Anda di halaman 1dari 17

Petani Muda Berdasi

Tuesday, 27 September 2016


Laporan PENGAMATAN MIKROSKOPIS DAN INOKULASI PATOGEN (POSTULAT KOCH)

PENGAMATAN MIKROSKOPIS DAN INOKULASI PATOGEN


(POSTULAT KOCH)
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tumbuhan)

Oleh
Nasrulloh Zein Maksum
1414121162
Kelompok 5

LABORATORIUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman merupakan suatu tumbuhan yang sengaja dibudidayakan oleh manusia


dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan demi keberlangsungan
hidupnya. Manusia membudidayakan tumbuhan tidak hanya satu jenis, tetapi
terdapat banyak jenis tumbuhan. Contohnya yaitu kopi, padi, sawi, pisang, karet

dan lain-lain. Tanaman tidak akan pernah lepas dari pada suatu penyakit, penyakit
itu sendiri mempunyai bermacam-macam sifat dan dampak yang ditimbulkan.

Gagalnya sel atau jaringan melaksanakan fungsi fisiologisnya akibat gangguan


terus-menerus oleh agen primer dan menimbulkan gejala merupakan definisi dari
penyakit tumbuhan, dalam ilmu penyakit patogen merupakan penyebab penyakit
pada tumbuhan. Tumbuhan yang terserang penyakit akan terdapat gejala dan
tanda yang ditimbulkan, dalam satu lahan jika kita ingin mengetahui penyakit yang
menyerang pada lahan tersebut maka perlu dilakukan yaitu mengidentifikasi
penyakit yang menyerang. Salah satu cara untuk mengidentifikasi penyakit dengan
menggunakan metode postulat koch, metode ini menentukan kriteria yang
diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba spesifik merupakan penyebab
penyakit tertentu.

Postulat Koch dikemukakan pertama kali oleh Robert Koch (1843-1910). Koch
memberikan rumusan berupa sejumlah kondisi yang harus dipenuhi sebelum salah
satu faktor biotik (organisme) dianggap sebagai penyebab penyakit. Dalam

Postulat-postulat Koch disebutkan untuk menetapkan suatu organisme sebagai


penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat.
Pertama, ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa. Kedua,
telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture). Ketiga, mampu
membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada
dalam kultur. Keempat, dapat diperoleh kembali dari tanaman yang telah
diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali. Postulat Koch ini hanya dapat digunakan
dalam pembuktian jenis patogen yang bersifat tidak parasit obligat. Parasit obligat
adalah parasit yang tidak dapat hidup tanpa ada inangnya. Oleh karena inilah,
patogen parasit obligat tidak dapat dibiakan dalam laboratorium.

Pentingnya suatu patogen tanaman yang menyebabkan suatu penyakit harus


diketahui oleh praktikan maka praktikum pengamatan mikroskopis dan inokulasi
patogen harus dilakukan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum pengenalan tanda dan gejala penyakit tanaman
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui morfologi patogen yang merupakan penyebab suatu penyakit.
2. Mengetahui cara-cara isolasi patogen.
3. Mengetahui dan mempelajari cara-cara penularan penyakit (inokulasi buatan

).

II. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum pengenalan gejala dan tanda penyakit
tanaman pangan adalah jarum pentul, cawan petri, pinset, bunsen, laminar air flow,
pipet, pisau, nampan, tissue, plastik wrapping dan mikroskop.

Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanaman yang
terdapat gejala penyakit, kloroks, aquades, alkohol, media PDA, dan tanaman cabai
yang sehat.

2.2 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum pengenalan gejala dan tanda
penyakit tanaman pangan adalah sebagai berikut:
a.

Isolasi patogen tumbuhan

1.

Lakukan disinfeksi tempat meja praktikum dengan alkohol 70%.

2.
Lakukan disinfeksi pada permukaan bagian tanaman yang akan diambil, untuk
jaringan tebal dilap dengan alkohol 70%, lakukan pemotongan pada pebatasan
daerah yang sakit dan sehat.
3.
Untuk jaringan tipis, disediakan tiga cawan petri steril, caawan 1 diisi air,
cawan 2 diisi larutan klorok 0,5%, caawan 3 diisi air. Potong bagian tanaman pada
perbatasan daerah yang sakit dan sehat, kemudian dimasukkan ke dalam cawan 1
selama 30 detik, lalu dimasukkan ke cawan 2 selama 2 menit, lalu dimasukkan ke
cawan 3 selama 30 detik. Setelah itu dikeringkan di atas tisu.
4. Penyakit yang disebabkan jamur, potongan langsung dimasukkan ke dalam
media PDA (inkubasi).

