LANDASAN TEORI
II-1
2. Saluran Sekunder
Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer
(dibangun dengan beton/ plesteran semen).
3. Saluran Tersier
Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa
plesteran, pipa dan tanah.
4. Saluran Kwarter
Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
Keterangan:
a = Saluran primer
b = Saluran sekunder
c = Saluran tersier
d = Saluran kwarter
2.1.1
Jenis-Jenis Drainase
II-3
II-4
Saluran drainase dengan fungsi tunggal (Single Purpose), yaitu saluran yang
berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau
jenis air buangan yang lain seperti limbah domestik, air limbah industri dan
sebagainya.
2.
Saluran drainase dengan fungsi ganda (Multi Purpose), yaitu saluran yang
berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur
maupun bergantian.
Menurut konstruksinya drainase dapat dibedakan sebagai:
1.
Saluran terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk
drainase air buangan lain yang tidak membahayakan kesehatan atau
mengganggu lingkungan.
2.
Saluran tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk
aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk
saluran yang terletak di tengah kota.
1.
2.1.2
Pola Jaringan Drainase
Ada bermacam-macam pola jaringan drainase antara lain:
Pola jaringan siku
Jaringan ini dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi
dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah
kota.
II-5
2.
3.
4.
II-6
5.
6.
II-7
R=1
/n ( R 1+ R 2+ + Rn ) ...................................................................(2.1)
Di mana :
R
R1
R2
II-8
Rn
2. Metode Thiessen
Cara ini bardasar rata-rata timbang (weighted average). Metode ini sering
digunakan pada analisis hidrologi karena lebih teliti dan obyektif dibanding
metode lainnya, dan dapat digunakan pada daerah yang memiliki titik
pengamatan yang tidak merata (Mori, 1977). Cara ini adalah dengan
memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang
disebut faktor pembobotan atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun
hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun.
Besarnya koefisien Thiessen tergantung dari luas daerah pengaruh stasiun
hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis penghubung stasiun. Setelah luas pengaruh tiap-tiap
stasiun didapat, maka koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
A1 R 1+ A 1 R1 + + A n R n .............................................................(2.2)
R=
A 1+ A 1+ + An
Dimana :
R
R1, R2,.......,Rn
II-9
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut :
a. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah.
b. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan
c. Topografi daerah tidak diperhitungkan.
d. Stasiun hujan tidak tersebar merata
3. Metode Isohyet
Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet). Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan
diukur, dan nilai rata-rata dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur,
kemudian dikalikan dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan
dan dibagi dengan luas total daerah, maka akan didapat curah hujan areal
yang dicari.
R 1+ R 2
R +R
R + n1
A 1 + 3 4 A2 + + n
An
2
2
R= 2
A1 + A2 + + A n
....................................(2.3)
di mana :
R
2.2.2
Uji Konsistensi
II-10
Keterangan rumus:
II-11
2.2.3
Pemilihan Distribusi Hujan Rancangan
Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah
besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Parameter yang
digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata rata
( X ). Standar deviasi (Sd), koefisien variasi ( Cv ), koefisien kemiringan /
skewness (Cs), dan koefisien kurtosis ( Ck ). Adapun caranya sebagai berikut :
1. Deviasi Standar (S)
Jumlah aljabar dari penyimpangan harga variasi terhadap harga rata-rata
selalu akan sama dengan nol, oleh karenanya tidak ada gunanya untuk
mencarinya. Harga rata-rata dari penyimpangan, yang dinamakan keragaman
(variance) adalah yang terbaik sebagai parameter dispersi. Besarnya
keragaman sample dihitung dari keragaman populasi dengan memasukkan
koreksi Bessel, yaitu :
Sd =
( Xi X )2
n1
................................................................... (2.4)
Dimana :
Sd
= Standar Deviasi
Xi
II-12
n ( X i X )3
CS=
i=1
( n1 )( n2 ) S
.............................................................................(2.5)
Di mana :
CS
= Koefesien Skewness
Xi
= Nilai varian ke i
= Jumlah data
S
= Deviasi standar
3. Koefisien Kurtois (CK)
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.
Rumus :
n
1
( X X ) 4 .............................................................................(2.6)
n i=1 i
CK =
S4
Di mana :
CK
= Koefisien Kurtosis
Xi
= Nilai varian ke i
= Jumlah data
S
= Deviasi standar
4. Koefisien Variasi (CV)
Koefisien Variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan
nilai rata-rata hitung suatu distribusi.
