CA. PROSTAT
Kadar hormon testesteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko kanker
prostat. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu
dihydrotestoteron (DHT) oleh enzim 5 alpha-reductase, yang memegang peran dalam
proses pertumbuhan sel-sel prostate ( Judarwanto Widodo, 2005)
3) Makanan/diet
Angka kejadian karsinoma prostat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan makanan.
Seperti kebiasaan makan makanan yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker. Sedangkan sayuran hijau dan merah dapat
mencegah terjadinya kanker prostat.
4) Lingkungan
Pekerja-pekerja yang terpapar pada kadnium, para pria yang bekerja di pabrik ban
dan karet, para mekanik, petani dan pekerja tambang tembaga mempunyai resiko yang
tinggi mengalami kanker prostat, kondisi lalu lintas dengan emisi gas buang yang tinggi
(timbal) menyumbang terjadinya kanker.
C. Patofisiologi Proses Maligna
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare, ( 2002: 317). Kanker adalah proses
penyakit yang bermula ketika mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk
klon dan mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan
dalam lingkungan sekitar sel tersebut.
Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi
perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan
memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut dapat
terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase pada bagian yang lain.
Terdapat beberapa pola pertumbuhan sel dan disebut dengan istilah Hiperplasia, Metaplasia,
Displasia, Anaplasia dan neoplasia.
Hiperplasia, yaitu peningkatan jumlah sel-sel jaringan merupakan proses proliferasi yang
umum dijumpai selama periode pertumbuhan yang cepat, hal tersebut dikatakan normal
bila sesuai dengan tuntutan fisiologik. Menjadi abnormal bila pertumbuhan melebihi
tuntutan fisiologik seperti yang terjadi pada iritasi kronis.
Metaplasia, terjadi apabila salah satu sel matur diubah menjadi tipe yang lain melalui
stimulus yang mempengaruhi sel batang induk, seperti pada kasus inflamasi kronik dan
pemajanan bahan kimiawi.
Displasia, adalah pertumbuhan sel yang aneh yang mengakibatkan sel-sel yang berbeda
dalam ukuran, bentuk dan susunannya dengan sel-sel lain dari tipe jaringan yang sama.
Dapat terjadi karena radiasi dan inflamasi kronik.
Anaplasia, adalah deferensiasi sel-sel displastik pada derajat yang lebih rendah. Sel-sel
anaplastik sulit dibedakan dan bentuknya tidak beraturan atau tidak selaras dengan
pertumbuhan dan pengaturan.
Neoplasia, digambarkan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak
mengikuti tuntutan fisiologik, dapat maligna atau benigna.
Karakteristik sel maligna ialah mengabaikan perbedaan-perbedaan individualnya, adanya
protein tertentu, inti, abnormalitas kromosom dan kecepatan mitosis pertumbuhanya.
Membran sel maligna mengandung protein yang disebut antigen spesifik tumor dan Prostate
Specifik Antigen (PSA). Membran selular maligna juga mengandung lebih sedikit fibronektin
yaitu semen selular sehingga membran sel maligna kurang kohesif terhadap sel-sel sekitarnya
dan tidak melekat dengan cepat. Inti dari sel-sel kanker seringkali besar dan bentuknya tidak
beraturan, nukleolus tempat RNA lebih banyak dan besar. Mitosis terjadi lebih sering pada sel
maligna dibanding sel normal.
D. Penetapan stadium dan klasifikasi kanker prostat
Penetapan Stadium ini sesuai dengan UICC yang diusulkan oleh Schroder dan Hermanek
klasifikasi TNM pada tahun 1992. (C.J.H Van de Velde, F.T Bosman, DJ. TH. Wagener,
1996 : 547 ) yaitu sebagai berikut :
T1
: Karsinoma yang ditemukan insidental (tidak dapat dipalpasi)
T1a : Karsinoma insidental pada kurang dari 5 % jaringan yang direseksi.
T1b : Karsinoma insidental pada 5 % jaringan yang direseksi.
T1
: Tumor diketahui karena biopsi, misalnya karena PSA yang meninggi.
T2
: Karsinoma palpabel, terbatas pada prostat.
T2a : Tumor terbatas kurang dari setengah satu lobus prostat.
T2b : Tumor lebih dari setengah dari satu lobus prostat, tetapi tidak dikedua lobus
prostat.
T2c : Tumor di dalam kedua lobus prostat.
T3
: Pertumbuhan tumor menembus kapsul prostat.
T3a : Pertumbuhan di dalam kapsul unilateral.
T3b : Pertumbuhan di dalam kapsul bilateral.
T3c : Invasi tumor di dalam satu dari kedua vesiculae seminalis.
T4
: Pertumbuhan tumor lanjut dan fiksasi pada jaringan sekitarnya.
Tabel 2.1
Derajat diferensiasi karsinoma prostat menurut Gleason
Grade
Tingkat Hitopatologi
2-4
Well differentiated
5-7
Moderately differentiated
8-10
Poorly differentiated
Sumber : Basuki B. Purnomo,(2000 : 157)
Cepatnya penyebaran dan terjadinya metastasis suatu tumor tampaknya dipengaruhi oleh
faktor genetik penderitanya, konsep ini di sebut sebagai biologic predeterminism yang
menerangkan bahwa akibat pada penderita bergantung kepada Predetermined
aggressiveness tumor (Sutisna H, 1992).
Tabel 2.2
Sistem pentahapan kanker prostat
Tumor
T1
T2
T3
T4 / sembarang
T
Nodus
NO
NO
NO
NO-N3
Metastase
MO
MO
MO
MO/M1
histopatologis
G2, 3-4
Sembarang G
Sembarang G
Sembarang G
Menurut A.D.Thomson, R.E.Cotton. (1997) dan Basuki B.Purnomo. (2000:156) dan Wim
de Jong. (2005: 788), diagnosis kanker ditegakkan melalui pemeriksaan sebagai berikut :
Ultrasonografi transrektal.
Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui adanya area hipo-ekoik (60 %) yang
merupakan tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan
adanya ekstensi tumor ke ekstra kapsuler, untuk menentukan penyebaran ke vesika
seminalis, dan kelenjar limfe yang dekat penuntun biopsi jarum.
CT scan dan MRI.
CT scan diperiksa bila dicurigai adanya metastase pada limponudi (N) yaitu pada
pasien yang menunjukan skor Gleason tinggi (>7) atau kadar PSA tinggi.
Dibandingkan dengan transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi
tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesika seminalis.
Bone scan.
Pemeriksaan sintigrafi pada tulang dipergunakan untuk mencari metasstase
hematogen pada tulang.
Asam fosfatase.
Kadar serum yang lebih besar dari 6 i.u /l menunjukkan dengan kuat adanya
karsinoma prostat. Enzim ini dihasilkan oleh sel epitel dan sebagian mencerminkan
diferensiasi tumor, sebagian mencerminkan jumlah tumor yang ada.
Apusan prostatik.
Apusan yang didapat dari bahan yang dikeluarkan melalui masase prostatik, dapat
memperlihatkan sel-sel maligna.
Biopsi.
Pemeriksaan ini biasanya memuaskan tetapi kesalahan sampling lazim terjadi dan
pada tumor-tumor yang berdiferensi baik diagnosis sangat sukar. Jika tumor kecil
pada biopsi transrektal tidak akan ditemukan karsinoma.
PSA dan PAP (Prostate Acid phospatase / Prostate specific antigen)
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostate
dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostate.
G. Penatalaksanaan Adenocarsinoma Prostat
Pemilihan cara penanganan adenocarsinoma prostat ditujukan untuk meningkatkan umur
harapan hidup dan mempertahankan kualitas hidup. (Sylvia A Price, Lorrraine M Wilson,
1995:1156)
Tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien karsinoma prostat tergantung pada
stadium, umur harapan hidup, dan derajat diferensiasinya. (Basuki B. Purnomo, 2000 : 157)
yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.3
Terapi pilihan karinoma prostat
Stadium
T1 T2 (A-B)
Alternatif therapi
Radikal prostatektomi
Observasi (pasien tua)
T3- T4 (C )
Radiasi
Prostatektomi
N atau M (D)
Radiasi
Hormonal
Sumber : Basuki B. Purnomo, 2000: 157 ,Sylvia &Wilson.
Keterangan :
Stadium A
: Tumor tanpa gejala dan ditemukan pada pemeriksaan sediaan operasi
prostat secara histology
Stadium B
: Karsinoma prostat dapat diraba dengan pemeriksaan rektum.
Stadium C dan D : Ditandai dengan gangguan miksi (disuria, arus miksi kurang deras,
dan retensi urine. Rasa nyeri di perineum adalah gejala akhir).
Penderita stadium D ditandai dengan hanya nyeri pada tulang sebagai akibat dari
metastase di dalamnya.
Penjabaran dari therapi tersebut adalah :
a) Observasi.
Ditunjukan pada pasien dalam stadium T 1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10
tahun.
b) Prostatektomi radikal.
Dilakukan pada pasien yang berada pada stadium T1-2 N0 M0 yaitu berupa pengangkatan
kelenjar prostat bersama vesikula seminalis. Cara ini dapat menimbulkan penyulit berupa
pendarahan, disfungsi ereksi dan inkontentia urine.
c) Radiasi
Ditunjukkan pada pasien tua dan kondisi tumor mengalami metastasis. Pemberian radiasi
eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi yang dapat dilakukan dengan operasi
terbuka maupun secara laparaskopik.
d) Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari HUGINS yaitu Sel epitel
prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan.
Sumber androgen dihilangkan dengan cara pembedahan atau medikamentosa. Androgen
tidak saja terdapat pada testis tetapi terdapat juga pada kelenjar suprarenal sebesar 10 %
dari seluruh testosteron yang beredar dalam tubuh (Lambrie).