4.
Penyakit yang disebabkan bakteri, potongan dimasukkan ke dalam air steril 10
ml, dihomogenkan lalu suspensinya digoreskan pada media PDA dengan
menggunakan jarum ose.
5.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat mulai tumbuhnya jamur
ataupun bakteri yang diisolasi, warna koloni, gambar/foto bentuk koloni.

b.

Pengamatan mikroskopis

1.

Biakan jamur disiapkan dari hasil praktikum sebelumnya.

2.
Jamur diambil dengan menggunakan jarum pentul, diletakkan di atas kaca
preparat yang sudah ditetesi air kemudian ditutup dengan menggunakan kaca
preparat.
3.

Bentuk jamut diamati dibawah mikrospkop.

c.

Inokulasi penempelan

1.

Biakan patogen disiapkan dalam cawan petri.

2.

Cuplikan tersebut dibor dengan menggunakan bor gabus.

3.
Buah uji (cabai) disiapkan, disusun sedotan di dalam nampan yang telah
dimasukkan tisu basah lalu letakkan buah cabai diatas sedotan.
4.
Cuplikan jamur diambil yang telah dibor dengan menggunakan jarum ose, lalu
taruh diatas buah cabai, kemudian ditutup sengan selotip agar cuplikan biakan
tidak terjatuh.

5.
6.

Nampan ditutup dengan menggunakan plastik wrap.


Gejala diamati.

III.HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

I.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

a. Isolasi patogen

No

Gambar

Keterangan
1.

Hari ke 2 pengamatan belum ada tanda-tanda patogen.


2.

Hari ke 3 pengamatan pada 2 potongan muncul adanya warna putih mengumpul.


3.

Hari ke 4 pengamatan terlihat adanya warna hijau dan hitam pada cabai isolasi.
4.

Hari ke 5 pengamatan warna hitam terlihat lebih jelas lagi dan menambah lebar
penyebarannya.

5.

Hari ke 6 pengamatan terlihat warna hitam sebelumnya terlihat lebih luas lagi
sampai potongan tertutupi.
6.

Hari ke 7 pengamatan warna hitam tersebut semakin banyak dan semakin tebal.

b. Inokulasi patogen

No

Gambar

Keterangan
1.

Hari ke 2 pengamatan belum terlihat gejala yang nampak.


2.

Hari ke 3 pengamatan belum adanya perubahan yang jelas terhadap cabai yang
diinokulasi.
3.

Hari ke 4 pengamatan juga belum nampak gejala, akan tetapi cabai mulai
mengkeriting dan melengkung.
4.

Hari ke 5 pengamatan beberapa cabai mulai menunjukkan gejala akibat patogen


inokulasi.
5.

Hari ke 6 pengamatan beberapa cabai menunjukkan gejala patogen yang


diinokulasi.
6.

Hari ke 7 pengamatan terlihat jelas bahwa yang menunjukkan gejala akibat patogen
inokulasi pada cabai yang diberi perlakuan dilukai saja.

3.2 Pembahasan

1. Antraknosa Pada Tanaman Cabai


Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan
Colletotrichum gloeosporioides Pens. Cendawan ini bisa menghancurkan panen
hingga 20-90% terutama pada saat musim hujan. Cendawan penyebab penyakit
antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara
cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32o celsius. Semua tahap
pertumbuhan bisa terserang penyakit ini, termasuk tahap pasca panen. Gejala yang
tampak terjadi pada buah yang matang. Buah yang masak ada yang menjadi kecil,
terdapat cekungan melingkar hingga 30 mm. Pusat luka menjadi berwarna coklat,

dengan jaringan di sekitarnya berwarna lebih ringan mengelilingi pusat luka


membentuk cincin konsentris.

Apabila buah yang masih berwarna hijau terinfeksi, maka gejalanya akan muncul
sampai buah tersebut matang. Infeksi ini disebut dengan istilah laten. Pada biji
dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah
dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan
mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang
menimbulkan busuk kering berwarna coklat kehitaman(Agrios,1996).