Rumus :
CV =
S
.............................................................................. (2.7)
X
II-13
Di mana :
CV
= Koefisien variasi
= deviasi standar
Syarat
Cs 0
CK 3
CS 1,1396
CK 5,4002
CS 0
CV 0,3
CS 1,137
CK 3CV
2.2.4
Pehitungan Curah Hujan Rancangan
Ada berbagai macam distribusi teoritis yang kesemuanya dapat dibagi
menjadi dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu. Distribusi diskrit antara
lain; binomial dan poisson, sedangkan distribusi kontinyu antara lain; Normal, Log
Normal, Pearson dan Gumbel . Berikut ini adalah beberapa macam distribusi
perhitungan curah hujan rancangan yang sering digunakan, yaitu:
1. Metode Gumbel Tipe 1
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan Metode Gumbel Tipe I
digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut :
Sd
Xt = X + ( Y T Y n ) ..........................................................................(2.8)
Sn
Sd =
( Xi X )
n1
.............................................................................(2.9)
II-14
Y T =ln ln
T 1
T
..........................................................................(2.10)
Dimana :
Xt
YT
Yn
Sn
0.495
0.499
0.5035
2
6
0.523
0.525
20
0.5268
6
2
0.536
0.537
30
0.5380
3
1
0.546
0.544
40
0.5448
3
2
0.548
0.548
50
0.5493
5
9
0.552
0.552
60
0.5527
1
4
0.554
0.555
70
0.5552
8
0
0.556
0.557
80
0.5572
9
0
0.558
0.558
90
0.5589
6
7
10
0.560
0
0
Sumber : Soemarto,1999
10
3
0.507
0
0.528
3
0.538
8
0.545
3
0.549
7
0.553
0
0.555
5
0.557
4
0.559
1
4
0.5100
0.5296
0.5396
0.5458
0.5501
0.5533
0.5557
0.5576
0.5592
0.515
7
0.530
0
0.540
0
0.546
8
0.550
4
0.553
5
0.555
9
0.557
8
0.559
3
0.512
8
0.582
0
0.541
0
0.546
8
0.550
8
0.553
8
0.556
1
0.558
0
0.559
5
7
0.5180
0.5882
0.5418
0.5473
0.5511
0.5540
0.5563
0.5581
0.5596
8
0.520
2
0.534
3
0.542
4
0.547
7
0.551
5
0.554
3
0.556
5
0.558
3
0.559
8
9
0.5220
0.5353
0.5430
0.5481
0.5518
0.5545
0.5567
0.5585
0.5599
II-15
0.949
6
10.62
8
0.967
6
10.69
6
30
11.124
11.159
11.159
11.193
40
11.413
11.436
11.436
50
11.607
11.623
60
11.747
70
80
10
20
10.20
6
10.91
5
10.31
6
10.96
1
10.411
10.49
3
10.565
11.004
11.047
1.108
11.226
11.285
11.313
11.339
11.363
11.388
11.458
1.148
11.519
11.538
11.557
11.574
1.159
11.623
11.638
11.658
11.681
11.696
11.708
11.721
11.734
11.759
11.759
1.177
11.782
11.803
11.814
11.824
11.834
11.844
11.854
11.863
11.863
11.873
11.881
11.898
11.906
11.915
11.923
1.193
11.938
11.938
11.945
11.953
11.959
11.973
1.198
11.987
11.694
12.001
1.202
12.026
12.03
8
12.04
4
12.049
12.05
5
1.206
0.9676
10.696
12.00
12.00
12.013
7
7
10
12.06
0
5
Sumber : Soemarto,1999
90
3
0.983
3
10.75
4
4
0.9971
10.811
Reduced variated
0.3665
1.4999
10
2.2502
20
2.9606
25
3.1985
50
3.9019
100
4.6001
200
5.2960
500
6.2140
1000
6.9190
5000
8.5390
10000
9.9210
Sumber : Soemarto,1999
II-16
Metode Log Pearson III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai
model matematik dengan persamaan sebagai berikut :
Y =Y + k . S ........................................................................................(2.11)
Dimana :
Y = nilai logaritmik dari X atau log X
X = data curah hujan
Y
log ( X i )
log X = i=1
....................................................................(2.12)
Dimana :
log X
= jumlah data
Xi
= nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)
c. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :
X
( i)logX
log
2
.............................................................................(2.13)
i=1
Sd=
II-17
Dimana :
Sd = Standar deviasi
d. Menghitung koefisien Skewness dengan rumus :
X
( i)log X
log
3
.............................................................................(2.14)
n
i1
CS=
Dimana :
Cs = Koefisien Skewness
e. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun
dengan rumus :
log X T =log X +G . Sd ................................................................(2.15)
Dimana :
XT
4
