Anda di halaman 1dari 12

EPIDEMIOLOGI & DEMOGRAFI

Uji Tapis
(Kriteria, Konsep Dasar Sensitivitas dan Spesivisitas, dan Pertimbangan Pelaksanaan Uji Tapis)

OLEH
Kelompok 3 A5C :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Sono I Wayan
Subamia I Putu Gede
Sumetriani Ni Luh
Suradnya Adi Bratha Gede
Surya Dwaitha Pramana Ida Bagus Gd
Indah Purnama Dewi Anak Agung
Trilita Aminita Dewi Ni Ketut
Trisnantari Pande
Vinny Wandani Putu
Widani Ni Nyoman
Widia Mahardani Ni Komang
Yogi Aristana Putra I Putu Gede
Yuni Dwi Antari Ni Kadek
I Nengah Nadiartawan
Anak Agung Ayu Ari Yundari

(11.321.1176)
(11.321.1178)
(11.321.1179)
(11.321.1180)
(11.321.1181)
(11.321.1182)
(11.321.1183)
(11.321.1184)
(11.321.1185)
(11.321.1186)
(11.321.1187)
(11.321.1188)
(11.321.1189)
(11.321.09 )
(11.321.0937)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2013

DAFTAR ISI

Table of Contents
BAB I........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A.

Latar Belakang..................................................................................................... 1

B.

Rumusan Masalah................................................................................................ 1

C.

Tujuan................................................................................................................ 1

BAB II.......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN............................................................................................................. 2

A.

KRITERIA UJI TAPIS...........................................................................2

B.

KONSEP DASAR SENSITIFITAS SPESIVISITAS............................................5

C.

PERSENTIL........................................................................................................ 7

D.

PENENTUAN BATAS NORMAL............................................................................7

E.

PERTIMBANGAN PELAKSANAAN UJI TAPIS.......................................................7

BAB III......................................................................................................................... 9
PENUTUP..................................................................................................................... 9

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencegahan primermerupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit, tetapi bila
hal ini tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala

penyakit dan

pengobatan secara tuntas merupakan pertahanan kedua. Untuk medeteksi tanda dan
gejala penyakit secara dini dan menemukan penyakit sebelum menimbulkan gejala dapat
dilakukan dengan cara berikut.
1. Detekasi tanda dan gejala dini
Untuk dapat mendeteksi tanda dan gejala penyakit secara dini dibutuhkan
pengetahuan tentang tanda dan gejala tersebut yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dan masyarakat.Dengan cara demikian, timbulnya kasus baru dapat segera diketahui
dan diberikan pengobatan. Biasanya, penderita datang untuk mencari pengobatan
setelah penyakit menimbulkan gejala dan mengganggu kegiatan sehari-hari yang
berarti penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan ketidaktahuan
dan ketidakmampuan penderita.
2. Penemuan kasus sebelum menimbulkan gejala.
Penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengadakan uji tapis terhadap orangorang yang tampaknya sehat, tetapi mungkin menderita penyakit. Diagnosis dan
pengobatan penyakit yang diperoleh dari penderita yang datang untuk mencari
pengobatan setelah timbul gejala relative sedikit sekali dibandingkan dengan
penderita tanpa gejala.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kriteria dari uji tapis?
2. Bagaimana konsep dasar sensitifitas dan spesivisitas?
3. Bagaiman pertimbangan pelaksanaan dari uji tapis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kriteria dari uji tapis
2. Untuk mengetahui konsep dasar sensitifitas dan spesifisitas
3. Untuk mengetahui pertimbangan pelaksanaan dari uji tapis

BAB II
PEMBAHASAN
A. KRITERIA UJI TAPIS
Untuk menilai hasil uji tapis dibutuhkan kriteria tertentu sebagai berikut :
1. Validitas
Uji tapis merupakan tes awal baik untuk memberikan indikasi individu dimana
yang benar-benar sakit dan mana yang tidak disebut validitas. Validitas mempunyai
dua komponen yaitu :
a. Sensitivitas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu dengan
tepat , dengan hasil tes positif, dan benar sakit.
b. Spesivisitas ialah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu
dengan tepat, dengan hasil tes negatif dan benar tidak sakit.
Istilah sensitivitas dan spesivisitas mula-mula digunakan oleh Yerushelmi pada
tahun 1947 sebagai indseks statistik dalam penelitiuannya tentang variabilitas
pemeriksaan ahli radiologi. Kini, kedua indeks statistic tersebut digunakan dalam
epidemiologi untuk menyatakan masalah secara kuantitatif dan merupakan alat yang
penting dalam analisis dan epidemiologis. Kedua komponen ini dapat ditentukan
dengan membandingkan hasil uji tapis dengan hasil diagnosa pasti.
Secara ideal, hasil tes untuk uji tapis harus 100% sensitive dan 100% spesifik,
tetapi dalam praktik hal ini tidak pernah ada dan biasanya sensitivitas berbanding
terbalik dengan spesivisitas. Misalnya, bila hasil tes mempunyai sensitivitas yang
tinggi, akan diikuti oleh spesivisitas yang rendah dan sebaliknya. Hal ini tampak jelas
pada tes yang menghasilkan data kontinu seperti :
a. Hb
b. Tekanan darah
c. Serum kolesterol
d. Tekanan intraokuler

2. Tes kombinasi
Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesivisitas dapat digunakan tes kombinasi
yang dapat dilakukan secara :
a. Tes Kombinasi Secara Seri
2

Tes kombinasi ini ialah dua tes atau lebih yang dilakukan berturut-turut
yang tes pertamanya dengan sensitivitas yang tinggi, sedangkan tes kedua
dengan spesivisitas yang tinggi. Cara ini dimaksudkan untuk meningkatkan
spesivisitas.
Hasil tes dikatakan positif bila hasil kedua tes positif. Misalnya, uji tapis
penyakit sifilis menggunakan VDRL. Tes ini sangat sensitif hingga dihasilkan
banyak positif semu. Pada tes VDRL positif dilakukan pemeriksaan dengan
fluorescent Trepomemal Antibody Absorbtion Test ( FTAAT) yang spesifik
untuk sifilis. Dinyatakan positif sifilis bila tes VDRL dan FTAAT positif.
b. Tes Kombinasi Secara Paralel
Tes kombinasi secara parallel ialah bila dua tes atau lebih digunakan
secara bersamaan tanpa memperhatikan hasil tes sebelumnya. Cara ini
digunakan untuk meningkatkan sensitivitas.
Hasil dinyatakan positif bila salah satu atau kedua hasil tes positif.
Misalnya, uji tapis untuk penderita penyakit jantung koroner dengan EKG dan
fluoroskopi jantung yang dilakukan oleh R.F Aldrich et. al. Hasil uji tapis itu
antara lain :
1) Nilai perkiraan kecermatan akan meningkatkan bila hasil kedua tes positif
dan
2) Sensitivitas fluoroskopi meningkat 45% menjadi 65%
Untuk menafsir pravalensi penyakit di masyarakat dengan sensitivitas dan
spesivisitas dapat digunakan rumus yang dikembangkan oleh Rogan seperti
berikut :

Keterangan :
n = perkiraan pravalensi penyakit
Pd = prevalensi yang didektesi pada waktu uji tapis
3

f = spesivisitas
s = sensitivitas
3. Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil tes yang konsisten,
dikatakan reliable. Reliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
a. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh :
1) Stabilitas reagen
2) Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen
dan alat ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, sebelum
digunakan hendaknya kedua hal tersebut ditera atau diuji ulang ketepatannya.
b. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fiik, psikis, stadium penyakit atau
penyakit dalam masa tunas. Misalnya :
1) Lelah
2) Kurang tidur
3) Marah
4) Sedih
5) Gembira
6) Penyakit yang berat dan
7) Penyakit dalam masa tunas
c. Variabilitas pemeriksa. Variabilitas pemeriksa dapat berupa :
1) Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan yang
dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama
2) Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan
pemeriksaan oleh beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai variasi di atas dapat dilakukan dengan
mengadakan :
1)
2)
3)
4)
5)

Standardisasi reagen dan alat ukur


Latihan intensif pemeriksa
Penentuan kriteria yang jelas
Penerangan kepada orang yang diperiksa
Pemeriksaan dilakukan dengan cepat

4. Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari
uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh faktor berikut :
4

a.
b.
c.
d.

Sensitivitas alat uji tapis


Prevalensi penyakit yang tidak tampak
Uji tapis yang dilakukan sebelumnya
Kesadaran masyarakat
Bila ada yang diguanakan untuk uji tapis mempunyai sensitivitas yang rendah,

akan dihasilkan banyak negatif semu yang berarti banyak penderita yang tidak
terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji tapis dengan yield yang rendah. Sebaliknya
bila alat yang digunakan mempunyai sensitivitas yang tinggi, akan menghasilkan
yield yang tinggi. Jadi, sensitivitas alat dan yield mempunyai korelasi yang positif.
Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat akan
meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis seperti tbc, karsinoma,
hipertensi, dan DM

B. KONSEP DASAR SENSITIFITAS SPESIVISITAS


Telah dibahas sebelumnya bahwa untuk memperkirakan banyakya prevalansi suatu
penyakit dimasyarakan digunakan perhitungan sensitivitas spesivisitas.
Sebagai dasar yang digunakan dalam perhitngan sensitivias dan spesifisitas ialah:
1. Distribusi Normal
Distribusi normal merupakan distribusi teoritis ang dihasilkan dari data kontinu
dan merupakan suatu ala yang penting dalam statistika inferensial dan digunakan
untuk menguji hipotesis. Dari distribusi normal dihasilkan suatu kurvaunimodal yang
simetrisdan berbentuk lonceng. Luas seluruh area kurva distribusi normal sama dengan
100% dengan penyimpagan ke kanan dan ke kiri dari rata-rata satu deviasi standar
sama dengan 68% luas seluruh kurva,2 deviasi standar sama dengan 95% luas kurva,
dan 3 deviasi standar sama dengan 99% luas area.Sebagai dasar untuk menentukan
normalitas adalah 95% dari seluruh area luas kurva distribusi normal atau simpangan
ke kanan dan ke kiri 2 deviasi standar dari rata-rata.

Menentukan sensitivitas dan spesivisitas menggunakan distribusi normal mempunyai


beberapa kelemahan sebagai berikut:
Hasil pemeriksaan biokimia sering tidak berdistribusi normal hingga ketentuan yang
berlaku pada distribusi normal tidak dapat dipergunakan.
Tidak semua hasil pemeriksaan merupakan data kontinu
Penggunaan 2 SD atau 95% dari luas kurva sebagai batas normal tidak mempunyai dasar
ilmiah.
Penentuan batas normal dinyatakan dengan tegas. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan
karena perubahan dari normal dan tidak normal terjadio secara berangsur-angsur.
Risiko timbulnya penyakit pada batas atas dan bawah normal akan berbeda. Misalnya,
pada kolesterol serum yang normal terletak antara 150 mg% dan 200 mg% akan terjadi
perbedaan risiko timbulnya penyakit jantung koroner pada orang dengan keadaan
kolesterol 200 mg% mempunyai risiko yang lebih besar dengan orang yang memiliki
kadar kolesterol 150 mg%.
C. PERSENTIL
Sensitivitas dan spesifisitas menggunakan persentil mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan dengan menggunakan kurva distribusi normal.
1. Penentuan sensitivitas dan spesivisitas dengan persentil dapat dispesifikasikan
menurut golongan umur dan jenis kelamin karena dengan nilai biokimia yang sama
dan dengan persentil yang sama dapat terjadi pada golongan umur dan jenis kelamin
yang berbeda. Misalnya, kadar kolesterol darah 300mg % dan persentil 1% dapat
terjadi pada wanita berumur 60 tahun dan pria 38 tahun.
2. Dengan persentil tidak dibutuhkan asumsi normaltas distribusi hasil tes.
3. Sehat dan sakit ditentukan dengan gradasi yang kontinu.
6

D. PENENTUAN BATAS NORMAL


Secara ideal, hasil pemeriksaan uji tapis adalah 100% sensitive dan 100%spesifik,
tetapi dalam kenyataan, hal ini tidak mungkin terjadi karena itu kita harus mencari suatu
nilai yang dapat dianggap normal.
E. PERTIMBANGAN PELAKSANAAN UJI TAPIS
Secara teoritis uji tapis penyakit tampak sederhana, tetapi dalam praktiknya tidaklah
demikian karena harus memperhatikan berbagai faktor sebagai bahan pertimbangan
sebelum uji tapis dilaksanakan. Faktor yang harus diperhatikan sebagai bahan
pertimbangan uji tapis adalah sebagai berikut :
1. Biaya pada umumnya, uji tapis membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena
itu, tudak dianjurkan untuk melakukan uji tapis sebagai upaya pencegahan secara
masal, tetapi harus dipertimbangkan cost-effectiveness dan tes yang digunakan harus
semurah mungkin.
2. Alat yang digunakan
Dalam merencanakan uji tapis, harus dicari alat pemeriksa yang mudah dikerjakan
oleh petugas lapangan dan petugas rumah sakit. Alat yang digunakan harus sensitif
hingga sesedikit mungkin hasil tes dengan false negatif dengan akibat banyak
menghasilkan positif semu yang membutuhkan pemeriksaan diagnostik hingga
membutuhkan biaya yang besardan uji tapis tidak dapat dilaksanakan.
3. Tes yang digunakan untuk uji tapis harus cepat agar hasilnya segera diketahui.
4. Tes yang digunakan harus sesuai dengan selera masyarakat dan tidak bertentangan
dengan norma yang berlaku dimasyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam mengikuti uji tapis
5. Penderita yang terdeteksi harus mendapatkan pengobatan dan besarnya biaya
pengobatan harus menjadi pertimbangan karena hasilnya akan sia-sia bila
pengobatan dibebankan penderita yang tidak sanggup untuk menanggung biaya yang
besar
6. Di samping alat untuk tes uji tapis harus disediakan juga alat yang dapat digunakan
untuk diagnosis. Misalnya, uji tapis untuk diabetes mellitus dengan pemeriksaan
glukosa dalam urin harus disediakan pula untuk glukosa toleransi tes.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tes untuk uji tapis tidak dimaksudkan untuk mendiagnosa sehingga pada hasil tes uji
tapis yang positif harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif untuk menentukan
apakah yang bersangkutan memang sakit atau tidak kemudian bagi yang diagnosisnya
positif dilakukan pengobatan intensif agar tidak membahayakan bagi dirinya maupun
lingkungannya, khusus bagi penyakit-penyakit menular.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2002. Pengatar Epidemiologi.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai