa terhadap suasana pembelajaran
dengan skor 3,42, ini menunjukkan skor
sangat positif. Berarti siswa sangat senang
belajar dengan menggunakan program
Macromedia Flash. Dari rata-rata aspek yang
direspon siswa menunjukkan respon siswa
termasuk dalam katagori positif dengan skor
2,97. Hal ini berarti siswa senang belajar
dengan menggunakan Program Macromedia
Flash.
Respon siswa terhadap kedua media
pembelajaran
tersebut
sama-sama
nenunjukkan kriteria positif, baik yang diajar
dengan menggunakan alat peraga maupun
yang diajar melalui program Macromedia
Flash. Hal ini disebabkan karena selama
pembelajaran tidak siswa diberi kesempatan
untuk menggunakan/ memperagakan alat
peraga atau program Macromedia Flash.

Perbedaan prestasi belajar siswa pada


materi prisma antara siswa yang diajar
melalui program Macromedia Flash dengan
hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan alat peraga disebabkan pada
pembelajaran melalui program Macromedia
Flash siswa dapat memperhatikan dan
mengcermati secara langsung proses-proses
yang berlangsung cara mendapatkan rumus
luas permukaan dan rumus volume prisma
dan siswa juga dapat menyaksikan berulang
kali tanpa membuang-buang waktu sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif. Selain
itu, animasi dan tampilan dalam program
Macromedia Flash yang menarik membuat
siswa lebih cepat menyerap materi
pembelajaran. Animasi yang ditampilkan
dalam pembelajaran materi prisma membuat
siswa lebih terfokus dan terkonsentrasi
sehingga pembelajaran menjadi lebih
termakna bagi siswa.
Faktor lain penyebab perbedaan hasil
belajar siswa antara yang diajar dengan
menggunakan alat peraga dan program
Macromedia Flash adalah terletak pada
minat dan motivasi belajar siswa.
Keberhasilan belajar seorang siswa tidak
hanya ditentukan oleh faktor-faktor ekstern
semata, akan tetapi faktor intern (fisiologi
dan Psikologi) juga memegang peranan yang
sangat penting seperti yang diungkapkan
oleh Suryabrata bahwa faktor fisiologi erat
hubungannya dengan masalah jasmani
terutama sekali tentang pentingnya alat
pancaindra. Sedangkan faktor psikologi lebih
mengarah kepada minat/ motivasi dan
konsentrasi.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian
hepotesis yang dilaksanakan pada siswa
kelas VIII MTs Negeri Model Banda Aceh
pada materi prisma dengan menggunakan
alat peraga dan dengan menggunakan
program Macromedia Flash. Berdasarkan
pada taraf signifikan = 0,05 dan derajat
kebebasan 68 dari tabel distribusi t diperoleh
t 0,9568 = 1,67, sehingga t t1- yaitu 1,75
1,67, maka sesuai dengan kriteria pengujian
H0 ditolak pada taraf signifikan = 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan Prestasi
belajar siswa yang diajar melalui program
Macromedia Flash lebih baik jika

Kadir, Upaya Peningkatan Prestasi Belajar | 7

dibandingkan dengan prestasi belajar siswa


yang diajar dengan menggunakan alat peraga
pada materi prisma dan pembelajaran
.
DAFTAR PUSTAKA

menggunakan program Macromedia Flash


dapat membuat siswa lebih senang dalam
mengikuti
proses
pembelajaran

Danim, Sudarman. 2008. Media komunikasi


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo,
Herman.1998.
Pengembangan
Kurikulum
Matematika
dan
Pelaksanaannya di depan Kelas.
Surabaya: Usaha Nasional,

Sukardi. 2004 Metodologi Penelitian


Pendidikan;
Kompetensi
dan
Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung:


Tarsito.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009.Metode


penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA-UPI

MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA DENGAN PENGGUNAAN


MICROSOFT MATHEMATICS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
PADA MATA KULIAH KALKULUS
Agusriyanti Puspitorini
Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Sumenep
email: riyanti_puspito@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa pada mata kuliah kalkulus
dengan Microsoft Mathematics dan juga untuk mengetahui efektivitas penggunaan Microsoft
Mathematics terhadap mata kuliah kalkulus. Rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini pre-eksperimen dengan jenis One Group Pretest-Posttest Design. Sampel dalam
penelitian ini menggunakan sampel populasi dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya sedikit
yaitu 20 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah memberikan soal tes dan
melakukan wawancara. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah rata-rata nilai postest dari
20 mahasiswa adalah 79,65 dan berada pada kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan N-gain
sebesar 0,46 dimana mahasiswa terdapat peningkatan pemahaman pada mata kuliah kalkulus,
sehingga penggunaan Microsoft Mathematics dalam mata kuliah kalkulus dikatakan efektif
Kata Kunci: Peningkatan, Pemahaman, Microsoft Mathematics

nilai dibawah A, 4 % mendapatkan nilai A.


Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan
mengapa nilai mata kuliah kalkulus
dikategorikan cukup rendah. Dari hasil
wawancara pada beberapa mahasiswa prodi
pendidikan matematika, mengatakan bahwa
kalkulus merupakan mata kuliah yang sulit
dimengerti. Padahal mata kuliah kalkulus
merupakan mata kuliah yang terdiri dari
kalkulus I, kalkulus II dan kalkulus lanjut
dan sebagai dasar juga untuk mempelajari
mata kuliah persamaan differensial.
Berdasarkan
pengamatan
dalam
perkuliahan kalkulus yang dilakukan di
program studi pendidikan matematika STKIP
PGRI Sumenep, di mana proses perkuliahan
Kalkulus 1 hanya terpaku pada buku teks
atau modul dari beberapa referensi. Selama
ini mahasiswa hanya menunggu penjelasan
dari Dosen dan belum termotivasi untuk
belajar mandiri dan mencari tahu jawaban
dari soal yang diberikan. Terkadang juga
mahasiswa ragu apakah hasil dari
jawabannya merupakan jawaban yang benar
atau tidak. Heinich (dalam Susilana, 2009: 6)
menyatakan bahwa media merupakan alat
saluran komunikasi. Media berasal dari
bahasa latin dan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah merupakan
perantara .yaitu perantara sumber pesan
dengan penerima pesan. Selain itu AECT
atau Association of Educatian and
Communication Technology (dalam Susilana

PENDAHULUAN
Banyak media pembelajaran yang
dirancang untuk pembelajaran pada tingkat
sekolah, akan tetapi pada perguruan tinggi
media pembelajaran terkadang dianggap
tidak dibutuhkan. Padahal di perguruan
tinggi juga merupakan lembaga pendidikan
yang didalamnya juga terdapat
proses
pembelajaran yang disebut perkuliahan.
Dalam proses perkuliahan, Dosen berperan
menyampaikan dan menjelaskan materi.
Dalam suatu kelas kita ketahui bahwasanya
kemampuan pemahaman setiap mahasiswa
berbeda-beda. Hal ini juga merupakan
persoalan yang harus dicari solusinya oleh
Dosen. Untuk mengetahui pemahaman
mahasiswa dapat dilihat dari penilaian.
Namun penilaian dalam pembelajaran
matematika tidak cukup hanya penilaian
yang berupa hasil akhir, namun penilaian
dalam keterampilan serta pemahaman pada
saat mahasiswa memecahkan masalah
matematika.
Pada program studi Pendidikan
Matematika STKIP PGRI Sumenep, terdapat
salah satu mata kuliah yang didalamnya
memerlukan kemampuan berfikir tingkat
tinggi yakni mata kuliah Kalkulus. Menurut
hasil dokumentasi dari nilai KHS mahasiswa
prodi pendidikan matematika STKIP PGRI
Sumenep pada angkatan 2013, khususnya
pada nilai mata kuliah kalkulus, 96% dari
jumlah mahasiswa yang ada mendapatkan
8

Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 9

2009: 6) membatasi istilah media sebagai


segala bentuk dan saluran yang digunakan
untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Jika dikaitkan dengan pembelajaran tentunya
media merupakan alat bantu yang dijadikan
sebagai penyalur pesan guna mencapai
tujuan pembelajaran.
Susilana (2009: 9) menjelaskan tujuan
media mempunyai untuk memperjelas pesan
yang ingin disampaikan agar tidak terlalu
verbalitas, mengatasi keterbatasan ruang,
menimbulkan gairah belajar, merangsang
anak untuk belajar mandiri serta memberi
memberi rangsangan yang sama sehingga
menimbulkan
persepsi
yang
sama.
Penggunaan komputer sebagai media
pembelajaran, selain menarik peserta didik
untuk belajar yang dalam hal ini adalah
mahasiswa, pemanfaatan teknologi komputer
akan membuat pembelajaran lebih aktif dan
mahasiswa dapat terlibat langsung dalam
proses pembelajaran baik secara individu
maupun secara kelompok (Gora, 2010: 26).
Microsoft Mathematics merupakan
salah satu perangkat lunak bantu yang dapat
digunakan dalam pembelajaran kalkulus.
Menurut Hernawati (2009) beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh dengan
perangkat lunak ini adalah :
a. Perhitungan
dalam
penyelesaian
permasalahan menjadi lebih cepat.
b. Keakuratan hasil yang diperoleh dari
perhitungan.
c. Dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi
bahwa hasil perhitungan yang dilakukan
telah benar
d. Dapat memvisualisasikan grafik dengan
mudah dan skala yang tepat
Microsoft Mathematics sebagai media
pembelajaran pada mata kuliah kalkulus
diharapkan dapat membantu mahasiswa
dalam memahami mata kuliah kalkulus,
dimana
Pemahaman (comprehension)
merupakan kemampuan yang paling rendah
tingkatannya dalam aspek kognisi yang
berhubungan dengan penguasaan atau
mengerti tentang sesuatu. Menurut Purwanto
(1994:44) pemahaman adalah
tingkat
kemampuan yang mengharapkan siswa
mampu memahami arti atau konsep, situasi
serta fakta yang diketahuinya. Untuk
mengetahui pengetahuan dan pemahaman
peserta didik terhadap konsep matematika
menurut NCTM (1989:223) dapat dilihat

dari kemampuan siswa dalam:


(1)
Mendefinisikan konsep secara verbal dan
tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat
contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan
model, diagram dan simbol-simbol untuk
merepresentasikan
suatu konsep;
(4)
Mengubah suatu bentuk representasi ke
bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai
makna dan
interpretasi
konsep;
(6)
Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan
mengenal syarat yang menentukan suatu
konsep;
(7)
Membandingkan dan
membedakan konsep-konsep.
Berdasarkan penjelasan di atas
efektivitas pembelajaran adalah proses
pembelajaran yang mencapai hasil belajar
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Dalam penelitian ini akan
digunakan dua indikator untuk mengukur
efektivitas yaitu proses dan hasil.
METODE PENELITIAN
Pendekatan
penelitian
ini
menggunakan pendekatan deskriptif dan
pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini preeksperimen dengan jenis One Group PretestPosttest Design. Perbedaan hasil belajar
antara sebelum diberi perlakuan dengan
setelah diberi perlakuan digunakan untuk
mengetahui
efektivitas
penggunaan
Microsoft Mathematics
dan peningkatan
pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
kalkulus.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh mahasiswa prodi pendidikan
matematika angkatan 2014 sebanyak 20
orang. Sedangkan sampel dalam penelitian
ini
menggunakan
sampel
populasi
dikarenakan jumlah populasi yang ada hanya
sedikit.
Metode yang digunakan untuk proses
perolehan data dalam penelitian ini adalah
dengan tes dan wawancara. Setelah data
diperoleh dari tes dan wawancara,
selanjutnya peneliti melakaukan analisis
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pretest
Setelah mata kuliah kalkulus
diberikan selama 3 pertemuan, peneliti
memberikan soal pretest tentang materi
turunan dan integral. Soal pretest diberikan
untuk mengetahui pemahaman mahasiswa

