Provinsi dengan asupan zat besi minimal 90 hari tertinggi di DI Yogyakarta (58,1%) dan
terendah di Lampung (15,4%) (lihat Tabel 3.12.20 Buku Riskesdas 2013 dalam Angka).
Konsumsi zat besi menurut karakteristik pada Tabel 3.12.21 buku Riskesdas 2013 dalam
Angka menunjukkan semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, maka
semakin besar persentase cakupan konsumsi zat besi.
D. Upaya Mengatasi/Pengobatan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia akibat
kekurangan konsumsi zat besi adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami melalui penyuluhan, terutama
makanan sumber hewani yang mudah diserap seperti hati, ikan, daging dan lain-lain.
Selainitu perlu ditingkatkan juga makanan yang banyak vitamin C dan vitamin A (buahbuahan dan sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses
pembentukan Hb.
2) Fortifikasi bahan makanan yaitu : menambahkan zat besi, asam folat, vitamin A dan asam
amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran.
3) Suplementasi zat besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kadar Hb secara cepat.Dengan demikian suplemantasi zat besi hanya
merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang perlu diikuti
dengan cara lain.
2. KEKURANGAN VIT. A
A. Masalah KVA di Indonesia
vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia, karena zat gizi ini
tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Vitamin A penting untuk
kesehatan mata dan mencegah kebutaan, dan lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan
daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak
atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah ,
sehingga tidak membahayakan jiwa anak.
Dengan adanya bukti-bukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan
angka kematian yatiu sekitar 30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya
vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan
pertumbuhan anak. Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi
utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat
subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat
luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan
memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan
sebagai fenomena gunung es yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak di
permukaan. Padahal KVA subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam
darah masih merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian. Hal ini menjadi lebih
penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan
kematian pada balita.
B. Penyebab KVA
Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari, kekurangan vitamin A disebabkan oleh :
1) Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin A untuk
jangka waktu yang lama.
2) Bayi tidak diberikan ASI eksklusif.
3) Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya)
yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4) Adanya gangguan penyerapan vitamin A, seperti pada penyakit-penyakit, antara lain
penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehinggga
kebutuhan vitamin A meningkat.
5) Adanya kerusakan hati, seperti pada kurang gizi dan hepatitis (radang liver) kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin
yang penting untuk penyerapan vitamin A.
C. Data Kasus
D. Penanganan
1) Memperbaiki pola makan masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan sehingga
masyarakat kita semakin gemar mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
2) Melakukan fortifikasi vitamin A terhadap beberapa bahan makanan yang banyak
dikonsumsi masyarakat dengan memperhatikan syarat-syarat fortifikasi, missal tidak
menyebabkan perubahan rasa pada bahan makanan tersebut atau tidak menyebabkan
kenaikan harga yang terlalu tinggi. Contoh bahan makanan yang dapat dilakukan
fortifikasi adalah pada MSG atau pada mie instan
3) Meningkatkan program pemberian suplemen vitamin A yang sudah berjalan pada
kelompok sasaran yaitu :
a) Bayi umur 6-12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis 100.000 UI
setiap bulan februari dan agustus.
b) Anak umur 1-5 tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis 200.00 UI
setiap bulan februari dan agustus
c) Ibu nifas : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI, sehari setelah
melahirkan dan diberikan lagi 24 jam kemudian (masing-masing satu kapsul ).
d) Anak yang terserang campak : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI.
4) Pemberian imunisasi pada anak harus terus dipantau supaya terhindar dari penyakit
infeksi.
5) Mengkonsumsi makanan yang seimbang agar metabolisme vitamin A dalam tubuh dapat
berjalan secara normal
3. KEKURANGAN YODIUM
A. Masalah Kekurangan yodium diindonesia
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini
tetap aktual terutama di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia.Kehidupan
manusia tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan , sehingga kita
sering menemukan ketidak mampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang
baik sesuai dengan standar gizi kesehatan.
Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan
salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.Masalah
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) khususnya Gondok telah lama dikenal di
Indonesia.Hal ini terlihat dari adanya patung-patung tokoh pewayangan yang ditampilkan
dengan leher yang membesar karena Gondok.Tidak hanya dalam pewayangan dalam
kehidupan nyatapun di beberapa daerah dengan mudah dapat di jumpai penderita
Gondok.GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat
menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain ; Gondok,
Kretenisme, Reterdasi Mental dll.
B. Data Kasus
jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi
hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.
2) Faktor Geografis dan Non Geografis : GAKI sangat erat hubungannya dengan
letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai
di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di
Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di
Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan. Daerah yang biasanya mendapat suplai
makanannya dari daerah lain sebagai
akan
menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik
tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk
ke dalam tubuh. Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat
iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar
menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan
iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon
tiroksin terhambat. Beberapa jenis Goitrogen yaitu:
Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat (contoh: ubi kayu, jagung,
rebung, ubi jalar, buncis besar), Kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside,
vioflavanoid dan disulfida alifatik (contoh : berbagai makanan pokok di daerah
tropis seperti sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih),
Kelompok Sianida (Contoh: daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung,
daun ketela, kecipir,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013.
Upaya
Penanggulangan
GAKY.
http://dinkeslumajang.or.id/upaya-