Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

GELAR PERKARA DALAM PERKARA PIDANA


Novianto M. Hantoro*)

Abstrak
Gelar perkara merupakan salah satu kegiatan dalam proses penanganan perkara
pidana. Berawal dari pelaporan dugaan adanya tindak pidana penodaan agama
oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang kemudian diwarnai dengan demo besar 4
November 2016, dan pernyataan Presiden untuk melaksanakan proses hukum yang
tegas, cepat, dan transparan, Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara terhadap
kasus ini. Tulisan ini mengulas mengenai pengaturan dan esensi gelar perkara dalam
perkara pidana. Pengaturan mengenai gelar perkara tidak diatur di dalam undangundang Hukum Acara Pidana, melainkan dalam Peraturan Kapolri dan Peraturan
Kabareskrim, serta telah sering dilakukan, khususnya untuk gelar perkara biasa.
Pengaturan ini perlu disempurnakan dengan meningkatkannya ke dalam undangundang dan memberikan kriteria yang jelas terhadap kondisi yang memerlukan gelar
perkara khusus. DPR dapat berperan dalam pelaksanaan fungsi legislasi dengan
menyempurnakan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan pada fungsi
pengawasan terhadap independensi dan profesionalitas aparat penegak hukum.

Pendahuluan

pers setelah demo tersebut, Presiden


menyatakan proses hukum akan dilakukan
secara tegas, cepat, dan transparan.
Sehari setelah gelar perkara, Polri
menetapkan status Basuki Tjahaja Purnama
sebagai tersangka. Tulisan ini tidak membahas
secara spesifik materi perkara penodaan
agama, melainkan mengenai pengaturan dan
esensi gelar perkara dalam perkara pidana.

Badan Reserse Kriminal Kepolisian


Negara Republik Indonesia (Bareskrim
Polri), pada 15 November 2016, telah
melakukan gelar perkara terhadap kasus
dugaan tindak pidana penodaan agama
yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama. Gelar perkara ini
bukan merupakan gelar perkara pertama
yang dilakukan oleh Polri. Namun, gelar
perkara terhadap kasus ini mengundang
perhatian publik mengingat kasus ini
diwarnai dengan demo pada 4 November
2016
dengan
melibatkan
pengunjuk
rasa dalam jumlah besar yang menuntut
penyelesaian kasus ini. Dalam keterangan

Pengaturan dan Esensi Gelar Perkara


Gelar perkara tidak diatur di dalam
undang-undang, baik Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana dan Undang-Undang No. 2 Tahun

*) Peneliti Madya Hukum Konstitusi pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: nmhantoro@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia. Namun, bukan berarti gelar
perkara tidak memiliki dasar hukum
karena telah diatur dalam Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Peraturan Kapolri) No. 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana dan Peraturan Kepala Badan Reserse
Kriminal Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Peraturan Kabareskrim) No. 4
Tahun 2014 tentang Standar Operasional
Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak
Pidana. Selain itu, gelar perkara, khususnya
gelar perkara biasa, juga telah biasa
dilakukan di intern Polri dan Kejaksaan.
Pasal 1 Peraturan Kabareskrim No.
4 Tahun 2014 menyebutkan bahwa gelar
perkara adalah kegiatan penyampaian
penjelasan tentang proses atau hasil
penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik
kepada peserta gelar dalam bentuk
diskusi kelompok untuk mendapatkan
tanggapan/masukan/koreksi
dalam
rangka
menghasilkan
rekomendasi
untuk menentukan tindak lanjut proses
penyidikan. Terdapat dua jenis gelar
perkara, yaitu gelar perkara biasa dan gelar
perkara khusus. Gelar perkara biasa adalah
gelar perkara yang dilaksanakan atas inisiatif
penyidik dan dipimpin ketua tim penyidik
atau atasan penyidik. Gelar perkara khusus
adalah gelar perkara yang dilaksanakan
atas adanya komplain dari pengadu, baik
dari pihak pelapor maupun terlapor; atas
perintah Pimpinan Polri; permintaan dari
pengawas internal dan pengawas eksternal
Polri; atau atas permintaan penyidik.
Gelar perkara biasa, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Kapolri, dilaksanakan
pada tahap awal proses penyidikan,
pertengahan proses penyidikan, dan akhir
proses penyidikan. Sedangkan gelar perkara
khusus dilaksanakan terhadap kasus-kasus
tertentu dengan pertimbangan: memerlukan
persetujuan tertulis Presiden/Mendagri/
Gubernur; menjadi perhatian publik secara
luas; atas permintaan penyidik; perkara
terjadi di lintas negara atau lintas wilayah
dalam negeri; berdampak massal atau
kontinjensi; kriteria perkaranya sangat
sulit; permintaan pencekalan dan pengajuan
Daftar Pencarian Orang ke National Central
Bureau-Interpol/Divhubinter Polri; atau
pembukaan blokir rekening. Adapun Standar
Operasional (SOP) gelar perkara biasa dan

gelar perkara khusus diatur dalam lampiran


huruf C dan huruf D Peraturan Kabareskrim.
Mengenai
esensi
gelar
perkara,
terdapat perbedaan pengaturan antara
Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 dan
Peraturan Kabareskrim No. 4 Tahun 2014.
Peraturan Kapolri mengatur gelar perkara
sebagai salah satu tahapan dalam kegiatan
penyidikan,
sebagaimana
disebutkan
dalam Pasal 15 bahwa kegiatan penyidikan
dilaksanakan secara bertahap meliputi: a.
penyelidikan; b. pengiriman SPDP; c. upaya
paksa; d. pemeriksaan; e. gelar perkara; f.
penyelesaian berkas perkara; g. penyerahan
berkas perkara ke penuntut umum; h.
penyerahan tersangka dan barang bukti; dan i.
penghentian penyidikan. Sedangkan Peraturan
Kabareskrim mengatur gelar perkara sebagai
salah satu metode pengawasan penyidikan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 bahwa
metode pengawasan penyidikan tindak pidana,
meliputi: a. asistensi; b. supervisi; c. gelar
perkara; dan d. pemeriksaan pendahuluan.
Esensi dilaksanakannya gelar perkara
dapat dilihat dari pengaturan mengenai
tujuan dilakukannya gelar perkara. Tujuan
dilakukannya gelar perkara berbeda-beda
untuk setiap jenis dan tahapan. Tujuan
gelar perkara biasa dibedakan antara yang
dilakukan pada tahap awal penyidikan, tahap
pertengahan penyidikan, dan pada tahap
akhir penyidikan. Sementara tujuan gelar
perkara khusus adalah a. merespons laporan/
pengaduan atau komplain dari pihak yang
berperkara atau penasihat hukumnya setelah
ada perintah dari atasan penyidik selaku
penyidik; b. membuka kembali penyidikan
yang telah dihentikan setelah didapatkan
bukti baru; c. menentukan tindakan kepolisian
secara khusus; atau d. membuka kembali
penyidikan berdasarkan putusan praperadilan
yang berkekuatan hukum tetap.
Gelar perkara biasa perlu dimaknai
sebagai sebuah metode kerja penegak
hukum untuk menyelesaikan sebuah perkara
dan sebagai bentuk pola kerjasama dan
koordinasi antar-penegak hukum. Dalam
pelaksanaan gelar perkara juga dapat
terlaksana fungsi pengawasan atau supervisi
agar penyelidik dan penyidik dapat bekerja
secara optimal dan profesional. Dengan
demikian, esensi gelar perkara adalah untuk
kepentingan kerja sama, koordinasi, dan
pengawasan bagi aparat penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum.
-2-

Gelar Perkara Kasus Penodaan


Agama

terdapat pengaturan tentang gelar perkara


khusus untuk perkara-perkara tertentu
(termasuk perkara yang menjadi perhatian
publik secara luas) tetapi tahapannya
tetap pada fase penyidikan dan bukan
penyelidikan.
Pendapat
berbeda
dikemukakan
Direktur Riset Setara Institute, Ismail
Hasani, yang menilai gelar perkara secara
terbuka terkait kasus dugaan penodaan
agama di Bareskrim Mabes Polri tidak
perlu diperdebatkan. Menurutnya, tahap
ini menentukan kelanjutan proses hukum
terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta
dan pada dasarnya gelar perkara hanyalah
teknik kerja penyidik dalam menentukan ada
atau tidaknya dugaan tindak pidana.
Menurut Ismail, dasar gelar perkara
terbuka dan dilakukan pada tahap
penyelidikan secara implisit dimungkinkan
sebagaimana diatur pada Pasal 71 Peraturan
Kapolri No. 14/2012 tentang Manajemen
Penyidikan Tindak Pidana. Ismail juga
menanggapi terkait pernyataan banyak
pihak yang mengatakan gelar perkara
terbuka tidak dikenal dalam proses
penyelidikan. Ismail menegaskan, gelar
perkara terbuka ditujukan untuk melindungi
hak asasi warga dari penilaian bila seseorang
dinyatakan bersalah padahal belum ada
alat bukti yang cukup dan/atau tidak
terpenuhinya unsur pidana.
Dalam Peraturan Kapolri No. 12 Tahun
2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku berdasarkan Pasal 101 Peraturan
Kapolri No. 14 Tahun 2012, khususnya
Pasal 28 ayat (2), diatur bahwa proses
penentuan tindak lanjut hasil penyelidikan
dapat dilaksanakan secara langsung oleh
pejabat yang berwenang atau melalui
mekanisme gelar perkara, terutama untuk
perkara yang cukup kompleks. Artinya, di
dalam Peraturan Kapolri sebelumnya, gelar
perkara dimungkinkan dilakukan pada
fase penyelidikan sebagai pertimbangan
untuk melakukan: a. tindakan penghentian
penyelidikan dalam hal tidak ditemukan
informasi atau bukti bahwa perkara yang
diselidiki bukan merupakan tindak pidana;
b. tindakan penyelidikan lanjutan dalam hal
masih diperlukan informasi atau keterangan
untuk menentukan bahwa perkara yang