10 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12

pada mata kuliah kalkulus yakni materi


turunan sebelum menggunakan media
Microsoft Mathematics.
Dari hasil pretest mahasiswa atau
45% mahasiswa memperoleh nilai C yakni
rentang nilai antara 55 nilai < 61
mahasiswa atau 30 %
mahasiswa
memperoleh nilai C+ yaitu 61 nilai < 65, 4
mahasiswa atau 20% mendapat nilai B- yakni
65 nilai < 71, 5% mendapat nilai B yakni
rentang nilai 65 nilai < 71, sementara tidak
ada mahasiswa ynag mendapatkan nilai lebih
tinggi dari B. Syarat mahasiswa agar
dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata
kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila
mahasiswa memperolah nilai minimal C+.
Dalam hal ini peneliti menggunakan rentang
pengelompokan penilaiaan seperti pada table
1.
Tabel 1. Tabel penilaian
Nilai
Kategori
E, D, C
Rendah
C+, B-, B
Cukup
B+, A-, A
Tinggi
Dari
kriteria
di
atas
dapat
diklasisfikasikan bahwa 9 mahasiswa atau
45% nilainya berada pada kategori rendah,
11 mahasiswa atau 55% nilainya berada
pada kategori cukup dan tidak ada
mahasiswa yang tergolong pada kategori
tinggi sehingga apabila dirata-rata berada
pada kategori cukup. Sedangkan apabila
dianalisis berdasarkan perolehan nilai pada
setiap soal maka dapat diperoleh rata-rata
skor hasil pretest 64,6.
Dari hasil pretest di atas, dapat diketahui
dari prosentase ketercapaian dari masingmasing indikator belum mencapai prosentase
mnimal yang diharapkan, yaitu 75%. Pada
indikator soal no 1 dimana mahasiswa yang
dapat menentukan nilai dari turunan pertama
fungsi aljabar prosentase ketercapaianannya
hanya 73%, sedangkan pada indikator soal
no 2 dimana mahasiswa yang dapat
menentukan turunan kedua dari fungsi
aljabar ketercapaianannya hanya 73,7%.
Pada indikator ke 3 mencapai.71,5% dimana
pada soal ini mahasiswa diharapkan dapat
menentukan turunan yang berbentuk
polinomial. Pada indikator soal no 4
mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan
turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada
pada indikator ini prosentase mencapai 56%

dan indikator ke-5 mencapai 48,2% dimana


mahasiswa mampu menyelesaikan turunan
fungsi trigonometri. Jika dirata-rata tingkat
keberhasilan
mahasiswa
dalam
menyelesaikan soal dengan materi turunan
yang merupakan materi kalkulus hanya
berkisar 64,6 %. hal ini perlu adanya upaya
perbaikan pembelajaran agar pemahaman
terhadap konsep yang ada dalam mata kuliah
kalkulus benar-benar dipahami. Terlebih lagi
materi dasar kalkulus seperti turunan akan
menjadi syarat untuk bisa menghitung
integral. Selain itu kalkulus 1 menjadi dasar
mahasiswa untuk bisa memahami mata
kuliah lanjutan yakni kalkulus II
2. Hasil Wawancara pada soal pretest
Adapun hasil dari simpulan dari
wawancara terkait soal pretest yang
diberikan pada table 2. Dari hasil deskripsi
wawancara pada table 2 yang mengacu pada
indikator pemahaman konsep, maka dapat
jelas diketahui bahwasanya
mahasiswa
masih belum mencapai pemahaman dari apa
yang dikerjakan dengan yang diketahuinya
3. Hasil Postest
Setelah pretest diberikan selanjutnya
peneliti menggunakan media Microsoft
Mathematics dalam proses pembelajaran
selama 4 pertemuan. Soal postest ini
diberikan dengan jumlah soal sebanyak 5
butir dengan hasil
tidak
ada
yang
mendapatkan nilai di bawah B- atau di
bawah 65. 2 mahasiswa atau 10% mendapat
nilai B- yakni 65 Nilai < 71,25%
mendapat nilai B yakni rentang nilai 71
nilai < 77, sementara 8 mahasiswa atau 40.%
mendapatkan nilai B+ yakni 77Nilai<84,
dan 3 mahasiswa atau 15.% mendapatkan
nilai A- dengan rentang 84nilai<71, serta 2
mahasiswa atau 10% memperoleh A dengan
rentang nilai 91. Seperti yang dikemukaan
pada hasil pretest, syarat mahasiswa agar
dinyatakan lulus atau tuntas pada satu mata
kuliah di STKIP PGRI Sumenep apabila
mahasiswa memperolah nilai minmal C+.
Kategori yang digunakan pada table 1. Dari
kriteria pada table 1 dapat diklasifikasikan
bahwa 7 mahasiswa atau 35.% nilainya
berada pada kategori cukup dan 13
mahasiswa atau. 65% nilainya berada pada
kategori tinggi. Jadi apabila dirata-rata
keberhasilan
mahasiswa
dalam
menyelesaikan
soal
posttest
dapat
dikategorikan berada pada kategori tinggi.

Puspitorini, Peningkatan Pemahaman Mahasiswa | 11

Dari hasil postest di atas, dapat


diketahui dari prosentase ketercapaian dari
masing-masing indikator soal telah mencapai
prosentase mnimal yang diharapkan, yaitu
75%. Pada indikator soal no 1 dimana
mahasiswa dapat menentukan nilai dari
turunan pertama fungsi aljabar mencapai
86%, sedangkan pada indikator soal no 2
dimana mahasiswa dapat menentukan
turunan kedua dari fungsi aljabar mencapai
89,7%. Pada indikator ke 3 mencapai. 77,5%
dimana pada soal ini mahasiswa diharapkan
dapat menentukan turunan yang berbentuk

polinomial Pada
indikator soal
no 4
mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan
turunan fungsi aljabar y = (ax + b)n dan pada
pada indikator ini prosentase mencapai 75%
dan indikator ke-5 mencapai 76% dimana
mahasiswa mampu menyelesaikan turunan
fungsi trigonometri. jika dirata-rata tingkat
keberhasilan
mahasiswa
dalam
menyelesaikan soal postest pada materi
turunan yang merupakan materi kalkulus
adalah 80,9%. hal ini mahasiswa sudah
mencapai tingkat keberhasilan melebihi dari
75%

Table 2. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman


No
1

Indikator
Mampu menerangkan secara
verbal mengenai apa yang telah
dicapainya
Mampu menyajikan situasi
matematika ke dalam berbagai
cara serta mengetahui perbedaan
Mampu mengklasifikasikan
objek-objek berdasarkan dipenuhi
atau tidaknya persyaratan yang
membentuk konsep tersebut
Mampu menerapkan hubungan
antara konsep dan prosedur

Mampu menberikan contoh dan


kontra dari konsep yang dipelajari

Mampu menerapkan konsep


secara algoritma
Mampu mengembangkan konsep
yang telah dipelajari.

Deskripsi
Pada saat dilakukan wawancara, 80 % mahasiswa belum mampu menerangkan hasil
pekerjaannnya sesuai dengan metode dalam mencari turunan fungsi aljabar
Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda namun masih satu jenis dengan soal
sebelumnya, mahasiswa masih kebingungan dalam menjawab dan menjelaskan
tahapan-tahapan yang harus diselesaikan. Dalam hal ini juga mahasiswa belum mampu
mengetahui perbedaan antara kasus yang ada dengan kasus lainnya.
Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu
mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga antara yang
dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai
Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, Mahasiswa pada
umumnya belum menggunakan prosedur atau tahapan yang harus dilalui dan belum
mampu menghubungkan antara konsep dan prosedur
Hanya sedikit mahasiswa yang mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari
soal yang diberikan, tetapi mahasiswa belum mampu memberikan kontra dari konsep
turunan.
Mahasiswa dalam melakukan perhitungan masih menggunakan pengetahuan seadanya
tanpa menerapkan konsep secara benar
Mahasiswa belum mampu mengembangkan konsep seperti yang telah dipelajari
sebelumnya

Table 3. Deskripsi wawancara berdasarkan indikator pemahaman


No
1

Indikator
Mampu menerangkan secara
verbal mengenai apa yang telah
dicapainya
Mampu menyajikan situasi
matematika ke dalam berbagai
cara serta mengetahui perbedaan
Mampu mengklasifikasikan
objek-objek berdasarkan dipenuhi
atau tidaknya persyaratan yang
membentuk konsep tersebut
Mampu menerapkan hubungan
antara konsep dan prosedur

Mampu menberikan contoh dan


kontra dari konsep yang dipelajari

Mampu menerapkan konsep


secara algoritma

Mampu mengembangkan konsep


yang telah dipelajari.

Deskripsi
Mahasiswa telah mampu menerangkan hasil pekerjaannnya sesuai meskipun masih
banyak juga mahasiswa yang belum menggunakan metode yang sesuai dalam mencari
turunan fungsi aljabar
Pada saat mahasiswa diberi soal yang berbeda banyak mahsiswa yang telah mampu
mengerjakan dan mampu menjelaskan perbedaan dengan soal yang sebelumnya
dikerjakan. Dalam hal ini juga mahasiswa telah mampu mengetahui perbedaan antara
kasus yang ada dengan kasus lainnya.
Mahasiswa dalam menjelaskan jawaban dari soal yang dikerjakannya belum mampu
secara utuh mengklasifikasikan situasi yang memerlukan syarat atau tidak, sehingga
antara yang dikerjakan dengan yang diketahuinya tidak sesuai. Dalam hal ini masih
terjadi kebingungan dalam menerangkan secra verbal terhadap apa yang diperolehnya.
Pada saat dilakukan wawancara terkait soal yang dikerjakan, hanya sebagian kecil dari
mahasiswa yang menggunakan prosedur atau menjelaskan tahapan yang harus dilalui
dan hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang mampu menghubungkan antara konsep
dan prosedur
Banyak mahasiswa yang telah mampu menerangkan dan memberikan contoh lain dari
soal yang diberikan, tetapi mahasiswa masih belum mampu memberikan kontra dari
konsep turunan.
Mahasiswa dalam melakukan perhitungan telah menggunakan pengetahuan
sebelumnya dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk
mengerjakan soal yang berhubungan
Sebagian dari Mahasiswa telah mampu mengembangkan konsep seperti yang telah
dipelajari sebelumnya

12 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 8-12

4. Hasil wawancara pada soal postest


Adapun deskripsi dari wawancara
terkait soal posttest yang diberikan seperti
pada tabel 3. Dari hasil deskripsi wawancara
pada table 3 yang mengacu pada indikator
pemahaman konsep, maka dapat jelas
diketahui bahwasanya mahasiswa masih
belum mencapai pemahaman yang maximal
dari apa yang dikerjakan dengan yang
diketahuinya.
5. Hasil skor N-Gain
Setelah nilai pretest dan postest
diperoleh serta telah dilakukan wawancara
pada setiap tahapan, selanjutnya untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan
pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
kalkulus,
dilakukan
perhitumgan
menggunakan N-Gain. Selain itu perhitungan
N-gain juga digunakan untuk mengetahui
keefektifan Microsoft Mathematics dalam
mata kuliah kalkulus.
Dari hasil skor pretest diperoleh rataratanya adalah 62,45 sedangkan skor postest
mempunyai rata-rata 79,65. Dari hasil
perhitungan N-gain yang diperoleh yakni
sebesar 0,46 kemudian diinterpretasikan
dengan menggunakan klasifikasi sebagai
berikut :
Tabel 4. Kriteria N-Gain
Prosentase
Kriteria
0,00 < g 0,30
Rendah
0,30 < g 0,70
Sedang
0,70 < g 1,00
Tinggi
Berdasarkan tabel 4 dimana hasil
perhitungan N-gain sebesar 0,46 berada pada
kriteria sedang sehingga dapat dikatakan
bahwa pengggunakan Microsoft Mathematics

pada
mata
kuliah
kalkulus
dapat
meningkatkan
pemahaman
meskipun
peningkatannya
tergolong
sedang.
Sedangkan untuk mengetahui keefektifan
penggunaan Microsoft Mathematics dapat
dilihat dari jumlah mahasiswa yang memiliki
pemahaman terhadap mata kuliah kalkulus
khususnya pada materi turunan, paling
sedikitnya 75% dari jumlah mahasiswa yang
ada.
Berdasarkan data postest dimana
hasil rata-rata nilai postest dari 20 mahasiswa
adalah 79,65 dengan rata-rata nilai abjad
adalah B+ dan dapat dikategorikan dengan
kategori tinggi, serta dari hasil perhitungan
N-gain sebesar 0,46 dimana terdapat
peningkatan pemahaman, maka dapat
peneliti simpulkan bahwasanya penggunaan
Microsoft Mathematics dalam mata kuliah
kalkulus dikatakan efektif.
PENUTUP
Dari hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Hasil perhitungan N-gain yang digunakan
untuk melihat seberapa besar peningkatan
pemahaman mahasiswa diperoleh hasil
sebasar 0,46 dimana hasil menunjukkan
tingkat pemahaman dengan kriteria
sedang.
b. Dari hasil perhitungan N-gain yang
menunjukkan
adanya
peningkatan
pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
kalkulus sehingga dapat disimpulkan
bahwasanya
penggunaan
Microsoft
Mathematics dalam mata kuliah kalkulus

DAFTAR PUSTAKA

NCTM.

Gora,

Winastwan. 2010. PAKEMATIK:


Strategi
Pembelajaran
Inovatif
Berbasis TIK. Penerbit: PT. Elex
Media Komputindo.

Hernawati, Kuswari. 2009. Seminar Nasional


Aljabar,
Pengajaran
dan
Terapannya.
FMIPA
UNY
Yogyakarta pada tanggal 31 Januari
2009

dikatakan efektif

(1989). Curriculum
and
Evaluation Standards for School
Mathematics. Reston, VA : NCTM

Purwanto, M. Ngalim. 1994. Prinsip-Prinsip


dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Rosdakarya.
Susilana, Rudi & Cepi Riyana. 2009. Media
pembelajaran,
hakekat,
pengembangan, pemanfaatan, dan
penilaian. Penerbit. CV Wacana
Prima. Bandung.

