APLIKASI KOMPUTER
MAKALAH TENTANG TEMBAKAU VIRGINIA
BOJONEGORO
DISUSUN OLEH:
NAMA :Ardan Bagus JIwantono
NIM :180321100073
KELAS :B
MATA KULIAH :Aplikasi Komputer
KODE MATA KULIAH :AGB 104
DOSEN PJMK :Dian Eswin Wijayanti, M.Sc
SIFAT UJIAN :Take Home
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 perkembangan produksi dan produktifitas tembakau di jawa
timur,2007-2010 .................................................................................................. 5
Tabel 2. 2 perkembangan produksi dan produktivitas tembakau Virginia dan jawa
di Kabupaten Bojonegoro,2007-2011................................................................... 6
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
di oven menghasilkan krosok yang kaku, tidak elastis,kadar gula rendah,namun
kadar nikotin nya tidak terlalu tinggi.
Perkembngan selanjutnya daun tembakau pucuk yanng yang di oalah
menjadi temakau rajangan cocok untuk bahan sigaret kretek. Laju produksi
sigaret kretek yang sangat cepat,khusunya produkksi sigaret kretek mesin
(SKM) yanng rasanya mendekati sigaret putih,dalam racikannya membutuhkan
tembakau Virgina yang lebih banyak dan mutunya lebih baik sehingga
kebutuhan daun tebakau virginia Bojonegoro tidak dapat di penuhi hanya dari
daun pucuk sehingga perlu di penanganan khusus.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimmana keadaan produksi dari tahun ke tahun di Bojonegoro dan Jawa
timur?
2.Bagaimana peranan Tembbakau Virginia di pasar domestik?
3.Bagaimana proses pengolahan Tembakau Virginia pasca panen?
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui jumlah produksi tembakau di Bojonegoro dan Jawa
Timur.
2.untuk mengetahui peranan tembakau Virginia di pasar domestik.
3.untuk mengetahui kegiatan apa saja yang ada di saat pasca panen
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Tulisan mengenai analisis tembakau dari sisi sosial ekonomi di Indonesia
masih relatif terbatas. Beberapa diantaranya dilakukan oleh Isdijoso (1994)
mengenai budidaya tembakau di Bojonegoro, Jawa Timur dan Lombok, NTB;
Keyser (2007) tentang budidaya tembakau di Indonesia, khususnya di Jawa, dan
Hamidi (2007) tentang daya saing tembakau Virginia dari Lombok di pasar luar
negeri (ekspor). Hamidi (2007) melakukan analisis ekonomi terhadap budidaya
tembakau Virginia di Lombok. Hamidi melihat bagaimana sebaiknya tembakau
Virginia itu dipasarkan, apakah di dalam negeri sebagai substitusi impor atau ke
luar negeri (ekspor). Dalam studinya, Hamidi memperoleh hasil bahwa daya
saing tembakau Virginia Lombok di pasar ekspor adalah lemah, yang ditunjukkan
oleh koefisien Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) rezim perdagangan
Promosi Ekspor (PE) sebesar 1,23439. Usaha tani tembakau Virginia di Lombok
lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau substitusi impor
seperti ditunjukkan oleh nilai koefisien DRCR rezim perdagangan Substitusi
Impor(SIsebesar 0,61076. Dengan nilai DRCR yang lebih kecil dari satu
menunjukkan bahwa tembakau Virginia lokal lebih menguntungkan bila
digunakan untu memenuhi kebutuhan dalam negeri(substitusi impor) bila
dibandingkan ekspor.
Tidak efisiennya tembakau Virginia lokal untuk ekspor dikarenakan
beberapa hal berikut ini (Hamidi, 2007): (a) Ratarata biaya produksi daun
tembakau yang lebih tinggi dibanding dengan produksi luar negeri. Ekspor
selama ini kualitasnya lebih jelek dan yang dijual adalah posisi daun bagian
bawah; (b) produktivitas daun tembakau kualitas baik (posisi daun tengah dan
atas) relatif masih rendah dibanding luar negeri; (c) terbatasnya produksi
tembakau dalam negeri yang hanya pada satu musim tanam, sehingga
menganggu kontinuitas pasokan ke pasar. Sementara itu, produsen tembakau
Virginia flue cured (fc) terutama dari Cina bisa menjamin kontinuitas pasokan
3
sepanjang tahun. Bojonegoro meskipun sebagai penghasil tembakau Virginia
terbesar di Jawa Timur, namun sebenarnya masih ada beberapa kendala untuk
bisa memperoleh hasil produksi yang tinggi. Mutu tembakau dipengaruhi oleh
kondisi geografis/daerah asal, iklim, dan kultur teknis. Tingkatan kualitas
tembakau ditentukan juga oleh posisi daun, warna, dan ukuran daun.
2.2 Metode Penelitian
2.2.1 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis deskriptif.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui posisi daya saing tembakau lokal dan
impor di pasar domestik. Metode ini didasarkan pada Competitive Position
Analysis (CPA) digunakan untuk mengetahui segmentasi produk yang ada dan
juga pesaing . Apakah tembakau lokal ingin melakukan reposisi pada
segmentasi produk dengan nilai tambah yang lebih besar (pergerakan dari
kuadran IV ke kuadran II) atau pada posisi dengan diferensiasi yang lebih besar
atau more differentiated products (pergerakan dari kuadran IV ke kuadran III).
Dalam CPA ini, produsen juga bisa melakukan reposisi dari kuadran IV menuju
kuadran I (dimana nilai tambah dan juga kualitas tembakau meningkat secara
bersamaan). Diferensiasi bisa dilihat melalui berbagai jenis keragaman tembakau
dari sisi kualitas, varietas dan rasa.
2.2.2 Data
Data yang digunakan dalam tulisan ini didasarkan pada data lapangan
yang berasal dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kedua daerah ini
dipilih karena merupakan pemasok utama tembakau Virginia di dalam negeri
(Suwarto Octavianty, 2010; Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2012).
Untuk Jawa Timur dipilih Bojonegoro untuk NTB dipilih Lombok Timur. Kedua
kabupaten di masing-masing propinsi tersebut merupakan sentra produsen
tembakau Virginia. Daya saing yang dibahas dalam makalah ini dibatasi pada
daya saing tembakau Virginia di dalam negeri. Karena lingkupnya di dalam
negeri, maka persaingan yang terjadi dilihat hanya pada persaingan antara
tembakau Virginia lokal dan impor di pasar dalam negeri. Di samping itu, data
lain yang digunakan dalam mendukung analisis daya saing adalah data produksi,
ekspor dan impor, juga data harga yang di pasar dalam negeri (baik yang untuk
tembakau lokal maupun impor). Data pelengkap dan pembanding ini penting
4
untuk lebih memahami posisi daya saing tembakau Virginia yang diproduksi di
dalam negeri.
2.3 Hasil dan Pembahasan
2.3.1 Kondisi Tembakau Virginia di Jawa Timur dan Bojonegoro
Produksi tembakau di provinsi Jawa Timur selama lima tahun terakhir cenderung
turun. Jumlah produksi tembakau Jawa Timur pada tahun 2006 sebesar 81.887
ton, kemudian pada tahun 2010 menurun menjadi hanya 59.992 ton (Tabel 1).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan produksi tersebut,
diantaranya adalah menurunnya luas areal tanam dan curah hujan yang tinggi 1.
Menurunnya luas areal lahan tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas
tembakau. Produktivitas juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun
sehingga jumlah produksinya menurun.
Tabel 2. 1 perkembangan produksi dan produktifitas tembakau di jawa timur,2007-2010
Bila tahun 2006 produksinya masih mampu mencapai 82.022 ton, pada
tahun 2010 hanya sebesar 60.343 ton. Hal ini diantaranya disebabkan oleh faktor
alam berupa tingginya curah hujan sehingga menyebabkan tanaman tembakau
banyak yang mati atau gagal panen. Penyebaran lokasi penanaman juga
mengalami penurunan .Oleh karena itu, sekarang ini Jawa Timur berusaha untuk
meningkatkan produksi tembakau Virginia dengan melakukan intensifikasi di
Bojonegoro. Daerah ini merupakan sentra produksi tembakau
Virginia karena mempunyai iklim yang lebih cocok untuk budidaya tembakau
dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Di Bojonegoro ditargetkan intensifikasi
tanaman tembakau di areal seluas 500 ha, kemudian juga ada upaya
ekstensifikasi di kabupaten lain, yaitu Lamongan seluas 300 ha (Indonesia
Tobacco, 2011).