Gelar perkara kasus penodaan agama


dengan terlapor Basuki Tjahaja Purnama,
dihadiri oleh pihak pelapor, tim kuasa hukum
terlapor, ahli dari kedua belah pihak, dan ahli
yang ditunjuk Bareskrim. Dari pihak internal
Polri, hadir Divisi Profesi dan Pengamanan,
Inspektorat Pengawasan Umum, Biro
Pengawas Penyidikan, dan penyelidik yang
menangani kasus itu. Sementara dari pihak
luar yang diundang sebagai pengawas, di
antaranya hadir perwakilan dari Kompolnas
dan Ombudsman.
Proses gelar perkara dipimpin oleh
Kabareskrim dengan rangkaian kegiatan,
antara lain: pemutaran video pidato terlapor,
pemaparan hasil penyelidikan termasuk
sejumlah keterangan saksi dan ahli yang
pernah dimintai keterangan. Setelah itu,
pihak pelapor diberi kesempatan untuk
menjabarkan poin-poin laporan yang
mereka ajukan. Kemudian ahli dari pihak
pelapor, terlapor, dan kepolisian diberikan
kesempatan menambahkan pendapat yang
belum disampaikan sebelumnya.
Gelar perkara yang dilakukan dalam
perkara penodaan agama dalam kasus ini
dapat dikategorikan sebagai gelar perkara
khusus, setidaknya karena memenuhi
kriteria menjadi perhatian publik secara
luas dan berdampak massal. Sebelumnya,
rencana melaksanakan gelar perkara
ini mendapat tanggapan dari berbagai
pihak, khususnya terkait rencana akan
dilakukan secara terbuka dan disiarkan
secara langsung. Koordinator Bantuan
Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani menilai
gelar perkara secara terbuka tidak memiliki
dasar hukum yang jelas. Apalagi mengingat
gelar perkara merupakan bagian dari proses
projustitia yang harus tertutup dan dijaga
kerahasiaannya dengan tujuan antara lain
untuk menghindari distraksi atau gangguan
dalam proses pemeriksaan.
Permasalahan lain dikemukakan oleh
peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
(PSHK), Miko S. Ginting, yang menyatakan
bahwa gelar perkara seharusnya dilakukan
pada fase penyidikan, bukan penyelidikan.
Pendapat tersebut mengacu pada Peraturan
Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa meskipun
-3-

Referensi

diselidiki merupakan tindak pidana; dan c.


peningkatan kegiatan menjadi penyidikan
dalam hal hasil penyelidikan telah
menemukan informasi atau keterangan yang
cukup untuk menentukan bahwa perkara
yang diselidiki merupakan tindak pidana.
Gelar perkara dan kesimpulan hasil
penyelidikan terhadap kasus penodaan
agama ini telah diumumkan dengan
menetapkan terlapor sebagai tersangka dan
meningkatkan tahap penyelidikan menjadi
penyidikan. Namun demikian, perlu ada
penyempurnaan terhadap gelar perkara,
yaitu dengan meningkatkan pengaturannya
ke tingkat undang-undang, mengingat
dasar hukum dalam undang-undang akan
lebih kuat dibandingkan dengan Peraturan
Kapolri atau Peraturan Kabareskrim.

Ini Pidato Presiden Jokowi Soal Demo 4


November, https://nasional.tempo.co/
read/news/2016/11/05/078817905/inipidato-presiden-jokowi-soal-demo-4november, diakses 16 November 2016.
Gelar
Perkara
Terbuka
Tidak
Perlu
Jadi
Perdebatan,
http://
megapolitan.kompas.com/
read/2016/11/09/19363831/.gelar.
perkara.terbuka.tidak.perlu.jadi.
perdebatan, diakses 16 November 2016.
Jangan Bergerak di Luar Hukum, Media
Indonesia, 17 November 2016.
Kompolnas
Sebut
Polisi
Profesional
dalam Gelar Perkara Kasus Ahok,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/11/15/20161751/kompolnas.
sebut.polisi.profesional.dalam.
gelar.perkara.kasus.ahok, diakses 16
November 2016.
Kompolnas,Ombudsman,
hingga
Pangdam Jaya Hadiri Gelar Perkara
Ahok,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/11/15/10125111/kompolnas.
ombudsman.hingga.pangdam.jaya.
hadiri.gelar.perkara.ahok, diakses 16
November 2016.
PSHK: Gelar Perkara Ahok Secara Terbuka
Tak Ada Dasar Hukum, http://
hariansib.co/view/Hukum/141432/
PSHK--Gelar-Perkara-Ahok-SecaraTerbuka-Tak-Ada-Dasar-Hukum.html,
diakses 16 November 2016.
YLBHI: Gelar Perkara Kasus Ahok
Secara Terbuka Tak Punya Dasar
Hukum:,
http://berita.baca.co.i
d/6032807?origin=relative&pag
eId=f661a669-9a27-4040-8237c7c3f4816299&PageIndex=2&over,
diakses 16 November 2016.
Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pengawasan dan Pengendalian
Penanganan
Perkara
Pidana
di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar
Operasional
Prosedur
Pengawasan
Penyidikan Tindak Pidana.
Peraturan
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.

Penutup
Polri
telah
melaksanakan
gelar
perkara khusus dalam kasus penodaan
agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif
Basuki Tjahaja Purnama sebagai terlapor.
Sehari setelah gelar perkara tersebut, Polri
memutuskan untuk meningkatkan proses
penyelidikan kasus tersebut ke tingkat
penyidikan dan menetapkan terlapor sebagai
tersangka. Dalam kasus ini, kepolisian telah
bekerja dengan baik dan mendapatkan
apresiasi dari berbagai pihak, namun gelar
perkara khusus perlu lebih diatur secara
tegas, baik mengenai kriteria maupun teknis
pelaksanaannya agar tidak dijadikan sebagai
preseden untuk menuntut semua kasus
dilakukan gelar perkara khusus.
Belajar pada kasus ini dan mengingat
gelar perkara dapat menimbulkan ekses
positif dan negatif maka perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap pengaturan
mengenai gelar perkara untuk mengurangi
ekses negatifnya. DPR melalui fungsi
legislasi dapat melakukan penyempurnaan
pengaturan tersebut, antara lain dengan
meningkatkan pengaturan gelar perkara ke
tingkat undang-undang, khususnya dalam
penyempurnaan UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Dari aspek
pengawasan, DPR perlu mengawasi kinerja
Polri agar dapat bekerja secara independen
dan profesional.

-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

HUBUNGAN INDONESIA-AMERIKA SERIKAT


SETELAH TERPILIHNYA DONALD TRUMP
SEBAGAI PRESIDEN
Simela Victor Muhamad*)

Abstrak
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) menarik untuk
dicermati. Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana hubungan
bilateral Indonesia-AS setelah Trump terpilih sebagai presiden. Di masa pemerintahan
Barack Obama, yang akan berakhir Januari 2017, hubungan bilateral IndonesiaAS telah berjalan dengan baik, yang ditandai antara lain dengan disepakatinya
Kemitraan Komprehensif oleh kedua negara. Hubungan baik Indonesia-AS tersebut
diharapkan dapat terus berlangsung di masa pemerintahan Trump. Melalui berbagai
pertimbangan mendalam, termasuk melalui mekanisme checks and balances, kiranya
pemerintahan Trump akan terus melihat arti strategis hubungan bilateral IndonesiaAS. AS tidak bisa mengabaikan posisi strategis Indonesia di kawasan, dan begitu juga
sebaliknya, Indonesia memandang AS memiliki peran penting bagi keamanan kawasan.
Arti strategis yang melingkupi hubungan bilateral kedua negara tersebut tidak dapat
diabaikan begitu saja oleh pemerintahan Trump.

Pendahuluan
Amerika Serikat (AS) baru saja
melaksanakan
pemilihan
umum
untuk
memilih pemimpin baru, dan pengusaha New
York, Donald J. Trump, akhirnya terpilih
sebagai Presiden ke-45 AS. Trump, dari
Partai Republik, terpilih sebagai Presiden
AS mengalahkan Hillary Clinton dari Partai
Demokrat. Dari hasil exit poll, Trump meraih
289 electoral votes, sedangkan Hillary hanya
218. Untuk memenangi pemilu, seorang
calon presiden harus mendapatkan minimal
270 dari 538 electoral votes. Tidak semua

pihak menyambut baik terpilihnya Trump


sebagai Presiden AS, bahkan ada penolakan
yang datang dari dalam negeri sendiri. Hal
itu karena Trump selama ini dinilai sebagai
pribadi yang kerap mengeluarkan pernyataanpernyataan kontroversial, seperti mendeportasi
imigran, membangun tembok perbatasan
antara AS dan Meksiko, mencegah kaum
Muslim masuk wilayah AS, dan mengancam
bahwa AS akan meninggalkan sekutusekutunya. Sikap Trump itu tidak hanya
mengundang kekhawatiran dari dalam negeri

*) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: simela.muhamad@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

AS, tetapi juga membuat banyak negara lain,


termasuk Indonesia, bertanya-tanya mengenai
masa depan hubungannya dengan AS di bawah
pemerintahan baru. Menarik kiranya untuk
dicermati, bagaimana hubungan Indonesia-AS
setelah Trump terpilih sebagai presiden.

serta upaya peningkatan kerja sama di antara


mereka. Sementara melalui ASEAN Regional
Forum (ARF), AS bersama Indonesia dan
negara ASEAN lainnya, sejauh ini, kerap
membahas isu-isu keamanan kawasan yang
menjadi perhatian bersama, di antaranya isu
Laut China Selatan dan keamanan maritim
di kawasan Asia Timur. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam pelaksanaan politik luar
negerinya, Presiden Obama mengedepankan
pendekatan multilateralisme dan lebih bersedia
mendengar pandangan negara lain dalam
merespons isu-isu global dan kawasan.
Keterlibatan AS yang cukup intens di
forum ASEAN tersebut, di mana Indonesia
menjadi bagian di dalamnya, tidak dapat
dilepaskan dari prioritas politik luar negeri
pemerintahan Obama yang melihat bahwa
kawasan Asia Timur dan Pasifik sebagai key
drivers dalam kancah politik dan ekonomi
dunia, sehingga AS mencanangkan abad 21
sebagai Abad Amerika di Pasifik. Pilihan ini
merupakan langkah fundamental dan strategis
dalam menjawab tren global yang diwarnai
dengan transformasi pusat kekuatan dunia
dari negara-negara Barat ke kawasan Asia.
Selain tentunya juga dalam kerangka menjaga
keseimbangan kekuatan (balance of power) di
kawasan, terutama terhadap kekuatan China
yang sedang bangkit.