................................................................. (2.16)
i 1
C K=
Dimana :
Ck = Koefisien Kurtosis
g. Menghitung koefisien Variasi (Cv) dengan rumus :
II-18
CV =
Sd
...............................................................................(2.17)
logX
Dimana :
Cv = Koefisien Variasi
Sd = standar deviasi
Tabel 2.5 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III
Periode Ulang Tahun
Kemencengan
( Cs )
10
25
50
100
200
1000
0.5
0.1
4.970
7.250
4.652
6.600
4.444
6.200
4.298
5.910
4.147
5.660
3.990
5.390
3.828
5.110
3.661
4.820
3.489
4.540
3.401
4.395
3.312
4.250
3.223
4.105
3.132
3.960
3.041
3.815
100
200
1000
Peluang ( % )
50
20
3.0
-0.396
0.420
2.5
-0.360
0.518
2.2
-0.330
0.574
2.0
-0.307
0.609
1.8
-0.282
0.643
1.6
-0.254
0.675
1.4
-0.225
0.705
1.2
-0.195
0.732
1.0
-0.164
0.758
0.9
-0.148
0.769
0.8
-0.132
0.780
0.7
-0.116
0.790
0.6
-0.099
0.800
0.5
-0.083
0.808
Kemencengan
( Cs )
10
4
2
1
1.18
2.278 3.152 4.051
0
1.25
2.262 3.048 3.845
0
1.28
2.240 2.970 3.705
4
1.30
2.219 2.912 3.605
2
1.31
2.193 2.848 3.499
8
1.32
2.163 2.780 3.388
9
1.33
2.128 2.706 3.271
7
1.34
2.087 2.626 3.149
0
1.34
2.043 2.542 3.022
0
1.33
2.018 2.498 2.957
9
1.33
2.998 2.453 2.891
6
1.33
2.967 2.407 2.824
3
1.32
2.939 2.359 2.755
8
1.32
2.910 2.311 2.686
3
Periode Ulang Tahun
10
25
50
Peluang ( % )
50
20
0.4
-0.066
0.816
0.3
-0.050
0.824
0.2
-0.033
0.830
10
1.31
7
1.30
9
1.30
0.5
0.1
2.880
2.261
2.615
2.949
3.670
2.849
2.211
2.544
2.856
3.525
2.818
2.159
2.472
2.763
3.380
II-19
0.1
-0.017
0.836
0.0
-0.000
0.842
-0.1
0.017
0.836
-0.2
0.033
0.850
-0.3
0.050
0.853
-0.4
0.066
0.855
-0.5
0.083
0.856
-0.6
0.099
0.857
-0.7
0.116
0.857
-0.8
0.132
0.856
-0.9
0.148
0.854
-1.0
0.164
0.852
-1.2
0.195
0.844
-1.4
0.225
0.832
-1.6
0.254
0.817
-1.8
0.282
0.799
-2.0
0.307
0.777
-2.2
0.330
0.752
-2.5
0.360
0.711
-3.0
0.396
0.636
1
1.29
2
1.28
2
1.27
0
1.25
8
1.24
5
1.23
1
1.21
6
1.20
0
1.18
3
1.16
6
1.14
7
1.12
8
1.08
6
1.04
1
0.99
4
0.94
5
0.89
5
0.84
4
0.77
1
0.66
0
2.785
2.107
2.400
2.670
3.235
2.751
2.054
2.326
2.576
3.090
2.761
2.000
2.252
2.482
3.950
1.680
1.945
2.178
2.388
2.810
1.643
1.890
2.104
2.294
2.675
1.606
1.834
2.029
2.201
2.540
1.567
1.777
1.955
2.108
2.400
1.528
1.720
1.880
2.016
2.275
1.488
1.663
1.806
1.926
2.150
1.488
1.606
1.733
1.837
2.035
1.407
1.549
1.660
1.749
1.910
1.366
1.492
1.588
1.664
1.800
1.282
1.379
1.449
1.501
1.625
1.198
1.270
1.318
1.351
1.465
1.116
1.166
1.200
1.216
1.280
0.035
1.069
1.089
1.097
1.130
0.959
0.980
0.990
1.995
1.000
0.888
0.900
0.905
0.907
0.910
0.793
0.798
0.799
0.800
0.802
0.666
0.666
0.667
0.667
0.668
Sumber : Soemarto,1999
Dimana :
II-20
XT
Kt
Kt
T ( Tahun )
Kt
T ( Tahun )
Kt
-1.86
20
1.89
90
3.34
-0.22
25
2.10
100
3.45
0.17
30
2.27
110
3.53
0.44
35
2.41
120
3.62
0.64
40
2.54
130
3.70
0.81
45
2.65
140
3.77
0.95
50
2.75
150
3.84
1.06
55
2.86
160
3.91
1.17
60
2.93
170
3.97
10
1.26
65
3.02
180
4.03
11
1.35
70
3.08
190
4.09
12
1.43
75
3.60
200
4.14
13
1.50
80
3.21
221
4.24
14
1.57
85
3.28
240
4.33
15
1.63
90
3.33
260
4.42
10
20
50
100
0.0500
-0.2500
0.8334
12.965
16.863
21.341
24.370
0.1000
-0.0496
0.8222
13.078
17.247
22.130
25.489
0.1500
-0.0738
0.8085
13.156
17.598
22.899
26.607
0.2000
-0.0971
0.7926
13.200
17.911
23.640
27.716
0.2500
-0.1194
0.7748
13.209
18.183
24.348
28.805
0.3000
-0.1406
0.7547
13.183
18.414
25.316
29.866
50
100
Cv
10
20
II-21
0.3500
-0.1604
0.7333
13.126
18.602
25.638
30.890
0.4000
-0.1788
0.7100
13.037
18.746
26.212
31.870
0.4500
-0.1957
0.6870
12.920
18.848
26.734
32.109
0.5000
-0.2111
0.6626
12.778
18.909
27.202
33.673
0.5500
-0.2251
0.6129
12.513
18.931
27.615
34.488
0.6000
-0.2375
0.5879
12.428
18.916
27.974
35.241
0.6500
-0.2485
0.5879
12.226
18.866
28.279
35.930
0.7000
-0.2582
0.5631
12.011
18.786
28.532
36.568
0.7500
-0.2667
0.5387
11.784
18.577
28.735
37.118
0.8000
-0.2739
0.5148
11.548
18.543
28.891
37.617
0.8500
-0.2801
0.4914
11.306
18.388