Patogen timbul dari semenjak pembibitan dan bertahan pada tanaman inang yang
lain, seperti tomat, kentang, terong, mentimun ataupun gulma disekitar
pertanaman. Patogen akan bertambah jumlahnya apabila dilakukan penanaman
secara terus menerus tanpa berganti jenis tanaman. Penyakit muncul dari spora
yang dihasilkan pada buah atau daun tanaman yang sakit. Guyuran air menjadi
faktor pendorong penyebaran spora jamur pada partikel tanah. Suhu optimum agar
terjadi infeksi pada buah yaitu 20-24C dengan kondisi kelembaban permukaan
buah yang cukup. Semakin lama periode kelembaban permukaan buah, maka
semakin besar keparahan penyakit antraknosa. Buah yang berada dekat dengan
permukaan tanah adalah yang paling mungkin terkena infeksi melalui kontak tanah
akibat guyuran hujan atau secara langsung. Agen hayati yang sering digunakan
untuk mengendalikan antraknosa adalah Actinoplanes, Alcaligenes, Agrobacterium
Amorphospongarium, athrobacter dll(Martoredjo,1989).

2. Penyakit Kerdil Pada Tanaman Cabai


Penyakit kuning keriting cabai yang disebabkan oleh geminivirus merupakan
penyakit utama tanaman cabai di Indonesia sejak tahun 1999 dan tahun 2000
sudah terjadi epidemi penyakit ini. Terjadinya epidemi diduga sangat berhubungan
dengan aktifitas serangga vektornya, kutu kebul (Bemicia tabaci Genn). Hubungan
virus dengan vektornya ditentukan berdasarkan efisiensi penularan, (1) periode
makan akuisisi, (2) periode makan inokulasi dan (3) jumlah serangga untuk
penularan. Serangga vektor B. tabaci merupakan vektor yang sangat efektif, karena
hanya dengan satu ekor vektor yang viruliferus telah dapat menularkan virus
penyebab penyakit kuning keriting cabai. Serangga vektor B. tabaci biotipe non B
asal Bogor, dan Pesisir Selatan sudah mampu menularkan virus setelah 15 menit
melakukan akuisisi, dan inokulasi. Periode akuisisi dan inokulasi yang optimal untuk
menularkan virus adalah 6-12 jam. Efektifitas penularan virus oleh serangga vektor
ditentukan oleh strain geminivirus. B. tabaci dari lokasi yang sama dengan strain
geminivirus akan lebih efektif menularkan geminivirus di bandingkan dengan strain

geminivirus asal lokasi geografis yang berbeda. Efektifitas penularan akan


meningkat dengan bertambahnya waktu akuisisi, inokulasi dan jumlah serangga
vektor.
Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat
diamati adalah helai daun mengalami vein clearing, dimulai dari daun-daun
pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan
daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan
daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak
berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100%
terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau
pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan
berwarna hijau tua.
Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala
berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning
sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan
bentuk daun tidak banyak berubah.
Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna
mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk
daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan
terhambat.

Penyakit yang disebabkan oleh virus gemini tidak ditularkan karena tanaman
bersinggungan atau terbawa benih. Di lapangan virus ditularkan oleh kutu kebul
Bemisia tabaci atau Bemisia argentifolia. Kutu kebul dewasa yang mengandung
virus dapat menularkan virus selama hidupnya pada waktu dia makan pada
tanaman sehat. Satu kutu kebul cukup untuk menularkan virus. Efisiensi penularan
meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga per tanaman. Sifat kutu kebul
yang mampu makan pada banyak jenis tanaman (polifagus) menyebabkan virus ini
menyebar dan menular lebih luas berbagai jenis tanaman. Selain itu, virus gemini
memiliki tanaman inang yang luas dari berbagai tanaman seperti: ageratum,
kacang buncis, kedelai, tomat, tembakau, dll(Sinaga,2006).

3. Antraknosa Pada Lidah Mertua


enyebab penyakit antraknosa pada tanaman sansevieria adalah Colletotrichum
sansevieriae. Colletotrichum sansevieriae sebelumnya dilaporkan menyebabkan
penyakit antraknosa pada tanaman Sansevieria di Jepang (Nakamura et al., 2006).
Tanaman yang terinfeksi mengembangkan lesi besar pada daun yang terserang,
yang pada akhirnya menyatu untuk menutupi besar proporsi daun yang terserang.
Beberapa kasus penting yang dilaporkan tentang penyakit ini yaitu selama bulan
Agustus 2010, beberapa pembibitan lokal menyerahkankan sampel Sansevieria
trifasciata ke Perpanjangan Klinik Diagnostik Tanaman Florida di Homestead
terdapat pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang mengungkapkan banyak acervuli
hitam kecoklatan yang diproduksi di lingkaran konsentris, yang merupakan
karakteristik dari antraknos. Jamur yang diidentifikasi sebagai Colletotrichum
sansevieriae.