Sekilas Hubungan Indonesia-AS


Terlebih dahulu perlu dijelaskan secara
sekilas mengenai hubungan Indonesia-AS
selama ini, terutama di bawah pemerintahan
Barack Obama yang dinilai banyak orang
telah membawa kemajuan cukup berarti bagi
kedua negara. Dari sini nanti akan dianalisis
bagaimana kira-kira hubungan Indonesia-AS
ke depan setelah Trump resmi dilantik sebagai
Presiden AS, pada Januari 2017, menggantikan
Obama.
Tidak dapat disangkal bahwa hubungan
Indonesia-AS di bawah pemerintahan Obama
diwarnai oleh sejumlah pencapaian positif bagi
pengembangan hubungan kerja sama kedua
negara. Pada bulan November 2010, misalnya,
pada saat kunjungan kenegaraan Presiden
Obama ke Jakarta telah diluncurkan USIndonesia Comprehensive Partnership atau
Kemitraan Komprehensif Indonesia-Amerika,
yang ditandatangani langsung oleh menteri
luar negeri kedua negara kala itu, Hillary
Clinton dan Marty Natalegawa. Kesepakatan
itu meliputi kerja sama politik dan keamanan,
ekonomi dan pembangunan, sosial budaya,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Kesepakatan kerja sama bilateral,
yang di-review setiap tahunnya itu, kembali
diperkuat dalam kunjungan kenegaraan
Presiden Joko Widodo ke AS, Oktober 2015, di
antaranya dengan menambahkan aspek kerja
sama pertahanan, maritim, dan lingkungan
hidup, selain hubungan dagang yang perlu
terus diperkuat. AS merupakan mitra dagang
terbesar ke-4 bagi Indonesia setelah China,
Jepang, dan Singapura. Sebaliknya, Indonesia
merupakan mitra dagang terbesar ke-28 bagi
AS. Lima negara yang merupakan mitra dagang
terbesar AS adalah Kanada, China, Meksiko,
Jepang, dan Jerman. Ekspor Indonesia ke
AS meningkat 2,6% dari 18,9 miliar dollar AS
tahun 2013 ke 19,4 miliar dollar AS tahun 2015.
Dalam konteks yang lebih luas, hubungan
Indonesia-AS yang berjalan dengan baik
itu juga tercermin dalam kerangka ASEAN.
Melalui KTT ASEAN-AS misalnya, AS bersama
Indonesia dan negara ASEAN lainnya kerap
membicarakan isu-isu global dan kawasan

Hubungan Indonesia-AS
Setelah Kemenangan Trump
Setelah kemenangan Trump dalam
pemilihan presiden AS, timbul pertanyaan,
apakah pemerintahan baru AS di bawah
Presiden Trump akan membuat kebijakan
yang berbeda terhadap Indonesia, dan juga
Asia? Terlalu dini untuk mengetahui secara
pasti arah politik luar negeri Presiden Trump,
meskipun dalam kampanye pemilihan presiden
AS yang lalu, Trump memberi sinyal untuk
isu-isu tertentu. Sebagai misal, jika benar
Trump yang memenangi pemilihan, diplomasi
AS akan lebih konfrontatif dan ofensif ketika
berhadapan dengan China, sesuatu hal yang
perlu dipertimbangkan dengan seksama jika
ingin diterapkan pemerintahan Trump. Trump
tampaknya tidak menyadari bahwa China
kini telah muncul sebagai kekuatan ekonomi
baru di Asia, dan AS akan merugi jika gagal
memanfaatkan pertumbuhan ekonomi China.
Kemunculan kekuatan ekonomi baru di
Asia Timur, termasuk ASEAN (dan Indonesia
di dalamnya) juga tidak dapat diabaikan begitu
-6-

saja oleh Trump, terlebih di kawasan ini AS


juga memiliki kepentingan ekonomi. Pada
abad ke-20 mungkin AS masih mendominasi
ekonomi dan keamanan dunia, tetapi pada
abad ke-21 ini telah terjadi perubahan yang
mendasar dengan munculnya pusat-pusat
perekonomian baru yang pasarnya masih
bertumbuh (the emerging markets), seperti di
Asia Timur, yang bisa menjadi mitra strategis
bagi AS. Hal ini yang dilakukan pemerintahan
Obama dalam politik luar negerinya, seperti
terlihat dalam hubungan Indonesia-AS melalui
kemitraan komprehensifnya.
Ekonomi politik dunia memang semakin
dicirikan dengan saling ketergantungan yang
semakin mendalam, baik melalui globalisasi
keuangan maupun produksi. Kejayaan dan
kebangkitan ekonomi AS setelah Perang
Dunia II justru disebabkan oleh sikap terbuka
dan menjangkau dunia luar melalui kerja
sama, baik di tingkat regional maupun global.
Jika tradisi yang sukses itu ditinggalkan,
timbul pertanyaan, alternatif apa yang akan
ditawarkan Trump. Jika digunakan kerangka
analisis subyektif, politik luar negeri AS
kemungkinan akan mengikuti karakter dari
presiden barunya, dan Trump bisa saja
mengubah semua itu, termasuk capaiancapaian hubungan bilateral antara AS dan
Indonesia. Namun demikian, pemerintahan
Trump, dalam kerangka analisis strukturalobyektif, bisa saja akan mempertahankan
(bahkan mungkin meningkatkan) capaiancapaian kerja sama bilateral AS dengan
mitra strategisnya di kawasan Asia Timur,
termasuk Indonesia, terlebih hal itu membawa
kemanfaatan bagi AS.
Dalam kerangka analisis strukturalobyektif, kebijakan luar negeri AS tidak
ditentukan semata oleh presiden, tetapi
melibatkan mekanisme checks and balances
antara eksekutif dan legislatif sehingga
membatasi
otoritas
presiden
dalam
meluncurkan kebijakan-kebijakan baru. Belum
lagi, secara tradisional dan kelembagaan, selain
Kementerian Luar Negeri, sejumlah national
agencies, seperti Kementerian Pertahanan
(Pentagon), Kementerian Perdagangan, dan
badan intelijen (CIA) juga dilibatkan dalam
perumusan kebijakan luar negeri. Lembagalembaga ini tentu memiliki aturan prosedur
dan kepentingan kelembagaan yang berbeda
satu dengan lainnya dalam memberikan input
analisis kebijakan kepada pemimpin baru,
termasuk dalam soal hubungan luar negeri.

Dalam konteks hubungan IndonesiaAS, dengan berbagai pertimbangan mendalam


dari kementerian dan badan terkait, bisa saja
pemerintahan Trump akan mempertahankan
Kemitraan
Komprehensif
yang
sudah
disepakati bersama oleh Indonesia dan AS, atau
memodifikasinya menjadi lebih kuat sejalan
dengan kepentingan pemerintahan AS yang
baru. Hal tersebut dilakukan pemerintahan
George W. Bush (dari Partai Republik) yang
terus memelihara hubungan baik IndonesiaAS yang telah dirintis oleh pemerintahan AS
sebelumnya di bawah kepemimpinan Presiden
Bill Clinton (dari Partai Demokrat). Karena
bagi AS, setiap presiden harus memanfaatkan
kesempatan (opportunity) yang ada untuk
menjalin hubungan luar negeri yang kuat,
terutama dengan negara yang dianggap
strategis dan akan memberi kemanfaatan
yang besar bagi AS. Dikaitkan dengan latar
belakang Trump, sebagai pengusaha sukses
yang terbiasa mengejar opportunity, hubungan
bilateral Indonesia-AS dapat ditingkatkan dalam
kerangka itu.
Sebaliknya, bagi Indonesia, kemenangan
Trump juga harus dilihat sebagai opportunity
untuk membangun hubungan bilateral yang
lebih kuat lagi dengan AS. Dari aspek geoekonomi misalnya, AS masih sangat strategis
bagi Indonesia. AS merupakan salah satu mitra
dagang utama Indonesia. AS merupakan salah
satu tujuan utama pasar ekspor Indonesia,
terutama untuk ekspor komoditi utama
seperti karet, gas, dan minyak bumi. Demikian
juga dari sisi investasi, AS merupakan salah
satu investor utama untuk Indonesia. Kerja
sama yang sudah dibina selama ini telah
meningkatkan arus investasi AS ke Indonesia
dan perdagangan bilateral yang memberi
keuntungan kepada kedua pihak.
Hubungan Indonesia-AS di bawah
pemerintahan Trump juga tidak bisa
mengabaikan aspek keamanan kawasan.
AS, yang sebagian wilayahnya (di sisi barat)
mencakup perairan Pasifik, tidak bisa
mengabaikan begitu saja perkembangan dan
dinamika keamanan di kawasan ini. Stabilitas
keamanan di kawasan ini begitu penting
bagi AS yang secara tradisional memiliki
kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan,
dan kehadiran Armada ke-7, sebagai salah satu
penjaga kepentingan nasional AS di kawasan
ini, menjadi petunjuk akan hal itu. Oleh
karena itu, menjalin hubungan konstruktif
dengan negara-negara di kawasan ini, yang
-7-

bisa memberi rasa aman bagi AS, menjadi


sangat penting, dan Indonesia adalah salah
satunya. Indonesia, sebagai negara kepulauan
dengan sejumlah selat strategis dan Alur
Laut Kepulauan yang dimilikinya, tidak bisa
diabaikan begitu saja oleh AS.
Dari sudut kepentingan Indonesia dan
keamanan kawasan, kehadiran AS di Asia juga
dibutuhkan untuk mengimbangi dominasi
militer China, terutama dalam kaitannya
dengan isu Laut China Selatan. Masyarakat
di kawasan sudah melihat bagaimana China
mengabaikan putusan Mahkamah Arbitrase
Internasional (PCA) yang menolak klaim
kedaulatan sepihak China di Laut China
Selatan. Dominasi salah satu kekuatan besar di
Asia Tenggara akan mengecilkan arti ASEAN
yang selama ini penuh inisiatif menyusun
code of conduct dalam kerangka tata kelola
konflik di Laut China Selatan demi menjaga
perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara.
Bagaimanapun ASEAN adalah platform
regional kebijakan luar negeri Indonesia yang
bisa meningkatkan posisi tawar Indonesia di
dunia internasional. Hubungan Indonesia-AS
di bawah pemerintahan Trump, sudah tentu
juga perlu dilihat dalam kerangka ASEAN.
Forum KTT ASEAN-AS dan ARF, sebagaimana
telah disinggung di atas, harus dimanfaatkan
oleh pemerintahan Trump untuk memperkuat
hubungannya dengan negara-negara kawasan,
termasuk Indonesia. Pola hubungan yang
sudah terjalin lama ini tidak akan dapat segera
diubah. Karena itu, yang terpenting adalah
mengidentifikasi kepentingan nasional masingmasing yang ingin diperjuangkan.
Satu hal penting lainnya, yang juga harus
menjadi perhatian kedua negara, keberhasilan
Indonesia sebagai bangsa dengan penduduk
Muslim terbesar di dunia dalam menciptakan
demokrasi yang relatif stabil, hendaknya bisa
dipahami oleh pemerintahan Trump sebagai
soft power yang menginspiriasi dunia. Dalam
konteks ini, Indonesia bisa menjadi mitra yang
penting bagi AS. AS dan Indonesia, sebagai
negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga,
dapat berkolaborasi mempromosikan nilai-nilai
perdamaian yang membawa kesejukan bagi
dunia.

luar negerinya, pemerintahan AS harus


mempertimbangkan berbagai masukan dari
kementerian dan badan terkait, terutama jika
hal itu menyangkut kepentingan strategis
AS. Belum lagi prinsip checks and balances
yang berlaku di AS menjadi sistem yang turut
mengawal pelaksanaan kebijakan pemerintahan
AS, termasuk dalam urusan luar negeri.
Menyimak pembahasan di atas, hubungan
Indonesia-AS tidak diragukan lagi memiliki
arti strategis bagi kedua negara. AS tidak bisa
mengabaikan posisi strategis Indonesia di
kawasan, dan begitu juga sebaliknya, Indonesia
memandang kehadiran AS memiliki arti
strategis bagi upaya pemeliharaan perdamaian
dan stabilitas keamanan di kawasan.
Sebagai negara sahabat, Indonesia patut
berharap bahwa pemerintahan baru AS di
bawah kepemimpinan Presiden Trump akan
membawa kemajuan bagi hubungan bilateral
Indonesia-AS. Capaian-capaian kerja sama
kedua negara yang telah disepakati melalui
Kemitraan Komprehensif kiranya dapat
terus dijalankan dan ditingkatkan. Sikap
Presiden Joko Widodo yang menyambut baik
terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS
menandakan keinginan pemerintah Indonesia
untuk terus menjalin hubungan konstruktif
dengan pemerintahan AS yang baru. Dalam
kaitan ini, melalui aktivitas diplomasi
parlemen, DPR RI dapat turut berkontribusi
dalam mendukung upaya penguatan hubungan
bilateral Indonesia-AS.

Referensi
Hybel, US Foreign Policy Decision-Making
from Kennedy to Obama: Responses
to International Challenges, Palgrave
MacMillan US, 2014.
Donald Trumps Win Starts a New Era for
Republicans, The Wall Street Journal, 9
November 2016.
Jokowi congratulates Trump, The Jakarta
Post, 9 November 2016.
Trump wins White House in astonishing
victory, The Jakarta Post, 9 November 2016.
Makmur Keliat, Politik Luar Negeri AS ke
Depan, Kompas, 10 November 2016.
Aleksius Jemadu, Makna Kemenangan Donald
Trump untuk Indonesia, Kompas, 11
November 2016.
Kerjasama
Bilateral
Indonesia-Amerika
Serikat, kemenlu.go.id., http://kemlu.
go.id/washington/id/Pages/AmerikaSerikat.aspx , diakses 12 November 2016.

Penutup
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai
Presiden ke-45 AS tidak seharusnya disikapi
dengan kekhawatiran yang berlebihan. Karena
bagaimana pun, dalam pelaksanaan politik
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

MEMOTIVASI MINAT BACA


Elga Andina*)

Abstrak
Kemampuan literasi memiliki peran fundamental dalam upaya bertahan hidup. Akan
tetapi, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Kondisi ini tidak hanya
disebabkan rendahnya akses terhadap buku, namun juga karena tidak terbentuknya
kebiasaan membaca. Untuk memastikan buku dapat diakses seluruh masyarakat
Indonesia, saat ini DPR dan Pemerintah sedang membahas Rancangan UndangUndang tentang Sistem Perbukuan yang akan mengatur tata kelola perbukuan secara
menyeluruh mulai dari penulisan naskah, pencetakan, penerbitan, pendistribusian,
penggunaan, hingga pengadaan buku. Akan tetapi, ketersediaan buku saja tidak cukup
untuk memastikan budaya membaca. Pemerintah perlu mengembangkan programprogram pendidikan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan
untuk menumbuhkan kebiasaan membaca sejak dini di sekolah, rumah, dan lingkungan
masyarakat dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi pembelajaran.

Pendahuluan

Rendahnya daya saing bangsa dapat


diukur dari tingkat pendidikan seorang
anak. Dalam penelitian yang dirilis
United Nations Development Programme
(UNDP), tingkat pendidikan berdasarkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
Indonesia hanya 14,6 persen. Jauh lebih
rendah daripada Malaysia yang mencapai
28 persen dan Singapura yang mencapai 33
persen. Oleh karena itu, dalam Konferensi
Anak Indonesia yang diselenggarakan
pada 13 November 2016 lalu, 33 anak
dari seluruh Indonesia diundang untuk
menularkan virus membaca sejak dini
kepada teman maupun masyarakat di
lingkungan sekitarnya.

Anak-anak Indonesia memiliki minat


baca yang sangat kurang dibandingkan
negara lain. Hasil Studi Most littered
Nation in the World yang dilakukan oleh
Central Connecticut State University, Maret
2016, menunjukkan peringkat Indonesia
nomor 60 dari 61 negara soal minat
membaca. Meskipun Data IKAPI (Ikatan
Penerbit Indonesia) 2015, menyatakan
93,4% orang Indonesia melek huruf, namun
hanya ada 30.000 buku yang diterbitkan
setiap tahun, yang dirasa tidak cukup untuk
mengembangkan
kemampuan
literasi
masyarakat. Rendahnya kemampuan literasi
akan membuat rendahnya daya saing bangsa
dalam persaingan global.

*) Peneliti Muda Psikolog pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: elga.andina@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Berangkat dari keprihatinan tersebut,


DPR RI merasa perlu untuk membenahi
sistem perbukuan yang ada di Indonesia
dengan merumuskan Rancangan UndangUndang
tentang
Sistem
Perbukuan
(RUU Sisbuk). RUU ini merupakan RUU
prioritas 2016 yang pernah diusulkan pada
periode keanggotaan 2009-2014 lalu. DPR
berharap RUU ini dapat menjadi langkah
awal untuk meningkatkan kehidupan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tulisan ini
akan mengulas upaya yang perlu dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan minat baca
masyarakat, terutama pada anak-anak.

Kondisi Sistem Perbukuan Indonesia

Indonesia belum pernah memiliki


undang-undang yang komprehensif tentang
buku. Peraturan-peraturan terkait pun
tersebar di berbagai kementerian, misalnya
tentang insentif produsen buku dicantumkan
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta; akses buku untuk
pendidikan dalam Undang-Undang Nomor
43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan; atau
pengawasan barang cetakan dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. UNESCO
juga menegaskan perlunya sebuah negara
memiliki kebijakan perbukuan nasional
yang
dapat
memberikan
kemudahan
bagi masyarakat untuk memperoleh dan
memanfaatkan buku. Karena itulah, pada
tahun 1972 UNESCO menggelar konferensi
buku
dunia
dan
memproklamasikan
International Book Year (IBY).
Permasalahan kesulitan akses buku
bukanlah satu-satunya hambatan dunia
perbukuan di Indonesia. Ada banyak
hambatan dalam dunia perbukuan kita,
antara lain: (1) masih sedikitnya produksi
buku, yang disebabkan karena masih belum
adilnya insentif bagi setiap produsen buku,
kurangnya kemampuan penulis, penerbit di
daerah tidak berkembang, dan kurangnya
media untuk mengembangkan penulisan
buku; (2) peran pemerintah belum optimal,
terkait dengan pengawasan atas konten
yang lemah, prosedur pengadaan yang
belum saling mendukung dengan program
pendidikan,
tersebarnya
kewenangan
pengelolaan buku di berbagai kementerian
dan lembaga tanpa memperkuat koordinasi;
dan (3) pembengkakan biaya distribusi, yang
disebabkan banyaknya mafia buku yang

- 10 -

membuat harga buku melonjak dan besarnya


biaya pengiriman ke daerah yang jauh dari
penerbitan karena tidak dikembangkan
sistem pencetakan di daerah.
Hambatan
perbukuan
tersebut
perlu diurai dan dirapikan dalam suatu
sistem yang menyeluruh, yang sedang
dirumuskan dalam RUU Sisbuk. Dalam
drafnya, konsep sistem perbukuan akan
mencakup seluruh tata kelola perbukuan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan,
mulai dari penulisan naskah, pencetakan,
penerbitan, pendistribusian, penggunaan,
hingga pengadaan buku. Dengan konsep ini
maka semua aspek yang menyangkut buku
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan
harus dikolaborasikan untuk mencapai
tujuan memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terdapat dua ide utama dalam upaya
membentuk sistem perbukuan yang diemban
oleh RUU Sisbuk. Pertama, upaya menjamin
adanya transfer of knowledge. Di sini buku
merupakan media ilmu pengetahuan yang
berhak diakses oleh seluruh masyarakat
Indonesia, sesuai dengan amanat Pasal
28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI Tahun 1945), yang menyebutkan
Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia. Pada
kenyataannya, kesulitan mendapatkan buku
terus menjadi problematika, terutama di
dunia pendidikan. Mereka yang tinggal di
daerah terpencil sulit mendapatkan sumber
informasi yang sama dengan mereka yang
tinggal di perkotaan. Akibatnya, kemajuan
pendidikannya pun menjadi tidak setara.
Kedua, upaya memperbaiki ekosistem
perindustrian buku. Di samping merupakan
produk kultural, buku juga merupakan
produk industri. Agar buku dapat diakses
oleh pembaca atau penggunanya, buku
sangat bergantung pada dunia industri
perbukuan yang di dalamnya terdiri dari
penerbit, percetakan, distributor, dan toko
buku. Dengan begitu, industri perbukuan
semestinya
bekerja
untuk
kemajuan
pendidikan. Namun, pada kenyataannya
banyak mafia buku yang menyebabkan

harga menjadi mahal, atau memberikan


harga murah tapi tidak menjaga mutu
produksinya.
Dalam RUU Sisbuk, permasalahan
akses dikaitkan dengan jumlah dan
distribusi buku. Adanya upaya untuk
meningkatkan peran toko buku dan
perpustakaan
menjadi
solusi
yang
ditawarkan untuk permasalahan di atas.
Masalah akses juga bisa diselesaikan dengan
menggunakan alternatif buku elektronik
(e-book) daripada buku cetak. Pemanfaatan
media elektronik memberikan kemudahan
akses, jangkauan, dan mengurangi biaya
yang dibutuhkan untuk distribusi. Solusi
ini hanya dapat menjadi reliabel ketika
ada
koordinasi
antara
Kemendikbud
dan pemangku kepentingan di bidang
komunikasi, baik Kementerian Komunikasi
dan Informatika maupun pihak swasta
penyedia layanan internet dan perangkat
elektronik yang dapat digunakan untuk
mengakses buku elektronik. Penggunaan
buku elektronik akan berdampak pada
tuntutan keterampilan memanfaatkannya.
Oleh karena itu, selain mempersiapkan
sarana dan prasarana, pemerintah juga
harus melakukan sosialisasi dan pelatihan
mengenai pemaanfaatannya.

Kurangnya keterampilan membaca akan


membuat orang malas membaca. Pada anakanak, kegagalan dalam mempelajari cara
membaca memengaruhi motivasi mereka
untuk membaca (Morgan, et al, 2008).
Kedua, kebebasan memilih bahan
bacaan
memotivasi
untuk
membaca.
Ketertarikan
terhadap
bahan
bacaan
merupakan langkah awal untuk membangun
kebiasaan membaca. Pada tahun 1930an penelitian ilmiah tentang pendidikan
dan kepustakaan mulai mendalami minat
baca anak-anak. Penelitian menemukan
bahwa anak-anak lebih memilih prosa
dibandingkan puisi, dan fiksi ketimbang
non-fiksi. Anak perempuan lebih suka fiksi
dibandingkan anak laki-laki dan anak lakilaki membaca lebih banyak sejarah dan
biografi dibandingkan anak perempuan.
Anak laki-laki memilih fiksi petualangan,
sedangkan anak perempuan menyenangi
kisah tentang dirinya dan novel mengenai
etika dan kehidupan sehari-hari (Cleary,
1939, p. 120; Coxe, 1932, p. 11, dalam
Stauffer, 2007).
Ketiga, kegiatan membaca perlu
dilakukan di mana-mana. Adanya Peraturan
Mendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti yang di dalamnya
memuat kewajiban seluruh warga sekolah
meluangkan waktu 15 menit membaca buku
nonteks pelajaran sebelum kegiatan belajar
mengajar dimulai merupakan langkah awal
untuk membangun iklim gemar membaca di
sekolah. Program tersebut terus diperkuat
dengan pembiasaan di lingkungan luar
sekolah. Anak-anak juga perlu dibiasakan
untuk membaca buku di rumah. Menurut
Roberts, Jurgens, & Burchinal (2005)
dukungan
lingkungan
rumah
sangat
memengaruhi keterampilan bahasa dan
literasi awal anak. Membaca bersama
juga merupakan proses yang mendukung
perkembangan membaca di masa-masa awal
sekolah (Bus, van IJzendoorn, & Pellegrini,
1995).
RUU Sisbuk hanya mengatur soal
menyediakan buku. Sementara upaya
untuk meningkatkan minat baca, perlu ada
kebijakan lain di luar RUU. Mengacu tiga
poin untuk meningkatkan minat baca seperti
telah diuraikan di atas, maka perlu ada
kebijakan:
a. Memacu kemampuan membaca pada
anak. Pelibatan orang tua dalam

Upaya-upaya menumbuhkan minat


baca
Permasalahannya, memastikan buku
dapat diakses saja tidak menjamin dapat
meningkatkan minat baca. Perlu ada upaya
lain untuk menumbuhkan budaya membaca
dengan memanfaatkan ketersediaan buku.
Menumbuhkan kebiasaan dan minat
membaca membutuhkan proses modifikasi
perilaku yang serius. Meminjam teori klasik
Pavlov, suatu stimulus yang diberikan
berulang-ulang akan membentuk perilaku.
Dengan demikian, untuk meningkatkan
minat baca perlu dilakukan sejak dini
dan terus menerus di berbagai dimensi
kehidupan anak, baik di rumah, sekolah,
maupun lingkungan umum.
Penelitian-penelitian
mengenai
pengembangan minat baca menemukan
beberapa poin yang perlu diperhatikan
dalam upaya mengembangkan minat
baca. Pertama, minat baca diawali dengan
meningkatkan
kemampuan
membaca.
Langkah pertama untuk senang membaca
adalah memiliki kemampuan membaca.
- 11 -

Referensi

mengenalkan huruf sejak dini menjadi


penting, dilanjutkan dengan kegiatan
membaca, baik berupa membacakan
buku kepada anak maupun membaca
bersama;
b. Memperbanyak ragam buku bacaan di
perpustakaan sekolah dan membiasakan
anak meminjam buku di perpustakaan,
dengan membebaskan anak memilih
bacaan setiap minggunya;
c. Tetap melanjutkan kebijakan kewajiban
membaca 15 menit buku non pelajaran;
dan
d. Pengembangan
perpustakaan
di
berbagai pelosok untuk memudahkan
akses, seperti perpustakaan keliling,
perpustakaan desa, dan lain-lain.

Bus, A. G., van IJzendoorn, M.,H., &


Pellegrini, A. D. Joint book reading makes
for success in learning to read: A metaanalysis on intergenerational transmission
of literacy. Review of Educational
Research, 65(1), 1.1995.
Dari 1.000, Hanya 1 Anak Indonesia yang
Punya Minat Baca, http://life.viva.co.id/
news/read/845115-dari-1-000-hanya-1anak-indonesia-yang-punya-minat-baca,
diakses tanggal 17 November 2016.
IKAPI. Data Perbukuan Indonesia (diupdate
30 September 2015). http://www.ikapi.
org/component/k2/item/60-dataperbukuan-indonesia, diakses tanggal 21
November 2016.
Minat Baca Bangsa Indonesia Masih
Rendah, Suara Pembaharuan, 14
November 2016.
Morgan, P. L., Fuchs, D., Compton, D. L.,
Cordray, D. S., & Fuchs, L. S. Does
early reading failure decrease children's
reading motivation? Journal of Learning
Disabilities, 41(5), 387-404. 2008.
M. Suryaman, Kesiapan Masyarakat Sunda
Menghadapi Era Global, Makalah
pada Konferensi Internasional Budaya
Sunda (The Indonesian Conference on
Sundanesse Culture), Gedung Merede,
Bandung, 22-25 Agustus 2001.
Naskah Akademik Rancangan UndangUndang tentang Sistem Perbukuan.
Roberts, J., Jurgens, J., & Burchinal, M. The
role of home literacy practices in preschool
children's language and emergent literacy
skills. Journal of Speech, Language, and
Hearing Research, 48(2), 345-59. 2005.
Stauffer, Suzanne. Developing Children's
Interest in Reading. Library Trends, 56.2
(Fall 2007): 402-422.

Penutup
Kehadiran RUU tentang Sistem
Perbukuan (RUU Sisbuk) berawal dari citacita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan memastikan buku dapat diakses
mudah, murah, dan bermutu. Namun,
permasalahan buku hendaknya tidak hanya
dilihat dari buku sebagai objek, namun juga
perlu dikembangkan pada ranah sosial,
ketika buku baru dapat berguna jika ada
yang ingin membaca. Jika Pemerintah tidak
memerhatikan upaya peningkatan kualitas
dan minat pembaca, maka akses buku tidak
akan bermanfaat meskipun pemerintah
dapat menyediakan buku ke pelosok
Indonesia. Artinya, sistem perbukuan yang
baik belum tentu menjamin pencerdasan
kehidupan bangsa jika tidak ada minat baca.
Minat baca ditumbuhkan dari (1)
peningkatan keterampilan membaca; (2)
kebebasan memilih bacaan; (3) lingkungan
yang kondusif untuk membaca; dan (4)
pembiasaan kegiatan membaca. Upaya
meningkatkan minat harus dilakukan secara
simultan sejak dini di berbagai dimensi
kehidupan anak di rumah, sekolah, dan
lingkungan umum.
Selain
memastikan
akses
buku
melalui RUU Sisbuk, pemerintah juga perlu
menyelaraskan dengan berbagai program
pendidikan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan pendidikan untuk
membangun budaya membaca sejak dini.
DPR perlu mendorong dan mengawasi
program pendidikan agar selaras dengan ide
RUU Sisbuk.

- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERINGKAT KEMUDAHAN BERBISNIS


INDONESIA
Suhartono*)

Abstrak

Upaya memperbaiki iklim kemudahan berbisnis menjadi fokus banyak negara termasuk
Indonesia. Loncatan peringkat kemudahan berbisnis Indonesia untuk tahun 2017
memberikan harapan bagi peningkatan minat investor untuk berusaha di Indonesia di
tengah kelesuan dan ketidakpastian ekonomi dunia. Namun, peringkat Indonesia masih jauh
dibanding dengan negara tetangga dan dari target pemerintah sendiri. Untuk itu perlu kerja
keras dalam membangun infrastruktur dan reformasi pelayanan publik yang mendukung
perbaikan iklim usaha secara terus menerus. DPR dapat berperan memastikan kerangka
regulasi dan prioritas anggaran mendukung upaya meningkatkan peringkat kemudahan
berbisnis di Indonesia.

Pendahuluan
Peringkat kemudahan berbisnis di
Indonesia diperkirakan akan meningkat
cukup tajam dari peringkat 106 pada
tahun 2016 menjadi 91 pada tahun 2017.
Kenaikan 15 peringkat tersebut membuat
Indonesia, menurut Bank Dunia, masuk
ke dalam jajaran 10 negara yang mencapai
peningkatan
tertinggi
dalam
Doing
Business 2017: Equal Opportunity for
All. Pemeringkatan kemudahan berbisnis
dilakukan oleh Bank Dunia setiap tahunnya
dengan jumlah negara yang dinilai semakin
bertambah dari tahun ke tahun, dari
183 negara pada tahun 2012, 185 negara
tahun 2013, dan 189 negara pada tahun
2014 hingga 2016. Peningkatan peringkat
kemudahan
berbisnis
memberikan
gambaran seberapa menarik atau tingginya

daya saing suatu negara dalam menciptakan


iklim usaha yang mendukung investor
memulai usahanya. Peringkat yang tinggi
tentunya memberikan keuntungan tersendiri
bagi negara tersebut dalam menarik pelaku
usaha dari berbagai negara untuk memulai
bisnis di negara tersebut.
Iklim bisnis atau kemudahan usaha
dalam konteks ASEAN, peringkat bisnis
Indonesia masih jauh di bawah Singapura,
Malaysia, Thailand, dan Vietnam (Gambar
1). Posisi ini memberikan gambaran bahwa
Indonesia masih kalah dalam menciptakan
iklim berusaha dibandingkan dengan
beberapa negara tersebut. Oleh karena itu,
tahun 2015 lalu, Presiden Jokowi telah
menargetkan agar posisi Indonesia dalam
indikator kemudahan berbisnis dapat naik

*) Peneliti Madya Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: suhartonot@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Sumber: Kompas, 15 November 2016 dan Doing Business World Bank.