29.002
38.056
0.9000
-0.2852
0.4886
11.060
18.212
29.071
38.437
0.9500
-0.2895
0.4466
10.810
18.021
29.102
38.762
10.000
-0.2929
0.4254
Sumber : Soewarno,1995
10.560
17.815
29.098
39.036
2.2.4.1
Uji Kebenaran Sebaran
Uji kebenaran sebaran dilakukan untuk mengetahui jenis sebaran yang
paling sesuai dengan data hujan. Uji sebaran dilakukan dengan uji keselarasan
distribusi yang
dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah
dipilih, dapat mewakili dari distribusi statistik sample data yang dianalisis
(Soemarto,1999).
Ada dua jenis uji keselarasan (Goodness of fit test), yaitu uji keselarasan
Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah
hasil perhitungan yang diharapkan.
1. Uji Keselarasan ChiSsquare (Chi-Kuadrat)
Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan
yang diharapkan pada pembagian kelas, dan ditentukan terhadap jumlah data
pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut, atau dengan
membandingkan nilai chi square (X2) dengan nilai chi square kritis (X2cr). Uji
keselarasan chi square menggunakan rumus (Soewarno,1995):
N
X 2=
i=1
( OiEi )2
..............................................................................(2.19)
Ei
dimana :
X2
II-22
Oi
Ei
= jumlah data
Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < X2 kritis. Nilai X2 kritis
dapat dilihat di Tabel 2.8. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari
penyimpangannya dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai
nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat
kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Soewarno,1995) :
DK =K(P+1) ................................................................................(2.20)
di mana :
Dk
= derajat kebebasan
= banyaknya data
Derajat kepercayan
0,995
0,99
0,975
0,05
0,025
0,01
0,005
3,841
5,024
6,635
7,879
0,0506
0,95
0,0039
3
0,103
0,0000393
0,000157
0,000982
0,01
0,0201
5,991
7,378
9,21
10,597
0,0717
0,115
0,216
0,352
7,815
9,348
11,345
12,838
0,207
0,297
0,484
0,711
9,488
11,143
13,277
14,86
0,412
0,554
0,831
1,145
11,07
12,832
15,086
16,75
0,676
0,872
1,237
1,635
12,592
14,449
16,812
18,548
0,989
1,239
1,69
2,167
14,067
16,013
18,475
20,278
1,344
1,646
2,18
2,733
15,507
17,535
20,09
21,955
1,735
2,088
2,7
3,325
16,919
19,023
21,666
23,589
II-23
10
2,156
2,558
3,247
3,94
18,307
20,483
23,209
25,188
11
2,603
3,053
3,816
4,575
19,675
21,92
24,725
26,757
12
3,074
3,571
4,404
5,226
21,026
23,337
26,217
28,3
13
3,565
4,107
5,009
5,892
22,362
24,736
27,688
29,819
14
4,075
4,66
5,629
6,571
23,685
26,119
29,141
31,319
15
4,601
5,229
6,262
7,261
24,996
27,488
30,578
32,801
16
5,142
5,812
6,908
7,962
26,296
28,845
32
34,267
17
5,697
6,408
7,564
8,672
27,587
30,191
33,409
35,718
18
6,265
7,015
8,231
9,39
28,869
31,526
34,805
37,156
19
6,844
7,633
8,907
10,117
30,144
32,852
36,191
38,582
20
7,434
8,26
9,591
10,851
31,41
34,17
37,566
39,997
21
8,034
8,897
10,283
11,591
32,671
35,479
38,932
41,401
22
8,643
9,542
10,982
12,338
33,924
36,781
40,289
42,796
23
9,26
10,196
11,689
13,091
36,172
38,076
41,683
44,181
24
9,886
10,856
12,401
13,848
36,415
39,364
42,98
45,558
25
10,52
11,524
13,12
14,611
37,652
40,646
44,314
46,928
26
11,16
12,198
13,844
15,379
38,885
41,923
45,642
48,29
27
11,808
12,879
14,573
16,151
40,113
43,194
46,963
49,645
28
12,461
13,565
15,308
16,928
41,337
44,461
48,278
50,993
29
13,121
14,256
16,047
17,708
42,557
45,722
49,588
52,336
30
13,787
14,953
Sumber : Soewarno, 1995
16,791
18,493
43,773
46,979
50,892
53,672
..................................................................... (2.21)
P( x) Cr
a. Urutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya nilai
masing-masing peluang dari hasil penggambaran grafis data ( persamaan
distribusinya) :
X1 P(X1)
X2 P(X2)
Xm P(Xm)
Xn P(Xn)
b. Berdasarkan tabel nilai kritis ( Smirnov Kolmogorof test ) tentukan harga
Do (Tabel 2.9) menggunakan grafis.