PEMBELAJARAN LOGIKA MATEMATIKA DENGAN MEDIA LAMPU


Chairul Fajar Tafrilyanto
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura
Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan
Email : fajar.unira@gmail.com

diajarkan. Dengan memilih suatu media yang


tepat, guru dapat mengaktifkan siswa dan
mengontrol kegiatan belajar mengajar agar
berjalan dengan baik. Dengan menggunakan
media, siswa dapat terlibat aktif dalam
kegiatan belajar dan materi akan tersimpan
lebih lama dalam memori otak siswa.
Pembelajaran berupa alat peraga
dapat memotivasi siswa untuk belajar dan
pemahaman siswa pada materi logika
matematika. Disisi lain alat peraga ini adalah
Sebagai jembatan ilmu antara guru dengan
siswa, serta sebagai contoh aplikasi ilmu
matematika khususnya pada materi logika
matematika dengan ilmu fisika yakni aliran
lisrik. Dimana biasanya alat peraga semacam
ini yang membuat adalah orang yang bukan
dari matematika. Maka penulis ingin
memperlihatkan bahwa orang matematika
bisa membuat alat peraga yang berfungsi
untuk membantu menanamkan konsep
mengenai
konjungsi, disjungsi, implikasi
dan biimplikasi yang merupakan sub materi
logika matematika. Berikut akan dipaparkan
tentang media pembelajaran lampu logika.
A. Bahan dan Alat
Bahan
rangkaian/isi
kotak
adalah 44 buah lampu LED 3V
sebanyak (15 buah warna biru (huruf
A), 18 buah warna merah (huruf B), 11
buah warna hijau (huruf C)), 1 buah
trafo 2A tanpa CT, 1 buah elco 2200
16 25 V, 6 buah silicon Diode 2A (4
buah untuk merubah tegangan dari AC
ke DC pada trafo, 2 buah untuk pengatur
arus), 3 buah resistor 1K, 6 buah saklar
6 kaki sebagai pengatur arus, 1 buah
saklar 3 kaki untuk power AC. 220V,
colokan listrik, penyambung kabel arus,
kabel serabut berwarna ukuran 0,1 mm
secukupnya, timah, dan kabel besar
secukupnya. Gambar beberapa bahan
rangkaian ditunjukkan seperti di bawah
ini

PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu
ilmu yang berkembang seiring kemajuan
teknologi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi ini telah banyak memberikan
konstribusi bagi kemajuan di berbagai bidang
kehidupan.
Salah
satu
dampak
perkembangan teknologi yang jelas adalah
kemajuan di bidang pendidikan. Di
Indonesia,
teknologi
pendidikan
dimanfaatkan untuk pengembangan media
pembelajaran, misalnya pada pembelajaran
matematika dengan menggunakan rangkaian
listrik. Oleh karena itu, pendidik perlu
berupaya menggunakan berbagai cara yang
bervariasi, serta menyiapkan bahan ajar yang
sesuai dengan menggunakan media yang
tepat sehingga dapat memotivasi siswa agar
senang belajar matematika. Penggunaan
media yang tepat merupakan sarana untuk
mengefektifkan proses penyampaian materi
pelajaran kepada siswa.
Pada siswa SMA terdapat pelajaran
tentang logika yaitu pada mata pelajaran
matematika di kelas X, yang sering dikenal
materi Logika Matematika. Pada materi ini
siswa
diajarkan
bagaimana
menarik
kesimpulan (konklusi) dari suatu pernyataan.
Karena pentingnya materi ini, guru
mempunyai tanggung jawab menyampaikan
dengan jelas pada siswa. Sehingga siswa
mampu memahami dan dapat diaplikasikan
pada kehidupan sehari-hari. Menurut salah
satu guru matematika yang pernah
mengajarkan materi ini, mengatakan bahwa
siswa mudah bosan pada saat guru
menerangkan pelajaran dan siswa kurang
begitu paham tentang manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. namun guru tersebut
juga mengatakan bahwasannya sebagian
besar guru, tidak mampu membuat sendiri
media atau alat peraga dalam pembelajaran
dimana tujuan pembuatan media atau alat
peraga adalah sebagai jembatan ilmu atau
penanaman konsep terhadap apa yang
.

13

14 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17

Bahan pembuatan kotak adalah


papan jati ukuran (panjang 110 cm,
lebar 14,5 cm dan tebal 0,5 cm), 1 ons
paku sirap ukuran 15 20 mm, lem
kayu fox secukupnya, 1 lembar ampelas
no.0 (nol), 0,25 liter pelituran,, plat
eyser tebal 0,05 mm, dan cat warna
hitam mati (Black Flat). Sedangkan alat
yang digunakan adalah gergaji kayu,
pasah kayu, bor listrik, gergaji besi,
penggaris, pemanas timah (sodier), Palu
dan Penggaris siku
B.

Konsep Matematika
Konjungsi
merupakan
pernyataan majemuk dengan kata
penghubung dan. Dua pernyataan p dan
q yang dinyatakan dalam bentuk p q
disebut konjungsi dan dibaca p dan q.
Nilai kebenaran konjungsi disajikan
dalam tabel di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
S
Disjungsi jika pernyataan p dan
q dihubungkan dengan kata hubung atau
maka pernyataan p dan q disebut
disjungsi yang dinotasikan sebagai p
dan q (baca p atau q). Nilai kebenaran
disjungsi disajikan dalam tabel di bawah
ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
B
S
B
B
S
S
S
Implikasi (Kondisional) Dua
pernyataan p dan q yang dinyatakan
dalam bentuk kalimat jika p maka q
disebut
implikasi/kondisional/pernyataan
bersyarat dan dilambangkan sebagai p
q. sedangkan pernyataan p q

disebut
pernyataan
implikatif/kondisional. Nilai kebenaran
implikasi
disajikan
dalam
tabel
kebenaran di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B
Biimplikasi (Bikondisional) Dua
pernyataan p dan q jika dinyatakan
dengan lambang p q disebut
biimplikasi
(Bikondisional
atau
pernyataan bersyarat ganda). Notasi
pernyataan p q dibaca p jika dan
hanya jika q, yang mengandung makna
bahwa p q benar dan q p benar.
Dengan kata lain, p q merupakan
singkatan dua implikasi p q dan q
p. Nilai kebenaran biimplikasi disajikan
dalam tabel kebenaran di bawah ini.
p
q
pq
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
B
C. Cara Membuat
1. Buatlah konsep rangkaian sesuai
apa yang diinginkan, disini kita
akan membuat konsep rangkaian;
konjungsi, disjungsi, implikasi, dan
biimplikasi. (Terlampir).
2. Setelah konsep rangkaian selesai,
sediakan
bahan-bahan
yang
diperlukan
dalam
membuat
percobaan.
3. Potonglah papan
jati dengan
ukuran :
a. 21 x 14,5 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.
b. 22 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.
c. 14,5 x 10 x 0,5 cm sebanyak 2
lembar.

Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 15

4.

5.

6.

7.

8.

Setelah itu diberi lem pada sisi


sisi lembaran papan jati tersebut.
Yang ukurannya 21 x 14,5 x 0,5 cm
(gambar 1).
Tempelkan lembar papan jati yang
ukurannya 22 x 10 x 0,5 cm dan
dipaku (gambar 2).
Setelah papan jati telah dilem dan
dipaku, biarkan selama 6 jam agar
lemnya kering.
Kotak yang sudah jadi tertutup
rapat di segala sisi, kemudian
dibelah untuk medapatkan tutup
kotak.
Menbelah
kotak
dengan
menggunakan gergaji kayu, dengan
ukuran :
Untuk tutupnya setebal 3 cm.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Untuk kotak setebal 6,7 cm


(gambar 3).
Setelah dibelah maka kotak telah
jadi beserta tutupnya dan dapat
digunakan (gambar 4).
Masukkan juga keenam saklar pada
lubang yang disediakan untuk
saklar.
Sambungkan kabel sesuai dengan
rangkaian-rangkaian yang telah
dibuat
sehingga
dapat
menghidupkan lampu.
Pasanglah lampu kedalam vetting
sesuai
dengan
warna
yang
diinginkan.
Tutuplah bagian bawah dengan
triplek yang disediakan sebagai
pelindung dari sambungan kabel.
Alat peraga siap digunakan

15. .

D. Petunjuk Kerja
Penggunaan saklar
pada
rangkaian gabungan antara konjungsi
dan implikasi arah saklar keatas untuk
menggunakan percobaan konjungsi dan
arah
saklar
kebawah
untuk
menggunakan percobaan implikasi.
Penggunaan saklar
pada rangakaian
gabungan
antara
disjungsi
dan
biimplikasi arah saklar keatas untuk
menggunakan percobaan disjungsi dan
arah
saklar
kebawah
untuk
menggunakan percobaan biimplikasi.
Sebelumnya perlu dicek terlebih dahulu
peralatan yang akan digunakan yaitu:
1. Saklar A keatas/lampu A menyala
dianggap benar dan bila

E.

kebawah/lampu A mati dianggap


salah. Begitu juga saklar B.
2. Pada saklar
dan
a. Bila keatas maka lampu A
menyala.
b. Bila kebawah maka lampu A
mati.
3. Pada saklar
dan
a. Bila keatas maka lampu B
menyala.
b. Bila kebawah maka lampu B
mati.
Keterangan Penggunaan
1. Konjungsi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :

16 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 13-17

a.

2.

Apabila A benar (lampu A


menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala. Ini berarti konjugsi
bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala) maka lampu
C
tidak
menyala.
Ini
menunjukkan
bahwa
konjungsi bernilai SALAH.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka
lampu C tidak menyala. Ini
menunjukkan
konjungsi
bernilai SALAH.
d. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B salah
(lampu B
tidak menyala)
maka lampu C tidak menyala.
Ini
menunjukkan
bahwa
konjungsi bernilai SALAH.
Dari percobaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa konjungsi dua
pernyataan akan bernilai BENAR
jika antisiden bernilai BENAR dan
konsekuennya bernilai BENAR.
Disjungsi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :
a. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala. Ini berarti disjungsi
bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala) maka lampu
C menyala. Ini menunjukkan
bahwa
disjungsi
bernilai
BENAR.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka
lampu
C
menyala.
Ini
menunjukkan
disjungsi
bernilai BENAR.
d. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B salah
(lampu B tidak menyala) maka
lampu C tidak menyala. Ini
menunjukkan bahwa disjungsi
bernilai SALAH.

Dari percobaan tersebut dapat


disimpulkan bahwa disjungsi dua
pernyataan akan bernilai SALAH
jika antisiden bernilai SALAH dan
konsekuennya bernilai SALAH.
3.

4.

Implikasi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :
a. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala. Ini berarti implikasi
bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala i) maka
lampu C tidak menyala. Ini
menunjukkan bahwa implikasi
bernilai SALAH.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka
lampu
C
menyala.
Ini
menunjukkan
implikasi
bernilai BENAR.
d. Apabila A salah (lampu A
mati) dan B salah (lampu B
tidak menyala) maka lampu C
menyala. Ini menunjukkan
bahwa
implikasi
bernilai
BENAR.
Dari percobaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa implikasi dua
pernyataan akan bernilai SALAH
jika antisiden bernilai BENAR dan
konsekuennya bernilai SALAH.
Biimplikasi
Dengan memainkan saklar-saklar
yaitu untuk menunjukkan bahwa :
a. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B benar (lampu
B menyala) maka lampu C
menyala.
Ini
berarti
biimplikasi bernilai BENAR.
b. Apabila A benar (lampu A
menyala) dan B salah (lampu
B tidak menyala) maka lampu
C
tidak
menyala.
Ini
menunjukkan
bahwa
biimplikasi bernilai SALAH.
c. Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B benar
(lampu B menyala), maka

Tafrilyanto, Pembelajaran Logika Matematika | 17

d.

lampu C tidak menyala. Ini


menunjukkan
biimplikasi
bernilai SALAH.
Apabila A salah (lampu A
tidak menyala) dan B salah
(lampu B tidak menyala) maka
lampu
C
menyala.
Ini
menunjukkan
bahwa
biimplikasi bernilai BENAR.

Dari percobaan tersebut dapat


disimpulkan bahwa biimplikasi dua
pernyataan akan bernilai BENAR
jika antisiden dan konsekuen
kedua-duanya bernilai BENAR
atau kedua-duanya bernilai SALAH

DAFTAR PUSTAKA
Ashar,
Rayandra.
Mengembangkan
Pembelajaran.
Persada.

2011.
Jakarta:

Kreatif
Media
Gaung

Fitrianawati, Meita. 2012. Pengembangan


Media Pembelajaran Logika Berbasis
Multimedia Interaktif Untuk Siswa
SMA kelas X Sebagai Sumber Belajar

Mandiri. Skripsi. Yogyakarta


Universitas Negeri Yogyakarta.