Gambar 1. Perkembangan Peringkat Kemudahan Berbisinis


Negara-Negara ASEAN Tahun 2012-2017
menjadi peringkat ke-40 agar mampu
menggeser negara pesaing di regional
ASEAN seperti Singapura yang berada di
posisi pertama, Malaysia di peringkat 18,
dan Thailand yang duduk di posisi 49.
Bisnis
sudah
menjadi
mesin
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Sehingga
banyak
negara
berusaha
memperbaiki iklim atau lingkungan bisnis
negaranya agar menarik banyak investasi
dan pelaku usaha, baik pemilik modal
dari dalam negeri maupun luar negeri. Di
dalam setiap kegiatan bisnis, terkandung
di dalamnya sejumlah faktor produksi
baik modal, tenaga kerja, maupun bahan
baku beserta produk dan layanannya.
Setiap keluaran dari aktivitas bisnis
akan menambah produktivitas nasional
yang diukur dari gross domestic product
(GDP). Dengan kata lain, apabila terjadi
pertumbuhan
kegiatan
bisnis,
dapat
diartikan
adanya
juga
pertumbuhan
ekonomi. Perbaikan peringkat kemudahan
berbisnis diharapkan mendukung realisasi
target pertumbuhan ekonomi nasional yang
diperkirakan oleh Bank Indonesia pada
tahun 2016 cenderung mendekati batas
bawah kisaran 4,9 sampai 5,3 persen secara
tahunan, serta proyeksi pertumbuhan
ekonomi di atas 5 persen pada tahun 2017.
Pentingnya peringkat kemudahan
berbisnis bagi iklim investasi menjadi salah
satu tantangan yang harus diselesaikan
oleh setiap pemerintahan, terutama dalam
mencari peluang-peluang menggerakkan
ekonomi dalam negeri di tengah kelesuan
ekonomi dunia. Efisiensi dan efektivitas

kerja
pelayanan
menentukan
kelas
suatu bangsa atau negara sebagai aktor
perdagangan dan investasi di dunia
internasional yang sering mengahadapi
perubahan dan ketidakpastian. Hanya
negara
yang
mampu
membangun
keunggulan yang mampu beradaptasi
ataupun memimpin perubahan itu sendiri.
Tulisan ini akan membahas aspek-aspek
yang mendukung terciptanya kemudahan
berbisnis agar menjadi perhatian semua
pemangku
kepentingan,
terutama
penyelenggara
layanan
publik
yang
bersentuhan langsung dengan aktivitas
bisnis.

Indikator- Indikator Kemudahan


Berbisnis
Untuk meraih posisi terbaik dalam
menciptakan iklim investasi, sebuah negara
harus mampu mengelola sejumlah indikator
yang membentuk lingkungan bisnis yang
mengarah kepada business friendly. Bank
Dunia menggunakan sepuluh indikator
dalam melakukan penilaian terhadap
kemudahan berbisnis di suatu negara.
Kesepuluh
indikator
tersebut
adalah
memulai usaha, pendaftaran properti,
perdagangan lintas negara, perlindungan
terhadap investor minoritas, menyelesaikan
perkara kepailitan, perizinan pendirian
bangunan,
penyambungan
listrik,
pembayaran pajak, akses perkreditan, dan
penegakan kontrak.
Dari sepuluh indikator peniliaian,
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,
pemerintah telah melakukan reformasi
- 14 -

di tujuh indikator, yaitu memulai usaha,


kemudahan
memperoleh
sambungan
listrik, pendaftaran properti, kemudahan
memperoleh pinjaman, pembayaran pajak,
perdagangan lintas batas, dan penegakan
kontrak. Reformasi di tujuh indikator
ini membuahkan hasil, salah satunya
lama waktu penyambungan listrik terus
meningkat dari 79 hari di tahun 2016
menjadi 58 hari pada proyeksi tahun
2017. Hal ini memperbaiki peringkat
penyambungan listrik dari 61 menjadi ke
49. Kemajuan signifikan juga terjadi dari
indikator memulai usaha dari sebelumnya
48 hari menjadi 25 hari, sehingga mampu
memperbaiki peringkat dari 167 menjadi
151. Perbaikan pelayanan jasa keuangan
dalam mendukung kegiatan bisnis berupa
kemudahan terhadap akses kredit terus
membaik dari sebelumnya peringkat 70
menjadi 62. Perbaikan pelayanan bea cukai
dalam kegiatan ekspor impor juga menjadi
salah satu yang memperbaiki peringkat
perpajakan di Indonesia menurut Bank
Dunia.
Kunci dari perbaikan peringkat ada
pada keberhasilan pemerintah melakukan
reformasi pelayanan publik dan perbaikan
infrastruktur. Kemudahan memulai bisnis
dan percepatan waktu pemasangan listrik
merupakan hasil dari reformasi pelayanan
publik dan pembangunan infrastruktur.
Dalam konteks pelayanan publik, pebisnis
merupakan costumer dari pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah.
Orientasi pelayanan publik mulai diubah
dari publik melayani aparatur menjadi
aparatur
melayani
publik.
Program
reformasi pelayanan publik bisa mengubah
orientasi pelayanan dari yang lambat
menjadi cepat, sulit menjadi mudah, dan
tentunya infrastruktur yang terus dibangun
mampu memenuhi ekspektasi dari pelaku
usaha akan sumber energi yang vital bagi
bekerjanya suatu industri.
Tiga
indikator
lainnya
berupa
perlindungan terhadap investor minoritas,
menyelesaikan perkara kepailitan, perizinan
pendirian bangunan yang belum tersentuh
reformasi akan menjadi sasaran perbaikan
tahun
berikutnya.
Menurut
Darmin
Nasution, tiga indikator tersebut bukan
belum ditangani tetapi hanya terlambat
diidentifikasi.
Pemerintah
yakin
tiga
indikator yang tersisa akan menampakkan

hasil yang signifikan terhadap posisi


Indonesia dalam kemudahan berbisnis pada
tahun depan.

Pemerataan Kemudahan Berbisnis


Kemudahan berbisnis menjadi daya
tarik investasi. Persoalannya, kemudahan
berbisnis yang terbaik dengan daya dukung
infrastruktur dan sumber daya manusia
masih berpusat di Pulau Jawa. Dalam
pemeringkatan Bank Dunia, langkah
reformasi perizinan, pemanfaatan teknologi
daring, dan infrastruktur di Kota Jakarta dan
Surabaya memberikan efek signifikan bagi
perbaikan iklim kemudahan berbisnis secara
nasional.
Kondisi tersebut seharusnya menjadi
perhatian karena daya saing kota di pulau
Jawa masih terlalu tinggi dibandingkan
kota lain di luar Pulau Jawa. Konsentrasi
keunggulan
kemudahan
berbisnis
di
Pulau Jawa akan menimbulkan persoalan
ketimpangan atau pemerataan. Daerahdaerah di luar Pulau Jawa akan sulit
menjadi pusat pertumbuhan ketika faktor
infrastruktur, reformasi pelayanan publik,
dan pemanfaatan teknologi tidak mendapat
prioritas, di tengah keterbatasan anggaran
akibat penurunan penerimaan negara dari
pajak dan ekspor.
Kebutuhan
infrastruktur
dan
perbaikan sejumlah faktor atau indikator
kemudahan berbisnis di luar Pulau Jawa
semakin mendesak. Namun, sejumlah
kawasan industri di luar Pulau Jawa,
baik yang sudah terbangun maupun yang
baru disiapkan, mengalami persoalan
infrastruktur, energi, keamanan, dan
kenyamanan
usaha.
Menurut
Sekjen
Asosisasi Industri Olefin, Aromatik, dan
Plastik Indonesia, pelaku industri akan
memilih berinvestasi di luar Jawa apabila
ada dukungan infrastruktur dan penurunan
biaya logistik. Pandangan ini mewakili suara
pelaku usaha dalam melihat daya tarik iklim
usaha di luar Pulau Jawa.
Beberapa
daerah
mengalami
kecenderungan
deindustrialisasi
akibat
10 indikator iklim usaha tidak kunjung
mengalami perbaikan. Pelaku usaha di
kawasan industri Medan, Sumatera Utara
mempersoalkan keseriusan pemerintah
dalam memperbaiki infrastruktur yang
buruk seperti jalan yang rusak dan banjir
menuju dan menghubungkan kawasan
- 15 -

industri dengan pelabuhan atau pusat


ekonomi lainnya. Faktor keamanan dan
kenyamanan akibat pengelolaan lingkungan
sosial
sekitar
kawasan
yang
kurang
diperhatikan mengurangi minat maupun
menjadi faktor pelaku usaha memindahkan
usahanya karena tidak efisien dan efektif.
Pengelola kawasan industri Makassar melihat
biaya produksi kegiatan usaha di luar Pulau
Jawa masih relatif tinggi dibanding Pulau
Jawa menjadi penyebab masih minimnya
ketertarikan pelaku usaha berinvestasi
di kawasan industri Makassar. Asosiasi
Pengusaha Jawa Tengah melihat kawasan
industri yang tidak efisien atau kalah dalam
mengurangi biaya produksi sering mendorong
pelaku usaha memulai usahanya di luar
kawasan industri.
Walaupun model perbaikan iklim
usaha melalui model kawasan industri
masih dikritisi oleh para pelaku usaha,
namun model kawasan industri diakui masih
menjadi alternatif yang menguntungkan
baik bagi pemerintah dan pelaku usaha.
Model pengembangan kawasan industri
mengefisienkan pembangunan infrastruktur,
pelayanan
publik,
dan
pengawasan
pemerintah, karena semua industri berkumpul
dalam satu wilayah. Bagi pelaku usaha
sendiri, kawasan industri yang di dalamnya
terdapat sejumlah industri yang memiliki
keterikatan produksi dari hulu sampai hilir
juga memberikan efisiensi dalam proses
produksinya, dan pelayanan publik juga
mudah diakses oleh pelaku usaha. Bagi
pengelola usaha, daya saing atau lingkungan
bisnis dari kawasan industri memerlukan
dukungan pemerintah dan DPR, antara lain
kepastian regulasi peruntukan kawasan dan
dukungan dalam pembebasan lahan. Regulasi
peruntukan kawasan akan memperbaiki
perencanaan pengembangan kawasan dan
mempromosikannya ke para investor.

mesin pertumbuhan ekonomi saat ini, dan


semua berusaha memperbaiki iklim bisnis
negaranya agar dapat menarik investasi
sebanyak-banyaknya. Untuk dapat bersaing
dan mencapai target tersebut, pemerintah
perlu melakukan langkah-langkah percepatan
pembangunan infrastruktur dan terus menerus
melakukan reformasi pelayanan publik.
Upaya tersebut bukan sekedar untuk
mengejar target peringkat, tetapi harus
menjadi
prioritas
untuk
memeratakan
pertumbuhan kegiatan bisnis, mengingat
persoalan ketimpangan antarwilayah yang
lebar. Pemerintah perlu bekerja lebih keras
dalam mengejar ketertinggalan dari negara
lain sekaligus menyelesaikan persoalan
ketimpangan
antarwilayah.
Indonesia
perlu belajar dari negara tetangga seperti
Malaysia, Taiwan, Tiongkok, Thailand, dan
Vietnam untuk memperbaiki iklim bisnisnya
dengan
membentuk
komite
kebijakan
reformasi (regulatory reform committees)
bagi para pelaku usaha. Sementara, dalam
rangka mendukung peningkatan peringkat
kemudahan berbisnis Indonesia, DPR harus
menjadikan regulasi dan pengawasan atas
pelayanan publik menjadi prioritas dalam
membenahi peraturan perundangan dan
prioritas alokasi anggaran.

Referensi
7 Faktor Pemicu Kemudahan Bisnis Indonesia
Naik Kelas, http://economy.okezone.
com/read/2016/10/26/320/1525325/7faktor-pemicu-kemudahan-bisnisindonesia-naik-kelas, diakses tanggal 15
November 2016.
Kemudahan Berbisnis Luar Jawa Butuh
Perbaikan Serius, Kompas, 15 November
2016, hal. 1.
Kontribusi Ekonomi Timpang, Kompas, 17
November 2016, hal.17.
Pengelola Ingin Peran Aktif Pemerintah,
Kompas, 16 November 2016, hal.1.
Doing Business Report: Indonesia Mencatat
Rekor Jumlah Reformasi Usaha dalam
Satu
Tahun,
http://www.worldbank.
org/in/news/press-release/2016/10/26/
indonesia-enacts-record-number-ofbu sin e ss- r e f o r m s- in - o n e - y e a r - s a ys doing-business-report, diakses tanggal 14
November 2016.
World Bank, Doing Business di Indonesia
2012, Washington, DC.

Penutup
Loncatan
peringkat
kemudahan
berbisnis Indonesia dalam proyeksi 2017
tentunya
memberikan
harapan
bagi
peningkatan minat investor berinvestasi di
Indonesia di tengah kelesuan perekonomian
dunia. Namun perlu disadari bahwa
loncatan tersebut belum mampu mencapai
target
pemerintahan
Presiden
Jokowi
untuk bisa masuk 40 besar. Semua negara
menyadari
kegiatan
bisnis
merupakan
- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

BOM SAMARINDA: KINERJA INTELIJEN


DAN PROGRAM DERADIKALISASI
Debora Sanur*)

Abstrak
Serangan bom di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, pada Minggu
13 November 2016 dilakukan oleh seorang mantan narapidana kasus teror bom buku pada
tahun 2011. Hal ini menyiratkan bahwa proses hukum atas pelaku teror tidak menyurutkan
keinginan para pelaku untuk melakukan aksi teror kembali. Kondisi ini juga membuat
beberapa pihak mempertanyakan efektivitas program deteksi dini yang dilakukan oleh BIN
dan program deradikalisasi yang dilakukan BNPT kepada para pelaku teror. Selain itu, agar
lebih efektif, peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menangkal, mencegah, dan
menanggulangi terorisme.

Pendahuluan

mengakibatkan empat orang anak menjadi


korban. Salah satunya adalah Intan Olivia
Marbun, seorang balita berusia 2,5 tahun yang
meninggal saat menjalani perawatan di rumah
sakit akibat aksi pelemparan bom molotov
tersebut.
Pelaku aksi teror tersebut ialah Joh alias
Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Sebelum
melakukan teror di Samarinda, pelaku pernah
terlibat dalam peledakan bom buku Serpong pada
tahun 2011 dan menjalani hukuman pidana sejak
tahun 2012. Pelaku menjalani hukuman dengan
vonis hukuman pidana 3,5 tahun berdasarkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor:
2195/pidsus/2012/PNJKT.BAR,
tanggal
29
Februari 2012. Selanjutnya pelaku dinyatakan
bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul
Fitri pada 28 Juli 2014. Menurut pihak kepolisian,
Joh merupakan mantan narapidana kelompok

Penjelasan Undang-Undang Nomor 15


Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi UndangUndang pada bagian Umum menyatakan
bahwa rangkaian peristiwa bom yang terjadi
di wilayah Negara Republik Indonesia telah
menimbulkan rasa takut pada masyarakat secara
luas, dan mengakibatkan hilangnya nyawa serta
kerugian harta benda, sehingga menimbulkan
pengaruh yang tidak menguntungkan pada
kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan
Indonesia dengan dunia internasional. Peristiwa
serangan bom kembali terjadi di Indonesia,
tepatnya di Gereja Oikumene, Sengkotek,
Samarinda, Kalimantan Timur, pada Minggu
13 November 2016 sekitar pukul 10.00 WITA.
Aksi teror melalui serangan bom tersebut telah

*) Peneliti Muda Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
Email: debora.sanur@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

Pepy Vernando dan setelah bebas dari penjara,


ia bergabung dengan Jamaah Ansharut Tauhid
(JAT) Kalimantan Timur. Kelompok JAT ini
didirikan oleh Abubakar Baasyir, terpidana kasus
terorisme yang sudah berbaiat kepada Negara
Islam Irak dan Suriah (ISIS) ketika dia mendekam
di Nusakambangan. Selain itu, ia juga memiliki
koneksi dengan jaringan Anshori di Jawa Timur.
Peristiwa
serangan
bom
tersebut
merupakan aksi teror pertama yang terjadi di
Samarinda, karena selama ini belum pernah
terjadi kasus serupa di kota tersebut. Bahkan
menurut Kepala Kepolisian Resor Samarinda,
Komisaris Besar Setyobudi Dwi Putro, kerukunan
umat beragama di tengah masyarakat Samarinda
selama ini telah terjalin dengan harmonis, dan
tidak pernah ada permasalahan berbalut isu
SARA yang menggelisahkan di Samarinda.
Berkaitan dengan peristiwa tersebut,
Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari
mempertanyakan sistem kerja yang dimiliki
dan dijalankan Badan Intelijen Negara (BIN).
Menurutnya, jika BIN memiliki sistem yang
terstruktur dan kuat, pelemparan bom molotov
tersebut akan dapat diantisipasi lebih awal,
sehingga tidak memakan korban. Sementara itu,
menurut anggota Komisi I DPR, Eva Kusuma
Sundari, Aksi pelemparan bom molotov di
Gereja Oikumene Samarinda adalah bukti
bahwa program deradikalisasi yang dilakukan
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) belum maksimal. Menurutnya, insiden
tersebut telah memunculkan dugaan terkait
tidak saja adanya kekurangefektifan program
pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan
(lapas), tetapi juga ada kelemahan dalam
program pemantauan terhadap mantan napi
teroris pasca dibebaskan. Oleh karena itu, perlu
dikaji bagaimana kinerja BIN dan program
deradikalisasi yang dilakukan BNPT.

Kinerja Intelijen
AC Manullang dalam bukunya yang
berjudul Terorisme dan Peran Intelijen
Behauptung Ohne Beweis (Dugaan Tanpa Bukti),
menyatakan bahwa apabila intelijen lemah maka
masyakarat Indonesia akan menjadi korban teror
karena informasi intelijen memiliki peranan
yang sangat penting dalam mengantisipasi
dan mendeteksi sedini mungkin segala bentuk
proses perubahan sosial. Intelijen atau BIN
harus mampu menjadi sistem peringatan dini,
terutama karena teroris memiliki pola yang relatif
sama dalam menentukan lokasi ledakan bom.
Mereka akan memilih lokasi yang bersifat populer

sebagai target utama teroris. Hal ini dilakukan


untuk menghancurkan simbol kekuasaan,
pemerintahan,
ekonomi,
ataupun
simbol
keagamaan yang memberi dampak psikologis
kepada masyarakat. Demikian pula dengan bom
di Samarinda yang dilakukan di gereja. Pelaku
teror seolah memberi pesan pada pemerintah,
bahwa pemerintah sedang lengah. Terlebih
karena Samarinda selama ini merupakan daerah
yang aman dan tidak ada konflik agama.
Terkait terjadinya peristiwa bom, besar
harapan masyarakat agar BIN dapat memberikan
peringatan kepada objek-objek vital terutama
sarana publik tentang adanya ancaman
terorisme. Walau demikian, tidaklah mudah bagi
intelijen untuk meramalkan kapan dan di mana
akan terjadi aksi teror. Bagi intelijen, konsep
penangkalan secara fisik tidak akan pernah
dapat dilakukan secara efektif dalam mencegah
aksi teror karena keterbatasan sumber daya dan
anggaran. Namun demikian, intelijen tetap dapat
melakukan pengamanan di pusat-pusat kegiatan
masyarakat, tempat ibadah, bahkan pemukiman
masyarakat, apabila intelijen memperbanyak
dan mengintensifkan informan serta berhasil
mengungkapkan jaringan teroris secara tuntas.
Pada umumnya, teroris memilih sasaran
teror dengan suatu tujuan. Apabila dipilih secara
acak, maka teroris tersebut bertujuan untuk
menyoroti kelemahan sistem. Sedangkan apabila
dipilih secara seksama, maka bertujuan untuk
menghindari atau untuk menghasilkan reaksi
publik. Oleh sebab itu, lembaga intelijen perlu
lebih difungsikan secara profesional agar semakin
mampu mengidentifikasi pola, memahami
kecenderungan, mengetahui awal mula, hingga
menangkal penyebaran bahaya terorisme.
BIN harus mampu menafsirkan berbagai
info terkait hal yang lampau, saat ini, maupun
perkiraan di masa mendatang. BIN juga dapat
melakukan penyusupan ke dalam organisasi
teroris serta membangun database terorisme.
Saat ini, BIN sebagai lembaga intelijen perlu
melakukan evaluasi, meningkatkan kapasitas,
serta melakukan pembenahan ke depan. Hal ini
penting agar setiap gerakan kelompok teroris
dapat diantisipasi lebih dini.
Selanjutnya, untuk mendukung peningkatan
kapasitasnya, BIN memerlukan pengaturan
regulasi melalui Undang-Undang yang mengatur
agar BIN dapat melakukan upaya paksa seperti
penangkapan,
penahanan,
pemeriksaan
terhadap jaringan kelompok teror. Namun
dalam pelaksanaannya tetap harus menghindari
terjadinya pelanggaran HAM serta penyimpangan
- 18 -

lainnya. Pengaturan terhadap BIN diharapkan


juga dapat mengakomodir pentingnya mengubah
metode gaya intelijen yang biasanya seperti operasi
militer agar lebih ramah kepada masyarakat sipil.

Program Deradikalisasi dan Peran


Serta Masyarakat
Deradikalisasi merupakan suatu upaya
pencegahan aksi terorisme agar para narapidana
dan mantan narapidana atau pihak-pihak lain
yang berpotensi melakukan aksi teror tidak
melakukan kembali aksi terornya. Konsep
deradikalisasi menggunakan teknik Soft Power
Approach yaitu upaya pencegahan dengan
pendekatan yang bersifat komprehensif, persuasif,
mengutamakan hati nurani dan rasa kemanusiaan
dalam menyelesaikan masalah atau konflik.
Pelaksanaan program deradikalisasi ini secara
khusus dimaksudkan untuk membuka pemikiran
yang semula fanatik dan sempit menjadi dapat
menerima perbedaan secara terbuka.
Untuk
mewujudkan
profesionalisme
aparat penanggulangan teror perlu dukungan
sumber daya manusia dan sumber dana yang
memadai, sarana dan prasarana canggih, seperti
pemanfaatan teknologi yang selalu up to date.
Hingga saat ini pemerintah telah berencana
untuk menambah anggaran untuk program
deradikalisasi terorisme. Hal tersebut pernah
disampaikan oleh Luhut Binsar Panjaitan ketika
menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan. Menurutnya,
penambahan anggaran tersebut diutamakan
untuk pembinaan teroris yang berada di penjara
atau program deradikalisasi. Hal ini mengingat
program deradikalisasi merupakan salah satu
hal yang penting dan menjadi salah satu topik
pembahasan dalam revisi Undang-Undang tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Salah satu strategi yang dilakukan oleh
BNPT ialah memberi perlakuan khusus bagi
narapidana teroris dalam upaya deradikalisasi
pemahamannya dengan berbagai pendekatan.
Seperti melakukan upaya preventif dengan
memfasilitasi pencerahan ajaran agama oleh
tokoh-tokoh karismatik di bidang keagamaan
untuk mengeliminir pemahaman ajaran agama
yang radikal dan ekstrem oleh kelompokkelompok fundamentalis garis keras, maupun
dengan mengusahakan penyelesaian konflik
secara damai melalui dialog, negosiasi, dan
sebagainya. Sehingga para pelaku maupun ekspelaku teroris yang memiliki ideologi ekstrem/
radikal dapat kembali berfikir dan bertingkah
laku sesuai standar norma masyarakat umum.

Strategi lainnya ialah dengan memfasilitasi


para mantan pelaku terorisme untuk berbicara
mengenai pengalaman mereka saat bergabung
dengan kelompok teroris hingga akhirnya
mereka keluar dari organisasi tersebut, karena
menyadari bahwa keputusan tersebut salah.
Selanjutnya mereka mengarahkan orang-orang
lain untuk tidak terjebak dalam pilihan yang
salah dengan bergabung dengan kelompok pelaku
teror. Strategi ini dinilai lebih efektif karena yang
berbicara adalah mantan teroris sebagai pelaku di
lapangan. Namun demikian, dalam kenyataannya
seringkali proses hukum atas pelaku teror tidak
menyurutkan keinginan para pelaku terorisme
untuk kembali melakukan aksi teror. Menurut
Yenni Wahid, dalam pelaksanaannya, banyak
mantan pelaku teror yang menolak program ini.
Alasannya, menurut mereka risiko yang mereka
hadapi sangat besar dan mereka juga akan
dikucilkan oleh lingkungannya.
Oleh sebab itu, masalah yang perlu
dibenahi
BNPT
ialah
terutama
dalam
memberikan perlakuan kepada napi terorisme.
Napi terorisme perlu mendapat perhatian dan
perlakuan khusus untuk menyukseskan program
deradikalisasi ini. Sejauh ini, napi terorisme
di Indonesia masih mendapat perlakuan
yang sama dengan narapidana kasus lainnya.
Sehingga mereka tetap bergaul sesama napi
teroris dan napi lainnya. Bahkan mereka tetap
dapat menjalin komunikasi dengan jaringan
teroris di luar penjara. Selain itu, belum ada
perlakuan khusus untuk mencegah paham
radikal yang mereka anut dan konsep yang
komprehensif dan koordinatif dari pemerintah
dalam menangani mantan teroris setelah mereka
keluar dari penjara. Hal ini dapat menyebabkan
para mantan napi setelah keluar dari penjara
akhirnya kembali melakukan aksi teror.
Hal penting lainnya ialah peran serta
masyarakat. Menurut Dr. Petrus Reinhard Golose
di dalam bukunya yang berjudul Deradikalisasi
Terorisme, terdapat tiga kunci program
deradikalisasi yang amat penting, yakni humanis,
soul approach, dan menyentuh akar rumput.
Humanis berarti upaya pemberantasan terorisme
haruslah sesuai dengan upaya penegakan hak
asasi manusia dan harus mampu menciptakan
kesejahteraan, kesetaraan, dan keadilan bagi
seluruh masyarakat, bagi para tersangka, ataupun
terpidana terorisme. Soul approach artinya
pemberantasan terorisme dilakukan melalui suatu
komunikasi yang baik dan mendidik antara aparat
penegak hukum dan para tersangka ataupun
narapidana terorisme, tidak dengan cara-cara
- 19 -

kekerasan dan intimidasi. Sementara menyentuh


akar rumput ialah dengan membuat program
yang tidak hanya ditujukan kepada para tersangka
ataupun terpidana terorisme, tetapi juga diarahkan
kepada simpatisan dan anggota masyarakat yang
telah terekspos paham-paham radikal. Dengan
menyentuh akar rumput, deradikalisasi dilakukan
dengan menanamkan faham multikulturalisme
kepada masyarakat luas.
Dalam pelaksanaannya, untuk mencegah
semakin maraknya aksi terorisme, kesadaran
masyarakat akan tanggung jawab dan komitmen
bersama dalam perang melawan terorisme perlu
dibangun. Peran serta masyarakat ini perlu
mendapat perhatian pemerintah untuk semakin
meningkatkan kewaspadaan seluruh elemen
bangsa secara bersama dalam menghadapi
aksi terorisme. Peran masyarakat ini terutama
dapat dilakukan dengan mewujudkan program
kamtibnas.
Dan,
untuk
mewujudkannya
pemerintah perlu untuk terus memberi dan
meningkatkan dukungannya bagi masyarakat,
serta melakukan penyuluhan kepada warga
secara berkala dan berkesinambungan.

Penutup
Aksi Bom Molotov di Gereja Oikumene,
Samarinda menyiratkan bahwa aksi teror
masih terus ada di Indonesia. Pencegahan aksi
teror merupakan tugas bersama semua elemen
masyarakat Indonesia. Namun, terutama bagi
lembaga pemerintah, perlu adanya peningkatan
kapasitas lembaga agar efektif sehingga semua
kapasitas intelijen dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk penanggulangan terorisme.
Diperlukan adanya peningkatan kualitas dan
kapasitas lembaga intelijen (BIN) maupun BNPT
dalam menanggulangi masalah terorisme ini.
Dengan meningkatkan dan mengoordinasikan
sistem peringatan dini, BIN dapat lebih cepat
dalam mendeteksi rencana aksi teror. Sementara
itu, untuk mengeliminasi ruang gerak teroris
maka intelijen juga perlu terus melakukan
pengawasan dan pengamanan secara intensif
terhadap lokasi yang dianggap strategis.
Program lain yang juga harus terus
ditingkatkan ialah program deradikalisasi.
Program ini perlu dilaksanakan dengan baik agar
efektif dalam mengatasi serangan teror, mencegah
adanya faham radikalisme yang ekstrem, dan
provokasi kebencian maupun permusuhan atas
nama agama. Deradikalisasi dilakukan terutama
untuk mencegah terjadinya indoktrinasi dalam
masyarakat serta mengajak partisipasi masyarakat
dalam menolak terorisme. Peranan masyarakat

sangat diharapkan dalam mendukung kinerja


pemerintah agar tercipta situasi kamtibmas yang
aman dan nyaman, kondusif terutama untuk
mencegah terjadinya aksi terorisme.

Referensi:
Arsyad Mbai, Terorisme Dan Penanggulangannya,
Makalah disampaikan pada Seminar Tentang
Penegakan Hukum Terhadap Terorisme,
diselenggarakan oleh BPHN Departernen
Kehakiman dan HAM bekerjasama dengan
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,
Bandung, tanggal 13-14 Oktober 2003.
A.C Manullang (2006). Terorisme dan Peran
Intelijen Behauptung Ohne Beweis (Dugaan
Tanpa Bukti), Jakarta: Manna Zaitun.
Agus SB, Merintis Jalan Mencegah Terorisme
(sebuah Bunga Rampai), Jakarta: Semarak
Lautan Warna, 2014.
Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme, YPKIK
Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian, 2009.
Bom Di Gereja Oikumene Teror Pertama Di
Samarinda,
https://nasional.tempo.co/read/
news/2016/11/13/058819866/bom-di-gerejaoikumene-teror-pertama-di-samarinda, diakses
15 November 2015.
Bom Di Samarinda Dinilai Jadi Bukti Deradikalisasi
BNPT Belum Maksimal, http://nasional.
kompas.com/read/2016/11/14/11183261/bom.
di.samarinda.dinilai.jadi.bukti.deradikalisasi.bnpt.
belum.maksimal, diakses 15 November 2015.
Kisah Dalang Bom Samarinda Mantan Napi
Tinggal Di Masjid, https://nasional.tempo.
co/read/news/2016/11/13/063819892/kisahdalang-bom-samarinda-mantan-napi-tinggaldi-masjid, diakses 15 November 2015.
Ledakan Di Samarinda Ketua Komisi I Pertanyakan
Sistem Kerja BIN, http://nasional.kompas.
com/read/2016/11/14/06393141/ledakan.
di.samarinda.ketua.komisi.i.
pertanyakan.
sistem.kerja.bin, diakses 15 November 2015.
Luhut Kita Ada Rencana Tambah Dana
Penanggulangan Terorisme, http://news.detik.
com/berita/3128645/luhut-kita-ada-rencanatambah-dana-penanggulangan-terorisme,
diakses 7 Maret 2016.
Pemerintah Tambah Anggaran Untuk Deradikalisasi
Terorisme,
http://www.antaranews.com/
berita/542355/pemerintah-tambah-anggaranuntuk-deradikalisasi-terorisme,
diakses
15
November 2015.
Soal Bom Samarinda Kapolri Ada Lima Orang Lagi
Sudah Ditangkap, https://www.tribratanews.com/
soal-bom-samarinda-kapolri-ada-lima-orang-lagisudah-ditangkap/, diakses 15 November 2015.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai