Anda di halaman 1dari 19

TUTORIAL

MARET 2016

LEARNING OBJECTIVE
RINA YANG MALANG

OLEH:
ADELIA NUR FITRIANA
N 101 13 031
KELOMPOK 09

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2015
Learning objective
1. hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan dan peranannya ?
2. jelaskan endokrinologi pertumbuhan
3. pemeriksaan penunjang sesuai dengan scenario
4. patofisologi gangguan endokrin
5. history taking menurut scenario
6. penyakit genetic pada gangguan endokrin
7. diagnosis scenario
8. cara mencari persentil dan standar deviasi pertumbuhan
9. apa saja komplikasi gangguan endokrin
10. prinsip terapi hormone pada scenario
11. urutan perkembangan pubertas
jawaban
1. hormone pertubuhan
a. Kelenjar HIPOFISIS/PITUITARY/MASTER OF GLANDS
LOBUS ANTERIOR/ADENOHYPOPHYSIS :
Hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior lebih di dominasi oleh
hormon yang mengatur mengenai pertumbuhan, reproduksi dan
masalah stress.
Hormon yang dihasilkan :
STH (Somatotrof Hormone)/GH (Growth Hormon)/Somatotropin
:
Hormon ini berfungsi :
a. Memacu pertumbuhan terutama pada peristiwa osifikasi, pada
cakraepifise.
b. Mengatur metabolisme lipid dan karbohidrat
Hipersekresi :
Bila kelebihan hormon ini terjadi pada masa pertumbuhan akan
mengakibatkan pertumbuhan yang tidak terkendali/menjadi lebih
cepat. Pertumbuhan yang seperti ini dikenal dengan gigantisme.
Sedangkan bila kelebihan hormon ini terjadi pada masa dewasa akan
mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal pada beberapa bagian
organ tubuh. Hal yang paling terlihat adalah pertumbuhan jari tangan
yang tidak normal, seperti membesar seperti bengkak serta raut wajah
yang kelihatan lebih tebal kulitnya, dagu memanjang. Pertumbuhan
yang seperti ini dikenal dengan akromegali. Pertumbuhan akromegali
biasaya terjadi diatas usia 25 tahun.
Hiposekresi :

Bila penghasilan hormon ini kurang akan menyebabkan pertumbuha


kretinisme/dwarfisme, yaitu pertumbuhan yang terhambat. Pada
pertumbuhan ini pertumbuhan berjalan normal, hanya saja
pertumbuhan tulang sangat terhambat
b. Kelenjar thyroid
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang kaya akan pembuluh darah dan
merupakan sepasang kelenjar yang terletak berdampingan di sekitar
leher. Macam hormon yang dihasilkan :
1. Hormon Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3)
Hormon ini berfungsi :
Mengatur metabolisme karbohidrat.
Memengaruhi perkembangan mental.
Memengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi
sel.
Memengaruhi kegiatan sistem saraf.
2. Hormon Calsitonin.
_ Hormon ini berfungsi :
Menurunkan kadar Ca (Calsium) darah.
Mengatur absorpsi Calcium oleh tulang.
Hiperthyroidisme :
a. Jika terjadi pada usia pertumbuhan, maka akan menyebabkan penyakit
morbus basedowi dengan cirri-ciri : meningkatnya metabolisme tubuh,
meningkatnya denyut jantung, gugup, mudah berkeringat, sulit
meningkatkan
berat badan, emosional, mata melebar, lidah terjulur keluar, frekuensi
BAB
cenderung meningkat.
b. Jika terjadi pada usia dewasa, akan menyebabkan pertumbuhan
gigantisme.
c. Hal ini dapat diatasi dengan terapi iodium radioaktif.
Hipothyroidisme :
a. Jika terjadi pada usia pertumbuhan, akan menyebabkan pertumbuhan
yang lambat atau kerdil dan dikenal dengan istilah kretinisme.
b. Jika terjadi pada usia dewasa, akan menyebabkan penyakit miksodema
dengan ciri-ciri : aktivitas peredaran darah menurun/laju metabolisme
rendah,
obesitas, konstipasi, mudah lelah, depresi, gelisah, menstruasi tidak
teratur, nyeri
sendi pada tangan dan kaki, bentuk badan menjadi kasar, bengkak
pada
mata dan wajah, rambut rontok.
c. Hal ini dapat diatasi dengan terapi menggunakan suplemen thyroid.

c. kelenjar PARATHYROID
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang menempel pada kelenjar
Thyroid. Setiap kelenjar
Thyroid mempunyai sepasang kelenjar Parathyroid, sehingga semuanya
berjumlah 4
buah kelenjar parathyroid. Hormon yang dihasilkan Hormon PTH
(Parathormon) berfungsi :
a. Mengatur metabolisme Ca 2+ (Calcium) dan PO4 3+ (phosphat).
b. Mengendalikan pembentukan tulang.
Hipersekresi :
Bila terjadi kelebihan dalam penghasilan hormon ini akan menyebakan
pertumbuhan :
Kretinisme bila terjadi pada masa pertumbuhan.
Miksodema bila terjadi pada masa dewasa.
Batu ginjal dalam pelvis renalis/rongga ginjal.
Hiposekresi :
Bila terjadi kelebihan dalam penghasilan hormon ini akan menyebabkan
Pertumbuhan Morbus basedowi.
Kejang otot/tetani.
d. Kelenjar Thymus
Merupakan penimbunan dari hormon somatotrof dalam tubuh. Hormon
ini dihasilkan selama masa pertumbuhan sampai dengan masa
pubertas, setelah melewati mas pubertas, secara perlahan hormon ini
akan berkurang sedikit demi sedikit.
Hormon ini berfungsi :
1. Mengatur proses pertumbuhan.
2. Kekebalan tubuh/imunitas setelah kelahiran.
3. Memacu pertumbuhan dan pematangan sel Limfosit yang
menghasilkan Lymphocyte cell/T Cell.
Bila kekurangan atau kelebihan, gejalanya hampir mirip dengan
hormone tiroksin.
e. Kelenjar adrenal/suprarenalis
BAGIAN MEDULLA
Hormon Androgen
Berfungsi :
a. Menentukan sifat kelamin sekunder pada pria dan wanita.
_ Hipersekresi :
Bila terjadi kelebihan hormon ini akan menyebabkan penyakit
Cushing
Syndrome/sindrom Cushing serta penyakit kelainan ciri kelamin
sekunder

pada laki-laki dan perempuan


Gejala Cushing syndrome :
a) Membulatnya wajah/muka.
b) Obesitas.
c) Penimbunan lemak di daerah leher.
d) Pengecilan pada daerah lengan dan kaki.
e) Terhentinya atau terganggunya periode menstruasi.
f) Penurunan daya sexualitas.
g) Kenaikan tekanan darah dan kadar gula darah.
h) Melemahnya atau rapuhnya tulang.
i) Masalah rambut pada wanita
6. Kelenjar kelamin/gonad
Menghasilkan hormon dan sel kelamin
Macamnya ada 2 sel kelamin :
1. Sel Testis
Menghasilkan Hormon Androgen, Ex : Hormon Testosteron,
merupakan satu hormon yang terpenting dalam pembentukan sel
spermatozoa
Fungsi Hormon Testosteron :
a. Mengatur ciri kelamin sekunder.
b. Mempertahankan proses spermatogenesis.
2. Sel Ovarium
Menghasilkan 3 hormon penting dalam seorang wanita :
a. Hormon Estrogen
Hormon ini berfungsi untuk : memperlihatkan ciri-ciri kelamin
sekunder
wanita.
b. Hormon Progesteron
Hormon ini berfungsi : Mempersiapkan masa kehamilan dengan
menebalkan dinding uterus.
Menjaga kelenjar susu dalam menghasilkan air susu.
c. Hormon Relaksin
Hormon ini berfungsi untuk membantu proses persalinan dalam
kontraksi otot.
Referensi :
http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2012/12/SISTEM-HORMONMANUSIA.pdf
2. pertumbuhan anak merupakan proses interaksi berbagai hal seperti faktor
genetic, lingkungan terutama nutrisi, serta pengaruh faktor endokrin.
Pertumbuhan pada anak terjadi terutama pada lempeng epifisis yang
merupakan tempat terjadinya deposisi tulang sehingga terjadi penambahan
tinggi badan
a. regulasi pertumbuhan prenatal

pertumbuhan janin di dalam uterus dipengaruhi oleh ukuran uterus,


nutrisi, dan status metaboik ibu. Hormone juga berperan dalam periode
pertumbuhan prenatal, seperti insulin, IGFs, IGF-BP; sedangkan
hormone pertumbuhan dan hormone tiroid tidak terlalu berperan pada
pertumbuhan intrauterine.
b. pertumbuhan pasca natal
pertumbuhan pasca lahir ditandai oleh 3 fase, yaitu
fase bayi (infant)
fase ini merupakan representasi pertumbuhan pasca natal dari
fetal growth. Pertumbuhan pada periode ini ditandai dengan
fase pertumbuhan yang sangat cepat pada tahun pertama,
kemudian kecepatan pertumbuhan ini menurun dengan cepat
sampai usia 2 tahun dan semakin melambat sampai usia 3 tahun.
Pada tahun pertama pertambahan tinggi badan anak kira-kira 1
kali panjang lahir, kemudian pada tahun kedua pertambahan
tinggi badan sekitar 10 cm. pada satu tahun pertama pertambahan
BB menjadi 3x lipat dari berat lahir.
Fase childhood
Pada fase ini pertumbuhan anak relative stabil dan lambat sampai
fase berikutnya. Perubahan tempo ini merupakan hasil dari
peranan growth hormone sebagai regulasi utama yang mengatur
perumbuhan linier. Fase ini menghasilkan peningkatan sitting
height dan leg length.
Fase pubertas (puberty)
Pada fase ini terjadi percepatan pertumbuhan karena pengaruh
peningkatan hormone steroid seks dan growth hormone. Pada fase
ini wanita timbulnya lebih awal dibandingkan anak laki-laki. Pada
fase ini disamping terjadi penambahan tinggi badan, juga terjadi
perubahan bentuk fisik, timbulnya tanda-tanda sekunder, dan
perubahan emosi. Dll.
Sumber : IDAI. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi I. IDAI;
Jakarta
3. Jawab :
1. Pemeriksaan Kelenjar Hipofisis
a) Foto tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika (Tumor atau atrofi).
Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun
pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
(Pranata, 2012)
b) Foto tulang osteo
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang.
Pada gigantisme ukuran tulang yang bertambah besar dari ukuran
maupun panjangnya.

Pada akromegali tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannya


ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan
kesehatan diperlukan. (Wahyu, 2010)
c) CT Scan otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise
atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik
secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam
tidak bergerak selama prosedur. (Wahyu, 2010)
d) Pemeriksaan Darah dan Urin
a. Kadar Growth Hormon
Nilai normal 10 p.g ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada bayi
dibulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya.
Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 cc. Persiapan khusus
secara fisik tidak ada.
b. Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
Nilai normal 6-10 1.1.g/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah
gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah
lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
c. Kadar Adrenokartiko Tropik (ACTH)
Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason. Spesimen
yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urine 24
jam.
Persiapan
1. Tidak ada pembatasan makan dan minum
2. Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol atau
antagonisnya dihentikan lebih dahulu 24 jam sebelumnya.
3. Bila obat-obatan harus diberikan, lampirkan jenis obat dan dosisnya
pada lembaran pengiriman spesimen
4. Cegah stres fisik dan psikologis
Pelaksanaan
1. Klien diberi deksametason 4 x 0,5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3. Urine ditampung selama 24 jam
4. Kirim spesimen (darah dan urine) ke laboratorium.
Hasil Normal bila :
o ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5
ml/dl
o 17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam kurang
dari 2,5 mg. (Wahyu, 2010)
2. Pemerinsaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid
a)Up take radioaktif
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar
tiroid dalammenangkap iodida.
a. Persiapan :
1. Klien puasa 6-8 jam

2. Jelaskan tujuan danm prosedur


b. Pelaksanaan
1. 1.Klien diberi Radioaktoif Jodium (I131) per oral sebanyak 50
microcuri.
2. Dengan alat pengukur yang ditaruh diatas kelenjar tiroid diukur
radioaktif yang tertahan.
3. Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan
mengumpulkan urine selama 24 jam dan diukur kadar radioaktiof
jodiumnya.
4. Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam
persentase sebagai berikut:
o Normal: 10-35%
o Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada
hipotiriodisme.
o Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis
atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan
lamahipertiroidisme.(Wahyu, 2010)
b) T3 dan T4 serum
1. Persiapan khusus tidak ada, specimen darah 5 cc
2. Normal Dewasa : Jodium bebas : 0,1-0,6 mg/dl
3. T3 : 0,2 - 0,3 mg/dll
4. T4 : 6 12 mg/dl
5. Normal bayi : T3 : 180 240 mg/dl(Wahyu, 2010)
c) Up Take T3 Resin
Tujuan mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau thyrcid binding
globulin (TBG) tak jenuh. TBG meningkat pada hippertirodisme
menurun pada hipotiroidisme
1. Spesimen darah vena 5cc
2. Persiapan: puasa 6-8 jam
3. Nilai normal :
o Dewasa : 25-35% uptake oleh resin
o Anak : umumnya tidak ada(Wahyu, 2010)
d) Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma.
Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang
dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan
sebelum pemeriksaan 6-8 jam. (Wahyu, 2010)
e) Laju metabolisme basal
Tujuan: pengukuran secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan di bawah kondisi basal selama beberapa waktu
a. Persiapan :
1. Klien puasa 12jam
2. Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress
3. Klien harus tidur sedikit nya 8 jam
2. Tidak mengkonsumsi analgetik & sedative
3. Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaandan prosedur nya

4. Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan di


lakukan
b. Penatalaksanaan
1. Pengukuran kalorimetri dengan menggunakan metabolator
c. Nilai normal :
1. pria 53 kalori perjam
2. wanita 60 kalori perjam
d. Metode Harris Benedict Untuk Mengukur BMR
1. Pria BMR = 66 + (13,7 x BB(kg) ) + ( 5 x TB(cm) ) +(6,8 x
U(thn) )
2. Wanita BMR = 665 + (9,6 x BB(kg) + (1,8 x TB (cm) ) + (4,7
x U (thn) ) (Nurnarlitasari, 2011)
f) Scaning tiroid
a. Radio loding scanning
Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau
majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak
berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat
ganas. Sedangkan nodul dingin (20%) adalah ganas
b. Uptake iodine
1. Untuk menentukan pengambilan yodium dari plasma
2. Nilai normal 10-30% dalam 24jam
3. Pemerinsaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
a) Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam
urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch.
Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium
plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit one white
cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/d1). Bila
endapan banyak, kadar kalsium tinggi.
a. Persiapan
1. Urine 24 jam ditampung
2. Makanan rendah kalsium 2 hari herturut-turut
b. Pelaksanaan
1. Masukkan urine 3 ml ke dalam tabung (2 tabung)
2. Kedalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml,
tabung kedua hanya sebagai kontrol
c. Pembacaan hasil secara kwantitatif :
1. Negatif (-): Tidak terjadi kekeruhan
2. Positif (+): Terjadi kekeruhan yang halus
3. Positif (+ +): Kekeruhan sedang
4. Positif (+ + +): Kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang
dari 20 detik
5. Positif (+ + + +): Kekeruhan hebat, terjadi seketika
b) Percobaan Ellworth-Howard

a.

b.
c)

d)

e)

f)

Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh


parathormon.
Cara Pemeriksaan
1. Klien disuntik dengan paratharmon melalui intravena
kemudian urine di-tampung dan diukur kadar pospornya. Pada
hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 x nilai
normal.
2. Urin ditampung dan diukur kadar fosfatnya.
Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah
Percobaan kalium intra vena
Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya
kadar serum kalsium akan menekan pembentukan paratharmon.
Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis
berkurang. Pada hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis
tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir
tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan
osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral
pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat.
Pada hipertiroid, tulang meni-pis, terbentuk kista dalam tulang serta
tuberculae pada tulang.
ECG
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kelainan gambaran EKG akibat perubahan kadar
kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan
dijumpai gelombang Q-T yang memanjang sedangkan pada
hiperparatiroid interval Q-T mungkin normal.
EMG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan
kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan
khusus tidak ada.

4. Pemerinsaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas


a) Definisi
Pemeriksaan Glukosa
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk
menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam
Nilai normal :
1. Dewasa: 70-110 md/d1 Bayi: 50-80 mg/d
2. Anak-anak: 60-100 mg/dl
b) Persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan perawat
a. Persiapan
1. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan
2. Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan

b. Pelaksanaan
1. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10 cc
2. Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan
segera
3. Bila klien mendapat pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk
sementara tidak diberikan
4. Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta
obatobatan sesuai program.
5. Pemerinsaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
a) Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
a. Nilai normal pada:
1. Dewasa wanita: 37-47% Pria: 45-54%
2. Anak-anak: 31-43%
3. Bayi: 30-40%
4. Neonatal: 44-62%
b. Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat
diperoleh dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi
intravena. Bubuhi antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah
pembekuan.
b) Pemeriksaan Elektrolit Serum (Na, K , CI), dengan nilai normal:
a. Natrium: 310-335 mg (13,6-14 meq/liter) Kalium: 14-20 mg%
(3,5-5,0 meq/liter) Chlorida: 350-375 mg% (100-106 meq/liter)
b. Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan
hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu
hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik
secara khusus.
c) Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan
urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.
d) Stimulasi Test
Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan menedeteksi hipofungsi
adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian
ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium
Sumber: Vaitukaitis JL: Hormone assays. In Felig P. Endocrinology and
Metabolism, 2nd ed. McGrawHill,2007; 58-62.
4. jawab :
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes: adalah gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
protein sebagai hasil dari ketidakseimbangan tersedianya insulin
dan kebutuhan insulin. Dapat menjelaskan ketergantungan insulin
secara absolut, merusak pengeluaran insulin dari sel beta
pankreas, reseptor insulin yang tidak cukup, regulasi postreceptor
insulin yang tidak cukup, produksi dari insulin yang inaktif.

Diabetes Mellitus Tipe 1: ditandai oleh perusakan sel beta


pankreas sebagai penghasil insulin.
Diabetes Mellitus berat, ditandai oleh awitan gejala yang tibatiba, insulinopenia, ketergantungan terhadap insulin eksogen, dan
kecenderungan timbulnya ketoasidosis; disebabkan karena tidak
adanya produksi insulin oleh sel-sel beta pulau Langerhans pada
pankreas.

Sumber: Pathophysiology: Concept of Altered Health States 8th Ed


Sumber: Dorlands Pocket Medical Dictionary 25th Ed
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes: adalah gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
protein sebagai hasil dari ketidakseimbangan tersedianya insulin
dan kebutuhan insulin. Dapat menjelaskan ketergantungan insulin
secara absolut, merusak pengeluaran insulin dari sel beta
pankreas, reseptor insulin yang tidak cukup, regulasi postreceptor
insulin yang tidak cukup, produksi dari insulin yang inaktif.
Diabetes Mellitus Tipe 2: diabetes mellitus tipe 2 adalah kondisi
heterogenik yang menjelaskan adanya hiperglikemia yang terkait
dengan defisiensi insulin yang relatif.
Bentuk diabetes mellitus ringan, kadang-kadang asimtomatik
dengan awitan puncak setelah usia 40; cadangan insulin pankreas
berkurang tetapi selalu cukup untuk mencegah ketoasidosis, dan
pengawasan diet biasanya efektif.
Sumber: Pathophysiology: Concept of Altered Health States 8th Ed
Sumber: Dorlands Pocket Medical Dictionary 25th Ed
c. Ketoasidosis diabetikum nonketotik
Definisi: Hampir selalu hanya dijumpai pada pnegidap diabetes 1,
ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang ditandai
dengan perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosis diabetesik
dapat terjadi setelah stres fisik seperti kehamilan atau penyakit akut
atau trauma. Kadang- kadang ketoasidosis diabetik merupakan gejala
adanya diabetes tipe 1.
(Sumber: Buku saku Patofisiologi Corwin by Elizabeth J. Corwin,
Penerbit: EGC, hal. 635)
d. Hiperglikemi hyperosmolar
Definisi: Juga disebut diabetes nonasidotik hiperosmolar, merupakan
komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes tipe 2, dimana
gula darah tinggi mengakibatkan dehidrasi berat, meningkatkan
osmolaritas dan resiko tinggi komplikasi, coma dan kematian.
(Sumber: Buku saku Patofisiologi Corwin by Elizabeth J. Corwin,
Penerbit: EGC, hal. 635.
e. Hipoglikemia berat

Definisi: Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau


asupan kalori yang tidak adekuat merupakan komplikasi terapi insulin
yang paling sering dan paling serius. Pada keadaan hipoglikemia
berat, koma dan kematian akan terjadi bila pasien tidak diterapi
dengan glukosa (secara intravena bila tidak sadar.
(Sumber: At a Glance Farmakologi Medis, Penerbit: Erlangga, hal.
79)
f. Diabetes insipidus
Definisi: Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari
kelenjar hipofisis akibat defisiensi vasopresin, hormon antidiuretik
(ADH). Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsia dan poliuria.
Penyebab diabetes insipidus mungkin (1) sekunder yang berhubungan
dengan trauma kepala, tumor otak, atau pembedahan ablasi atau
iradiasi kelenjar hipofisis, juga infeksi sistem saraf pusat atau tumor
metastasis (payudara,paru); (2) nefrologis yang berhubungan dengan
kegagalan tubulus renalis untuk berespons terhadap ADH; (3)
nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh
berbagai pengobatan (mis., litium, demeklosiklin); (4) primer,
hereditas, dengan gejala-gejala kemungkinan saat lahir (kelainan pada
kelenjar hipofisis). Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan
membatasi masukan cairan, karena kehilangan volume urine dalam
jumlah yang besar berlanjut terus bahkan tanpa penggantian cairan
sekali pun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien mengalami
suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti-hentinya dan mengalami
hipernatremia serta dehidrasi berat.
(Sumber: Keperawatan Medikal-Bedah, Penerbit: EGC, hal. 107)
5. anamnesis:
informasi mengenai keadaan intrauterin( keterpaparan toksik )
riwayat kelahiran dan persalinan meliputi berat dan panjang lahir
( untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan janin terhambat atau
BBLR, trauma lahir )
pola pertumbuhan keluarga ( baik pertumbuhan linier atau pubertas )
riwayat penyakit kronik dan obat-obatan ( misalnya steroid )
riwayat asupan nutrisi maupun penyakit nutrisi sebelumnya
riwayat pertumbuhan dan perkembangan ( untuk sindrom )
data antropometrik yang ada sebelumnya ( untuk melihat pertumbuhan
linier )
data antropometrik kedua orang tua biologisnya ( untuk menentukan
potensi tinggi genetik )
faktor psikososial keluarga dan hubungan anak-orang tua.
Sumber : Sudoyo.dkk. 2009. buku ajar ilmu penyakit dalam. interna
publishing : Jakarta

6. Pseudohipoparatiroidisme
Pseudohipoparatiroidisme merupakan suatu cacat genetik, dimana jaringan
sasaran tidak memberi respon terhadap parathitoid hormon, sehingga
mempunyai hubungan dengan berbagai kelainan rangka. Keadaan
perawakan pendek ini disebabkan oleh kelainan genetik dimana terdapat
peningkatan hormon paratiroid (PTH) dan fosfat, penuruna kalsium darah,
disertai tidak adanya respon terhadap PTH eksogen. Pengobatan adalah
dengan pemberian vitamin D/kalsitriol dosis tinggi disamping kalsium dan
obat pengikat fosfat.
Gangguan Metabolisme Vitamin D
Rakhitis yang disebabkan defisiensi vitamin D menyebabkan gangguna
pertumbuhandan perawakan pendek. Penyebabnya berupa defisiensi
vitamin D (kurangnya asupan vitamin D, malabsorpsi lemak, kurang
terpapar sinar matahari, antikonculsan, penyakit hati/ginjal) dan dapat
berupa rakhitis yang tergantung pada vitamin D secara herediter.
Adapun penyakit-penyakit
perawakan pendek yaitu
- Penyakit Celiac
- Enteritis regionalis
- Penyakit Crohn
- Cistic fibrosis
- Kanker
- Thalasemia
- Arthritis reumatoid
- Gagal ginjal kronis
- Renal tubular acidosis

kronis

yang

dapat

menyebabkan

Pada umumnya gangguan pertumbuhan terjadi akibat malnutrisi yang


diakibatkan penyakit-penyakit kronis tersebut.
Adapun Sindrom-Sindrom Perawakan Pendek yaitu
- Sindrom Turner
- Sindrom Noonan ( Pseudoturner)
- Sindrom Prader-Willi
- Sindrom Lawrence-Moon
- Sindrom Biedl-Bardet
- Gangguan kromosom autosom
- Displasia skeletal
Sumber :
Delf, M.H., and Manning, R.T. 1996. Major Diagnosis Fisik. EGC :
Jakarta
Sudoyo, A.W. dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
InternaPublishing:Jakarta

7. Diagnosis: perawakan pendek faktor familial


Pada scenario didapatkan bahwa ada keluarga yang menderita hal serupa
dan jika disebabkan oleh penyebab lain harus dilihat dari hasil
pemeriksaan laboratorium atau penunjang.
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh variasi genetic, penyakit
intrauterine, atau berbagai malformasi atau penyakit kronis. Pertumbuhan
linear secara umum dianggap sangat menurun jika tinggi anak turun lebih
dari 2,5 SD dibawah mean tinggi menurut usia, jika laju pertumbuhan
anak menurun, atau ketika anak tersebut kecil menurut ukuran midprenatal
(pengukuran statistic tinggi keluarga). Penurunan laju pertumbuhan
hingga kurang dari 4cm pertahun sering serius dan biasanya merupakan
tanda awal kelainan pertumbuhan.
Perawakan pendek familial ditandai oleh:
Pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3
Kecepatan pertumbuhan normal
Usia tulang normal
Tinggi badan kedua atau salah satu orang tua yang pendek
Tinggi akhir dibawah persentil 3
Sumber : Abraham M, Rudolph. 2006. Buku Ajar Pediatric Rudolph. Vol
3. Edisi 20. EGC; Jakarta.
8. Pengukuran dengan cara-cara yang baku dilakukan beberapa kali secara
berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran
kepala, tebal lipatan kulit (skinfold) diperlukan untuk penilaian
pertumbuhan dan status gizi pada bayi dan anak.
a. Berat dan Tinggi Badan terhadap umur :
Pengukuran antropometri sesuai dengan cara-cara yang baku,
beberapa kali secara berkala misalnya berat badan anak diukur
tanpa baju, mengukur panjang bayi dilakukan oleh 2 orang
pemeriksa pada papan pengukur (infantometer), tinggi badan anak
diatas 2 tahun dengan berdiri diukur dengan stadiometer.
Baku yang dianjurkan adalah buku NCHS secara Internasional
untuk anak usia 0- 18 tahun yang dibedakan menurut gender lakilaki dan wanita.
Cara canggih yang lebih tepat untuk menetapkan obesitas pada
anak dengan kalkulasi skor Z (atau standard deviasi) dengan
mengurangi nilai berat badan yang dibagi dengan standard deviasi
populasi referens. Skor Z =atau > +2 (misalnya 2SD diatas median)
dipakai sebagai indikator obesitas.
b. Lingkar kepala, lingkar lengan, lingkaran dada diukur dengan pita
pengukur yang tidak molor. Baku Nellhaus dipakai dalam menentukan
lingkaran kepala. Sedangkan lingkaran lengan menggunakan baku dari
Wolanski.lingkar kepala dilakukan untuk mengetahui adanya

mikrosefali, makrosefali, atau normal sesuai dengan umur dan jenis


kelamin.
c. tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan,
subskapula dan daerah pinggul., penting untuk menilai kegemukan.
(Harpenden Caliper).Penggunaan dan interpretasinya yang terlebih
penting.
d. Body Mass Index (BMI) adalah Quetelets index, yang telah dipakai
secara luas,yaitu berat badan(kg) dibagi kuadrat tinggi badan. Tingkat
kelebihan berat badan harus dinyatakan dengan SD dari mean (rerata)
BMI untuk populasi umur tertentu. Mean BMI juga bervariasi seperti
pada berat badan normal pada status gizi dan frekuensi kelebihan berat
pada rerata BMI dan standard deviasi yang dihitung. Misalnya anak
dengan rerata BMI +1 SD di suatu negara tidak harus sama dengan
rerata BMI +1 dinegara lain.
Sumber : IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI; Jakarta
9. Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi
jangka pendek dan komplikasi jangka panjang.
a. Komplikasi akut
Terdapat 3 komplikasi akut utama pada pasien DM berhubungan
dengan ketidakseimbangan kadar glukosa darah yaitu hiperglikemia,
diabetik ketoasidosis, dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotik.
b. Komplikasi kronis
Komplikasi jangka panjang mempengaruhi semua sistem tubuh dan
penyebab utama ketidakmampuan pasien. Komplikasi jangka
panjang yaitu penyakit makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati.
1. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular disebabkan oleh perubahan pada
pembuluh darah. Dinding pembuluh darah menebal dan menjadi
oklusi oleh plak yang menempel pada dinding pembuluh darah.
Jenis komplikasi yang paling sering terjadi yaitu penyakit arteri
koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit vaskular perifer.
2. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular pada pasien DM menyebabkan
kelainan struktur membran dasar pembuluh darah kecil dan
kapiler. Kelainan struktur memyebabkan membran dasar kapiler
menebal mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Perubahan
membran dasar disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah
sorbitol, pembentukan glikoprotein abnormal, dan masalah
pelepasan oksigen dari hemoglobin (Porth, 2005 dalam Lemone
& Burke, 2008). Peningkatan kadar glukosa bereaksi dengan
berbagai respon biokimiawi menyebabkan penebalan membran
dasar kapiler. Dua area yang dipengaruhi oleh perubahan yaitu
retina dan ginjal. Komplikasi mikrovaskuler di retina yaitu

retinopati diabetik, sedangkan komplikasi mikrovaskuler di


ginjal yaitu nefropati diabetik.
3. Neuropati
Neuropati menyebabkan gangguan pada saraf perifer, otonom,
dan spinal. Neuropati merupakan gangguan secara progresif dari
saraf yang diakibatkan kehilangan fungsi saraf.
Sumber : Shahab, A. (2006). Diagnosis & Penatalaksanaan DM.
Subbagian Endokrinologi Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam: FK
UNSRI.
10. Prinsip terapi hormon pada scenario
Pengobatan hormone pertumbuhan dapat dimulai jika diyakini tidak di
dapatkan massa intracranial. Hormon pertumbuhan diberikan secara
subkutan dengan dosis 2 IU/m2 /hari atau 25-50 g/kg pada usia
prapubertas. Pada usia pubertas dapat mencapai 100 g/kg/hari. Treapi
diberikan sebanyak 6 kali/minggu. Dilakukan pemantauan berkala.
Evaluasi dilakukan setiap 3 atau 6 bulan. Untuk meningkatkan kepatuhan,
penyesuaian dosis, serta keamanan pengobatan diperlukan pemeriksaan
IGF-1, IGFBP3 setiap tahun. Terapi hormone pertumbuhan dihentikan
bila lempeng epifisis telah menutup atau respon terapi tidak adekuat.
Penggunaan hormone sebagai terapi :
Terapi substitusi
Adalah penggantian hormon yang tidak dibentuk oleh penderita
dengan hormone dari luar. Pemberian hormon terapi ini bukan
untuk menyembuhkan tetapi untuk mengurangi keluhan yang ada.
Pemberian cara ini lama dan dapat berlangsung seumur hidup.
Terapi ini cocok untuk penderita penyakit defisiensi hormone
seperti hipotiroid, insufiensi adrenal, dan hipogonad. Contoh:
terapi estrogen atau estrogen-progesteron untuk wanita menapous.
Terapi stimulasi
Adalah memacu alat tubuh untuk meningkatkan produksi
hormonnya. Cara ini tidak hanya dipakai untuk keperluan
pengobatan, tetapi juga untuk diagnosis (test fungsional). Contoh:
penggunaan hormone gonadotropin untuk keperluan diagnosis dan
terapi untuk merangsang ovarium sehingga alat tersebut
membentuk estrogen dan progesteron.
Terapi inhibisi
Adalah pemberian hormon pada hiperfungsi suatu kelenjar
endokrin atau menekan fungsi yang tidak diinginkan. Contoh:
inhibisi ovulasi dengan memberikan kombinasi estrogenprogesteron pada kontrasepsi pil.
Sumber :

Batubara, J.RL. dkk. Buku Ajar Endokrinologi Anak.Edisi 1. Badan


Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia ; Jakarta
11. Masa remaja atau masa Adolensi adalah suatu fase perkembangan yang
dinamis dalam kehidupan seorang individu.
Dari aspek psikologi dan sosialnya, masa remaja adalah suatu fenomena
fisik yang berhubungan dengan pubertas.
Masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak & dewasa, dimana
terjadi suatu percepatan pertumbuhan, timbul ciri-ciri seks sekunder,
tercapai fertilitas & terjadi perubahan psikologis yang mencolok
KLASIFIKASI STADIUM MATURITAS PADA ANAK PEREMPUAN

Tahap perkembangan pubertas anak pada laki-laki menurut Tanner

Kecepatan pertumbuhan (Growth spurt)


Pada umur 12 tahun anak perempuan mempunyai berat & tinggi badan
yang lebih besar daripada anak laki-laki, tetapi sebaliknya pada umur
13, 14, & 15 tahun anak laki-laki mempunyai tinggi & berat badan
lebih tinggi daripada anak perempuan.
(SUMBER: lecture dr kartin akune sp.A masa remaja)

Anda mungkin juga menyukai

  • REFARAT
    REFARAT
    Dokumen14 halaman
    REFARAT
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Nyeri
    LO Nyeri
    Dokumen14 halaman
    LO Nyeri
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Dokumen4 halaman
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok19scene3
    LO Blok19scene3
    Dokumen15 halaman
    LO Blok19scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok16scene1
    LO Blok16scene1
    Dokumen19 halaman
    LO Blok16scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene4Psiko
    LO Blok20scene4Psiko
    Dokumen10 halaman
    LO Blok20scene4Psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok21scene2
    LO Blok21scene2
    Dokumen8 halaman
    LO Blok21scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Kejang
    LO Kejang
    Dokumen8 halaman
    LO Kejang
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • KLH
    KLH
    Dokumen7 halaman
    KLH
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1psiko
    LO Blok20scene1psiko
    Dokumen8 halaman
    LO Blok20scene1psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok17scene1
    LO Blok17scene1
    Dokumen7 halaman
    LO Blok17scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOPK Blok20scene1
    LOPK Blok20scene1
    Dokumen6 halaman
    LOPK Blok20scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok11 Scene3
    LOblok11 Scene3
    Dokumen11 halaman
    LOblok11 Scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1Alergi
    LO Blok20scene1Alergi
    Dokumen3 halaman
    LO Blok20scene1Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 18 Scene 3 Betul
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    Dokumen18 halaman
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok13scene3
    LO Blok13scene3
    Dokumen9 halaman
    LO Blok13scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok6 Scene2
    LO Blok6 Scene2
    Dokumen4 halaman
    LO Blok6 Scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 20 Scene 2 Alergi
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    Dokumen9 halaman
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Dokumen5 halaman
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo 2
    Lo 2
    Dokumen4 halaman
    Lo 2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Block18scene1
    LO Block18scene1
    Dokumen16 halaman
    LO Block18scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo !
    Lo !
    Dokumen4 halaman
    Lo !
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Grafik
    Grafik
    Dokumen1 halaman
    Grafik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO 3 Blok12scene3
    LO 3 Blok12scene3
    Dokumen15 halaman
    LO 3 Blok12scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Learning Objective Blok 5
    Learning Objective Blok 5
    Dokumen10 halaman
    Learning Objective Blok 5
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Critical PDF
    Jurnal Critical PDF
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Critical PDF
    Nanda Nabilah Ubay
    Belum ada peringkat
  • Papan Nama
    Papan Nama
    Dokumen1 halaman
    Papan Nama
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat