Anda di halaman 1dari 23

Laporan Akhir

Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten

Selayar

merupakan

salah

satu

kabupaten

kepulauan yang termasuk dalam lingkup Propinsi Sulawesi Selatan


yang terpisah dari daratan Pulau Sulawesi. Kabupaten Selayar
terletak di laut Flores yang berada pada titik koordinat 5o 42 7o 35
lintang selatan dan 120o 15 122o 30 bujur timur, memiliki
penduduk kurang lebih 107.000 jiwa yang tersebar pada 10 (sepuluh)
kecamatan dan 72 (tujuh puluh dua) desa dan kelurahan.
Kabupaten Selayar merupakan kepulauan yang berada pada
daerah tropis yang memungkinkan tumbuh suburnya terumbu
karang, lebih kurang terdapat 2000 Ha luasan terumbu karang yang
tersebar pada pulau-pulau kecil Kabupaten Selayar, bahkan
sebagian besar penduduknya menggantungkan kehidupannya pada
daya dukung sumberdaya alam laut, khususnya di bidang perikanan
tangkap dan hanya sebagian kecil dari masyarakat pesisir yang
melakukan aktivitas budidaya kelautan.
Kabupaten Selayar terdiri dari 123 pulau, 20 diantaranya
berpenduduk dan 103 pulau tidak berpenduduk. Dari 20 pulau yang
berpenduduk terdapat 45 desa nelayan dan 42 desa diantaranya
menjadi lokasi program COREMAP II tahun anggaran 2005-2009.
Namun demikian, kegiatan eksploitasi sumberdaya terumbu karang
yang tidak ramah lingkungan telah terjadi di Kabupaten Selayar
seperti penggunaan bahan peledak, sianida serta pengambilan batu
karang untuk bahan bangunan. Akibat dari adanya kegiatan tersebut
menyebabkan terjadinya kerusakan yang diindikasikan dengan
menurunnya jenis-jenis ikan karang.
Kegiatan penangkapan ikan dengan bahan dan alat yang
merusak seperti tersebut di atas dilakukan karena beberapa alasan

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

antara lain faktor kemiskinan nelayan sehingga mereka mencari uang


dengan

menghalalkan

segala

cara,

ketidakmampuan

dalam

penguasaan teknologi pengkapan ikan, serta yang paling berbahaya


adalah karena sifat manusia yang rakus sehingga menggunakan
jalan pintas untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa
memperdulikan kelestarian sumberdaya.
Kegiatan merusak yang terjadi seperti di atas selain karena
faktor kemiskinan dan pencarian jalan pintas untuk mendapatkan
keuntungan

juga

disebabkan

oleh

kurangnya

pemahaman

masyarakat tentang fungsi dan guna ekosistem terumbu karang


khususnya secara ekologi.
Berdasarkan masalah di atas, diperlukan suatu upaya untuk
peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
perlunya

pengelolaan

sumberdaya

alam

yang

rasional

dan

berkelanjutan khususnya pada ekosistem terumbu karang.

1.2 Tujuan dan Sasaran Kegiatan


Tujuan
Tujuan kegiatan pelatihan ekologi terumbu karang adalah :

Meningkatkan

pengetahuan

dan

keterampilan

sumberdaya

manusia dalam menjaga dan memanfaatkan terumbu karang


secara lestari dan berkelanjutan

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat


agar mampu mengidentifikasi jenis-jenis karang.

Menyebarluaskan berbagai informasi tentang ekologi karang di


Kabupaten Selayar

Sasaran
Sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan Pelatihan ekologi
terumbu karang ini adalah peserta terampil dalam teknik monitoring
karang

secara

sederhana

dan

disesuaikan

dengan

tingkat

pemahaman masyarakat terhadap ekosistem terumbu karang serta

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

mengenal karang secara ekologis dan dapat pula memanfaatkannya


secara ekonomis dan bertanggung jawab.

1.3 Keluaran (Output)


-

Peserta dapat mengenal ekologi ekosistem terumbu karang

Peserta dapat melakukan monitoring secara mandiri dan sederhana

Peserta

dapat

melaksanakan

kegiatan

rehabilitasi

secara

sederhana (transplantasi)

1.4 Dampak (Outcome)


- Peserta pelatihan mengetahui keberadaan COREMAP II dalam
upaya pelestarian ekosistem terumbu karang
- Peserta pelatihan dapat menjadi ujung tombak dalam usaha
pelestarian terumbu karang
- Peserta pelatihan dapat secara sadar ikut dalam pelestarian
ekosistem terumbu karang

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup kegiatan ini meliputi :

Persiapan

Penyusunan Schedule dan rencana kegiatan

Penyusunan materi, bahan dan alat serta silabus pelatihan.

