Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Alifa Nur I
(H3114004)
Arif Budi S
(H3114010)
Erma Kusumawati
Juwita Putri N
Kharisma Enggar P

(H3114031)
(H3114049)
(H3114052)

PROGRAM DIPLOMA
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2016

ACARA 4
FERMENTASI ALKOHOL
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum Acara IV Fermentasi Alkohol adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami langkah langkah praktikum fermentasi
alkohol.
2. Mahasiswa mengetahui pengaruh jenis buah terhadap hasil fermentasi
alkohol.
3. Mahasiswa mengetahui proses fermentasi alkohol dari buah buahan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi

bahan

pangan

dapat

menghasilkan

perubahan

yang

menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan


yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang
memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk
asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol
(Suprihatin, 2010).
Wine telah ada selama ribuan tahun. Secara historis, produksi wine dan
konsumsi berada di Eropa. Dari peradaban kuno ke zaman modern, anggur
telah diproduksi dan dinikmati oleh banyak orang, mulai dari petani sampai
raja-raja.

Mesopotamia

adalah

orang-orang

pertama

yang

diketahui

membudidayakan buah anggur. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian


pengembangan telah dikhususkan untuk konversi biomassa menjadi etanol,
yang dianggap sebagai bahan bakar cair paling bersih sebagai alternatif untuk
bahan bakar fosil (Raja et al, 2012).
Wine buah ialah minuman beralkohol nondestilasi biasanya terbuat dari
anggur atau buah-buahan lainnya seperti buah persik, plum atau aprikot,
pisang, elderberry atau blackcurent, stimulan yang lebih lezat dan lembut.
Buah-buahan ini menjalani masa fermentasi dan penuaan. Mereka biasanya
memiliki kandungan alkohol berkisar antara 5 sampai 13 persen. Wine terbuat
dari buah-buahan sering dinamai wine buah. Wine merupakan minuman
dengan rasa seperti buah segar yang dapat disimpan dan diangkut di bawah

kondisi yang ada. Wine menjadi produk fermentasi buah non destilat, wine
mengandung sebagian besar nutrisi yang ada dalam jus buah asli. Nilai gizi
dari wine meningkat akibat pelepasan asam amino dan nutrisi lain dari ragi
selama fermentasi. Wine buah mengandung 8 sampai 11 persen alkohol dan 2
sampai 3 persen gula dengan nilai energi berkisar antara 70 dan 90 kkal per
100 mL (Swami dan Divate, 2014).
Secara ringkas seluruh rangkaian reaksi yang terjadi adalah hidrolisis
pati atau polisakarida menjadi maltose (disakarida) kemudian hidrolisis
menjadi glukosa dan selanjutnya diubah menjadi alkohol dan gas
karbondioksida oleh Saccharomyyces cereviceae untuk pembuatan tape, roti
atau minuman keras. Reaksi perubahan pati menjadi alkohol fermentasi. Proses
peragian berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan
polisakarida (amilum) menjadi monosakarida (glukosa) yang dikatalisis oleh
enzim amilase. Tahap kedua adalah pengubahan glukosa menjadi alkohol yang
dikatalisis oleh enzim zimase (Jhonprimen, 2012).
Dalam proses fermentasi alkohol perlu pertimbangkan terlebih dahulu
bahan baku yang akan digunakan. Bahan yang mengandung gula biasanya
menggunakan teknologi yang sederhana, demikian juga halnya bahan berpati
Secara alami alkohol dapat terjadi pada buah-buahan yang sudah masak
seperti durian dan nangka. Bahan baku umumnya berasal dari tanaman pangan,
seperti singkong, ubi jalar, tebu, jagung, mengkudu dan lain-lain. Gula yang
terdapat dalam buah buahan dapat difermentasikan oleh Saccharomyces
cerivisiae (sejenis ragi roti) menjadi alkohol dan gas CO 2. Buah buahan yang
biasa dibuat anggur ialah buah buahan yang banyak mengandung gula dan
mempunyai aroma yang sedap sehingga dihasilkan anggur dengan kualitas
yang baik (Muksin, 2013).
Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah gula
yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami di dalam
bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar etanol
yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan dari luar.
Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi gula yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga proses fermentasi

tidak akan berlangsung. Pada proses pembuatan wine, gula yang digunakan
maksimum 30% (Gunam, 2009).
Khamir mempunyai peran penting dalam industri makanan. Banyak
kegiatannya dalam makanan memang dikenhendaki dan banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan bir, anggur, minuman keras, roti dan produk makanan
fermentasi, dan jugamerupakan sumber potensial dari protein sel tunggal untuk
fortifikasi makanan ternak. Galur (strain) Saccharomyces cerevisiae hingga
saat ini yang paling banyak digunakan untuk keperluan diatas. Pertumbuhan
khamir juga mengakibatkan kerusakan bahan pangan. Beberapa jenis khamir
pembusuk yang terkenal adalah Saccharomyces rouxii, Debaryomyces
hansenii, Hanseniaspora uvarum, Saccharomyces cerevisiae, Candida krusei,
Saccharomyces octoporus dan Rhodotorula glutinus (Buckle, 1987).
Pada proses fermentasi wine, khamir akan memecah glukosa dan
fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur EmbdenMeyerhof-Parnas, asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi
asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol.
Penurunan total gula selama proses fermentasi menunjukkan tingkat konsumsi
glukosa oleh Saccharomyces cerevisiae. Penurunan total gula ini terjadi karena
adanya