5
Tabel 2. 2 perkembangan produksi dan produktivitas tembakau Virginia dan jawa di
Kabupaten Bojonegoro,2007-2011
6
2.3.2 Panen
1. Kemasakan Optimal
Seperti diuraikan di muka, panen adalah kegiatan pemungutan hasil
berupa dau tembakau yang masak optimal. Kriteria daun masak ditentukan
secara subyektif dengan melihat perubahan warna daun. Warna hijau
kekuningan merupakan tanda paling mudah dan cepat untuk menentukan
kemasakan daun. Pada warna tersebut, khlorofil berada pada prosentase relatif
rendah, dan kandungan pati setinggi-tingginya. Dua karakter kimia tersebut
merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap pembentukan mutu
tembakau kering yang akan dihasilkan. Secara umum pada seluruh jenis
tembakau, kemasakan dimulai dari daun bawah menuju ke daun atas dan
berlangsung 1-2 bulan. Panen umumnya berlangsung 2-8 kali pemetikan,
dengan 2-4 lembar daun tepat masak tiap kali panen yang dapat sekaligus. Saat
tercapainya kemasakan optimal pada tembakau Virginia seperti tembakau
lainnya, dipengaruhi oleh beberapa faktorsebagai berikut:
1. Umur tanaman. Pada iklim dan cuaca normal kemasakan dicapai pada umur
60-70 hari setelah tanam.Jikaiklim basah akan lebih mundur lagi.
2. Posisi daun pada batang. Kriteria daun bawah masak optimal jika intensitas
warna hijau dan tingkat kekakuan atau kegetasan daun sudah menurun.
Tetapi daun masih hijau rata. Pada daun tengah warna sudah kuning
merata, ujung daun mengering. Kekakuan daun sudah menurun dan diperkirakan
tembakau kehilangan 90% warna hijaunya. Pada kondisi fisi seperti ini, kadar pati
masih tetap tinggi (25-27%). Khlorofil sudah jauh menurun(0,5-1%). Pada daun
atas yang tebal, umunya daun masih tetap kaku dan warna kuning sudah rata.
3. Cuaca saat panen. Saat panen aka mundur dan tergantung intensitas hujan.
Jadwal panen sebaiknya diundur 3-4 hari jika pada saat akan panen turun hujan.
Panen sore hari lebih baik, selain ada peluang kadar pati meningkat, juga jika
ada hujan sehari sebelumnya. Daun hasil panen harus segera diamankan dari
udara panas, khususnya panas matahari. Demikian juga dalam mengikatan
daun, pengangkutan, pembongkaran daun tidak boleh lecet, terhimpit, atau
memar. Pada panen dan pengangkutan daun tembakau bahan cerutu,
pengangkutan daun menggunakan keranjang untuk menjaga agar daun tidak
2. Daun Satu Mutu Olah (DSMO)
Panen adalah bagian penting pada usaha tani tembakau. Usaha
mempertahankan mutu optimal yang ada pada daun, dimulai dari penanganan
7
panen dan diikuti pasca panen. Usaha tani tembakau harus menyiapkan
tanaman di lapang, yang saat dipetik mempunyai klasifikasi daun satu mutu olah
(DSMO). DSMO adalah partai daun hasil panen yang mempunyai respon sama
terhadap suhu dan kelembaban udara lingkungan pada saat pengolahan.
Respon yang sama sangat diperlukan agar diperoleh keseragaman dalam satu
partai tembakau kering hasil pengolahan. Daun berkarakteristik DSMO akan
mempermudah pengaturan suhu pengolahan atau pemeraman dan perajangan,
yang merupakan dasar dari grading.
2.3.3 pengolahan
Pengolahan adalah kegiatan merubah bahan mentah, menjadi bahan jadi
(finishproduct) atau bahan setengah jadi (half finish-product). Bahan jadiartinya
bahan yang siap dikonsumsi. Bahan setengah jadi adalah bahan yang masih
memerlukan proses lanjutan sebelum siap dikonsumsi. Hasil panen padi diolah
lebih dahulu menjadi bahan setengah jadi berupa beras yang merupakan bahan
pembuatan nasi yang siap dikonsumsi. Berbeda dengan memetik buah di pohon
yang sudah masak yang dapat langsung dikonsumsi. Pengolahan tembakau
adalah kegiatan kiuring (curing), bukan pengeringan melalui pengovenan
(virginia, besuki no, burley) atau penjemuran semata (madura, paiton, kasturi).
Daun tembakau yang telah masak optimal, artinya daun tembakau tersebut
mempunyai potensi kimia pembentukan mutu secara maksimal (Terril, 1975).
Fungsi kiuring yang pertama adalah mengembangkan potensi
mutu tersebut menjadi mutu, berikutnya disusul pengikatan mutu yang terbentuk
dan diakhiri dengan pengeringan atau menghilangkan semua kandungan air
sampai batas aman. Aman dalam hal in artinya tidak ada enzim penyebab
perubahan kimia merugikan (pilifenoloksidase) yang masih dapat berkembang
dan tembakau dalam bentuk krosok atau rajangan siap masuk tahap
pengeringan ulang (redrying), fermentasi lanjutan atau aging. Pengeringan ulang
selain bertujuan menyempurnakan pengeringan juga berfungsi untuk
menyeragamkan kandungan air pada batas tertentu. Secara kimiawi perubahan
pada tahapan tersebut). Tahap penguningan pada dasarnya membebaskan
warna hijau dari khlorofil dan merubah pati menjadi gula. Dua senyawa pertama
(khlorofil dan pati) tidak disukai karena merugikan rasa dan aroma asap rokok.
Tanda khlorofil sudahminimal adalah munculnya warna kuning. Gula sangat
diperlukan karena dapat menghasilkan rasa lunak (mild) pada asap rokok (Terril,
1975), meskipun untuk tembakau tertentu tidak diperlukan. Misalnya pada
8
pengolahan tembakau kasturi dan temanggung tahap pemeraman dibiarkan
berlanjut sampai warna coklat. Tembakau jenis ini hanya diperlukan sifat
aromatisnya dan aroma tersebut baru muncul setelah warna daun dalam
pemeraman atau pengunungan berubah menjadi coklat tua.
9
beberapa negara lainnya. Total nilai impor tembakau Virginia tahun 2010
mencapai USD 202 juta. Negara asal dari tembakau Virginia tersebut adalah
Cina sebesar USD 102 juta (51%), Brazil sebesar USD 30,1 juta (15%) dan
Amerika Serikat sebesar USD 24,5 juta (12,1%) (Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 2012). Impor yang berasal dari Cina dipatok dengan
harga ratarata hanya USD 1.996/kg (atau hanya 83,21% dari harga rata-rata
impor). Ini mengindikasikan bahwa tembakau Virginia yang berasal dari Cina ini
sangat kompetitif (dilihat dari sisi harga), bila dibandingkan dengan produk
sejenis dari negara lain seperti Brazil dan Amerika Serikat yang berkisar antara
USD 2-3 /kg maupun dari produksi lokal (Tirtosastro, 2012).
Impor tembakau selama tahun 2000 sampai dengan 2010 juga berfluktuasi.
Tercatat impor tembakau tertinggi pad tahun 2008 sebesar 71.060 .
Impor dilakukan karena produksi dalam negeri belum mampu mencukupi
kebutuhan tembakau Virginia di Indonesia. Jumlah produksi di dalam negeri
hanya mencukupi sekitar 52,67% pada tahun 2001. Jumlah kebutuhan yang bisa
dipenuhi oleh produksi dalam negeri tidak mengalami banyak perubahan. Pada
tahun 2008 produksi dalam negeri bahkan hanya mampu memenuhi sekitar
48,13%. Kemudian pada akhir tahun 2010, ada perbaikan peran produksi
domestik yang mampu memasok sekitar 60,15%.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan tembakau dalam periode ini berkembang dengan stabil,
karena pada tahun 1969 tembakau banyak diminati karena dijadikan sebagai
bahan utama pembuatan rokok. Tembakau di Bojonegoro mengalami
perkembangan mulai tahun 1969, tembakau mengalami hasil produksi tanaman
tembakau pada tahun 1969 sampai tahun 1970 mencapai 81.792,4 ton, ini
merupakan hasil yang memuaskan bagi petani tembakau di Bojonegoro.
Perkembangan produksi tembakau semakin meningkat dalam setiap tahunnya,
perkembangan produktifitas tersebut mengalami kenaikan.
11
Dari sisi harga jual, tembakau Virginia lokal relatif mahal, karena dengan
pengeringan saja, harganya sudah mendekati harga tembakau impor yang sudah
diproses. Untuk itu, harga jual daun tembakau mentah (tanpa proses) hendaknya
bisa menjadi pemicu bagi petani (khususnya petani swadaya) untuk bisa
melakukan pengolahan pada level tertentu (pemotongan dan pengeringan),
secara efektif dan efisien sehingga mereka bisa memperoleh kualitas yang baik
dan dengan harga yang kompetitif. Tersedianya stok dan kontinuitas pasokan
serta cita rasa juga menjadi hal yang diperhatikan oleh pabrik rokok ketika harus
membeli tembakau Virginia, antara lokal dan impor. Hal ini harus mendapat
perhatian khusus dari petani. Sementara itu, dari sisi kualitas, tembakau Virginia
lokal perlu mempunyai diferensiasi yang lebih beragam mengikuti pola
diferensiasi tembakau Virginia impor dengan harga yang relatif lebih murah
mempunyai diferensiasi yang lebih beragam dalam varietas dan rasa. Varietas
tembakau Virginia Lombok bisa dibudidayakan lebih banyak, karena memiliki
keunggulan tersendiri (mutu yang baik dengan warna dan aroma yang khas) dan
hampir bisa dipakai oleh semua pabrik rokok di Indonesia.
3.2 Saran
Para petani hendaknya lebih produktif dalam pembudidayaan dengan
penggunnaan teknologi yang ada sekarang, sehingga hasilnya bisa
maksimal.Serta di harapkan dengan melebar nya kebijakan pemerintah dapat
memperluas pemasaran tembakau Virginiia di pasar domestik Konsumen
tembakau, khususnya IHT besar perlu ikut berpartisipasi secara aktif
12
dalam pembinaan petani, agar efisiensi yang terkait dengan kesaksamaan
penanganan panen dan pasca panen yang bersifat dinamis di kerjakan sesuai
prosedur.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nur, H. Y. dan D. A. (2013). Daya Saing Tembakau Virginia Lokal di Pasar Palam
Negeri. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 7(1), 73–89.
v
LAMPIRAN
Tabel perkembangan produksi dan produktifitas tembakau di jawa
timur,2007-2010.
120,000
100,000
80,000
Luas areal
60,000
produksi
40,000 produktivitas
20,000
0
2006 2007 2008 2009 2010
Bila tahun 2006 produksinya masih mampu mencapai 82.022 ton, pada
tahun 2010 hanya sebesar 60.343 ton. Hal ini diantaranya disebabkan oleh faktor
alam berupa tingginya curah hujan sehingga menyebabkan tanaman tembakau
banyak yang mati atau gagal panen. Penyebaran lokasi penanaman juga
mengalami penurunan .Oleh karena itu, sekarang ini Jawa Timur berusaha untuk
meningkatkan produksi tembakau Virginia dengan melakukan intensifikasi di
Bojonegoro. Daerah ini merupakan sentra produksi tembakau
Virginia karena mempunyai iklim yang lebih cocok untuk budidaya tembakau
dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Di Bojonegoro ditargetkan intensifikasi
tanaman tembakau di areal seluas 500 ha, kemudian juga ada upaya
ekstensifikasi di kabupaten lain, yaitu Lamongan seluas 300 ha (Indonesia
Tobacco, 2011).
vi
perkembangan produksi dan produktivitas tembakau Virginia dan jawa di
Kabupaten Bojonegoro,2007-2011
vii
Langkah-langkah membuat membuat mail marge dengan menggunakan
microsoftexcel:
1.Buka Microsoft Excel dan letakkan kursor di tempat kita ingin membuat data
3.Setelah membuat daftar nama dan email,klik office botton dan simpan data
tersebut.
viii
4.Buka microsoft word dan buat tempat untuk menempatkan mail marge di
dokumen yang telah di buat.
5.klik tab malling ,klik icon Select recipient,akan muncul beberapa pilihan,pilih
Use Existing List....
ix
7.Setelah ketemu klik open.
8.kemudian klik Insert Merge field pada tab mallings,dan pilih nama terus
tempatkan pada tempatnya,begitupun emailnya.
x
10.klik finish & Merge setelah itu pilih Edit Individual documents.
xi