Maulana, Rozaq. 2011. Pengembangan


Media Berupa Alat Peraga Aliran
Listrik Pada Pokok Bahasan Logika
Matematika Di kelas X SMA ADMA
WIDYA SURABAYA. Undergraduate
Thesis. Surabaya : UIN Sunan Ampel
Surabaya.

ANALISIS KESALAHAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN SOAL CERITA


SEGIEMPAT
Hasan Basri
Sundari
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Madura
Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan
Email: hasanbasri99915@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Pamekasan. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah
siswa kelas VIIB sebanyak 3orang yang dipilih sesuai kriteria pada penelitian ini. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1
Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat beserta faktor yang menjadi penyebab siswa
melakukan kesalahan tersebut. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
tes dan wawancara sebanyak dua kali. Hasil penelitian letak kesalahan yang dilakukan siswa
SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan
memahami soal; (2) Kesalahan menyelesaikan soal, meliputi; (3) Kesalahan dalam menuliskan
kesimpulan Jenis kesalahan yang dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan soal
cerita segiempat sebagai berikut: (1) Kesalahan fakta; (2) Kesalahan konsep; (3) Kesalahan
prinsip; (4) Kesalahan operasi ; (5) Kesalahan lainnya meliputi: kurang tepat menyebutkan semua
informasi yang diketahui, tidak lengkap menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dan
tidak menuliskan kesimpulan. Faktor penyebab siswa melakukan kesalahan yang ditemukan dalam
penelitian ini meliputi: kurangnya memahami soal dengan baik, kurang memahami tentang konsep
yang terkait dengan soal, kurangnya kemampuan kognitif dalam mengoperasikan prinsip yang
sesuai, kurangnya memahami urutan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal,
kurang memahami tentang satuan keliling, kurang paham tentang mengkonversi satuan, kurang
cermat dalam melakukan operasi perkalian, pembagian dan penjumlahan, lupa, dan terburu buru.
Kata Kunci : analisis kesalahan, soal cerita

soal matematika sehingga siswa seringkali


melakukan kesalahan dalam menyelesaikan
soal - soal yang diberikan, belum lagi banyak
para siswa yang tidak cocok dengan metode
pengajaran matematika yang diberikan oleh
gurunya. Oleh karenanya, tidak berlebihan
jika sampai saat ini siswa mengatakan bahwa
matematika sulit untuk di pelajari, apalagi
jika berhubungan dengan soal cerita yang
sangat membutuhkan kreatifitas dari siswa
untuk memecahkan soal tersebut.
Menurut Sartin (2005: 25) soal cerita
dalam matematika adalah soal yang
diungkapkan melalui rangkaian kata- kata
yang bermakna, mengandung masalah yang
menuntut pemecahan. Sedangkan menurut
Nisa (dalam Arafiq, 2014: 5) soal cerita
dalam
matematika
merupakan
suatu
pertanyaan yang disajikan dalam cerita
bermakna (bentuk variable/ rangkaian
kalimat) yang dapat dipahami dan dijawab
secara matematis berdasarkan pengalaman
belajar sebelumnya, serta berkaitan dengan

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana utama
dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Namun, seperti yang telah kita
ketahui bahwa salah satu masalah yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
adalah
masalah
lemahnya
proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran,
siswa
kurang
didorong
untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikir.
Proses pembelajaran di dalam kelas
diarahkan kepada kemampuan siswa untuk
menghafal informasi, otak siswa dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya
dengan
kehidupan
sehari-hari. Akibatnya, Ketika siswa lulus
dari sekolah, mereka pintar secara teoritis,
tetapi mereka miskin aplikasi (Sanjaya,
2008:1).
Kenyataan yang ada bahwa banyak
siswa yang mengeluh dikarenakan sering
mengalami kesulitan dalam memahami soal 18

Basri, Analisis Kesalahan Siswa SMP | 19

keadaan yang dialami siswa dalam


kehidupan sehari hari.
Hasil
penelitian
di
Indonesia
menunjukkan bahwa penguasaan siswa
dalam matematika pada semua jenjang
pendidikan hanya sekitar 34%. Salah satu
kemampuan yang dianggap rendah adalah
kemampuan dalam menerjemahkan soal
cerita ke dalam model matematika (Herawati,
2004). Berdasarkan hasil survei dari
Programme for International Student
Assessment (PISA) bahwa kemampuan
matematika anak-anak Indonesia dalam usia
kisaran 15 tahun di dunia internasional
berada pada peringkat yang belum
memuaskan. Hasil PISA tahun 2009, ternyata
hanya
siswa Indonesia yang mampu
mengembangkan
dan
mengerjakan
pemodelan matematika yang menuntut
keterampilan berpikir dan penalaran (Wijaya
dalam Duskri, dkk ,2014: 45).
Hasil Monitoring dan Evaluasi (ME)
PPPPTK (P4TK) Matematika 2007 dan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Guru
(PPPG) Matematika menunjukkan bahwa
lebih dari 50% guru menyatakan bahwa
sebagian besar siswa mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal cerita (Setiyawati,
2011: 2).
Berdasarkan pengalaman peneliti
ketika memberikan les private, bagi siswa
soal cerita merupakan bentuk soal yang
dirasakan sulit untuk diselesaikan atau
dipecahkan. Bahkan siswa sering kali
melakukan kesalahan dalam memecahkan,
baik kesalahan dalam memahami soal,
kesalahan dalam membuat model matematika
maupun kesalahan dalam menentukan
jawaban akhir. Hal tersebut sejalan dengan
yang dilakukan oleh peneliti pada waktu
wawancara dengan beberapa siswa SMP
yang mengatakan bahwa pada materi segi
empat, teman-teman sekelasnya banyak
melakukan
kesalahan
dalam
menyelesaikannya yaitu dalam pemecahan
masalah yang berkaitan dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga nilai
yang diperoleh siswa tidak mencapai standar
ketuntasan minimum. Sehingga perlu
dilakukannya identifikasi atas kesalahankesalahan yang dilakukan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan
penelitian yang ingin dicapai adalah untuk
mengetahui letak dan jenis kesalahan yang

dilakukan siswa SMPN 1 Pamekasan dalam


memecahkan soal cerita segiempat beserta
faktor yang menjadi penyebab siswa
melakukan kesalahan tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk
penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu mengungkap,
menganalisis dan memberikan gambaran
tentang fenomena dari subjek penelitian
secara kualitatif. Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa siswi kelas VII SMPN 1
Pamekasan
yang terdiri dari 10 kelas.
Kemudian akan dipilih satu kelas sebagai
kelas penelitian. Selanjutnya siswa diberi tes.
Dari hasil tes yang di ujicobakan kepada
siswa siswi di kelas tersebut, selanjutnya
dipilih 3 orang dari variasi kesalahan untuk
menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian
ini untuk menentukan subjek penelitian,
setiap yang dilakukan siswa dalam
mengerjakan soal cerita pada materi bangun
segiempat diberi skor 1 jika salah dan skor 0
jika tidak melakukan kesalahan. Kriteria
pemilihan subjek penelitian mengacu pada :
1. Banyaknya kesalahan yang dilakukan
siswa dalam menjawab soal tes.
2. Variasi letak kesalahan dan jenis
kesalahan yang dibuat oleh siswa.
3. Keterbukaan
dan
kelancaran
berkomunikasi lisan.
Teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan tes dan
wawancara. Tes yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes tulis berbentuk
uraian. Sebelum tes ini diujicobakan, terlebih
dahulu dilakukan validasi. Fungsi tes ini
adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi
letak dan jenis kesalahan yang dilakukan
oleh siswa. Tes tertulis ini dilakukan pada
saat materi selesai diajarkan di kelas.
Setelah diperoleh data dari hasil tes,
selanjutnya dilakukan wawancara terhadap
siswa sebagai subjek penelitian. Peneliti akan
memilih 3 orang siswa sebagai subjek
penelitian sesuai dengan kriteria pemilihan
subjek penelitian. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk memperoleh data sebanyak
banyaknya tentang kesalahan yang dilakukan
siswa dalam memecahkan soal cerita
segiempat beserta faktor penyebabnya.
Untuk mengecek keabsahan data yang
diperoleh dari hasil tes dan wawancara

20 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 18-22

pertama, maka subjek penelitian akan diberi


tes lagi dengan soal yang sejenis dan
dilakukan wawancara.
PEMBAHASAN DAN HASIL
A. Analisis kesalahan SPT
1. Tahap pemahaman
SPT mengalami kesalahan pada tahap
pemahaman karena tidak lengkap dalam
menuliskan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dalam soal. Sehingga
jenis kesalahannya adalah (1) Konsep
yaitu SPT kurang lengkap dalam
menuliskan apa yang diketahui dalam
soal, karena SPT kurang paham akan
pernyataan panjang kebun dua kali
lebarnya. Faktor penyebabnya adalah
tidak cermat dalam memahami soal; (2)
Fakta yaitu SPT tidak lengkap dalam
menuliskan apa yang ditanyakan dalam
soal. Adapun faktor penyebabnya adalah
kurang teliti membaca soal.
2. Tahap menyelesaikan
SPT pada tahap menyelesaikan
mengalami kesalahan yakni salah dalam
menggunakan cara untuk menyelesaikan
soal tersebut serta kurang paham tentang
tangga satuan berat. Sehingga jenis
kesalahannya adalah kesalahan konsep
yaitu (1) SPT salah dalam menggunakan
cara yang seharusnya dipakai untuk
menyelesaikan soal tersebut. Faktor
penyebabnya adalah kurang memahami
soal dengan baik dan kurangnya
kemampuan
kognitif
dalam
menyelesaikan soal tersebut; (2) SPT
mengangap dari
ke
turun empat,
dan juga sebaliknya. Hal ini berarti
kurang paham tentang satuan berat.
Adapun faktor penyebabnya adalah lupa
dan kurang paham.
3. Tahap kesimpulan
SPT pada tahap menyelesaikan
mengalami kesalahan yakni salah dalam
menggunakan cara untuk menyelesaikan
soal tersebut serta kurang paham tentang
tangga satuan berat. Sehingga jenis
kesalahannya adalah kesalahan konsep
yaitu (1) SPT salah dalam menggunakan
cara yang seharusnya dipakai untuk
menyelesaikan soal tersebut. Faktor
penyebabnya adalah kurang memahami
soal dengan baik dan kurangnya
kemampuan
kognitif
dalam

B.
1.

2.

3.

menyelesaikan soal tersebut; (2) SPT


mengangap dari
ke
turun empat,
dan juga sebaliknya. Hal ini berarti
kurang paham tentang satuan berat.
Adapun faktor penyebabnya adalah lupa
dan kurang paham.
Analisis kesalahan SKD
Tahap Pemahaman
SKD
pada
tahap
pemahaman
mengalami kesalahan yakni tidak
lengkap menyebutkan apa yang diketahui
dari. Sehingga jenis kesalahannya adalah
kesalahan konsep yaitu SKD tidak
lengkap menyebutkan apa yang diketahui
dari soal. Faktor penyebabnya adalah
SKD tidak cermat dalam memahami
soal.
Tahap menyelesaikan
SKD pada tahap menyelesaikan
mengalami kesalahan karena Pada
langkah menyelesaikan soal, SKD
melakukan kesalahan yaitu salah dalam
menyelesaikan
soal,
tahapan
penyelesaiannya kurang jelas dan ada
yang salah dalam menghitung. Sehingga
jenis kesalahannya adalah kesalahan
konsep yaitu (1) SKD sudah benar
menggunakan rumus keliling, tetapi
penggunaannya kurang tepat karena
panjang
dan
lebarnya
langsung
ditentukan sendiri, dan dimasukkan ke
rumus keliling itu sendiri. Adapun faktor
penyebabnya adalah kurang memahami
soal dan kemampuan kognitifnya masih
kurang dalam menyelesaikan soal ini; (2)
untuk mencari banyak singkong itu
seharusnya hasil tiap 1
dikalikan
dengan luas, bukan dengan keliling. Dan
juga tahapan pengerjaannya masih
kurang jelas. Faktor penyebabnya adalah
kurang memahami soal.
Tahap kesimpulan
SKD pada langkah menyimpulkan
SKD melakukan kesalahan yakni tidak
menarik kesimpulan di lembar jawaban
dan kesimpulan yang diutarakan pada
saan wawncara menjadi salah karena
pengerjaannya sudah salah. Sehingga
jenis kesalahan yang dilakukan SKD
adalah (1) Lainnya yaitu SKD tidak
menyimpulkan hasil jawaban akhir di
lembar jawaban. Faktor penyebabnya
adalah lupa; (2) Konsep yaitu
kesimpulan yang diutarakan pada saat

Basri, Analisis Kesalahan Siswa SMP | 21

C.
1.

2.

3.

wawancara menjadi salah karena


pengerjaannya sudah salah. Faktor
penyebabnya adalah kurang paham.
Analisis kesalahan SKT
Tahap pemahaman
SKT
pada
tahap
pemahaman
mengalami kesalahan karena Pada
langkah memahami soal, SKT tidak
lengkap menyebutkan apa yang diketahui
dari soal. Sehingga jenis kesalahan yang
dilakukan SKT adalah kesalahan konsep
karena ada salah satu pernyataan di soal
yang tidak dia sebutkan juga di bagian
diketahui. Faktor penyebabnya adalah
kurang memahami soal.
Tahap menyelesaikan
SKT pada tahap menyelesaikan
mengalami kesalahan karena langkah
yang digunakan SKT salah dalam
menyelesaikan
soal
dan
tahapan
penyelesaiannya masih kurang jelas.
Sehingga,
jenis
kesalahan
yang
dilakukan SKT adalah kesalahan konsep,
yaitu (1) langkah SKT yang dipakai
masih kurang tepat, karena untuk
mencari banyak singkong seharusnya
luas dikalikan hasil tiap 1 , bukan
keliling yang dikalikan dengan hasil tiap
1 . Faktor penyebabnya adalah kurang
memahami soal dan kemampuan
kognitifnya juga masih kurang untuk
menyelesaikan soal ini; (2) Keterangan
panjangnya 2 kali lebarnya seharusnya
digunakan dengan menggunakan rumus
keliling untuk mencari panjang dan
lebarnya. Bukan banyak singkongnya
yang dikalikan dengan 2. Faktor
penyebabnya adalah kurang memahami
soal; (3) Tahapannya seharusnya dipisah
tiap langkah, agar jelas dan diberi
penjelasan di setiap langkahnya.
Tahap kesimpulan
SKT pada langkah menyimpulkan
SKT melakukan kesalahan yakni
kesimpulannya
salah
karena
pekerjaannya sudah salah. Sehingga,
jenis kesalahan SKT adalah kesalahan
lainnya karena kesimpulan SKT salah
karena pekerjaannya sudah salah.
Adapun faktornya adalah kurang paham
untuk menyimpulkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Letak dan jenis kesalahan yang dilakukan
siswa adalah sebagai berikut:
a) Letak kesalahannya
Letak kesalahan yang dilakukan siswa
SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan
soal cerita segiempat sebagai berikut:
1) Kesalahan memahami soal, meliputi:
a. Kurang tepat dalam menentukan
semua yang diketahui di soal.
b. Tidak lengkap dalam menuliskan
apa yang ditanyakan soal.
c. Masih ada beberapa konsep yang
kurang dipahami.
2) Kesalahan
menyelesaikan
soal,
meliputi:
a. Salah dalam menggunakan urutan
langkah-langkah
dalam
menyelesaikan.
b. Salah dalam menggunakan prinsip
terkait dengan soal
c. Salah menyelesaikan perhitungan.
3) Kesalahan
dalam
menuliskan
kesimpulan, meliputi
a. Tidak menuliskan kesimpulan.
b. Salah menuliskan kesimpulan.
c. Tidak menuliskan satuan.
d. Salah menuliskan satuan.
b) Jenis kesalahannya
Jenis kesalahan yang dilakukan siswa
SMPN 1 Pamekasan dalam memecahkan
soal cerita segiempat sebagai berikut:
1) Kesalahan fakta meliputi:
a. Salah menuliskan apa yang
ditanyakan, yang sudah terdapat
dalam soal.
2) Kesalahan konsep meliputi:
a. Tidak
dapat
menyebutkan
pengertian dari persegi dan persegi
panjang secara lengkap dan benar
b. Tidak dapat menyebutkan ciri ciri
persegi dan persegi panjang
c. Tidak paham tentang mengkonversi
satuan.
d. Salah
mengartikan/kurang
memahami
langkah
yang
digunakan.
e. Kurang memahami informasi yang
terdapat dalam soal.
3) Kesalahan prinsip meliputi:

22 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 18-22

a. Salah menyebutkan rumus persegi


panjang
b. Salah menyebutkan bahwa ada
rumus luas untuk mencari banyak
benda.
4) Kesalahan operasi meliputi:
a. Salah dalam melakukan operasi
perkalian
b. Salah dalam melakukan operasi
pembagian
c. Tidak paham tentang penjumlahan
yang mengandung variabel.
5) Kesalahan lainnya meliputi:
a. Kurang tepat menyebutkan semua
informasi yang diketahui.
b. Tidak lengkap menuliskan apa
yang
diketahui
dan
yang
ditanyakan.

c. Tidak menuliskan kesimpulan.


2. Faktor penyebab siswa melakukan
kesalahan yang ditemukan dalam
penelitian
meliputi:
kurangnya
memahami soal dengan baik, kurang
memahami tentang konsep yang terkait
dengan soal, kurangnya kemampuan
kognitif dalam mengoperasikan prinsip
yang sesuai, kurangnya memahami
urutan langkah-langkah yang digunakan
untuk menyelesaikan soal, kurang
memahami tentang satuan keliling,
kurang paham tentang mengkonversi
satuan, kurang cermat dalam melakukan
operasi perkalian, pembagian dan
penjumlahan, lupa, dan terburu buru.

DAFTAR PUSTAKA
Arafiq, Rasyid. 2014. Analisis Kesalahan
Siswa MTs dalam Memecahkan
Soal Cerita Bangun Ruang Sisi
Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya
Belajar. Surabaya: PPS Unesa.
Duskri, dkk. 2014. Pengembangan Tes
Diagnostik
Kesulitan
Belajar
Matematika
di
SD.
Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Volume 18 Nomer 1.
Meilantifa. 2005. Analisis Kesalahan Siswa
Dalam
menyelesaikan
Soal
Matematika
Pokok
Bahasan
Segitiga di Kelas 7 SMP Dapena 1
Surabaya. Surabaya: PPS Unesa.
Miles, Matthew B dan Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press.

Polya, G.1957. How To Solve It. New Jersey:


Princeton University Press.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sartin. 2005. Analisis Keasalahan Siswa
Kelas V SD dalam Menyelesaikan
Soal Cerita yang Memuat Pecahan
Desimal. Surabaya: PPS Unesa.
Setiyawati,
Indra.
2011.
Identifikasi
Kesalahan dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Materi Pelajaran
Segitiga dan Segiempat Siswa
Kelas VII SMPN 5Depok Sleman
Yogyakarta. Skripsi Universitas
Yogyakarta.

IDENTIFIKASI TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI SISWA KELAS VII SMP


NEGERI 1 KUPANG PADA MATERI SEGIEMPAT DITINJAU DARI
TEORI GEOMETRI VAN HIELE
Rafael M. Rusik
Henry A.Z Beeh
Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidian MIPA Universitas Nusa Cendana Kupang
Email : alzeviano11@gmail.com

Abstrak
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika sekolah, karena
banyaknya konsep yang termuat di dalamnya dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya geometri, mengharuskan siswa dari berbagai tingkat pendidikan memahami materi
geometri dengan baik dan benar. Bukti- bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar
geometri masih rendah dan siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi
geometri, khususnya pada masalah segiempat. Salah satu penyebab kesulitannya, sebab
pengajaran materi tidak sesuai dengan tingkat berpikir yang sementara dialami siswa. Perlu ada
suatu media dan proses yang memungkinkan guru mengetahui tingkat berpikir siswa dan
membuat siswa memahami akan tingkat berpikirnya, dengan maksud memaksimalkan
pembelajaran yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
berpikir siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif menggunakan tes dan
wawancara. Soal tes yang digunakan beracuan kepada indikator tingkat berpikir Van Hiele,
sehingga dari data penelitian yang diperoleh, peneliti dapat menentukan kecenderungan tingkat
berpikir siswa. Siswa dikelompokkan berdasarkan nilai rapor matematika semester ganjil tahun
ajaran 2014/2015. Pengelompokkan siswa tersebut dilakukan dengan menggunakaan standar
deviasi dan rataan (mean) nilai. Siswa juga diberi tes tingkat berpikir geometri. Dari masingmasing kelompok diambil 2 siswa sebagai subjek penelitian dan diwawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa kelompok tinggi berada pada tingkat berpikir 1
(analisis), tingkat berpikir siswa kelompok sedang berada pada tingkat berpikir 1 (analisis), dan
tingkat berpikir siswa kelompok rendah berada pada tingkat berpikir 1 (analisis). Hal ini
sesuai dengan pendapat ahli teori geometri van Hiele bahwa siswa sekolah menengah umum
dapat berada pada tahap 0 (visualisasi) hingga tingkat 2 (deduksi informal). Siswa yang berada
pada tingkat berpikir analisis siswa dapat mengidentifikasi dan mengenal konsep dan sifatsifat segiempat.
Kata Kunci : Tingkat berpikir, Teori Van Hiele, Geometri, Segiempat

kesulitan. Herawati (dalam Nuraeni 2010:2829) melaporkan hasil penelitiannya bahwa


masih banyak siswa sekolah dasar yang
belum memahami konsep-konsep dasar
geometri. Hal senada juga disampaikan
Budiarto (dalam Fauzi 2012:3) yang
mengungkapkan penelitiannya bahwa, 1).
22% dari 54 siswa menggunakan yang
akan dibuktikan sebagai yang diketahui.
2). 19,4% dari 4 guru SMP dan SMU
Surabaya
mengalami
kesulitan
menyelesaikan
masalah
buktikan
bahwa.....
Penelitian Budiarto menunjukkan adanya
miskonsepsi siswa dalam memahami
konsep-konsep geometri dan miskonsepsi
mahasiswa mata kuliah geometri yang
tidak dapat menggunakan ilmu geometri
yang diperoleh di SMA maupun geometri

PENDAHULUAN
Geometri merupakan salah satu
bidang kajian matematika yang diajarkan
secara berkesinambungan,
mulai
dari
tingkat sekolah dasar hingga pendidikan
tinggi.
Geometri berbicara secara luas
tentang bentuk, ukuran, posisi relatif benda
dan sifat bidang dan ruang. Agar dapat
memahami aritmatika, aljabar, kalkulus dan
lain-lain lebih baik, maka kemampuan
konsep geometri oleh siswa harus dikuasai
secara mendalam karena disini konsepkonsep geometri berperan sebagai alat.
Pada kenyataannya tidak semua siswa
memahami materi ini dengan mudah,
kalaupun dipahami
tidak
sedikit
penguasaan itu tidak menyeluruh dan
cepat dilupakan karena ketika diberikan lagi
soal yang berbeda siswa tetap mengalami
23

24 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28

dasar untuk menyelesaikan permasalahan


geometri.
Temuan
Soedjadi
(dalam
Nuraeni
2010:29)
antara lain sebagai
berikut : 1) Siswa sukar mengenali dan
memahami
bangun-bangun
geometri
terutama bangun ruan serta unsur-unsurnya,
2) Siswa sulit menyebutkan unsur bangun
ruang, misal siswa menyatakan bahwa
pengertian rusuk bangun ruang sama
dengan sisi bangun datar.
Konsep segiempat merupakan salah
satu materi kajian geometri dalam
matematika sekolah, dimana kebanyakan
siswa masih mengalami kesulitan, bahkan
untuk hal sederhana seperti mensortir serta
menggambar bangun segiempat sesuai
jenisnya.Miskonsepsi sering terjadi dalam
pemahaman konsep segiempat. Clements dan
Battista
(dalam
Nuraeni
2010:9)
mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa
siswa beranggapan setiap bentuk
yang
memiliki empat sisi adalah persegi. Soedjadi
(dalam Fauzi 2012:3) mengungkapkan hal
yang sejalan, dimana masih ditemukan
guru yang memiliki miskonsepsi tentang
kata panjang untuk
memahami persegipanjang. Siswa pun
seringkali sulit dalam menentukan persegi
panjang yang digambarkan dengan ukuran
yang lebih kecil atau posisi yang
dirotasikan
(Rizkianto dalam Disnawati
2013).
Dibutuhkan adanya suatu media dan
proses yang membuat guru dapat benarbenar mengetahui
tingkat
pemahaman
siswa dalam
materi
geometri,
guna
mengembangkan
pembelajaran
sebagai
solusi terkait masalah tersebut, serta yang
juga membuat siswa benar-benar memahami
akan tingkat pemahamannya sendiri guna
mengembangkan
dan memperbaiki diri.
Teori Geometri Van Hiele merupakan teori
belajar
yang
dikemukakan
dan
dikembangkan oleh Pierre M. Van Hiele,
seorang ahli matematika realistik serta
ahli dalam bidang kajian geometri. Van
Hiele menyatakan bahwa tingkat berpikir
siswa secara berurutan melalui
5
level/tingkat, yakni : level 0(visualization),
level
1(analysis),
level
2(informal
deduction), level
3(deduction), level
4(rigor). Adapun siswa sekolah menengah
pada umumnya berada pada level 2
(informal
deduction),
sebagaimana

diungkapkan Crowley (1987) dan Van de


Walle (1990). Anak-anak dalam belajar
geometri melalui beberapa tahap yaitu:
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi
dan akurasi.
Teori Van Hiele berbicara tentang
level atau tahapan pemahaman siswa
terhadap geometri
dan
bagaimana
mempertemukan tahapan berpikir siswa
dengan
cara
mengajar guru,
guna
mendapatkan hasil yang optimal (Van Hiele
:1999). Konsep dan tahapan belajar yang
dialami sebagai akibat dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Usaha
pengembangan intelektual siswa dapat
dilakukan
secara
maksimal
dengan
mengetahui proses berpikir siswa. Melalui
analisis proses berpikir siswa, maka dapat
diketahui bagaimana kemampuan berpikir
siswa akan ditingkatkan.
Berdasarkan uraian diatas peneliti
tertarik untuk mendesain dan melakukan
penelitian Adapun
rumusan masalah
penelitian ini adalah Sejauh mana tingkat
berpikir geometri siswa kelas VII SMPN
1
Kupang pada
masalah
geometri
segiempat ditinjau dari Teori Geometri Van
Hiele?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan suatu
keadaan atau fenomena-fenomena yang
terjadi apa adanya. Penelitian ini akan
dilakukan di SMP Negeri 1 Kupang.
Subjek yang diambil adalah kelas VII.
Penentuan kelas untuk pemilihan subjek
penelitian secara acak berdasarkan informasi
dari guru mata pelajaran matematika tentang
kelas yang dimungkinkan dan ijin yang
diperoleh peneliti untuk melakukan kegiatan
penelitian. Pertama-tama siswa-siswa dibagi
dalam 3 kelompok (kemampuan tinggi,
sedang dan rendah), berdasarkan nilai
raport semester terakhir.
Setelah
itu,
kelas
penelitian
diberikan tes dengan soal sesuai Teori
Geometri Van Hiele, untuk mengetahui
tingkat berpikir geometri siswa, kemudian
dipilih
subjek
untuk diwawancara.
Pemilihan subjek didasarkan pada 3 kriteria
yakni 1) nilai raport siswa pada semester
terakhir yang dibagi dalam tiga kelompok

Rusik, Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri| 25

yakni rendah, sedang dan tinggi, 2) hasil tes


tingkatan
berpikir,3) informasi guru
matematika tentang kemampuan komunikasi
siswa. Dari tiap kelompok akan dipilih
masing-masing 2 orang sebagai subjek
wawancara.
Adapun instrumen utama dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri yang
terlibat dalam semua kegiatan, yakni mulai
dari pemilihan subjek, pemberian tes
tingkat berpikir geometri, dan pada akhirnya
wawancara. Dalam
penelitian
ini
pengumpulan
data melalui
beberapa
metode yakni metode tes tertulis dan
metode wawancara
Prosedur
penelitian
dalam
penelitian ini yakni pertama-tama peneliti
mengkaji teori tentang tingkat berpikir
geometri sesuai Teori Geometri Van Hiele
sebagai bagian dari usaha memahami
indikator tingkat berpikir geometri guna
mengukur tingkat berpikir geometri siswa
pada masalah geometri segiempat. Selain
itu disusun juga instrumen
pendukung
lainnya yakni soal tes tingkat berpikir
geometri sesuai Teori Geometri Van Hiele
dan pedoman wawancara. Instrumen tes
tingkat berpikir geometri menggunakan soal
yang sudah valid, sementara pedoman
wawancara
kemudian
dikonsultasikan
dengan pembimbing dan divalidasi oleh
beberapa ahli. Kemudian,
berdasarkan
konsultasi
dengan guru mata pelajaran
dipilih satu kelasuntuk menjadi subjek
penelitian. Setelah diperoleh instrumen
yang valid dan kelas penelitian telah
ditentukan, peneliti melakukan penelitian
yakni mengelompokkkan siswa sesuai
nilai raport semester terakhir. Nilai raport
semester terakhir digunakan sebagai data
untuk membagi kelas kedalam 3 kelompok
berdasarkan tingkat kemampuan. Setelah itu,
kelas penelitian diberikan tes tingkat berpikir
geometri dan dilakukan analisis terhadap
hasil tes. Pemilihan subjek wawancara
dilakukan dengan mengambil 2 orang dari
tiap
tingkat
kemampuan dengan
mempertimbangkan hasil tes tingkat berpikir
geometri dan informasi dari guru mata
pelajaran tentang kemampuan komunikasi
siswa.
Kegiatan akhir penelitian adalah
wawancara
setelah selang beberapa
waktu dari tes tingkat berpikir geometri,

dan dilakukan analisis terhadap hasil


wawancara untuk diambil kesimpulannya
dan kemudian dituangkan dalam laporan
hasil penelitian. Validasi instrumen ini
dilakukan oleh validator yang terpercaya,
yaitu
terdiri
dari
2 orang
dosen
pendidikan matematika dan seorang guru
mata pelajaran matematika.Validator yang
dipilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
peneliti yaitu: Validator (dosen) 2 orang
dari dosen pendidikan matematika dengan
jenjang
pendidikan minimal S2 dan
Validator (guru) memiliki pengalaman
mengajar yang cukup dan dipandang
mampu memberikan masukan yang baik.
Analisis data terbagi menjadi dua
bagian, yaitu analisis data tes tertulis dan
analisis
data
wawancara.
Setelah
menganalisis hasil tes tertulis, langkah
selanjutnya
yaitu
menganalisis hasil
wawancara untuk memperolehinformasi
lebih dalam lagi tentang tingkat berpikiryang
sedang
dicapai oleh subjek. Prosedur analisis hasil
wawancara yaitu mereduksi data yakni
menyederhanakan data untuk menghilangkan
data yang tidak perlu, penyajian data yakni
data yang telah disederhanakan tersebut
diklasifikasikan
berdasarkan
subyek
penelitian, dan pada akhirnya mengambil
kesimpulan
berdasarkan
data
yang
diperoleh dari hasil wawancara.
Data yang telah dikumpulkan
wajib
diusahakan
kemantapan
dan
kesahihannya. Artinya setiap peneliti harus
menentukan suatu cara guna meningkatkan
validitas data yang diperolehnya, demi
kemantapan kesimpulan dan tafsir makna
penelitiannya. Dalam penelitian ini, untuk
memvalidasi data, peneliti menggunakan
metode triangulasi, yakni triangulasi teknik.
Yang akan ditriangulasikan disini adalah
tes tertulis dan wawancara yang akan
dilakukan dalam waktu yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SMP
Negeri 1 Kupang. Kelas penelitian yang
diambil adalah kelas
VII
A,
yang
merupakan salah satu kelas dari dari
keseluruhan jumlah kelas VII di sekolah
tersebut. Pemilihan
subjek
dilakukan
melalui beberapa tahap, yakni dengan
melihat
data
nilai
rapor untuk

26 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28

menggolongkan
kelas
menjadi
tiga
kelompok,
yakni
kelompok
tinggi,
kelompok sedang dan kelompok rendah,
serta dengan melakukan tes tingkat berpikir
geometri. Subjek yang dipilih berjumlah 6
orang, 2 siswa dari kelompok tinggi, 2 siswa
dari kelompok sedang dan 2 siswa dari
kelompok rendah.
Berdasarkan data nilai
rapor
matematika semester ganjil tahun ajaran
2014/2105, nilai tertinggi adalah 9,40 dan
nilai terendah adalah 5,95. Dengan nilai ratarata 7,94 dan standar deviasi 1,0557. Siswa
dengan kemampuan tinggi sebanyak 6
orang, siswa dengan kemampuan sedang
sebanyak 19 orang dan siswa dengan
kemampuan rendah sebanyak 6 orang. Data
hasil analisa tingkat berpikir geometri
berdasarkan hasil tes tertulis dan hasil
wawancara siswa dapat dilihat pada tabel
berikut :
Kode soal
No
Soal T1 T2
S1
S2
S3
R1
1

5
*
*
*
6
Tabel 1.Hasil tes tingkat berpikir geometri siswa

R2

Dari tabel diatas didapatkan bahwa


secara umum subjek T1, T2, S1, S2, S3,
R1, R2, berada pada level 1 (analisis),
namun untuk subjek T1, S1, dan S2 (yang
bertanda *) berada pada tingkat berpikir
geometri yang lebih tinggi, dimana
hampir memenuhi indikator pada level 2
(deduksi informal).
Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai tingkat berpikir geometri siswa
maka dapat dinyatakan bahwa :
1. Level 0 ( visualisasi)
Soal untuk level ini adalah soal nomor 1
dan 2, dengan indikator sebagai berikut :
a) Mengenal segiempat sesuai bentuk
keseluruhan
b) Menentukan dan mengelompokkan
segiempat sesuai bentuknya
c) Menggambar segiempat
d) Mengidentifikasi segiempat dari
gambar yang ditemui

e) Memberi contoh benda yang


berbentuk sama seperti segiempat
yang ditemui
Adapun sesuai hasil tes dan
wawancara
semua
subjek dapat
mengerjakan soal ini dengan benar dan
memenuhi
indikator
yang
ada,
sehingga
semua
subjek
dapat
dikatakan telah berada pada level 0
(visualisasi).
2. Level 1 (analisis)
Soal untuk level ini adalah soal nomor 3
dan 4, dengan indikator sebagai berikut :
a) Mengggambar dan mengidentifikasi
segiempat sesuai ciri-ciri
b) Mengidentifikasi ciri-ciri segiempat
c) Mendeskripsikan kelas suatu bangun
berdasarkan siftanya
d) Mengidentifikasi segiempat sesuai
gambar dan ciri-ciri yang ada
e) Menggunakan kosakata yang sesuai
Adapun sesuai hasil tes dan
wawancara
semua
subjek dapat
mengerjakan soal ini dengan benar dan
memenuhi
indikator
yang
ada,
sehingga
semua
subjek
dapat
dikatakan telah berada pada level 1
(analisis).
3. Level 2 (deduksi informal)
Soal untuk level ini adalah soal nomor 5,
dengan indikator sebagai berikut:
a) Mempelajari hubungan yang telah
diketahui pada tahap 1
b) Membuat implikasi
c) Mengidentifikasi sifat-sifat minimal
untuk menggambar suatu bangun
d) Membuat dan menggunakan definisi
e) Memberikan
lebih
dari
satu
penjelasan atau pendekatan
Adapun sesuai hasil tes dan
wawancara semua subjek belum dapat
mengerjakan soal ini dengan benar serta
belum memenuhi indikator yang ada,
semua subjek belum berada pada
level 2 (deduksi informal), namun
untuk subjek T1, S1 dan S2,
memiliki
tingkat pemikiran
yang
sedikit lebih unggul daripada subjek
yang lain. Bila ditinjau dari Teori van
Hiele serta Teori perkembangan
menurut Piaget, ketiga orang siswa ini
sudah berada pada fase peralihan dari
tahap berpikir konkrit ke tahap berpikir
abstrak. Ketiga subjek sudah mulai

Rusik, Identifikasi Tingkat Berpikir Geometri| 27

mampu
untuk
memberikan
pendekatan/penjelasan yang berbeda
mengenai suatu bangun, namun masih
terdapat kekeliruan yakni dalam
mendefinisikan istilah sejajar ,
berlawanan dan sama panjang.
Subjek T1, berpendapat bahwa sisi
atas dan bawah dari jajargenjang, itu
yang
berlawanan sementara sisi
samping dari jajargenjang, itu yang
sejajar. Subjek S1 dan S2 memiliki
pendapat yang hampir sama, yakni sisi
sejajar pasti sama panjang. Dalam
pengamatan peneliti, bukan hanya
ketiga siswa ini saja, namun seluruh
siswa dalam kelas tersebut mengalami
miskonsepsi, bahkan tidak paham
mengenai hal-hal diatas. Peneliti
mencoba
menjelaskan
dengan
melakukan peragaan di depan kelas,
untuk menjelaskan konsep sejajar.
Peneliti mengambil contoh tentang dua
benda
yang
sejajar,
dengan
menempatkan seorang siswa berdiridi
samping maupun dibelakang peneliti,
dan menanyakan
kembali, serta
membiarkan
siswa
merefleksikan
tentang makna dari sejajar. Secara
tersirat, nampak bahwa kekurangan
yang dialami siswa ini paling utama
disebabkan oleh kurangnya pengalaman
belajar yang memadai. Yang peneliti
dapati
di
lapangan
adalah
ketidakseimbangan
alokasi
waktu
dengan
padatnya
materi
untuk
pembelajaran
matematika.
Karena
pergantian kurikulum, maka waktu di
awal
semester
digunakan untuk
mengejar
ketertinggalan
materi
sebelumnya, sekaligus mengajarkan
materi
prasyarat
untuk
materi
selanjutnya,
akhirnya
terjadi
kekurangan waktu untuk pengajaran
materi geometri. Guru pun kurang
mengetahui
teori-teori
terkait
pengembangan
pembelajaran,
contohnya Teori geometri van Hiele,
sehingga sering terjadi pembelajaran
yang statis dan tidak mengarah pada
pengembangan tingkat berpikir atau
kemampuan siswa secara maksimal.
Kekurangan waktu, pola pembelajaran,
dan wawasan guru yang kurang
memadai
inilah
yang akhirnya

menjadi
masalah
utama
yang
menyebabkan kurangnya pengalaman
belajar pada para siswa, padahal para
siswa
berpotensi
untuk
berkembang/naik ke tingkat berpikir
yang lebih tinggi. Perbaikan kualitas
guru dalam hal mengembangkan pola
pembelajaran, serta pembagian alokasi
waktu yang cukup dapat menjadi
solusi, untuk menyediakan pengalaman
belajar
yang
memadai,
guna
menunjang kemajuan tingkat berpikir
geometri siswa.
4. Level 3 (deduksi formal)
Soal untuk level ini adalah soal nomor 6,
dengan indikator sebagai berikut:
Mengenali karakteristik dari definisi
formal (contohnya kondisi perlu dan
cukup) dan kesamaan definisi. Semua
subjek tidak dapat mengerjakan soal
ini
dengan
benar
serta
belum
memenuhi indikator yang ada. Semua
subjek belum berada pada level 3
(deduksi formal). Dari hasil kesimpulan
mengenai tingkat berpikir geometri
tiap siswa, terangkum dalam tabel
dibawah ini :
Kode Subjek
Tingkat berfikir
T1
Level 1
T2
Level 1
SI
Level 1
S2
Level 1
R1
Level 1
R2
Level 1
Tabel 2. Rangkuman tingkat berpikir geometri
siswa