Tanaman ini sangat rentan terhadap penyakit baru karena begitu banyak propagul
datang dari situs lepas pantai. Ketika dikirim ke Amerika Serikat tanaman ini bisa
menyimpan patogen tumbuhan berbahaya, seperti Colletotrichum sansevieriae,
atau Sansevieria antraknosa. Patogen ini lebih spesifik untuk Sansevieria dan tidak
akan menginfeksi tanaman lainnya. Penyakit ini pertama kali muncul sebagai
bintik-bintik cokelat kecil yang sering tampak direndam air. Sebagai penyakit
berlangsung bintik-bintik coklat tersebut akan menjadi semakin lebih besar dan
memiliki kemampuan untuk benar-benar meregangkan di seluruh daun. Infeksi
dimulai dari ujung dan berkembang kebawah daun. Kedua daun muda dan dewasa
ditemukan terpengaruh. Pengeringan lengkap daun diamati ketika gejala lanjut
penyakit. Pemeriksaan lebih dekat dari lesi matang mengungkapkan adanya
acervuli hitam kecoklatan yang menjadi karakteristik Colletotrichum sp. Penelitian
lebih lanjut dari karakteristik morfologi mengidentifikasi penyebabnya adalah
Colletotrichum sansevieriae(Tjahjadi,1989).
4. Kerdil Pada Pisang

Penyakit kerdil pisang disebabkan oleh Banana Bunchy Top Virus (BBTV). Gejala
awal ditandai oleh adanya gejala hijau gelap bergaris pada tangkai dan tulang daun
menyerupai sandi morse. Pada lembaran daun di dekat ibu tulang daun terdapat
bercak/garis bengkok hijau gelap. Ketika tanaman semakin tua, pertumbuhan daun
menjadi terhambat, berukuran kecil, kaku dan mengarah ke atas, tanaman menjadi
kerdil. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Penularannya melalui vektor Pentalonia
negronervosacoq. Gejalanya adalah daun muda tampak lebih tegak, pendek, lebih
sempit dan tangkainya lebih pendek dari yang normal, daun menguning sepanjang
tepi lalu mengering, daun menjadi rapuh dan mudah patah, Tanaman terlambat
pertumbuhannya dan daun-daun membentuk roset pada ujung batang palsunya.

Pengendalian dilakukan dengan menanam bibit yang sehat dan sanitasi kebun
dengan membersihkan tanaman inang seperti abaca (Musa textiles),Heliconia spp
danCanna spp, pembongkaran rumpun sakit, lalu dipotong kecil-kecil agar tidak ada
tunas yang hidup. Cara lain adalah dengan menggunakan insektisida sistemik untuk
mengendalikan vektor terutama di pesemaian.

Penyakit secara lokal ditularkan oleh kutu daun (Pentalonia negronervosa) yang
tersebar pada tanaman sakit maupun pada tanaman sehat. Kutu ini biasanya
tampak pada pangkal batang semu di permukaan tanah, diantara pelepah daun,
juga pada anakan muda yang baru muncul di permukaan tanah. Pada kondisi
lingkungan yang cocok, kutu daun juga ditemukan pada puncakbatang semu,
berkelompok di sekitar leher daun dan pangkal tangkai daun. Embun madu yang
dihasilkan kutu akan menarik semut untuk datang, sehingga kehadiran semut
merupakan awal terdapatnya kutu daun. Penyebaran jarak jauh biasanya terjadi
melalui
perpindahan bibit.

Gejala bervariasi dan timbul pada bermacam-macam umur tanaman. Pada pangkal
daun kedua atau ketiga, apabila dilihat permukaan bawahnya dengan cahaya
tembus, akan tampak adanya garis-garis hijau tua sempit yang terputus-putus.
Pada punggung tangkai daun sering terdapat garir-garis hijau tua. Kadang-kadang
tulang daun menjadi jernih sebagai gejala pertama terjadinya infeksi.
Selanjutnya daun muda lebih tegak, pendek, sempit dengan tangkai yang lebih
pendek dari biasanya, menguning sepanjang tepinya, dan mengering. Daun
menjadi rapuh dan mudah patah. Tanaman terhambat pertumbuhannya dan daundaun membentuk roset pada ujung batang palsu.

Morfologi dan daur hidup dikenal sebagai Bunchy Top Virus atau Banana Virus 1.
Sampai sekarang sifat virus tersebut belum diketahui dan belum dapat dimurnikan.
Mudah disebarkan melalui bahan tanaman dan kutu daun. Tidak dapat ditularkan
melalui alat pertanian atau cairan tanaman sakit.
Perkembangan pernyakit dibantu oleh hujan, suhu tinggi, kesuburan tanah dan
keadaan yang terlindung. Di dataran tinggi penularan penyakit oleh vektornya lebih
baik. Di Indonesia penyakit ini tersebar di Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan Barat,
Jayapura, dan semua negara penghasil pisang(Tjahjadi,1989).

5. Antraknosa pada Bawang

Antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides merupakan


penyakit penting pada bawang merah. Epidemiologi penyakit ini belum banyak
diteliti. Penelitian epidemiologi antraknosa bertujuan untuk mempelajari agihan
penyakit di sentra produksi bawang merah, tempat dan lama patogen bertahan,
keragaman patogenisitas dan genetiknya, pengaruh unsur-unsur iklim, pemencaran
penyakit, dan pengaruh waktu tanam terhadap perkembangan penyakit di lapangan
Untuk mengetahui agihan penyakit dilakukan survai pada bulan Februari 1990
(pendahuluan), Desember 1990 dan Desember 1992 di sentra produksi bawang
merah di Jawa dan Madura. Insidensi penyakit dicatat secara langsung dari
pertanaman yang dikunjungi. Tempat dan lama patogen bertahan dipelajari di
laboratorium Sub Balai Penelitian Hortikultura Segunung. Pemeriksaan adanya
badan buah C. gloeosporioides pada umbi lapis dilakukan atas contoh-contoh yang
diambil dari Kebun Percobaan Kramat, Tegal. Isolasi patogen secara berkala
dilakukan dari daun sakit pada medium PDA. Pelacakan tumbuhan hang pengganti
untuk C gloeos. porioides dilakukan dengan menginokulasi gulma utama pada
ekosistem bawang merah termasuk padi dan cabai. Di dalam tanah dan air,
viabilitas spora dipelajari dengan cara menginokulasinya dengan suspensi spora,
lalu mengisolasinya secara berkala pada medium Martin. Malisis antraknosa
dilakukan pula dengan cara mengoleskan suspensi tanah pada kultivar bawang
merah yang rentan. Telaah virulensi isolat C. gloeosporioides dilakukan terhadap
bawang merah ( 3 varietas), bawang daun.

Gejala serangan dapat dilihat secara fisiologis, tanaman mati serentak secara
cepat. Serangan awal ditandai adanya gejala bercak putih pada daun, selanjutnya
akan terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena terkuai
tepat pada bercak tersebut. Jika serangan berlanjut akan membentuk koloni konidia
berwarna merah muda, lalu berubah menjadi cokelat tua, dan akhirnya menjadi
kehitaman. Umbi akan membusuk serta daun mengering (Sumartini,2010).

6. Kudis Pada Jeruk

Penyakit kudis pada tanaman jeruk umumnya disebabkan oleh jamur Sphaceloma
fawceti, penyakit ini menyerang pada bagian yg diserang adalah daun, tangkai atau

buah. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini adalah bercak kecil jernih yg
berubah menjadi gabus berwarna kuning atau oranye. Penyakit kudis pada tanaman
jeruk dapat dikendalikan dengan cara pemangkasan teratur untuk memperlancar
masuknya sinar matahari pada bagia-bagia buah yang tertutupi oleh
daun(Semangun, 1996).

IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.Penyakit tanaman sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman budidaya
sehingga menyebabkan hasil yang tidak maksimal.
2. Gejala penyakit tanaman bermacam-macam jika tidak paham akan mengira
gejala awal suatu penyakit akan sama dengan penyakit yang lain.
3.Jika diketahui penyakit maka akan diketahui pestisida dengan bahan aktif yang
tepat dalam pengendalian.
4.Penyakit disebabkan oleh virus,jamur dan bakteri.
5.Patogen suatu penyakit dapat dicegah dengan metode tertentu sebelum terjadi
serangan.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University.


Yogyakarta.

Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan


Tanaman. Andi Offset.Yogyakarta.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University


Press. Yogyakarta.

Sinaga, Meity Suradji. 2006. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumartini,2010. Penyakit karat daun kopi.Balai penelitian kacang-kacangan.


Malang.

Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman.Kanisius.Palembang.

LAMPIRAN
NZM CHANNEL at 10:50

Share
No comments:

Post a Comment

Home
View web version
About Me
My photo

NZM CHANNEL

View my complete profile


Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai