Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker tersering kedua di dunia pada
perempuan namun merupakan kanker yang sifatnya tersering terjadi di daerah
berkembang. Pada tahun 2002 prevalensi kasus kanker serviks di dunia
mencapai 1,4 juta dengan 193/1000 kasus baru dan 273.000 kasus kematian.
Dari data tersebut lebih dari 80% penderita berasal dari Asia Selatan, Subsaharan Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Dari data WHO
menyatakan bahwa setiap tahunnya 230.000 perempuan meninggal akibat
kanker serviks dan 190.000 penderita berasal dari negara berkembang (WHO,
2000).
Insiden kanker serviks bervariasi dari 10:10.000 dinegara barat sampai
40:100.000 di negara berkembang. Tingginya angka penderita kanker serviks
di negara berkembang disebabkan oleh kurangnya program skrining dan
fasilitas kesehatan yang berkualitas, serta tingginya prevalensi infeksi Human
Papilloma Virus yang onkogenik. Kanker serviks merupakan kanker tersering
di Indonesia dengan perkiraan insidens 25-40: 100.000. Menurut data tahun
2000. Kanker serviks merupakan 28% dari seluruh kanker yang diderita oleh
perempuan dan 18% dari seleuruh kanker yang terjadi di Indonesia dengan
jumlah kasus baru sekitar 3256 kasus. Data tersebut diperkirakan bukan angka
yang sebenarnya dikarenakan masih banyak penderita yang tidak mau datang
ke pelayanan kesehatan untuk mengontrol penyakitnya. Kanker serviks terjadi
mulai dari dekade ke-2 kehidupan. Insidens puncak pada usia 45 tahun untuk
kanker invasif dan 30 tahun untuk lesi prekanker.
Di negara berkembang seperti di negara Indonesia, puncak insidens
kanker serviks terdapat pada usia 35-45 tahun. Penurunan puncak insidens
kanker serviks diperkirakan akibat adanya program skrinning aktif yang
bertujuan mendeteksi lesi prekanker sedini mungkin dari faktor risiko lain
seperti perilaku seksual dan paritas.

Kanker serviks di Indonesia menjadi masalah besar dalam pelayanan


kesehatan karena kebanyakn pasien datang dalam stadiun yang lanjut. Hal itu
diperkirakan akibat program skrining yang sifatnya masih kurang. Schwartz et
al menyatakan bahwa setengah dari perempuan yang menderita kanker serviks
belum pernah menjalani pap smear dan pasien dengan kanker stadium lanjut
baru mencari pertolongan medis setelah mengeluarkan sekret, pendarahan
pervagina atau nyeri yang sudah tidak tertahankan lagi oleh si penderita.
Symonds et al juga mengatakan bahwa progresi kanker serviks lebih
dipengaruhi oleh sifat biologis dari tumor tersebut daripada oleh
keterlambatan diagnosis. Kanker pada stadium lanjut mempunyai tingkat
proliferasi yang lebih cepat dan waktu pembelahan yang lebih singkat. Kanker
serviks yang progesif terutama terjadi pada perempuan yang berusia lebih tua.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah Kanker Serviks ini, kami mendapatkan
beberapa permasalahan yang akan kami bahas yaitu:
1. Apa definisi dari Kanker Serviks?
2. Apa etiologi dari Kanker Serviks ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Kanker Serviks ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Kanker Serviks ?
5. Bagaimana tanda dan gejala Kanker Serviks ?
6. Apasaja faktor resiko Kanker Serviks ?
7. Bagaimana stadium dalam Kanker Serviks ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Kanker Serviks ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Kanker Serviks ?
10. Bagaimana komplikasi dari Kanker Serviks ?
11. Bagimana prognosis dari Kanker Serviks ?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Kanker Serviks ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan mengidentifikasi
gangguan dalam sistem reproduksi yaitu, kanker Serviks.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Kanker Serviks.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Kanker Serviks.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Kanker Serviks.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Kanker Serviks.
e. Untuk mengtahui tanda dan gejala Kanker Serviks.
f. Untuk mengetahui faktor resiko Kanker Serviks.
g. Untuk mengetahui stadium dalam Kanker Serviks.
h. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Kanker Serviks.
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Kanker Serviks.
j. Untuk mengetahui komplikasi dari Kanker Serviks.
k. Untuk mengetahui prognosis dari Kanker Serviks.
l. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien Kanker Serviks.
m. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas
I.
D. Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang gangguan
pada sistem reproduksi yaitu, Kanker Serviks dalam tubuh manusia
sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, terutama bagi para
mahasiswa keperawatan dalam melakukan pemeriksaan dan tindakan
keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kanker Serviks/Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim adalah kanker primer yang terjadi pada jaringan
leher rahim atau serviks. Sementara lesi prakanker, adalah kelainan pada epitel
serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum
menembus lapisan basal.( Andrijono, 2007)
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumor ganas yang tumbuh
didalam leher rahim atau cerviks (bagian terendah dari rahim yang menempel
pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 3555 tahun (Mansjoer, Arif. 2013)
Karsinoma insitu pada serviks adalah keadaan di mana sel-sel neoplastik
terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan prakanker lain yang tidak
sampai melibatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut dysplasia.
Kanker serviks adalah perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik
histology. Proses perubahan pertama menjadi tumor ini mulai terjadi pada selsel squamoculummar junction. Kanker serviks ini terjadi paling sering pada
usia 30 sampai 45 tahun, tetapi dapat terjadi pada usia dini, yaitu 18 tahun.
(Prawiharjo, sarwono. 2011)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah serviks
(leher Rahim) sebagai akibat adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP,
1997). Di dunia, setiap 2 menit seorang perempuan meninggal akibat kanker
serviks, sedangan di Indonesia setiap 1 jam. (Ferlay J et al., Globocan, 2002;
IARC 2004. Dalam buku Kesehatan Reproduksi)
B. Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim
oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang
beresiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang ditularkan melalui
hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan biasanya

terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan, walaupun
kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus
HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 56 dimana
HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini
dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel
derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang merupakan lesi.
( FKUI.2008)
Faktor etiologi lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah
aktivitas seksual terlalu muda (<16 tahun), jumlah pasangan seksual yang
tinggi (>4 orang), adanya riwayat infeksi berpapil (warts). Karena
hubungannya erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat atau
menggunakan penekan kekebalan (immunosuppressive) dan penderita HIV
beresiko menderita kanker serviks. Bahan karsinogenik spesifik dari
temabakau dijumpai dalam lender serviks wanita perokok. Bahan ini dapat
merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV
mencetuskan transformasi maligna. (M.Farid.2006)

C. Patofisiologi
Virus herpes simplex
Sito megalo virus

Virus HPV

Faktor-faktor resiko

Penekanan sel Ca pada saraf


Ca Serviks
Nyeri
Psikologis

Pendarahan

Kurangpengetahuan

Cemas/Takut

Hipovolemi
Anemia

Bau busuk

Pengobatan

Ggn. Bodi Ggn.


image
Pola Seksual
Eksternal radiasi

Resti Infeksi
Kulit merah, Depresi
kering Mulut
sumsum
kering stomatitis
tulang
Intoleransi aktifitas
Resti
kerusakan
integritas
kulit

Hb
Anemia
Sel-sel kurang O2

Gastrointestin kurang O2
Resti
kekurangan
volume cairan

Mual, muntah
Nutrisi kurang

Kelemahan/kelelahan

Daya tahan tubuh berkurang


Resiko tinggi infeksi

Resiko injury

Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia


sel skuamosa serviks. Bila pada saat ini terjadi infeksi HPV, maka akan
terbentuk sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam
DNA sel. Bila hal ini berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan lebih
lanjut menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia sel serviks sembuh
dengan sendirinya, sementara hanya sekitar 10% yang berubah menjadi
displasia sedang dan berat. Sekitar 50% kasus displasia berat berubah menjadi
karsinoma. Biasanya waktu yang dibutuhkan suatu lesi displasia menjadi
keganasan adalah 10-20 tahun. Kanker leher rahim invasif berawal dari lesi
displasia sel-sel leher rahim yang kemudian berkembang menjadi displasia
tingkat lanjut, karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa prekursor kanker adalah lesi displasia tingkat
lanjut (high-grade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi
kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara displasia tingkat rendah (lowgrade dysplasia) mengalami regresi spontan.(FKUI.2008)
Kanker insitu pada serviks adalah keadan dimana sel-sel neoplastik
terjadi pada seluruh lapisan epitel disebut dysplasia. Dysplasia serviks
intraeptielal (CNI) terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu tingkat satu ringan,
tingkat dua sedang, tingkat tiga berat. Tidak ada gejala spesifik pada kanker
serviks, perdarahan merupakan gejala satu-satunya yang nyata, tetapi gejala
ini ditemukan pada tahap akhir, bukan pada tahap awal. Karsinoma serviks
timbul dibatasi antar yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks
kanalis

serviks

yang

disebut

skuamo

kolumnar

junction

(SCJ).

(Mitayani,2009)
1. Tumor dapat tumbuh :
a. Eksofilik, Mulai dari arah SCJ kearah lumen vagina sebagai massa
proliferative yang mengalami infeksi skunder dan nekrosis.
b. Endofilik, Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan
cenderung infiltrative membentuk ulkus.
c. Ulseratif, Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan
pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang
luas. Serviks normal secara alami akan mengalami metaplasi atau erosi

akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan


masuknya mutagen, portio yang erusif (metaplasia skuamos) yang
semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskarotik) melalui
tingkatan NIS-I,II,III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invansive. Sekali menjadi mikroinvansive, proses keganasan akan
terus berjalan.
2. Tahap invansive ini akan terus berlanjut:
a. Tahap I
Kanker hanya terbatas pada serviks saja tapi telah mengalami
invasi ke stroma serviks. Akibat invasi pada stoma serviks, yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada struktur serviks. Kerusakan tersebut
menyebabkan ulserasi yang disertai dengan perdarahan spontan setelah
coitus serta tejadi anemia. Selain itu, ulserasi juga menyebabkan
sekresi serviks yang berlebihan, sehingga timbul keputihan yang
berbau khas.
b. Tahap II
Sudah ada perluasan kanker kearah bawah serviks tapi tidak
melibatkan dinding panggul dan telah mengenai daerah vagina dan
akan terjadi nekrosis pada vagina dan juga akan adanya pengeluaran
cairan vagina yang berbau busuk dan juga disertai pendarahan.
c. Tahapan III
Penyebaran ke vagina yang lebih luas dan juga mengalami
penyebaran pada dinding panggul. Pada tahap ini kanker meluas ke
sistem perkemihan, pencernaan, pernapasan, dan otak. Metastasis pada
sistem perkemihan dapat menyebabkan penyumbatan ureter atau
penuhnya kandung kemih yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan eliminasi urine. Metastasis pada bagian pencernaan dapat
menyebabkan terbentuknya ulkus dan terjadinya perdarahan. Selain
itu, juga dapat terjadi peningkatan asam lambung yang merangsang
mual dan muntah. Metastasis pada sistem pernapasan menyebabkan
gangguan pengembangan paru sehingga terjadi gangguan pertukaran