Penentuan syarat syarat peserta pelatihan dan nara


sumber/instruktur

Koordinasi dengan pihak yang terkait dengan pelatihan (Peserta,


dan tempat pelatihan)

Survey lokasi pelatihan

Pelaksanaan pelatihan teknik identifikasi dan konservasi ekologi


terumbu karang, teknik transplantasi karang dan evaluasi
pelatihan

Penyusunan laporan

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Terumbu Karang


Kata terumbu karang mengacu pada daerah dangkal di laut
yang membentuk wilayah berbahaya untuk dilewati kapal laut. Meski
hanya menempati 0.17% dari dasar samudra, terumbu karang
merupakan tempat tinggal bagi 25% dari keseluruhan spesies laut.
Terumbu karang yang dibentuk oleh aktivitas organisme dan
tersusun oleh ribuan karang batu (stony coral) ini diperkirakan mulai
terbentuk sekitar 500 juta tahun yang lalu, sehingga kini menjadi
ekosistem yang paling tua di muka bumi (1).
Terumbu

karang

(coral

reefs)

merupakan

masyarakat

organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di


daerah tropis. Berdasarkan kemampuan membentuk terumbu, maka
karang terbagi atas dua kelompok, yaitu hermatipik dan ahermatipik.
Terumbu karang

terutama

disusun oleh karang-karang jenis

Anthozoa dari kelas Scleractinia, yang termasuk karang hermatipik


atau jenis-jenis karang yang mampu membuat bangunan atau
kerangka karang dari kalsium karbonat. Struktur bangunan kapur
tersebut (CaCO3) cukup kuat, sehingga koloni karang mampu
menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan asosiasi organismeorganisme yang dominan hidup di samping

koral Scleractinian

adalah alga yang banyak di antaranya juga mengandung kapur.


Karang ahermatipik tidak memiliki kemampuan untuk membentuk
terumbu dan terdapat di seluruh dunia (2, 3).
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis
yang terutama dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya
jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan
biota yang hidup di dasar lainnya seperti Mollusca, Crustacea,
Echinodermata, Polychaeta, Porifera, Tunicata dan biota lainnya

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis


plankton dan ikan. Terumbu karang merupakan keunikan di antara
asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh
kegiatan biologis (4).

2.2 Manfaat Bio-Ekologi Terumbu Karang


Terumbu karang dan habitat terkait, misalnya padang lamun
dan hutan mangrove merupakan satu kesatuan yang penting dalam
proses ekologi kawasan pesisir dan lautan. Sebagai ekosistem
penting di pesisir, terumbu karang mempunyai fungsi sebagai:
(a) Penyedia pangan (perikanan lepas pantai dan perikanan perairan
karang);
(b) Pelindung pantai sebagai pemecah ombak, melindungi pantai dari
sapuan badai;
(c) Tempat berpijah, bertelur, mencari makan dari berbagai biota laut
yang bernilai ekonomis tinggi;
(d) Gudang

keanekaragaman

hayati

dan

tempat

tinggal

beranekaragam kehidupan;
(e) Sebagai pencatat iklim atau gejala masa lalu;
(f) Sumber penghasil berbagai macam bahan makanan dan bahan
baku obat-obatan.
Dengan demikian terumbu karang merupakan sistem bioekologi esensial dan sistem penyangga kehidupan yang sangat
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan
berkelanjutan (5,6).

2.3 Ekologi Ekosistem Terumbu Karang


2.3.1

Sebaran Terumbu Karang


Terumbu karang tersebar di laut dangkal di daerah tropis

hingga subtropik yaitu diantara 35LU dan 33LS mengelilingi bumi.


Garis lintang tersebut merupakan batas minimum dimana karang

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

masih dapat tumbuh. Sebaran tidak hanya terbatas secara horizontal


akan tetapi juga terbatas secara vertikal dengan faktor kedalaman,
pertumbuhan, penutupan dan kecepatan tumbuh karang berkurang
secara eksponensial dengan kedalaman. Faktor utama yang
mempengaruhi sebaran vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen,
suhu dan kecerahan air (7).

2.3.2

Faktor-Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Karang


Faktor-faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi

kehidupan dan/atau laju pertumbuhan karang, antara lain adalah


suhu, kedalaman, cahaya matahari, salinitas, kekeruhan, substrat
dan pergerakan massa air.