II-24
Tabel 2.9 Nilai delta kritis untuk uji keselarasan Smirnov Kolmogorof
derajat kepercayaan
Jumlah
data n
0,2
0,1
0,05
0,01
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,3
0,34
0,4
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,2
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,2
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
1,36/n
1,63/n
n>50
1,07/n
1,22/n
Sumber : Soewarno,1995
II-25
2.3.2
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi, (Tc) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tertentu ditinjau pada daerah
pengaliran. Umumnya waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang diperlukan oleh air
untuk mengalir pada permukaan tanah menuju saluran terdekat (To) dan waktu
untuk mengalir dalam saluran ke suatu tempat yang ditinjau (Td).
II-26
Gambar 2.14 Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td)
0,167
................................................................(2.23)
T d=L/60. V ......................................................................................(2.24)
Di mana :
Tc
Td
To
Jenis Bahan
1.
Pasir halus
0,45
2.
Lempung kepasiran
0,50
3.
Lahan Alluvial
0,60
4.
Kerikil halus
0,75
5.
Lempung kokoh
1,10
6.
Lempung padat
1,20
7.
1,50
8.
Pasangan batu
1,50
9.
Beton
1,50
Vizin (m/dt)
2.3.3
Intensitas Hujan
Data yang digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan adalah
curah hujan jangka pendek yang dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan itu
berbeda-beda yang disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi
kejadiannya.
Untuk mengestimasi intensitas curah hujan, dalam perencanaan ini
biasanya digunakan salah satu dari rumus di bawah ini :
a. Rumus Talbot
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot pada tahun 1881 yang dijabarkan
sebagai
berikut:
I=
a
.............................................................................................(2.25)
t +b
II-28
Dimana nilai a dan b didapatkan dengan cara sebagai berikut (Metode Least
Square)
a=
[ I t ] [ I 2 ] [ I 2t ] [ I ]
N [ I 2 ] [ I ][ I ]
I t ] [ I ] N [ I 2t ]
[
b=
N [ I 2 ] [ I ] [ I ]
.............................................................................(2.26)
...............................................................................(2.27)
di mana:
I
a,b
= Tetapan
[]
= Banyaknya data
b. Rumus Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman pada tahun 1905 yang dijabarkan
seperti berikut :
I=
a
................................................................................................(2.28)
tn
Dimana nilai a dan n dapat diperoleh dengan persamaan di bawah ini (Metode
Least Square)
n=
di mana :
I
II-29
a,b
= Tetapan
[]
= Banyaknya data
c. Rumus Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro pada tahun 1953 yang dijabarkan
sebagai berikut:
a
I=
..........................................................................................(2.31)
t +b
Dimana nilai a dan b dapat diperoleh dengan persamaan di bawah ini (Metode
Least Square).
a=
[ I . t ] [ I 2 ][ I 2 . t ] [ I ]
N [ I 2 ] [ I ][ I ]
....................................................................(2.32)
[ I . t ] [ I 2 ][ I 2 ] [ I ]
b=
.........................................................................(2.33)
N [ I 2 ][ I ][ I ]
di mana :
I
a,b
= Tetapan
[]
= Banyaknya data
Dari ketiga rumus diatas hasilnya dapat ditabelkan, kemudian dipilih salah
satu persamaan yang mempunyai deviasi paling rendah. Kemudian dipakai
sebagai rumus intensitas curah hujan yang dapat ditampilkan sebagai persamaan
kurva durasi intensitas curah hujan.
d. Rumus Mononobe
Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Mononobe yang dijabarkan sebagai
berikut :
Rumus :
II-30
R24
24
2/ 3
( )( )
I=
24
t
................................................................................(2.34)
Di mana:
I
R24
2.3.4
Debit Banjir Rancangan
Metode yang biasa digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan
pada suatu ruas sungai atau saluran ada beberapa metode, diantaranya:
1. Metode Rasional
Rumus yang dipakai :
Qr=
R=
C .R. A
=0,278. C . I . A ..............................................................(2.35)
3,6
R 24
24
2/3
( )( )
24
t
................................................................................(2.36)
T c =L/W ..........................................................................................(2.37)
[ ]
H
W =72
L
0,6
....................................................................................(2.38)
Dimana :
Q = Debit maksimum (m3/dtk)
C = Koefisien pengaliran
R = Intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
A = Luas Daerah Aliran ( DAS ) sampai 100 km 2
Tc = Waktu Konsentrasi
L = Panjang sungai ( km )
H = Beda tinggi ( km )
W = Kecepatan perambatan banjir ( km/jam )
Koefisien pengaliran C tergantung dari faktor-faktor daerah pengalirannya,
seperti jenis tanah, kemiringan, vegetasi, luas, bentuk daerah pengaliran
sungai. Untuk menentukan koefisien pengaliran dapat dilihat pada Tabel 2.10
II-31
Kedap air
0,02
Timbunan tanah
0,10
0,20
Padang rumput
0,40
0,60
0,80
Business
Perumahan
Industri
Harga C
0,05-0,10
0,10-0,15
0,15-0,20
0,13-0,17
0,18-0,22
0,25-0,35
0,75-0,95
Daerah pinggiran
0,50-0,70
0,30-0,50
multi unitterpisah-pisah
0,40-0,60
multi unittertutup
0,60-0,75
sub urban
0,25-0,40
0,50-0,70
Daerah ringan
0,50-0,80
Daerah berat
0,60-0,90
Pertamanan
0,10-0,25
Tempat bermain
0,20-0,35
0,20-0,40
0,70-0,95
0,50-0,70
Perkerasan
2. Metode Weduwen
II-32
Di mana :
Q = Debit banjir rencana (m3/dtk)
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
q = Hujan maksimum setempat dalam sehari (Point Rainfall) (m3/km2/dt)
f = Luas daerah aliran (km2)
Pada penerapan metode ini langkah perhitungan debit puncak banjirnya
adalah sebagai berikut:
=1
4,1
( q+7 )
................................................................................(2.40)
[ ]
( t+1 )
f
.............................................................................(2.41)
( t+9 )
120+f
120+
=
q=
67,64
......................................................................................(2.42)
(t +1,45 )
Di mana :
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
T = Lamanya hujan maksimum (1/6 sampai 12 jam)
q = Curah hujan maksimum (m3/km2/dt)
f = Luas DPS (km2) kurang dari 100 km2
Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus :
II-33
t c=
i=
L
8Q
0,125
i 0,25
................................................................................(2.43)
H
............................................................................................(2.44)
0,9 L
Di mana :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
L = Panjang sungai (m)
i
= Kemiringan
t c=
0,467 f
......................................................................(2.45)
( q )0,125 i 0,25
Di mana :
a. Apabila harga t perkiraan belum sama dengan t perhitungan maka
tentukan t yang lain.
b. Apabila harga t perkiraan sudah sama dengan t perhitungan maka debit
puncak banjirnya dapat dihitung.
3. Metode Haspers
Rumus :
Q= . . q . f .....................................................................................(2.46)
Di mana :
Q = Debit banjir rencana (m3/dtk)
= Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
q = Hujan maksimum setempat dalam sehari (Point Rainfall) (m3/km2/dt)
f = Luas daerah aliran (km2)
II-34
1+ 0,012. f
0,7 ................................................................................(2.47)
1+ 0,075. f
=1+
t +3,7.100,4t
t 2 +15
f 0,75
12
)( )
...............................................................(2.48)
=
=
t . R24
2
t +10,008. ( 260R24 ) . ( 2t )
t . R 24
t +1
untuk t 2 jam
= 0,707. R 24 . ( t+1 )
R24
= Kemiringan sungai
II-35
Di mana :
Q
AREA
MAF
SIMS
LAKE
= Indeks danau
II-36
= PBRA * ARF
ARF
= Faktor reduksi
= 0,99 untuk 1 < DPS < 10 km2
= 0,97 untuk 10 < DPS < 30 km2
= 1,152 0,1233 * log AREA untuk > 30 km 2
Tabel 2.13 Growth Factor (GF)
Periode Ulang
(Tahun)
300
600
900
1200
>1500
1.28
1.27
1.24
1.22
1.19
1.17
10
1.56
1.54
1.48
1.44
1.41
1.37
20
1.88
1.88
1.75
1.70
1.64
1.59
50
2.55
2.30
2.18
2.10
2.03
1.95
100
2.78
2.72
2.57
2.47
2.37
2.27
200
3.27
3.20
3.01
2.89
2.78
2.66
500
4.01
3.92
3.70
3.56
3.41
3.27
4.68
4.58
Sumber : Soewarno,1995
4.32
4.16
4.01
3.85
1000
II-37
Rumus :
Q= . . qn. A ..................................................................................(2.51)
t=0,186. L . Q
.I
0,4
...............................................................(2.53)
dimana :
t
II-38
d. Luas DAS sebelah hulu (RUA), yaitu perbandingan antara luas DAS yang
diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun
hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melewati
titik tersebut.
e. Faktor simetri (SIM), yaitu hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas
DAS sebelah hulu (RUA).
f. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua pertemuan sungai di
dalam DAS tersebut. JN = jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangi
satu.
g. Kerapatan jaringan kuras (D), yaitu jumlah panjang sungai semua tingkat
tiap satuan luas DAS.
Penetapan parameter-parameter yang disebutkan di atas, dapat ditentukan
dengan menggunakan peta topografi skala 1:50.000. Selanjutnya, hidrograf
satuan diberikan dalam empat variabel pokok, yaitu waktu naik (TR), debit
puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (K) dengan
persamaan-persamaan berikut ini.
t / k
Qt=Qp . e
.....................................................................................(2.54)
L
+1,0665+1,2775 ..............................................(2.55)
100. SF
TR=0,43
QP=0,1836 A
0,5886
TB=27,4123 TR
K=0,5617 A
. TR
0,1457
0,1798
0,4008
0,0986
.S
0,1446
.S
. JN
. SN
. SF
.................................................(2.56)
0,2381
0,7344
1,0897
.D
. RUA .......................................(2.57)
0,0452
...........................................(2.58)
Sumber
Satuan
Jumlah Aliran
(1/unit/orang)
Antara
Rata-Rata
Rumah
Orang
20 - 280
220
Pondok
Orang
130 - 190
160
Kantin
Pengunjung
4 - 10
Pekerja
30 - 50
40
Perkemahan
Orang
80 - 150
120
Tempat duduk
50 - 100
75
Pengunjung
15 - 30
20
Pekerja
30 - 50
40
II-40
Perkemahan anak-anak
Pekerja
250 - 500
400
Tempat Perkumpulan
Pekerja
40 - 60
50
Orang
40 -60
50
Ruang makan
Pengunjung
15 - 40
30
10
Asrama/perumahan
Orang
75 - 175
150
11
Hotel
Orang
150 - 240
200
12
Mesin
1800 - 2600
2200
13
Toko
Pengunjung
5 - 20
10
Pekerja
30 - 50
40
Pengunjung
20 - 50
40
Pekerja
30 - 50
40
Tempat duduk
10 - 15
10
Pengunjung
15 - 30
20
14
15
Kolam renang
Gedung bioskop
16 Pusat keramaian
Sumber : Gunadarma 2011
Besarnya nilai kekasaran dasar berdasarkan Manning dapat dilihat pada tabel
2.13 :
Tabel 2.15 Koefisien Kekasaran Manning
II-41
Jenis Saluran
1
.
2
.
Saluran Galian
a
.
Saluran Tanah
b
.
Saluran pada batuan, digali merata
Saluran dengan Lapisan Perkerasan
a
.
Lapisan beton seluruhnya
b
.
Lapisan beton pada kedua sisi saluran
c
.
Lapisan blok beron pracetak
d
.
Pasangan batu di plester
e Pasangan batu, diplester pada kedua sisi
.
saluran
f. Pasangan batu, disiar
g
.
Pasangan batu kosong
Koefisien Manning
(n)
0,022
0,035
0,015
0,020
0,017
0,020
0,022
0,025
0,030
3
.
Saluran Alam
a
.
Berumput
b
.
Semak-semak
c
.
Tak beraturan, banyak semak dan pohon,
batang pohon banyak jatuh ke saluran
Sumber : Notodihardjo, 1998
0,027
0,050
0,015
2.6 Hidrolika
Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat lain melalui bangunan pembawa
alamiah maupun buatan manusia. Bangunan pembawa ini dapat terbuka maupun
tertutup bagian atasnya. Saluran yang tertutup bagian atasnya disebut saluran
tertutup (closed conduits), sedangkan yang terbuka bagian atasnya disebut
saluran
terbuka (open channels).
Pada sistem pengaliran melalui saluran terbuka terdapat permukaan air yang
bebas (free surface) di mana permukaan bebas ini dipengaruhi oleh tekanan
udara luar secara langsung, saluran terbuka umumnya digunakan pada lahan
yang masih memungkinkan (luas), lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang, beban
kiri dan kanan saluran relatif ringan. Pada sistem pengaliran melalui saluran
tertutup (pipa flow) seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat
permukaan yang bebas, oleh karena itu permukaan tidak secara langsung
dipengaruhi oleh tekanan udara luar, saluran tertutup umumnya digunakan pada
II-42
daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan
kakinya relatif padat, lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.
Berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasarnya
saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Saluran prismatik (prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang
melintang dan kemiringan dasarnya tetap.
Contoh : saluran drainase, saluran irigasi.
b. Saluran non prismatik (non prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah.
Contoh : sungai.
Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alam (natural channel), seperti
sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di muara,
dan saluran buatan (artificial channel), seperti saluran drainase tepi jalan, saluran
irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk membawa
air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk supply air minum, dan saluran
banjir. Saluran buatan dapat berbentuk segitiga, trapesium, segi empat, bulat,
setengah lingkaran, dan bentuk tersusun (Gambar 2.16).
2.6.1
Dimensi Saluran
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh
saluran (Qs dalam m3/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang
diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m3/det). Kondisi demikian dapat
dirumuskan dengan persamaan berikut:
II-43
QS QT .............................................................................................(2.61)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
Qs= AsV ........................................................................................(2.62)
Di mana:
As
II-44
Perbandingan antara lebar saluran (b) dan tinggi air (h) sama dengan satu
b/h = 1 b = h
Luas penampang basah (A) = (b+mh) * h = (h+1.5h)*h = 2.5 h2
Keliling basah (P)
= b + 2 h (1+m2)
= b + 2 h (1+1.52)
= 4.606 h
Jari-jari hidrolis (R)
= A/P
= 2.5 h2/ 4.606 h
= 0.543 h
Tinggi jagaan (freeboard)
= 25 % h
H = tinggi saluran
= h + tinggi jagaan
2.6.2
Bangunan Pelengkap
Dalam perancangan Drainase Perkotaan, diperlukan pula bermacammacam bangunan yang berfungsi sebagai sarana untuk :
1. Memperlancar surutnya genangan yang mubkin timbul diatas permukaan
jalan, karena Q hujan dan Q rencana.
2. Memperlancar arus saluran.
3. Mengamanakan terhadap bahaya degradasi pada dasar saluran.
4. Mengatur saluran terhadap pasang surut, khususnya diadaerah pantai.
Adapun bangunan-bangunan sebagaimana tersebut diatas adalah :
a. Inlet-tegak
Bangunan Inlet-tegak ditempatkan pada jarak-jarak tertentu disepanjang tepi
jalan (Kerb) atau pada pertemuan kerb diperempatan-jalan. Perlu diperhatikan
bahwa tinggi jagaan (F) minimal harus dipertahankan sehingga air dalam
saluran tidak keluar lagi kepermukaan tepi jalan melewati inlet-tegak tersebut.
II-45
b. Inlet-datar
Bangunan inlet-datar ditempatkan pada pertigaan jalan, dimana pada arah
melintang jalan terdapat saluran. Perlu diperhatikan bahwa tinggi jagaan (F)
minimal harus dipertahankan sehingga air dalam saluran tidak sampai meluap
melalui inlet-datar tersebut.
c. Grill
Bangunan grill ditempatkan pada perempatan melintang jalan, dimana
dibawahnya terdapat saluran, yang berfungsi menerima air yang lewat grill
tersebut. perlu diketahui penempatan grill tersebut harus berada pada tempat
yang terendah dari jalan yang menurun (BE). Persyaratan tinggi jagaan
minimum (F) juga harus dipertahankan. Kecuali itu permukaan atas dari grill
harus sama dengan permukaan jalan, sehingga nyaman bagi pengendara
yang lewat.
II-46
Manhole
Bangunan manhole diletakan pada jarak-jarak tertentu disepanjang trotoar.
Perlu diperhatikan bahwa ukuran manhole harus cukup untuk keluar masuk
orang ke saluran, sehingga mudah dalam pemeliharaan saluran. Kecuali itu
berat tutup manhole juga harus dengan mudah diangkat maksimum oleh dua
orang.
Gorong-gorong
Bangunan gorong-gorong biasanya dibuat untuk mengubungkan saluran
dikaki bukit melintang jalan dibawahnya dan berakhir disisi bawah dari
bangunan penahan tanah yang mendukung struktur jalan tersebut. perlu
diperhatikan bahwa tinggi air (h) dari gorong-gorong tinggi air (h) saluran
sehingga aliran tidak penuh.
II-47
Jembatan
Bangunan jembatan dimaksudkan untuk mendukung pipa (saluran air/minyak)
atau jalan yang melintang saluran drainase. Perlu diperhatikan bahwa tinggi
jagaan (F) harus dipertahankan sesuai persyaratan yang direncanakan,
supaya sampah yang terapung diatas permukaan air saluran tidak tersangkut
oleh jembatan.
Bangunan terjun
Bangunan terjun diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus melewati
jalur dengan kemiringan dasar (S) yang cukup besar.
II-48
Ground sill
Bangunan ground sill ditempatkan melintang saluran pada jarak-jarak tertentu
sehingga dapat berfungsi sebagai pengaman terhadap bahaya degradasi
terhadap dasar saluran.
i.
Pintu air
Bangunan pintu air dapat berupa pintu air mnual dan pintu air otomatis,
berfungsi sebagai penahan air pasang atau air banjir dari sungai.
II-49
II-50