Dari data diatas dapat dijelaskan


bahwa tingkat berpikir siswa dengan
kemampuan tinggi, sedang dan rendah
berada pada tingkat 1 yaitu analisis. Siswa
yang tingkat berpikir 1 sudah
mulai
memperhatikan
bagian-bagian
dari
segiempat. Selain itu subjek mampu
menggunakan sifat-sifat yang tepat dalam
membedakan,
mengidentifikasi
dan
memilih segiempat. Tingkat berpikir siswa
ini sesuai dengan teori perkembangan
Piaget maupun pendapat ahli geometri van
Hiele, yakni Hoffer dan Crowley bahwa
siswa pada tahap sekolah menengah umum
berada pada tahap 0(visualisasi) sampai
tahap 2 (deduksi informal).
Kemampuan
siswa
mulai
berkembang dari tahap berpikir konkrit

28 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 23-28

kepada
abstrak.Siswa
mulai
melihat
hubungan yang abstrak dari objek-objek
geometri dan mengembangkan deduksi
secara informal. Terdapat catatan penting
untuk beberapa siswa yang telah berada pada
peralihan tingkat berpikir konkret ke tingkat
berpikir abstrak, yakni apabila diajar dan
dibimbing secara baik, serta diberi lebih
banyak pengalaman belajar sesuai Teori
geometri van Hiele , maka perkembangan
tingkat berpikir mereka dapat berlangsung
lebih maksimal, di usia yang relative muda
dan pada tingkat sekolah yang masih rendah.
PENUTUP
Penelitian
ini
berhasil
mengidentifikasi tingkat berpikir geometri
siswa pada masalah geometri segiempat
DAFTAR PUSTAKA
Atebe, H.U. 2008. Students` van Hiele Level
of
Geometric
Thinking
and
Conception in Plane Geometry : A
Collective Case Study of Nigeria
and South Africa. South Africa :
Rhodes University
Batista, Clements. 1992. Geometry and
Spatial Reasoning. New York :
NCTM
Disnawati,H. 2013.Desain Pembelajaran
Bangun
Datar
Segi
Empat
Menggunakan
Konteks Cak
Ingkling Matematika (Cak Mat) Di
Sekolah Dasar. Palembang :
Universitas Sriwijaya.
Fauzi , M.Rifki. 2012. Profil Keterampilan
Dasar Geometri Siswa Kelas VII
Dalam
Memahami
Konsep
Geometri Pada Pokok Bahasan
Segiempat (Studi Kasus di SMPN
I Besuki Situbondo). Surabaya :
Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel.

berdasarkan teori geometri van Hiele Sesuai


hasil dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Tingkat berpikir geometri siswa kelas
VII SMP Negeri 1 Kupang baik
kelompok tinggi, kelompok sedang
maupun kelompok rendah berada pada
level 1(analisis), dimana siswa mampu
mengidentifikasi dan mengenal konsep
dan sifat-sifat segiempat.
2. Ada siswa yang berada pada peralihan
tingkat berpikir dari level 1(analisis) ke
level 2(deduksi informal), atau dari
tingkat berpikir konkret ke tingkat
berpikir abstrak, dan bila ditangani
dengan baik maka berpotensi untuk
naik ke tingkat berpikir geometri yang
lebih tinggi.

Fuys, D., Geddes, D., & Tishcler, R. (1988).


The van Hiele Model of Thinking in
Geometry, among Adolescents,.
Journal
of
Research
in
MathematicsEducation Monograph
No.
3. Reston, VA: National
Council of Teachers of Mathematics.
Nuraeni, Hj. Epon. 2010. Pengembangan
Komunikasi
Geometris
Siswa
Sekolah
Dasar
Melalui
Pembelajaran Berbasis Teori Van
Hiele. Bandung : Jurnal Saung Guru
Vol I No 2
Sanjaya, Wina.2013. Penelitian Pendidikan,
Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Predana Media Group
Van

Hiele,
P.M.
1999. Developing
Geometric
Thinking
through
Activities That Begin With Play
Teaching Children Mathematics 6
(pp 310-316). National Council of
Teachers
of
Mathematics.

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM


MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER
Sri Irawati
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura
Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan
Email : dira.irawati@gmail.com
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kesalahan mahasiswa calon guru
matematika dalam memecahkan masalah program linier, faktor penyebab dan solusi alternatif
untuk mengatasi kesalahan mahasiswa dalam memecahkan masalah program linier. Adapun fokus
masalah yang akan diteliti hanya pada memecahkan masalah program linier soal cerita
menggunakan metode titik ekstrim. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan deskriptif dan teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan
pemberian tes berupa soal cerita program linier dan wawancara. Dalam penelitian ini digunakan
tiga mahasiswa semester VII program studi pendidikan matematika, Universitas Madura
Pamekasan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah langkah, yaitu reduksi
data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Sedangkan untuk mendapatkan data penelitian
yang valid, penelitian ini menggunakan triangulasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan jenis
kesalahan mahasiswa calon guru matematika dalam memecahkan masalah program linier adalah a)
Kesalahan konseptual meliputi: Kesalahan membuat model matematika, kesalahan penggunaan
simbol, kesalahan membuat grafik, kesalahan menentukan titik ekstrim. b) Kesalahan prosedural
meliputi: Kesalahan dalam dalam mengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah,
kesalahan dalam melakukan operasi perhitungan, kesalahan menyimpulkan. Faktor penyebab
mahasiswa calon guru matematika melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah program
linier a) Mahasiswa tidak terbiasa memecahkan masalah soal cerita sehingga mahasiswa kesulitan
mentrasformasi ke bentuk model matematika b) Mahasiswa kurang memahami konsep simbol
pertidaksamaan c) Mahasiswa kurang mahir membuat grafik termasuk menentukan daerah
penyelesaian d) Mahasiswa kurang memahami konsep titik ekstrim e) Mahasiswa kurang teliti
dalam melakukan operasi perhitungan f) Mahasiswa menganggap dengan memberi tulisan
maksimum atau minimum pada tabel titik ekstrim sudah menjawab pertanyaan soal (kesimpulan)
Kata kunci: analisis kesalahan, mahasiswa calon guru, memecahkan masalah, program linier.

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,


melakukan manipulasi mate-matika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika 3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang
model
matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh 4) Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah 5) Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah. Berdasarkan NCTM dan kurikulum
2006 dapat dipahami bahwa kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan
yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam
pembelajaran matematika.

PENDAHULUAN
Matematika
merupakan
sarana
berpikir
untuk
menumbuhkembangkan
kemampuan berpikir logis, sistematis dan
kritis. Untuk mewujudkan kemampuan
tersebut, National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM) (2000) menetapkan
lima kemampuan dasar matematika yakni
pemecahan masalah (problem solving),
penalaran dan bukti (reasoning and proof),
komunikasi
(communication),
koneksi
(connections),
dan
representasi
(representation). Sejalan dengan NCTM,
Dalam kurikulum 2006 menyebutkan bahwa
ada 5 jenis kemampuan yang harus dimiliki
oleh siswa dalam mata pelajaran matematika
antara lain: 1) Memahami konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasi-kan konsep
atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2)
29

30 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34

Menurut Polya (1973:5) langkahlangkah pemecahan masalah terdiri atas (1)


memahami masalah (Understanding the
problem), (2) merencanakan penyelesaian
(Devising a plan), (3) melaksanakan rencana
penyelesaian (Carrying out the plan) dan (4)
memeriksa kembali (Looking back). Dengan
empat langkah tersebut tidak menutup
kemungkinan peserta didik mengalami
kesalahan pada langkah pertama, kedua dan
seterusnya.
Dengan
demikian
dalam
memecahkan
masalah
dapat
terjadi
serangkaian kesalahan sehingga kesalahan
pertama menjadi penyebab kesalahan kedua
dan
seterusnya.
Dengan
mengetahui
kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan
suatu soal, dapat diketahui kesulitan mereka
sehingga analisis kesalahan bermanfaat dapat
membantu
mahasiswa
memperbaiki
kesalahan dan mengatasi kesulitan yang
dihadapi.
Salah satu mata kuliah wajib yang
harus ditempuh mahasiswa program studi
matematika adalah program linier, dimana
materi ini mempelajari tentang cara
memaksimalkan atau meminumkan suatu
permasalahan dengan kondisi pembatasan
tertentu. Berdasarkan pengalaman peneliti
sebagai dosen pengampu mata kuliah
program linier, meskipun materi ini sangat
erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
dan sudah dipelajari semasa SMA, namun
sebagian besar mahasiswa masih mengalami
kesulitan
dalam
memahami
dan
menyelesaikan masalah-masalah terkait
program linier. Sehingga hal ini berakibat
pada rendahnya hasil belajar mahasiswa.
Tentunya hal ini tidak bisa dibiarkan begitu
saja, mengingat mahasiswa program studi
matematika merupakan mahasiswa calon
guru matematika yang nantinya akan menjadi
pendidik yang akan mengajarkan materi ini
kembali kepada siswa. Sehingga mereka
harus memiliki kompetensi yang memadai
untuk menghasilkan siswa yang berkualitas.
Hal ini kemudian menjadi pendorong
bagi peneliti untuk mengadakan penelitian
tentang analisis kesalahan mahasiswa calon
guru dalam memecahkan masalah program
linier. Sehingga tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan jenis kesalahan
mahasiswa calon guru matematika

dalam memecahkan masalah program


linier?
2. Untuk
mendeskripsikan
penyebab
mahasiswa calon guru matematika
melakukan
kesalahan
dalam
memecahkan masalah program linier?
3. Untuk mendeskripsikan solusi alternatif
untuk mengatasi kesalahan mahasiswa
calon
guru
matematika
dalam
memecahkan masalah program linier?
Dalam penelitian ini peneliti
membatasi pada memecahkan masalah
program linier soal cerita menggunakan
metode titik ekstrim
METODE PENELITIAN
Ditinjau dari judul penelitian maka
penelitian ini termasuk jenis penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian
yang
dimaksudkan
untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, situasi,
peristiwa, kegiatan, dan lain-lain, dan
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan
penelitian (Arikunto, 2010: 3). Adapun yang
akan dideskripisikan dalam penelitian ini
adalah analisis kesalahan mahasiswa calon
guru dalam memecahkan masalah program
linier.
Subjek penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa program studi pendidikan
matematika yang sedang menempuh mata
kuliah program linier semester tujuh tahun
akademik 2014/2015 yang berjumlah 95
orang. Sedangkan yang dijadikan sampel
adalah 3 orang mahasiswa terbanyak
melakukan kesalahan dan komonikatif.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari dua macam.
Pertama, instrumen utama yaitu peneliti
sendiri, karena peneliti sendiri yang
berhubungan langsung dengan subjek
penelitian dan tidak diwakilkan kepada orang
lain. Kedua, instrumen bantu yang terdiri dari
2 soal program linier (soal maksimum dan
soal minimum) dan wawancara. Agar tes
tersebut layak dan valid untuk digunakan
dalam penelitian ini maka diadakan validasi
isi dan bahasa oleh dua ahli yaitu dua dosen
matematika dari Universitas Madura.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
alasan secara langsung mengapa mahasiswa
melakukan kesalahan. Subjek penelitian
diberikan tes memecahkan masalah program

Irawati, Analisis Kesalahan Mahasiswa | 31

linier
dan
diberikan
waktu
untuk
menyelesaikannya.
Kemudian
subjek
penelitian diwawancarai berdasarkan hasil
pekerjaannya. Wawancara juga diharapkan
dapat menggali informasi baru yang mungkin
tidak diperoleh dalam tes tertulis, karena bisa
saja yang dipikirkan mahasiswa tidak
dituliskan, hal ini mungkin juga akan
terungkap dalam wawancara.
Untuk menguji keabsahan data,
penelitian ini menggunakan triangulasi
waktu, yaitu dengan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data yang
diperoleh pada waktu yang berbeda. Dengan
demikian, pengumpulan data ini dilakukan
minimal dua kali dengan tugas-tugas yang
berbeda tetapi isi dari tugas tersebut sama.
Kemudian analisis seluruh data
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Reduksi data, langkah-langkah yang
dilakukan dalam mereduksi data dalam
penelitian ini adalah mengumpulkan hasil
pekerjaan subjek, menstranskripkan hasil
wawancara,memeriksa kembali hasil
transkrip tersebut dengan mendengarkan
kembali hasil wawancara dengan subjek
terkait.
2) Pemaparan data, data yang sudah
direduksi kemudian diklasifikasi dan
diidentifikasi sehingga memungkinkan
peneliti untuk menarik kesimpulan.
3) Penarikan Kesimpulan, dari kesimpulan
diperoleh analisis kesalahan mahasiswa
calon guru dalam memecakan masalah
program linier.
PEMBAHASAN DAN HASIL
Kajian Teoritis Tentang Pemecahan
Masalah
Hudoyo (2001:162) mengemukakan
bahwa suatu pertanyaan akan menjadi suatu
masalah jika seorang tidak mempunyai
aturan atau hukum tertentu yang segera dapat
dipergunakan untuk menemukan jawaban
tersebut. Suatu pertanyaan merupakan suatu
masalah tergantung pada individu dan waktu.
Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu
masalah bagi peserta didik tetapi mungkin
bukan masalah bagi peserta didik yang lain.
Polya
(1973)
mendefinisikan
pemecahan masalah sebagai usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan guna
mencapai suatu tujuan yang tidak dengan
segera dapat dicapai.

Polya (1973:5) menyatakan langkahlangkah pemecahan masalah terdiri atas (1)


memahami masalah (Understanding the
problem), (2) merencanakan penyelesaian
(Devising a plan), (3) melaksanakan rencana
penyelesaian (Carrying out the plan) dan (4)
memeriksa kembali (Looking back).
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, maka yang dimaksud pemecahan
masalah dalam penelitian ini adalah upaya
yang dilakukan mahasiswa calon guru untuk
memperoleh solusi masalah tentang soal
cerita program linier dimana soal tersebut
tidak dengan segera dapat dicapai dengan
menggunakan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan yang dimiliki.
Kajian Teoritis Tentang Kesalahan
Menurut Malau (1996: 44) penyebab
kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika dapat
dilihat dari beberapa hal antara lain
disebabkan kurangnya pemahaman atas
materi prasyarat maupun materi pokok yang
dipelajari, kurangnya penguasaan bahasa
matematika, keliru menafsirkan atau
menerapkan rumus, salah perhitungan,
kurang teliti, lupa konsep. Dari pihak guru
dapat dinyatakan bahwa cara mengajar
kurang mendukung pemahaman yang tuntas
atas materi yang diajarkan serta guru kurang
memperhatikan siswa dalam belajar.
Menurut Widodo (2013) Jenis-jenis
kesalahan dikelompokkan dalam 4 jenis,
yaitu jenis kesalahan fakta, konsep, prinsip
dan operasi.
Kastolan (dalam Sahriah, 2012)
membagi kesalahan menjadi dua yaitu (1)
Kesalahan konsep adalah kesalahan yang
dilakukan siswa dalam menafsirkan istilah,
konsep, dan prinsip. Atau salah dalam
menggunakan istilah, konsep dan prinsip.
Indikator kesalahan konseptul adalah
sebagai berikut :a) Salah dalam menentukan
rumus atau teorema atau defenisi untuk
menjawab suatu masalah, b) Penggunaan
rumus, teorema, atau definisi yang tidak
sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya
rumus, teorema, atau definisi tersebut. c)
Tidak menuliskan rumus, teorema atau
definisi untuk menjawab suatu masalah. (2)
Kesalahan prosedural adalah kesalahan
dalam menyusun langkah-langkah yang
hirarkis sistematis untuk menjawab suatu

32 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34

masalah. Indikator kesalahan prosedural


adalah sebagai berikut: a) Ketidakhirarkisan
langkah-langkah dalam menyelesaikan
masalah-masalah, b) Kesalahan atau
ketidakmampuan memanipulasi langkahlangkah untuk menjawab suatu masalah..
Adapun dalam penelitian ini, peneliti
membagi jenis kesalahan menjadi 2 yaitu
kesalahan
konseptual
dan
kesalahan
prosedural.
1. Kesalahan konseptual adalah kesalahan
yang
dilakukan
siswa
dalam
menafsirkan fakta, konsep, dan prinsip.
Adapun indikator kesalahan konseptual
adalah
a)
kesalahan
dalam
mengidentifikasi yang diketahui, b)
kesalahan mengidentifikasi data yang
relevan c) mengidentifikasi apa yang
ditanyakan
d)
kesalahan
dalam
menggunakan konsep variabel yang
akan digunakan e) kesalahan membuat
model matematika f) kesalahan memilih
simbol g) kesalahan membuat grafik
penyelesaian h) kesalahan menentukan
titik ekstrim
2. Kesalahan prosedural adalah kesalahan
dalam menyusun langkah-langkah yang
hirarkis sistematis untuk menjawab
suatu masalah a) kesalahan dalam
pemilihan strategi yang akan digunakan
dalam pemecahan masalah b) kesalahan
dalam dalam mengaplikasian strategi
untuk menyelesaikan masalah c)
kesalahan
melakukan
operasi
perhitungan d) kesalahan dalam melihat
kembali apakah penyelesaian yang
diperoleh sudah sesuai dengan yang
diketahui dan ditanyakan e) kesalahan
menyimpulkan.
Kajian Teoritis Tentang Program Linier
Program linier adalah metode optimasi
untuk menemukan nilai optimum dari fungsi
tujuan linier pada kondisi pembatasanpembatasan tertentu.
Adapun manfaat mempelajari prolin
adalah untuk membantu membuat keputusan
dan memilih suatu alternatif yang paling
tepat dan pemecahan yang paling baik.
Ada dua model program linier yaitu
program linierpersoalan maksimum dan
model program linier persoalan minimum.
Adapun langkah-langkah menyelesaikan
masalah program linier soal cerita metode
grafik:

a. Menentukan variabel keputusan


b. Menentukan fungsi tujuan
maksimum/minimum
c. Menentukan fungsi kendala.
d. Menentukan daerah penyelesaian
(solusi) yang feasible.
e. Menentukan solusi optimal dari semua
titik di daerah feasible.
Salah
satu
metode
untuk
mengidentifikasi solusi optimum pada daerah
feasible yaitu metode titik sudut (titik
ekstrim. Langkah-langkah metode titik
ekstrim:
1. Tentukan interseksi dari semua daerah
feasible yang didefinisikan oleh semua
pembatasan sehingga diperoleh daerah
feasible.
2. Tentukan titik ekstrim dari daerah
feasible. Setiap titik ekstrim merupakan
titik interseksi dari dua pembatasan
linier.
3. Tentukan nilai fungsi tujuan pada setiap
titik ekstrim daerah feasible.
HASIL
Berdasarkan hasil tertulis dan
wawancara dengan ketiga subjek diperoleh
analisis data sebagai berikut:
1. Kesalahan konseptual
a) Kesalahan
membuat
model
matematika

b) Kesalahan
penggunaan
pertidaksamaan (
)

simbol

Irawati, Analisis Kesalahan Mahasiswa | 33

eliminasi untuk mendapatkan titik


potong dari grafik. Setelah masuk pada
tahap
melaksanakan
rencana
pemecahan
masalah
mahasiswa
memang melakukan metode eliminasi,
namun yang cara eliminasi yang
mahasiswa lakukan salah. Dimana
mahasiswa
mengeliminasi
3
persamaan sekaligus.
c) Kesalahan
membuat
grafik
penyelesaian. Pada gambar berikut
terlihat mahasiswa mengarsir seluruh
daerah dalam grafik, padahal hanya
sebagian saja yang masuk sebagai
daerah penyelesaian
b) Kesalahan
perhitungan

d) Kesalahan menentukan titik ekstrim.


Dari gambar berikut terlihat mahasiswa
tidak dapat menetukan titik optimum
yang benar-benar menjadi alternatif
penyelesaian. Dari gambar, seharusnya
titik yang diuji hanya 3 titik, namun
mahasiswa munguji semua titik yang
ada pada grafik.

2. Kesalahan prosedural
a) Kesalahan
dalam
dalam
mengaplikasian
strategi
untuk
menyelesaikan masalah. Berdasarkan
hasil
wawancara,
mahasiswa
mengatakan dalam merencanakan
strategi
pemecahan
masalah
mahasiswa akan melakukan metode

melakukan

operasi

c) Kesalahan menyimpulkan. Kesalahan


menyimpulkan
disini
termasuk
kesalahan mahasiswa tidak membuat
kesimpulan. Dari gambar di atas (b)
terlihat mahasiswa hanya memberi tanda
pada tabel, namun tidak memberi
penjelasan lebih lanjut dalam menjawab
pertanyaan.
KESIMPULAN
1. Jenis kesalahan mahasiswa calon guru
matematika
dalam
memecahkan
masalah program linier adalah:
a. Kesalahan konseptual meliputi :
Kesalahan
membuat
model
matematika, kesalahan penggunaan
simbol, kesalahan membuat grafik,
kesalahan menentukan titik ekstrim
b. Kesalahan prosedural meliputi :
Kesalahan
dalam
dalam
mengaplikasian
strategi
untuk
menyelesaikan masalah, kesalahan
dalam
melakukan
operasi
perhitungan,
kesalahan
menyimpulkan
2. Faktor penyebab mahasiswa calon guru
matematika melakukan kesalahan dalam
memecahkan masalah program linier

34 |IGMA, Volume 1, Nomor 1, September 2015, Hlm 29-34

a. Mahasiswa
tidak
terbiasa
memecahkan masalah soal cerita
sehingga
mahasiswa
kesulitan
mentrasformasi ke bentuk model
matematika.
b. Mahasiswa kurang memahami
konsep simbol pertidaksamaan
c. Mahasiswa kurang mahir membuat
grafik termasuk menentukan daerah
penyelesaian.
d. Mahasiswa kurang memahami
konsep titik ekstrim
e. Mahasiswa kurang teliti dalam
melakukan operasi perhitungan
f. Mahasiswa menganggap dengan
memberi tulisan maksimum atau
minimum pada tabel titik ekstrim
sudah menjawab pertanyaan soal
(kesimpulan)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,

Suharsimi. 2010. Prosedur


Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Hudoyo, Herman. 2001. Pengembangan


Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Universitas Negeri
Malang: Malang.
Malau, L. 1996. Analisis Kesalahan Jawaban
Siswa Kelas I SMU Kampus
Nommense
Pematang Siantar
dalam Menyelesaikan Soal-Soal
Terapan Siswa Persamaan Linier 2
Variabel. Tesis tidak Diterbitkan.
Malang: IKIP Malang
National

Council
of
Teachers
Of
Mathematics. (2000). Curiculum
and Evaluation Standart for School
Mathematics. Reston, VA: National

3. Solusi alternatif untuk mengatasi


kesalahan mahasiswa calon guru
matematika
dalam
memecahkan
masalah program linier
a. Dosen sering memberikan latihan
soal cerita agar mahasiswa terbiasa
membuat model matematika.
b. Dosen
memanfaatkan
aplikasi
matematika
seperti
aplikasi
geogebra sehingga mahasiswa bisa
belajar cara membuat grafik,
menentukan daerah penyelesaian
dan menentukan solusi optimum.
c. Dosen perlu merancang perangkat
pembelajaran
yang
mampu
mengatasi
kesalahan-kesalahan
yang telah dibuat mahasiswa agar
kesalahan-kesalahan yang sama bisa
diminimalisi
Council
of
Mathematics.

Teachers

of

Polya, G. 1973. How To Solve It Second


Edision. Pricenton, New Jersey:
Pricenton University Press.
Sahriah, Siti dkk. Analisis kesalahan siswa
dalam
menyelesaikan
soal
Matematika
materi
operasi
pecahan bentuk aljabar Kelas viii
smp
negeri
2
malang.
(http://jurnalonline.um.ac.id/data/a
rtikel/artikel9EEC8FEB3F87AC82
5C375098E45CB689.pdf).
Diaksesbulan februari 2015.
Widodo, Sri Adi. 2013. Analisis kesalahan
dalam
pemecahan
masalah
Divergensi tipe membuktikan Pada
mahasiswa matematika. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran, Jilid
46, Nomor 2, hlm.106-113

Anda mungkin juga menyukai