Berikut dibahas beberapa faktor

lingkungan pembatas kehidupan karang (2).


a. Suhu; suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi
dan perombakan bentuk luar dari karang. Suhu paling baik untuk
pertumbuhan karang berkisar

23-30C. Temperatur di bawah

18C dapat menghambat pertumbuhan karang bahkan dapat


mengakibatkan kematian. Temperatur di atas 33C dapat
menyebabkan gejala pemutihan (bleaching), yaitu keluarnya
zooxanthella dari polip karang dan akibat selanjutnya dapat
mematikan karang (5).
b. Kedalaman; terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan
yang lebih dalam dari 50 m. Kebanyakan terumbu tumbuh pada
kedalaman
25 m atau kurang (3).
c. Cahaya; cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh
zooxanthella simbiotik dalam jaringan karang, dapat terlaksana.
Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang
sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium
karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula (3).
d. Salinitas; secara fisiologis, salinitas mempengaruhi kehidupan
hewan karang karena adanya tekanan osmosis pada jaringan

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

hidup. Salinitas optimal bagi kehidupan karang berkisar 30-35.


Karena itu karang jarang ditemukan hidup di daerah muara
sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan salinitas
yang tinggi (5).
e. Kekeruhan; kekeruhan yang tinggi menyebabkan terhambatnya
cahaya matahari masuk ke dalam air dan selain mengganggu
proses fotosintesis zooxanthella juga mengganggu polip karang
dengan semakin banyaknya mucus yang dikeluarkan untuk
melepaskan partikel yang jatuh di tubuh karang. Sedimentasi
yang tinggi dapat menutupi dan akhirnya akan mematikan polip
karang (5).
f.

Substrat; substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan


untuk perlekatan larva karang (planula) yang akan membentuk
koloni baru. Substrat keras ini berupa benda padat yang ada di
dasar laut , misalnya batu, cangkang moluska, potongan kayu
bahkan besi yang terbenam (8).

g. Pergerakan Massa Air; arus dan gelombang penting untuk


transportasi zat hara, larva, bahkan sedimen dan oksigen. Selain
itu, arus dan gelombang dapat membersihkan polip dari kotoran
yang menempel sehingga karang yang hidup di daerah berombak
dan berarus kuat lebih berkembang dibanding dengan daerah
yang tenang dan terlindungi (5).

2.3.3

Faktor Biologis Penyebab Kerusakan Karang


Terumbu

bukan

merupakan

suatu

sistem

statis

yang

sederhana. Mereka merupakan suatu sistem kehidupan yang


ukurannya dapat bertambah atau berkurang sebagai akibat adanya
interaksi yang kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik
(3)

A. Predasi
Jumlah hewan-hewan yang hidup dari karang sangat banyak dan
dapat diklasifikasikan sebagai predator. Acanthaster planci adalah

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

bintang laut bertangan banyak yang berukuran sangat besar, yang


hanya makan jaringan karang hidup. Karena ukurannya yang sangat
besar, ia mampu merusak seluruh koloni selama ia makan (3).
B. Bioerosi
Kerusakan karang atau degradasi kapur oleh biota tersebut dapat
bersifat mekanis atau kimiawi. Kerusakan yang bersifat mekanis
umumnya disebabkan oleh biota yang membuat rumahnya didalam
kerangka karang, ikan kakatua dan ikan buntel mengerat atau
mengkais-kais karang masif untuk menajamkan giginya. Polychaeta,
mollusca, Crustacea membuat lubang untuk rumahnya dengan cara
mengebor kerangka karang. Ekinodermata menggerogoti karang
untuk memperoleh makanan yang berupa detritus atau alga yang
melekat di kerangka kapur. Sponge, alga, cyanobacteria melekat di
cangkang karang dan mengeluarkan zat kimia tertentu yang dapat
menurunkan keasaman disekitarnya. Respirasi turf algae pada waktu
malam hari menghasilkan asam organik menurunkan keasaman
sekitar tempat algae melekat dan melarutkan kerangka kapur (9)

2.4 Transplantasi Karang


2.4.1 Definisi dan Kegunaan Transplantasi Karang
Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan
karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau di tempat yang
karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan
atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang
berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah
rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu
karang baru yang sebelumnya tidak ada (10).
Transplantasi karang yang bertujuan kearah rehabilitasi
terumbu karang sudah pernah dilakukan dan telah dievaluasi tingkat
keberhasilannya di Kepulauan

Maldive

(11)

. Transplantasi karang di

kondisi perairan terlindung dengan cara fragmentasi tanpa substrat di

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Phonpei (Micronesia) dan di daerah yang banyak kena gempuran


ombak pernah juga dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan
hidup karang yang ditransplantasi di Cape DAguilar, Hongkong (12,13).
Di Philippina, penggunaan transplantasi karang telah diterapkan
untuk menyembuhkan ekosistem terumbu karang yang telah
mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan yang memakai
bahan peledak

(14)

. Di Guam, transplantasi karang telah digunakan

untuk mengganti karang yang mati akibat aliran air panas dari
pembangkit listrik
digunakan

(15)

untuk

. Di Singapore, transplantasi karang telah

menyimpan

habitatnya direklamasi

(16)

(menyelamatkan)

spesies

yang

. Di Teluk Kanehoe, Hawaii, transplantasi

karang telah digunakan untuk menghadirkan kembali ekosistem


terumbu karang yang telah mati akibat pembuangan kotoran melalui
(17)

air

. Di Florida, transplantasi karang telah digunakan untuk

mempercepat dan memperbanyak tutupan ekosistem terumbu


karang(18). Di Teluk Aqaba, transplantasi karang telah digunakan
untuk mempertinggi nilai ekonomi lokasi wisata bahari(19). Di Taman
Laut Great Barrier Reef, transplantasi karang telah digunakan untuk
mempercepat regenerasi ekosistem terumbu karang yang rusak
akibat serangan A. planci (10).
Kegiatan transplantasi di Indonesia telah dilakukan di Pulau
Pari Kepulauan Seribu dengan menggunakan substrat keramik,
beton dan gerabah. Tujuannya adalah untuk program percontohan
dalam merehabilitasi pulau-pulau yang kondisi terumbu karangnya
sudah rusak serta dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata laut,
program pendidikan, penelitian dan uji coba dibidang perdagangan
(20)

.
Dimasa mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak

kegunaan antara lain: untuk melapisi bangunan-bangunan bawah


laut sehingga lebih kokoh dan kuat untuk memadatkan spesies
karang yang jarang atau terancam punah dan untuk kebutuhan
pengambilan karang hidup bagi hiasan akuarium (21).

Yayasan Lanra Link Makassar

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

2.4.2 Teknik-Teknik Transplantasi Karang


Untuk mengurangi stres, karang yang akan ditransplantasi
dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik
berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air.
Sebaiknya operasi ini hanya menghabiskan waktu kurang lebih 30
menit untuk setiap tumpukan karang yang akan dipindahkan (11).
Pengangkutan karang transplantasi di atas dek kapal yang
terlindung selama kurang dari satu jam, tidak berbeda nyata dengan
pengangkutan dalam air. Bila terkena udara selama dua jam
keberhasilan karang yang ditransplantasi berkisar 50-90%, dan bila
terkena udara selama tiga jam, maka keberhasilan karang yang
ditransplantasi berkisar 40-70% (10).
Karang untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang
sama dengan tempat pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal
pergerakan air, kedalaman dan turbiditas (17).
Transplantasi karang dalam koloni besar dapat dilakukan
walaupun tanpa memerlukan perlekatan (18). Tingkat ketahanan hidup
karang yang ditransplantasi dapat tinggi walaupun tidak dilekatkan
pada substrat asal saja pelaksanaannya

dilakukan di daerah

terlindung terutama dari aksi gelombang (10,17,16).


Contoh beberapa metode-metode transplantasi karang yang
dapat digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Keunggulan dan
Kelemahan dari masing-masing metode transplantasi karang
dapat dilihat pada Tabel 1.

Yayasan Lanra Link Makassar

10

(5)

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Gambar 1. Metode-metode transplantasi yang dapat digunakan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keterangan Gambar:
Patok besi
Karang bercabang
Jaring
Karang masif
Substrat gerabah
Karang Submasif
Rangka Besi

Yayasan Lanra Link Makassar

a. Metode Patok
b. Metode Jaring
c. Metode Jaring dan Substrat
d. Metode Jaring dan Rangka
e. Metode Jaring, Rangka dan Substrat

11

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Tabel 1. Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode Transplantasi Karang


Metode
Bahan dan Cara Kerja
Transplantasi
a. Metode
Patok kayu tahan air atau besi
Patok
yang dicat anti karat ditancapkan
di dasar perairan

Keunggulan

Kelemahan

Tata letak metode patok di


dasar perairan tidak teratur,
karena sangat tergantung dari
kondisi dasar perairan. Karat
besi dapat menyebabkan
pencemaran
Sulit untuk dibersihkan, Sukar
b. Metode
Jaring atau waring bekas dan tali
dalam pengukuran terutama
Jaring
ris dengan ukuran disesuaikan
untuk mengukur tinggi,
dengan kebutuhan
pertumbuhan karang tidak
rata, kedudukan media di
dasar perairan kurang stabil.
Biaya lebih mahal, proses
Pengukuran relatif lebih
Jaring yang dilengkapi dengan
c. Metode
substrat yang terbuat dari semen, mudah, lebih rapih dan teratur, pemasangan lebih rumit,
Jaring dan
membutuhkan tenaga yang
baik untuk karang yang
keramik atau gerabah dengan
Substrat
lebih banyak, membutuhkan
bercabang.
ukuran 10 X 10 cm.
waktu yang lebih lama.
Bagi karang yang berbentuk
d. Metode
Rangka besi yang dicat anti karat Konstruksinya lebih kokoh
bercabang tidak dapat tumbuh
daripada metode 1, 2 dan 3,
Jaring dan dan di atasnya ditutupi dengan
dengan tegak, biaya sedikit
Rangka
jaring yang diikat secara kuat dan dapat ditata sesuai dengan
lebih mahal. Rangka besi
keinginan, monitoring dan
rapih. Rangka yang ideal
berukuran 100 x 80 cm berbentuk evaluasi lebih mudah, baik bagi dapat mnyebabkan
pencemaran
karang masif bercabang,
bujur sangkar dan pada bagian
memiliki nilai estetika.
ujung-ujung bujur sangkar

Yayasan Lanra Link Makassar

13

Biaya Yang dibutuhkan sangat


sedikit, pemasangan relatif
mudah, Gangguan sampah
hampir tidak ada, cocok untuk
karang lunak, waktu/lama
pengerjaan relatif singkat
Bahan mudah didapatkan,
dapat menggunakan bahan
bekas, biaya lebih murah, baik
untuk tipa karang masif (bukan
bercabang).

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

terdapat kaki-kaki tegak lurus


masing-masing sepanjang 10 cm.
Di bagian bujur sangkarnya
ditutupi dengan jaring tempat
mengikat bibit transplantasi.
e. Metode
Jaring,
Rangka
dan
Substrat

Metode ini merupakan perpaduan


antara metode 3 dan 4. Ukuran
diameter substrat 10 cm
dengan tebal 2 cm, panjang
patok 5 10 cm, bahan patok
terbuat dari peralatan kecil yang
diisi semen dan diberi cat agar
tidak mengakibatkan
pencemaran. Rangka sebaiknya
berbentuk siku berukuran 100 x
80 cm dan diberi cat agar tidak
mengakibatkan pencemaran.

Yayasan Lanra Link Makassar

14

Lebih kokoh dan kuat, cocok


untuk obyek penelitian, cocok
untuk karang lunak dan karang
bercabang, memiliki nilai
estetika, bernilai ekonomis.

Biaya yang dibutuhkan relatif


mahal. Rangka besi dapat
mnyebabkan pencemaran

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Kegiatan


Kegiatan Pelatihan Ekologi Terumbu Karang dilaksanakan
pada tanggal 22 24 Agustus di Benteng Kabupaten Selayar.

3.2 Teknik dan Metode Pelatihan


Teknik dan metode pelatihan yang dilaksanakan dibagi dalam
dua tahapan kegiatan yaitu kegiatan dalam ruang kelas dan kegiatan
praktek lapangan.
Materi kelas
Materi yang diberikan dalam ruang kelas meliputi pengenalan
terhadap ekosistem terumbu karang, biota asosiasi dan pola interaksi
antar spesies pada ekosistem terumbu karang, metode pemantuan
ekosistem terumbu karang secara sederhana dengan manta tow, dan
teknik transplantasi karang secara sederhana sebagai salah satu
metode yang dapat digunakan dalam merehabilitasi ekosistem
terumbu karang yang sudah mulai rusak .
Praktek Lapang
Praktek lapang dilaksanakan setelah materi kelas diberikan
dan dianggap peserta pelatihan sudah memahami materi. Dalam
praktek lapang, peserta diperkenalkan berbagai biota laut serta
asosiasi yang tercipta di dalam ekosistem terumbu karang, teknik
pemantauan ekosistem terumbu karang secara sederhana dengan
manta tow dan teknik transplantasi karang secara sederhana.

Yayasan Lanra Link Makassar

15

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Materi Kelas

Kegiatan pelatihan dalam kelas dilaksanakan selama 2 hari di


ruang meeting Selayar Beach Hotel. Penyampaian materi dilakukan
dengan cara andragogi, diskusi, dan menggunakan alat peraga
berupa gambar dan bahan yang akan dipraktekkan. Setelah
pemaparan

materi

dilanjutkan

dengan

diskusi

serta

berbagi

pengalaman dengan peserta tentang apa yang mereka temukan di


lapangan.

Penyampaian

materi

disampaikan

dengan

bahasa

sederhana dan mudah dipahami. Pembagian modul kepeserta,


dimaksudkan untuk lebih memudahkan peserta dalam memahami
materi.

Materi-materi pelatihan terdiri dari:


1. Pengenalan Terhadap Ekosistem Terumbu Karang
(Pemateri: Ir. Aidah A. A. Husain, M.Sc)
Materinya meliputi pengenalan terumbu karang secara
ekologi. Penyampaian materi diawali dengan penjelasan tentang
spesies sebagai komponen pembangun sebuah ekosistem yang
merupakan organisasi paling kompleks dari organisme yang
hidup.
Materi ini diharapkan dapat mendorong peserta untuk lebih
mengenal dan memahami kondisi ekosistem terumbu karang
serta dapat lebih bertanggung jawab dalam pengelolaannya
sehingga peserta dapat berperan aktif dalam perlindungan
terumbu karang.

Yayasan Lanra Link Makassar

16

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

2. Biota Asosiasi dan Pola Interaksi Antar Spesies


(Pemateri: Nursalam, S.Kel)
Materi ini memberikan penjelasan tentang biota-biota yang
berasosiasi dalam ekosistem terumbu karang serta pola interaksi
yang terjadi didalamnya. Penyajian materi ini, selain berbentuk
ceramah juga diperlihatkan gambar-gambar tentang pola interaksi
yang terjadi serta memberikan penjelasan ilmiah dari polapola
interaksi tersebut.
Pemberian materi ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada peserta mengenai jenis-jenis biota yang
berasosiasi dalam ekosistem terumbu karang sehingga muncul
kesadaran betapa tinggi nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan
dalam ekostem terumbu karang, namun tetap mengacu pada
pemanfaatan yang berbasis lingkungan dan bertanggung jawab.
Nantinya diharapkan peserta dapat melakukan pemanfaatan yang
bertanggung jawab sehingga tidak ada lagi kegiatan seperti
pengeboman

dan

penggunaan

potasium

sianida

dalam

Karang

Secara

penangkapan ikan dan sumberdaya lainnya.

3. Metode

Pemantauan

Ekosistem

Terumbu

Sederhana.
(Pemateri: A. Musafir, S.Pi)
Materi ini menjelaskan kepada peserta beberapa teknik
pemantauan pada ekosistem terumbu karang seperti : Metode
manta towing, RRA (Rapid Reef Assesment), LIT (Line Intercept
Transect) dan Kuadrant Transect.
Beberapa metode pemantauan yang diberikan diharapkan
dapat menjadi pengetahuan dasar peserta dalam memantau
kondisi terumbu karang dilokasi masing-masing, namun pada
pelatihan ini penekanan materi diberikan pada metode manta tow.
Selain karena mudah dilakukan, dapat pula dilakukan secara
berkelompok dengan harapan peserta dapat bersama-sama

Yayasan Lanra Link Makassar

17

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

dengan kelompoknya melakukan pemantauan dan mengevaluasi


kondisi terumbu karang di daerahnya masing-masing secara
mandiri dan berkelanjutan.

4. Teknik Transplantasi
(Pemateri: Nasruddin Nakir, S.Kel)
Materi

ini

memberikan

penjelasan

kepada

peserta

mengenai beberapa teknik transplantasi sebagai salah satu


usaha untuk mengembalikan kondisi ekosistem terumbu karang
yang rusak akibat aktifitas manusia yang tidak bertanggung jawab
ataupun akibat dari alam itu sendiri. Teknik transplantasi yang
diberikan antara lain: Metode patok; metode jaring; metode jaring
dan substrat; metode jaring dan rangka; metode jaring, rangka,
dan substrat; serta metode rantai.
Beberapa metode yang diberikan diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi peserta untuk melakukan
transplantasi dilokasinya masing-masing dengan melihat dan
menyesuaikan alat dan bahan yang mudah ditemui dilokasinya
dengan metode yang akan digunakan. Harapan dari materi ini
adalah peserta dapat melakukan sendiri transplantasi dilokasi
masing masing secara mandiri dan dengan bahan yang
sederhana dan biaya yang murah.

4.2. Praktek Lapang


Praktek lapang dilaksanakan setelah pemberian materi kelas
selesai. Praktek lapang berlokasi di perairan pulau pasi sebelah barat
daratan selayar.
Tahapan praktek lapang terbagi atas tiga bagian yaitu :

1).

Pengenalan biota laut, 2). Praktek manta tow, dan 3). Praktek
transplantasi sederhana. Contoh transplantasi karang tersebut
diletakkan pada titik ordinat S 6.6.573; E 120.24047 (peta
terlampir).

Yayasan Lanra Link Makassar

18

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Adapun rincian kegiatan praktek adalah sebagai berikut:


1. Pengenalan Biota Laut
( Pemandu : Ir. Aidah, A.A. Husain. M.Sc)
Peserta diajak snorkling di perairan dangkal untuk melihat
secara langsung jenis karang dan biota yang berasosiasi dengan
karang seperti ikan, mollusca, crustacea, dan berbagai jenis
organisme ekonomis lainnya. Dalam kegiatan ini peserta
diperlihatkan langsung contohcontoh dari karang keras, karang
lunak, karang mati dan rubble. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan peserta membedakan kategori kategori yang
digunakan dalam praktek pemantauan.

2. Pemantauan Terumbu Karang dengan Manta Tow


( Pendamping : A. Musafir, S.Pi)
Praktek pemantauan ini dilasanakan bagi peserta yang
telah mengikuti pengenalan biota laut dan dilakukan secara
bergiliran. Praktek ini menggunakan perahu motor kecil, dimana
peserta satu persatu ditarik dengan tali sepanjang 18 meter di
belakang perahu sambil mengamati kondisi terumbu karang
selama 3 menit dengan kecepatan kapal -5 km/jam. Selama 3
menit peserta ditarik diantara rataan karang dan tubir, setelah itu
berhenti untuk melakukan pencatatan selama 2 menit. Jumlah
peserta yang aktif pada setiap tarikan pemantauan adalah 4
orang dengan pembagian tugas sebagai berikut : 1 orang
bertugas sebagai pengamat,1 orang bertugas sebagai penentu
waktu, 1 orang bertugas mengemudikan perahu dan 1 orang
sebagai penunjuk arah yang berada di bagian depan perahu.
Pemantauan dilakukan secara bergantian oleh peserta dengan
penekanan bagaimana peserta dapat memahami dan mengerti
metode manta tow dengan harapan peserta dapat mengkoordinir

Yayasan Lanra Link Makassar

19

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

tim di lokasi masing masing untuk dapat melakukan pemantauan


secara mandiri.

3. Teknik Transplantasi
( Pemandu: Nasruddin Nakir, S.Kel)
Teknik transplantasi yang dipraktekkan adalah dengan
menggunakan rak besi dengan media beton bertiang besi.
Tahapan pertama dari kegiatan ini adalah mencari lokasi
penempatan rak, kemudian mencari tempat mengambil anakan
karang yang akan ditransplantasikan. Anakan yang digunakan
adalah dari jenis karang bercabang yang ada disekitar lokasi
kegiatan. Anakan dipotong dengan menggunakan gunting besi
kemudian dibawa ke lokasi pemasangan menggunakan keranjang
plastik. Setelah semua bahan dan peralatan siap kemudian
peserta diberikan kesempatan untuk melakukan sendiri sambil
tetap diawasi oleh instruktur, namun karena peserta tidak semua
bisa menyelam maka hanya beberapa yang bisa mempraktekan
langsung. Bagi peserta yang tidak bisa menyelam hanya melihat
dari atas sambil snorkling.
Harapan dari praktek ini adalah peserta dapat melihat dan
mampu melakukan sendiri teknik transplantasi sehingga nantinya
tidak canggung lagi dalam penerapannya di lokasi masing
masing.

Yayasan Lanra Link Makassar

20

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Pelatihan

Ekologi

Terumbu

Karang

yang

dilaksanakan

diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan


pengetahuan masyarakat tentang ekologi terumbu karang. Dengan
adanya pemahaman yang jelas tentang ekologi terumbu karang
maka usaha pelestarian dan perlindungan ekosistem terumbu karang
akan semakin mudah dilaksanakan bersama dengan masyarakat.
Melalui

pelatihan

ini,

diharapkan

adanya

peningkatkan

kesadaran akan pentingnya menjaga dan memelihara kelestarian


sumber daya alam hayati serta ekosistemnya sehingga dapat terjaga
kelestariannya.

5.2 Saran

Kegiatan pelatihan seperti ini agar dapat terus dilaksanakan


secara kontinyu dan berkelanjutan dengan tahapan dan jenjang yang
disesuaikan dengan kapasitas peserta yang akan diikutkan.
Perlu dilaksanakan kegiatan pelatihan lanjutan seperti pelatihan
pemetaan sumberdaya desa atau pelatihan transplantasi karang.

Yayasan Lanra Link Makassar

21

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1. Sukarno, 2001. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah
Pengelolaannya dalam
Materi Pendidikan dan Pelatihan
Metodologi Penilaian Kondisi Terumbu Karang. P3O-LIPI,
UNHAS, BAPPEDA, COREMAP, POSSI. Makassar.
2. Anonim, 2001. Petunjuk Pelaksanaan Transplantasi Karang.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Konservasi dan Taman
Nasional Laut. Jakarta. 44 hal
3. Veron, J.E.N. and J.D. Terrence, 1979. Coral and Coral
Communities of Lord Howe Island Part 30. Australian Institute
of Marine Science. Townsville. 203-236p.
4. Suharsono, 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di
Perairan Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta. 116 hal.
5. Suharsono, 1984. Pertumbuhan Karang. Oseana. Pusat Penelitian
Biologi Laut. LON-LIPI. 9(2): 41-48.
6. Suharsono, 1998. Kesadaran Masyarakat Tentang Terumbu Karang
(Kerusakan Karang di Indonesia). P3O-LIPI. Jakarta.
7. Suharsono, 1987. Reproduksi Karang Batu. Oseana.
Penelitian Biologi Laut. LON-LIPI. Jakarta. 9 (2): 10-14.

Pusat

8. Richmond, R.K. and C.L. Hunter, 1990. Reproduction and


Recruitment of Corals: Comparisons Among the Caribbean,
the Tropical Pacific, and the Red Sea. Mar Ecol. Prog.Ser. Vol.
60: 185-203.
9. Nontji, 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. hal: 114125.
10. Harriott, V.J. and D.A. Fisk, 1988. Coral Transplantation as a Reef
Management Option. Proc. of the 6th Int. Coral Reef Sym. Vol.2:
375-379p.
11. Clark, T., 1997. Tissue Regeneration Rate of Coral Transplants in a
Wave Exposed Environment, Cape DAguilar Hong Kong.
Proc of the 8th Int. Coral Reef Sym. Panama. Vol. 2: 2069-2074.
12. Plucher-Rosario, G.P. and R.H. Randall, 1987. Preservation of Rare
Coral Species by Transplantation: An Examination of Their

Yayasan Lanra Link Makassar

22

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Recruitment and Growth. Bulletin of Marine Science. p. 585593.


13. Gittings S.R., T.J. Bright, A. Choi, and R.R. Barnett, 1988. The
Recovery Process in a Mechanically Damaged Coral Reef
Community: Recruitment and Growth. Proc. of the 6th Int.
Coral Reef Sym. Vol. 2: 225-230p.
14. Auberson, B., 1982. Coral Transplantation: An Approach to the ReEstablishment of Damaged Reefs. Kalikasan. 11 (1):158-172p.
15. Birkeland, A., R.H. Randall, and G.Grimm, 1979. Three Methods of
Coral Transplantation for the Purpose of Re-Establishing a
Coral Community in Thermal Effluent Area of the Tanguisson
Power Plant of Guam. Marine Lab. Tech. Rep. No. 60. 24p.
16. Yarman, Y., U.A. Kudus dan I. Wijaya, 2001. Transplantasi Koral di
Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta. Asosiasi Koral Kerang
dan Ikan Hias Indonesia (AKKII). Jakarta. 46 hal.
17. Maragos, J.E., 1974. Coral Transplantation: A Method to Create,
Preserve and Manage Coral Reef. Sea Grant Advisory Report.
P. 30
18. Bouchon, C., J. Joubert, and Y. Bouchon-Navaro, 1981. Evaluation of
a Semi-Artifitial Reef Built by Transplanting Coral Heads.
Tethys. 10 (2): 173-176p.
19. Kojis, B.L. and N.J. Quinn, 1981. Factors to Consider When
Transplanting Hermatypic Corals to Accelerate Regeneration
of Damaged Coral Reef. Conf. On Environ. Townsville. p. 183197.
20. Moka, W., 1995. Struktur Komunitas Bentik pada Ekosistem
Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan.
Laporan Hasil Penelitian. Universitas Hasanuddin. Ujungpandang.
Hal. 8.
21. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika
Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Yayasan Lanra Link Makassar

23

Laporan Akhir
Pelatihan Ekologi Terumbu Karang

Yayasan Lanra Link Makassar

24

Anda mungkin juga menyukai