gas. Dan metastasis pada bagian otak menyebabkan terjadinya


kerusakan sistem saraf sehingga terjadi stoke dan kematian.
3. CNI
biasanaya terjadi disambungan epitel skuamosa dengan epitel
kolumnar dan mukosa endoserviks, keadaan ini tidak dapat diketahui
dengan cara panggul rutin, pap smear dilaksanakan untuk mendeteksi
perubahan. Neoplastik hasil apusan abnormal dilanjutkan dengan biopsi
kolposkop fungsinya mengarahkan tindakan biopsi dengan mengambil
sample, biopsi kerucut harus dilakukan.
Stadium dini CNI dapat diangkat seluruhnya dengan biopsi kerucut
atau dibersihkan dengan laser kanker atau bedah beku, atau biasa juga
disebut histerektomi bila klien merencanakan untuk tidak punya anak.
Kanker invasive dapat meluas sampai jaringan ikat, pembuluh limfe dan
ven vagina ligamentum kardinale. Endomentrum penanganan yang dapat
dilaksanakan

yaitu

radioterapi

atau

histerektomi

radikal

dengan

mengangkat uterus atau ovarium jika terkena kelenjar limfe aorta


diperlukan kemoterapi.(Price, Sylvia A. 2006).
Kanker servik merupakan kanker ginekologi yang pada tahap
permulaan menyerang pada bagian lining atau permukaan serviks. Kanker
jenis ini tidak dengan segera terbentuk menjadi sel yang bersifat ganas
melainkan secara bertahap berubah hingga akhirnya menjadi sel kanker.
Tahap perkembangan ini yang kemudian disebut sebagai tahap pre-kanker
(pre-cancerous yaitu displasia, neoplasia intraepitel cervik atau CIN, dan
lesi squamosa intraepitel atau SIL) kanker servik diawali dengan
terbentuknya tumor yang bersifat bulky (benjolan) yang berada pada
vagina bagian atas kemudian tumor ini berubah menjadi bersifat invasif
serta membesar hingga memenuhi bagian bawah dari pelvis. Jika
invasinya kurang dari 5 mm maka dikategorikan sebagai karsinoma
dengan invasi mikro (microinvasif) dan jika lebih dari 5 mm atau melebar
hingga lebih dari 7 mm maka disebut sebagai tahap invasif. Pada tahap ini
disebut juga tahap kanker dan membutuhkan evaluasi tahap perkembangan
kanker atau stage. Akhirnya, tumor tersebut berubah menjadi bersifat

destruktif dengan manifestasi ulserasi hingga terjadi infeksi serta nekrosis


jaringan. Infeksi HPV yang berjenis oncogenik merupakan faktor utama
penyebab kanker servik. HPV merupakan virus tumor yang ber-DNA
rantai ganda yang menyerang lapisan epitel basal pada daerah transformasi
servik dimana sel-selnya sangat rapuh.HPV menginfeksi cervik ketika
trauma mikro terjadi atau erosi pada lapisan tersebut. Virus ini mampu
menghindari deteksi system imun dengan cara membatasi ekspresi gen dan
replikasinyanya hanya pada lapisan supra basal dan dapat tetap berada
pada lokasi tersebut untuk jangka waktu yang lama. (Sharma et al, 2007).
Pada

umumnya,

screening

awal

(pap

smear)

mampu

mengidentifikasi abnormalitas namun pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan


melalui colposcopy, CT scan, atau MRI untuk mendapatkan hasil yang
definitive. Federation of Gynecology and Obstetrics memberikan batasan
mengenai tahapan-tahapan pada kanker cervik yang selanjutnya tahapantahapan ini menjadi tahapan penting guna menentukan terapi yang cocok
untuk penderita.
D. Manifestasi Klinis dari Kanker Serviks
Kebanyakan sering asimtomatik. Saat terdapat rabas atau perdarahan
yang tidak teratur. Rabas meningkat jumlahnya dan menjadi cair. Rabas ini
berwarna gelap dan berbau busuk karena nekrosis dan infeksi dari tumor.
Perdarahan terjadi pada interval yang tidak teratur antara periode atau setelah
menopause, cukup besar dibandingkan hanya bercak yang terdapat pada
pakaian dalam, dan biasanya terlihat setelah trauma ringan (hubungan seksual,
douching, atau defekasi). Dengan berjalanya penyakit, perdarahan mungkin
persisten dan meningkat. Sejalan dengan berkembangnya kanker, jaringan
disebelah luar serviks terserang, termasuk kelenjar limfe anterior ke sakrum
saraf yang terkena mengakibatkan nyeri yang sangat pada pungung tungkai.

10

E. Tanda Gejala Kanker Serviks


Kanker serviks pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau
tanda-tanda yang khas, bahkan kadang-kadang tidak ada gejala sama sekali.
Gejala yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut:
1. Nyeri pada waktu senggama dan pendarahan sesudah senggama.
2. Keluar keputihan atau cairan encer dari vagina.
3. Pendarahan sesudah mati menstruasi (menopause).
4. Pada tahap lanjut dapat kaluar cairan kekuningan, berbau, dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Perdarahan vagina yang abnormal, terjadi perdarahan di antara dua masa
haid, baik sesudah koitus maupun tidak, perdarahan lebih dari satu tahun
sesudah

menopause

dan

keluar

lendir

bercampur

darah

serta

polymenorhea. Perdarahan awal bertambah jumlah dan durasinya sejalan


dengan progresivitas kanker dan merupakan indikasi bahwa proses
penyakit sudah menyerang limfe.
Apabila gejala tersebut sudah muncul, biasanya kanker sudah dalam
stadium lanjut. Untuk itu perlu segera diperiksakan ke dokter karena semakin
dini penyakit didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan untuk
disembuhkan. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut:
a.
b.
c.
d.

Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan


Nyeri panggul, punggung atau tungkai
Dari vagina keluar air kemih atau tinja
Patah tulang (fraktur).

Gambaran Klinis:
1. Keluhan Metroragia
2. Keputihan
3. Perdarahan pascakoitus
4. Perdarahan spontan
5. Bau busuk yang khas
6. Obstruksi total vesika urinaria
7. Cepat lelah
8. Kehilangan berat badan
9. Anemia
10. Serviks teraba membesar, ireguler, teraba lunak
11. Lesi pada porsio dan vagina
F. Faktor Resiko pada Kanker Serviks

11

Beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menyebabkan perempuan


terpapar HPV (sebagai etiologi dari kanker serviks) diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda. Penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda perempuan melakukan hubungan
seksual semakin besar mendapat kanker serviks.
2. Jumlah kehamilan dan partus. Kanker serviks terbanyak dijumpai pada
perempuan yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar
kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Perilaku seksual. Berdasarkan penelitian, resiko kanker serviks meningkat
lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau
bila hubungan seks pertama dibawah 15 tahun. Resiko juga meningkat bila
berhubungan seks dengan lak-laki beresiko tinggi (laki-laki yang
berhubungan seks dengan banyak perempuan), atau laki-laki yang
mengidap penyakit jegger ayam (kondiloma akuminatum) di zakarnya
(penis).
4. Pemakaian Celana Ketat. Pemakaian celana ketat dapat meningkatkan
suhu vagina sehingga akan merusak daya hidup sebagian mikroorganisme,
dan mendukung perkembangan sebagian mikroorganisme lainnya.
Akhirnya, pertumbuhan mikroorganisme menjadi tidak seimbang. Kondisi
tersebut memungkinkan perkembangan mikroorganisme yang justru
menyebabkan terjadinya infeksi.
5. Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh. Tubuh kita memiliki serangkaian
system kekebalan yang secara otomatis berusaha mengatasi gangguangangguan infeksi dan pertumbuhan sel abnormal. Namun dalam kondisi
tertentu, system kekebalan ini dapat melemah sehingga pengendalian
gangguannya pun melemah. Kondisi semacam ini terdapat pada wanita
yang menjalani operasi gagal ginjal, atau pengiap virus HIV. Dengan
melemahnya sistem kekebalan, maka perkembangan infeksi tidak
terhambat, dan pertumbuhan sel abnormal terus meningkat hingga
mencapai tahap invasif (menyebar kemana-mana).
6. Pemakaian obat DES. DES (Diethylstilbestrol) adalah obat penguat
kehamilan yang dikonsumsi untuk mencegah keguguran. Obat ini

12

sekarang sudah tidak popular. Para ahli menyimpulkan DES berpotensi


menimbulkan sel kanker di wilawah serviks.
7. Pemakaian Antiseptik di Vagina. Pemakaian antiseptik yang terlalu sering
tidak baik. Antiseptik tersebut dapat membunuh bakteri di sekitar vagina,
termasuk bakteri yang menguntungkan. Dan apabila digunakan dalam
dosis

yang

terlalu

sering,

maka

zat

antiseptik

tersebut

dapat

mengakibatkan iritasi pada kulit bibir vagina yang sangat lembut. Iritasi
ini biasa berkembang menjadi sel abnormal yang berpontensi displasia.
8. Infeksi virus. Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma
atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker
serviks
9. Riwayat infeksi di daerah kelamin dan radang panggul. Infeksi Menular
Seksual (IMS) dapat menjadi peluang meningkatnya resiko terkena kanker
serviks.
10. Sosial ekonomi. Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin fakktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan
gizi, imunitas, dan kebersihan perseorangan. Pada golongan social
ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang, hal ini
memengaruhi imunitas tubuh.
11. Hygiene dan sirkumsisi. Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya
kanker serviks pada perempuan yang pasangannya belum disirkumsisi.
Hal ini karena pada pria nonsirkumsisi, hygiene penis tidak terawatt
sehingga banyak terdapat kumpulan smegma.
12. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Terkandung
nikotin dan zat lainnya yang terdapat di dalam rokok. Zat-zat tersebut
dapat menurunkan daya tahan serviks dan menyebabkan kerusakan DNA
epitel serviks sehingga timbul kanker serviks. Sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi
di serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terusmenerus.
13. Defisiensi zat gizi. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defisiensi
asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya NIS 1 dan NIS 2, serta
mungkin juga meningkatkan resiko terkena kanker serviks pada wanita
yang rendah konsumsi beta karoten dan vitamin (A, C, dan E).

13

(Sumber: Kumalasari, Intan. Iwan Adhyantoro. 2014. Kesehatan Reproduksi.


Jakarta:Salemba Medika)
G. Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2000
Stadium 0
Stadium I

Karsinoma insitu, karsinoma intra epineal


Karsinoma masih terbatas pada servks (penyebaran ke

Stadium Ia

korpus uteri)
Invansi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara
mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung
walau

dengan

invansi

yang

sangat

superficial

dikelompokan sevagai stadium Ib. kedalaman invansi ke


stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak
Stadium Ia1

lebih dari 7 mm.


Invansi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3

Stadium Ia2

mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm


Invansi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm

Stadium Ib

tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm


Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopik lebih

Stadium Ib1
Stadium Ib2
Stadium II

dari Ia
Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm
Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai sepertiga
bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai

Stadium IIa

dinding panggul.
Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan

Stadium IIb

parametrium
Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai

Stadium III

dinding panggul
Telah melibatkan sepertiga bawah vagina atau adanya
perluasaan sampai dinding panggul. Kasus dengan
hidroneprosis atau ganguan fungsi ginjal dimasukan
dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat

Stadium IIIa

dibuktikan oleh sebab lain


Keterlibatan sepertiga bawah vagina dan infiltrasi

14

Stadium IIIb

parametrium belum mencapai dinding panggul


Perluasan sampai dinding panggul atau

Stadium IV
Stadium Iva

hidroneprosis atau ganguan fungsi ginjal


Perluasan ke luar organ reproduktif
Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa

Stadium IVb

rectum
Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

adanya

H. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Seviks


Ada beberapa cara memeriksakan kanker serviks, diantaranya:
1. Mendeteksi kanker serviks dengan Pap Smear
Pemeriksaan Pap Smear adalah satu cara pemeriksaan sel serviks
yang dapat mengetahui perubahan perkembangan sel rahim, sampai
mengarah pada pertumbuhan sel kanker tubuh lagi pada bagian atas vagina
setelah dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi). Wanita yang
dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka yang tinggi
aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang
tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri.
Pap smear, disebut juga tes Pap adalah prosedur sederhana untuk
mengambil sel servik (bagian bawah, ujung dari bagian uterus). Dinamai
sesuai dengan penemunya George Papicolau,MD. Pap Smear tidak hanya
efektif untuk medeteksi kanker servik tetapi juga perubahan sel servik
yang dicurigai dapat menimbulkan kanker. Deteksi dini sel ini merupakan
langkah awal menghidari timbulnya kanker servik. Sampai saat ini
pemeriksaan dengan Pap Smear masih menjadi pilihan terbaik karena
relatif mudah, murah, sederhana, tidak sakit, aman, dan akurat. Bila hasil
pemeriksaan pap smear ditemukan adanya sel-sel epitel servik yang
bentuknya abnormal (displasia), haeus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
American Cancer Society merekomendasikan Pap smear pertama
sekitar 3 tahun setelah melakukan hubungan seksual pertama atau pada
usia 21 tahun. Setelah usia 21 tahun dengan petunjuk sebagai berikut:
Usia (tahun)

Frekuensi

15

21-29

Sekali setahun Pap smear regular atau setiap 2 tahun


menggukan Pap smera berbasis cairan.

30-69

Setia 2-3 tahun jika hasil 3X tes normal secara berurutan.

>70

Pap smear dapat dihentikan jika hasil 3X es normal


secara berurutan dan pap smear normal selama 10 tahun

Prosedur pemeriksaan Pap smear:


1. Persiapan
a. Persiapan alat
1) bak steril yang berisi:
a) Spekulum cocor bebek
b) Sarung tangan
c) Spatula ayre
d) Kaca objek (object glass)
e) Kapas dettol
f) Alkohol 95%(bahan fikasi pada tempatnya)
g) cytocrep/ bair spray.
h) Etika (label) dan pensil
i) Lampu sorot
j) Meja gonekologi
k) Larutan Klorin 0,5%
l) Tempat sampah basah dan kering
b. Persiapan ruangan.
1) Ruangan tertutup, pintu serta jendela tertutup
2) Lampu sorot dinyalakan
c. Persiapan pasien
1) Pasien dalam keadaan siap untuk dilakukan Pap smear
2) Tidak melakukan hubungan suami-istri 48 jam sebelum
pengambilan lendir mulut rahim
3) Waktu yang paling baik untuk pengambilan lendir adalah 2
minggu setelah menstruasi
4) Jangan menggukan pembasuh antiseptik atau sabun antiseptik
5)
6)
7)
8)
9)

di sekitar vagina selama 72 jm sebelum pengambilan lendir


Pasien diminta untuk buang air kecil.
Pasien diminta untuk membuka pakaian bawah.
Pasien dipersilahkan tidur di meja ginekolog.
Pasien tidur dalam posisi litotomi
Pasien saat pengambilan lendir, usahakan otot-otot vagina

rileks.
2. Pelaksanaan
a. Pasien dibaringkan dalam posisi litotomi,
b. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir.
c. Keringkan tangan dengan handuk bersih.

16

d. Gunakan sarung tangan dengan benar.


e. Bersihkan vulva dan perieum dengan kasa kering
f. Ambil spekulum cocor bebek ( sesuaikan dengan ukuran yang
dibutuhkan) dengan tangan kanan dan masukan ke dalam ontroitus
vagina dengan posisi lebar spekulum pada sumbu vertikal
(anteroposterior).
g. Setelah ujung spekulum melewati introitus, dorongspekulum
sampai pangkalnya, kemudian gagang spekulum diputar (90
derajat) ke arah bawah.
h. Introitus vagina direngangkan dengan cara membuka spekulum
sedemikian rupa sehingga lumen vagina, protio, dan froniks terlihat
jelas, kemudian spekulum dikunci pada posisi tersebut.
i. Ampil spatula ayre, kemudian ujung yang pendek dimasukan ke
dalam ostium uteri eksterna sedalam 1-2 cm dan dilakukan usapan
searah jarum jam (diputar360 derajat)
j. Bahan hasil usapan tadi segra difikasi (dihapus) pada object glass
yang telah disediakan dengan berikut:
a) Fiksasi
basah
dengan

alkohol

95%

setelah sediaan selesai dibuat, sewaktu sekret masih segar,


masukan segera ke dalam alkohol 95%. Setelah difiksasi selam
30 meni, sediaan dapat diangkat dan dikeringkan atau dapat
pula dikira dalam botol bersama cairan fiksasinya.
b) Fiksasi
kering
dengan
bair

spray

setelah sediaan selesai dibuat, sewaktu sekret masih segar,


semprotkan segera bair spray pada kaca objek yang
mengandung asupan sekret tersebut. Dengan jarak kurang lebih
10-15 cm dari kaca objek, sebanyak 2 sampai 4 kali. Kemudian
keringkansediaan dengan membiarkannya di udara terbuka
selama 5-10 menit. Setelah kering sediaan saip dikrim ke
laboratorium sitologi.
k. Bersihkan porsio dinding vagina dengan kasa steril.
l. Lepaskan spekulum (cocor bebek)dari vagina secara perlahanlahan
m. Buka sarung tangan, letakkan dalam larutan disinfektan
n. Cuci tanga dengan sabun di bawah air mengalir, kemudian
keringkan dengan handuk bersih
o. Beri label pada sampel, kirim ke laboratorium.
17

3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan apus.


a. Buatlah sediaan dengan supan tipis merata.
b. Segera fiksasi sesuai metode perawatan pap.
c. Buatlah sediaan sedikit mungkin mengandung darah.
d. Jaga kebersihan kaca objek yang digunakan
e. Hndari bahan kimia yang merusak sel.
f. Simpan di tempat yang bersih, kering,dan aman.
g. Kaca objek yang di pergunakan diberi label
4. Hasil pemeriksaan Pap smear
a. Kelas 0
: tidak dapat dinilai.
Tindakan
: segera diambil smear ulang.
b. Kelas I
: normal smear.
Tindakan
: kontrol ulang 1-2 tahun lagi.
c. Kelas II
: proses radang dengan atau tanpa dysplasia ringan.
Tindakan
: kontrol ulang 3-6 tahun lagi.
d. Kelas III
: dysplasia sedang-berat.
Tindakan
: kontrol ulang segera.
e. Kelas IV
: karsinoma insitu.
Tindakan
: kontrol ulang segera.
f. Kelas V
: karsinoma invasive.
Tindakan
: kontrol ulang segera.
2. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker serviks sedini
mungkin dengan mengoles serviks atau leher rahim menggunakan lidi
wotten yang telah dicelupkan kedalam asam asetat 3-5% dengan mata
telanjang. Daerah yang tidak normal akan berubah warna menjadi putih
(acetowhite) dengan batas yang tegas, dan mengindiksikan bahwa seviks
mungkin memiliki lesi prakanker. Jika tidak ada perubahan warna, maka
dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks.
Pemeriksaan dengan cara IVA ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapatkan penjelasan
mengenai prosedur yang akan dijalankan. Perlu diingat bahwa privasi
dan kenyamanan pasien sangatlah penting dalam pemeriksaan ini!
b. Pasien dibaringkan dengan posisi dengkul ditekuk dan kaki melebar.
c. Vagina akan dilihat secara visual dengan bantuan pencahayaan yang
cukup untuk mendeteksi apakah ada kelainan.

18

d. Cocor bebek (spekulum) akan dibasuh dengan air hangat dan


dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk
melihat serviks.
e. Bila terdapat banyak cairan di serviks tersebut, maka digunakan kapas
steril basah untuk menyerapnya.
f. Dengan menggunakan kapas (pipet), larutan asam asetat 3-5%
diteteskan ke serviks. Dalam waktu kurang lebih 1 menit, reaksi pada
serviks sudah dapat dilihat.
g. Bila warna serviks berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan
positif terdapat kanker. Asam asetat ini berfungsi menimbulkan
dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel
kanker yang berkepadatan protein tinggi berubah warna menjadi putih.
h. Namun, bila tidak didapatkan warna keputih-putihan kemungkinan
hasilnya negatif.
Pemeriksaan IVA ini kurang lebih sama seperti pap smear, karena
dilakukan dengan memasukkan alat ke dalam vagina. Karena hal tersebut,
biasanya sebelum melakukan pemeriksaan pasien diberi pertanyaan
seputar pernikahan ataupun aktivitas seksual. Jika pasien tersebut sudah
menikah, akan dengan mudah mendapatkan pelayanan. Namun hal ini
tidak terjadi dengan pasien yang sudah aktif secara seksual tetapi belum
menikah. Jadi, untuk yang sudah aktif secara seksual tetapi belum menikah
dan ingin melakukan IVA, lebih baik mencari tempat yang ramah terhadap
keadaannya, khususnya untuk remaja.
Pemeriksaan IVA dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber yang daya
rendah bila dibandingkan dengan jenis skrining yang lain, karena:
a. Mudah dilakukan, aman, dan tidak mahal.
b. Akurasinya sama dengan tes-tes yang lain.
c. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hamper semua tenaga kesehatan
yang sudah terlatih.
d. Dapat dilakukan di semua jenjang pelayanan kesehatan (rumahsakit,
puskesmas, pustu, polindes, dan klinik dokter spesialis, dokter umum
dan bidan)
e. Langsung ada hasilnya sehingga dapat segera dilakukan pengobatan
dengan krioterapi, yaitu pembekuan serviks berupa penerapan
pendinginan secara terus-meners selama 3 menit untuk membekukan

19

(freeze) dan diikuti dengan pencairan selama 5 menit, kemudian diikuti


dengan pembekuan lagi selama 3 menit dengan menggunakan CO2
atau NO2 sebagai pendingin.
f. Sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan mudah didapat.
g. Tidak bersifat invasive dan dapat mengidentifikasi lesi prakanker
secara efektif.
3. Kolposkopi
Koloskopi merupakan suatu pemeriksaan untuk melihat permukaan
serviks dengan memasukkan teropong bernama koloskop ke dalam liang
vagina. Pemeriksaan ini menggunakan mikroskop berkekuatan rendah
yang memperbesar permukaan serviks yang perbesarannya dari 10-40 kali
dari ukuran normal. Ini dapat membantu mengidentifikasi area permukaan
serviks yang menunjukkan ketidaknormalan.
Pemeriksaan koloskopi dilakukan di atas meja pemeriksaan
ginekologs. Pada koloskopi, serviks dioles dengan larutan kimia(asam
asetat) untuk menyingkirkan lendir yang meliputi permukaan serviks.
Setelah area abnormal terlihat, koloskop diposisikan pada mulut vagina
dan seluruh permukaannya diperiksa. Gambar permukaan serviks bisa
didokumentasikan dengan kamera kecil tersebut. Jika ditemukan area yang
abnormal, sampel jaringan akann diambil dengann menggunakan alat
biopsy kecil. Beberapa sampel dapat diambil sesuai ukuran area yang
mengalami abnormalitas.
Hasil koloskopi adalah sebagai berikut:
a. Normal: bila permukaan serviks yang rata dan berwarna merah muda
b. Abnormal: dapat berupa kutil pada daerah serviks (human
papilloma virus), perubahan jaringan prakanker, dysplasia serviks,
keganasan dalam serviks, dan keganasan invasive.
Koloskopi dapat digunakan untuk melakukan pemantauan
terhadap kelainan prakanker dan melihat perkembangan terapi. Koloskopi
dapat melihat pola abnormal pembuluh darah, bercak-bercak putih pada
serviks, peradangan, erosi atau pengerutan jaringan serviks. Semua ini
menunjukkan penyebab abnornalitas dari pap smear, dianjurkan untuk
melakukan pengambilan jaringan yang lebih luas.

20

4. Schillentest
Cara kerja pemeriksaan ini adalah:
a. Serviks diolesi dengan larutan yodium
b. Sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat.
c. Sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
Jika terkena karsinoma tidak berwarna.
I. Penatalaksanaan Kanker Seviks
1. Terapi local
Terapi local dilakukan pada penyakit prainvasif, yang meliputi
biopsy, cauterasi, terapi laser, konisasi, dan bedah buku.
2. Histerektomi
Histerektomi mungkin juga dilakukan tergantung pada usia wanita,
status anak, dan atau keinginan untuk sterilisasi. Histerektomi radikal
adalah pengangkatan uterus, pelvis dan nodus limfa para aurtik.
3. Pembedahan dan terapi radiasi
Pembedahan dilakukan untuk pengangkatan sel kanker. Pembedahan
ini dilakukan pada kanker serviks invasive. Pada terapi batang eksternal
bertujuan untuk mengetahui luas dan lokasi tumor serta mengecilkan
tumor.
4. Radioterapi batang eksternal
Terapi ini dilakukan jika nodus limfe positif terkena dan bila batasbatas pembedahan itu tegas. Untuk terapi radiasi ini biasanya para wanita
dipasang kateter urine sehingga tetap berada di tempat tidur, makan
makanan dengan diet ketat dan memakan obat untuk mencegah defekasi,
karena pada terapi ini biasanya terpasang tampon (aplikator).
5. Eksenterasi pelvica
Penatalaksanaan ini dilakukan jika terjadi kanker setempat yang
berulang. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan pada bagian anterior,
posterior, atau total tergantung organ yang diangkat ditambah dengan
uterus dan nodus limfa disekitarnya.
6. Terapi biologi

21

Yaitu dengan memperkuat system kekebalan tubuh (system imun).


7. Kemoterapi
Dengan menggunakan obat-obatan sitostastik.
8. Terapi lain adalah terapi penunjang:
1) Terapi nutrisi
a. Asupan

makanan,

jenis

makanan,

makanan

tambahan/suplementene, (beta-caro, selenium, vitamin C, vitamin


E, eicosap-entaenoic acid).
b. Manajemen penyakit (dukungan obat, penyembuhan tanpa obat
melainkan dengan aktivitas tertentu, radiasi, operasi bedah,
perawatan tradisional dan konsultasi psikologis).
c. Tindakan bergantung pada usia, paritas, tua kehamilan, dan
stadium kanker :
a) Wanita relatif muda dan hamil tua dengan kanker stadium dini,
dapat melahirkan janin secara spontan.
b) Dalam trimester I dijumpai kanker serviks, dilakukan abortus
buatan, kemudian diberikan pengobatan radiasi.
c) Dalam trimester II kehamilan: segera lakukan histerektomi
untuk mengeluarkan hasil konsepsi, kemudian diberikan dosis
penyinaran.
d) Wanita yang masih relatif muda dan mendambakan anak
dengan kanker serviks dilakukan konisasi atau amputasi porsio
kemudian dikontrol dengan baik. Bila anak cukup maka
dikerjakan histerektomi.
J. Komplikasi pada Kanker Serviks
Pada lesi prakanker, mungkin akan menyebabkan kegagalan fungsi
reproduksi karena komplikasi pengobatan lesi prakanker. Pada kanker serviks
stadium awal akan dapat menyebabkan kegagalan fungsi reproduksi
khususnya pada penderita usia muda karena pengobatan pembedahan ataupun
radiasi.

22

Kanker serviks stadium lanjut ataupun kanker serviks yang tumbuh lagi
setelah pengobatan dapat menyebabkan kematian pada penderitanya karena
kegagalan pengobatan. Pada stadium lanjut, kanker dapat menyebar
(metastase) ke berbagai organ lainnya sehingga dapat menyebabkan gangguan
fungsi berbagai organ, seperti ginjal, paru-paru, hati dan organ lainnya.
(Hartati Nurwijaya, dkk, 2010).
Sedangkan menurut Wan Desen, 2011, komplikasi kanker serviks uteri
adalah sebagai berikut:
a. Retensi uri
Pada waktu histerektomi total radikal mudah terjadi rudapaksa
pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intrapelvis, hingga timbul
gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi uri. Biasanya pasca operasi
dipertahankan saluran urin lancer 5 7 hari, secara berkala dibuka 3 4
hari, fungsi buli-buli biasanya dapat pulih.Pada retensi uri sekitar 80%
dalam 3 minggu fungsi buli-bulinya.
b. Kista limfatik pelvis
Pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainase limfe tidak lancar,
dapat

terbentuk

kista

limfatik

retroperitoneal,

umumnya

pasien

asimtomatik dan mengalami absorpsi spontan, bila kista terlalu besar


timbul rasa tak enak perut bawah, nyeri tungkai bawah, akumulasi cairan
kista dikeluarkan, gejala akan mereda.
c. Sistitis radiasi dan rektitis radiasi
Pasca radiasi pelvis, pasien umumnya mengalami sistitis radiasi
ataupun rektitis radiasi yang bervariasi derajatnya.Gejala berupa rasa tak
enak abdomen bawah, polakisura, disuria atau hematuria, tenesmus,
mukokezia, hematokezia. Bagi pasien dengan derajat ringan tak perlu
ditangani, bila derajat sedang ke atas umumnya diobati dengan anti
radang, hemostatik, antispasmodic, dll. Penting diketahui bahwa penyakit
kanker bukanlah otomatis berakhir pada kematian.Timbulnya ketakutan
pada penderita kanker dan kanker serviks khususnya, karena selama ini
kanker belum ada obatnya. Namun sejalan dengan waktu dan penemuan
baru di bidang penelitian kanker, baik penemuan jenis perawatan dan

23

bagaimana caranya sel-sel kanker berkembang sudah diketahui. Kini


banyak pasien kanker yang dapat bertahan hidup dan bahkan bisa sembuh.
K. Prognosis Kanker Serviks
Faktor yang mempengaruhi prognosis banyak, seperti stadium klinis,
tipe patologi, metastasis kelenjar limfe, manipulasi operasi, dll. Semuanya
dapat mempengaruhi hasil terapi. Maka dalam terapi pasien kanker serviks
uteri harus berpikir komprehensif, melakukan pemeriksaan cermat, analisis
terpadu barulah menetapkan rejimen terapi.Setelah terapi masih harus periksa
ulang berkala. (Wan Desen, 2011)
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan
respons terhadap pengobatan, maka 95% akan mengalami kematian dalam 2
tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi (operasi
pengangkatan rahim) dan memiliki rasio tinggi terjadinya kekambuhan harus
terus diawasi karena walaupun setelah histerektomi total masih dapat terjadi
kekambuhan dalam 2 tahun sebesar 80%. Sehingga prognosis penyakit ini
tergantung dari stadium penyakit dan pengobatan yang dilakukan sedini
mungkin.
Khusus kanker serviks, data rumah sakit di Indonesia mendapatkan
bahwa lebih dari 70% penderita kanker serviks datang berobat pada stadium
tinggi atau lanjut sehingga angka kegagalan atau tidak memuaskan
pengobatan tinggi sehingga angka kematian tinggi. Jika tidak terdeteksi lebih
dini, maka kanker serviks akan berakibat fatal. Banyak kematian akibat kanker
serviks yang terjadi di seluruh dunia karena pada saat dilakukan skrining
ditemukan penderita sudah pada tahap stadium tinggi.
L. Pencegahan Kanker Serviks
Ada beberapa cara untuk mencegah kanker serviks, yaitu:
1. Melakukan pemeriksaan Pap Smear secara teratur.
2. Tidak boleh melakukan hubungan seksual pada anak perempuan di bawah
18 tahun.
3. Jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kelamin atau
gunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit.

24

4. Jangan berganti-ganti pasangan seksual.


5. Berhenti merokok.
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks
diperlukan upaya pencegahan-pencegahan sebagai berikut :
1. Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan
kontak dengan karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada
proses karsinogen.
2. Pencegahan sekunder, termasuk skrining dan deteksi dini untuk
menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat
ditingkatkan.
3. Pencegahan tertier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi
klinik dan kematian awal.

25

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala
dan merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahuntahun. Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah
yang dibuat oleh IFGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics),
yaitu Stage 0, 1, 1 a , 1 b, 2, 3 , dan 4. Gejala klinis kanker serviks pada
stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa
perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang
berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak kanker
serviks. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab
juga. Adapun faktor resikonya, yaitu : Pola hubungan seksual, Paritas,
Merokok, Kontrasepsi oral, Defisiensi gizi, Sosial ekonomi, dan Pasangan
seksual.
Dari laporan FIGO tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan
kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium
IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, stadium IB dan
II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV
sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. Pengobatan kanker
serviks yang dapat dilakukan, yiatu : Pembedahan, Terapi penyinaran,
Kemoterapi, dan Terapi biologis.
B. Saran
Berhati-hatilah dengan penyakit kanker serviks, lebih baik mencegah
dari pada mengobati. Ternyata tidak mudah menjadi seorang wanita, tapi
bukan berarti sulit untuk menjalaninya. Penyakit bisa kita hindari asal kita
selalu berusaha hidup sehat dan teratur.

38

DAFTAR PUSTAKA
Andrijono. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
http://drvegan.wordpress.com/2010/01/10/kanker-leher-rahim-kanker-serviks/
(Diakses Tanggal 17 November 2016)
Kumalasari, Intan, Iwan Andhyantoro.

2014.

Kesehatan

Reproduksi.

Jakarta:Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Prawiharjo, sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka
Satyadeng. 2010. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks).
https://niamenulis.wordpress.com/2013/12/09/inspeksi-visual-dengan-asamasetat-iva/

Anda mungkin juga menyukai