penggunaan

glukosa

oleh

Saccharomyces

cerevisiae

untuk

metabolisme. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula


diantaranya adalah glukosa dan bahwa selama proses fermentasi etanol,
glukosa akan dipecah menjadi etanol sehingga jumlahnya akan semakin
berkurang (Hawusiwa, 2015).
Sekitar abad ke 2 sesudah masehi, orang mulai mengenal anggur
sebagai minuman, buah meja dan kismis. Pengenalan ini berkat jasa prang
orang Romawi kuno yang membawa varietas anggur ini yang dikenal sebagai
Vitis

vinifera.

Varietas

ini

kemudian

menyebar

ke

bagian

timur

Mediteraneaman sampai Afrika Utara. Selain itu, ada varietas yang lain, anggur
untuk minuman, yang disebarkan ke Utara Selatan Mediteranea. Sedangkan
pengetahuan mengenai budi daya tanaman anggur untuk pertama kalinya
dikenal manusia kira kira tahun 600 sebelum masehi. Konon, pengetahuan
tersebut pertama kali dikenalkan oleh orang orang Asia Kecil yang kemudian

menular ke wilayah Mesir Kuno, Romawi, dan ke Perancis Selatan. Sekarang


ini anggur sudah dijadikan tanaman andalan para petani buat mata pencaharian.
Bahkan, di Indonesia, meskipun anggur lokal sedang menghadapi tantangan
dari anggur impor, tetap saja petani menanaminya. Hal ini, disebabkan
tananman anggur masih dipandang sebagai tanaman yang bernilai komersial
(Setiadi, 2000).
Nanas (Ananas comosus), anggota terdepan dari keluarga Bromeliaceae
terdiri dari sekitar 2.000 spesies sebagian besar epifitik dan banyak hiasan
mencolok dan bervariasi dari yang berwarna hampir putih ke kuning. Ini
adalah tanaman herba tahunan yang tumbuh 1,0 sampai 1,5 m dengan daun 30
atau lebih berbentuk palung dan menunjuk, panjang 30 cm, sekitar batang
tebal. Ini adalah buah ganda, yang kenampakannya berbentuk menjadi buah
berdaging tunggal. Nanas mengandung proporsi gula yang baik yang
membuatnya cocok untuk pembuatan anggur (Emmanuel, 2012).
Hasil fermentasi alkohol dipengaruhi oleh faktor-faktor salah satunya
substrat. Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik
terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses
fermentasi alkohol. Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces
cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35C. Suhu memegang peranan penting,
karena secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces
cereviseae dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioetanol yang
dihasilkan. Selain sumber karbon Saccharomyces cereviseae juga memerlukan
sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya
sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin
dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga
harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat,
kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga. pH pada proses
fermentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan
Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan
baik pada kondisi pH 4 6. Konsentrasi substrat yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini
memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan konsentrasi substrat akan

mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar


tinggi. Tetapi jika konsentrasi substrat berlebihan akan mengakibatkan
hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri
sangat tinggi. Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya
terlalu cepat Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan
sehingga alkohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama
Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol yang dihasilkan tidak
maksimal (Fatimah, 2013).
C. METODE PENELITIAN
1. Alat
a. Baskom
b. Blender
c. Botol aqua
d. Botol kaca
e. Pisau
f. Selang plastik
g. Timbangan
h. Panci
i. Kompor
2. Bahan
a. Air 500 ml
b. Air kelapa
c. Anggur
d. Nanas
e. Pisang
f. Saccaromyces Cerevisiae
g. Aquades
h.

3. Cara Kerja

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Fermentasi Alkohol
Shift
THP A

THP B

Kelompok

Sampel

Brix

1,5
2,6
3,7
4,8
1,5
2,6
3,7
4,8

Nanas
Anggur
Pisang
Air kelapa
Nanas
Anggur
Pisang
Air kelapa

8
9
25
10
5
7
30
8

Tujuan dari Acara 4 fermentasi alkohol adalah untuk mengetahui kadar


alkohol dari berbegai macam buah berdasarkan indeks bias sampel. Prinsip
kerja fermentasi alkohol ialah dilakukan terhadap glukosa yang diperoleh dari
penambahan konsentrasi gula awal. Pasteurisasi untuk mensterilkan medium
dilakukan dengan pemanasan uap pada suhu 70C kemudian didinginkan
selama 1 jam hingga mencapai suhu ruang. Starter ditambahkan sebesar 15%.
pH larutan dijaga 4,5. Fermentasi dilakukan selama 8 hari. Hasil fermentasi
dianalisa total alkoholnya menggunakan metode indek bias menggunakan
refraktometer dan analisa kadar glukosanya (Ariyanto, 2013).
Pada Acara 4 Fermentasi alkohol dilakukan perlakuan diantaranya pada
shift A penggunaan buah yang berbeda untuk setiap sampel, buah yang
digunakan diantaranya nanas, anggur dan pisang yang sudah ditimbang
sebanya 200 gr. Kemudian dicuci dan diberi penambahan air sebanya 500 ml
kemudian di blender agar menghasilkan sari buah. Selain buah digunakan juga
sampel dari air kelapa sebanyak 500 ml sedangkan pada sift THP B
penggunaan sampel buah yang sama dan yang berbeda ialah air kelapa
sebanyak 400 ml + 100 aquadest, sari buah hasil blender kemudian diberi
penambahan gula sebanya 50 gr dan kemudian dimasukkan ke dalam panci
serta dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 95C. Setelah dipanaskan
sampel didinginkan, setelah itu disaring dan dimasukkan kedalam botol dan
diberi penambanan kultur/khamir sebanyak 50 gr. Perlakuan penggunaan
sampel yang berbeda ini bertujuan untuk mengetahui kadar alkohol tiap sampel
buah yang berbeda. Hal ini sesuai dengan teori Muksin dkk (2013) bahwa
kadar alkohol yang dihasilkan bebeda beda tergantung dengan jenis buah dan
kandungan gula yang terdapat dalam buah tersebut.

Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah


gula yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami di
dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar
etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan dari luar.
Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi gula yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga proses fermentasi
tidak akan berlangsung. Pada proses pembuatan wine, gula yang digunakan
maksimum 30% (Gunam, 2009).
Menurut Muksin dkk (2013) dalam proses fermentasi alkohol perlu
pertimbangkan terlebih dahulu bahan baku yang akan digunakan. Bahan yang
mengandung gula biasanya menggunakan teknologi yang sederhana, demikian
juga halnya bahan berpati Secara alami alkohol dapat terjadi pada buah-buahan
yang sudah masak seperti durian dan nangka. Bahan baku umumnya berasal
dari tanaman pangan, seperti singkong, ubi jalar, tebu, jagung, mengkudu dan
lain-lain. Gula yang terdapat dalam buah buahan dapat difermentasikan oleh
Saccharomyces cerivisiae (sejenis ragi roti) menjadi alkohol dan gas CO2.
Buah buahan yang biasa dibuat anggur ialah buah buahan yang banyak
mengandung gula dan mempunyai aroma yang sedap sehingga dihasilkan
anggur yang baik. Menurut Guleria (2014) buah anggur berkontribusi banyak
dari elemen zat volatil (terutama senyawa terpen) yang memberikan karakter
khas buah pada produk akhir. Selain itu, berkontribusi senyawa non-volatile
(tartaric dan malat asam) yang berpengaruh pada flavor dan tanin yang
memberikan kepahitan. Yang terakhir adalah lebih penting dalam anggur merah
sebagai komponen tanin yang terletak di kulit anggur.
Menurut Jhonprimen dkk (2012) Secara ringkas seluruh rangkaian
reaksi yang terjadi adalah hidrolisis pati atau polisakarida menjadi maltose
(disakarida) kemudian hidrolisis menjadi glukosa dan selanjutnya diubah
menjadi alkohol dan gas karbondioksida oleh Saccharomyyces cereviceae
untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras. Reaksi perubahan pati
menjadi alkohol fermentasi. Proses peragian berlangsung dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah perubahan polisakarida (amilum) menjadi monosakarida

(glukosa) yang dikatalisis oleh enzim amilase. Tahap kedua adalah pengubahan
glukosa menjadi alkohol yang dikatalisis oleh enzim zimase.
(C6H10O5)n n(C12H22O11)
pati Maltosa
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6
Maltosa
+ Air Glukosa
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP
Glukosa
Etanol
Prinsip dari analisis alkohol dengan menggunakan refraktometer ialah
semakin besar konsentrasi, semakin besar pula indeks biasnya. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan laju cahaya ketika melewati larutan
sukrosa. Cahaya yang melewati suatu materi akan mengalami interaksi dengan
molekul-molekul dan atom-atom dari materi tesebut (Hidayanto, 2010).
Refraktometer tipe hand-held merupakan salah satu alat yang dapat digunakan
untuk menganalisis kadar sukrosa pada bahan makanan. Refraktometer terdiri
atas beberapa bagian, yaitu kaca prisma, penutup kaca prisma, sekrup pemutar
skala, grip pegangan, dan lubang teropong (Ihsan dan Anang, 2010).
Pada proses fermentasi wine, khamir akan memecah glukosa dan
fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur EmbdenMeyerhof-Parnas, asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi
asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol.
Penurunan total gula selama proses fermentasi menunjukkan tingkat konsumsi
glukosa oleh Saccharomyces cerevisiae. Penurunan total gula ini terjadi karena
adanya

penggunaan

glukosa

oleh

Saccharomyces

cerevisiae

untuk

metabolisme. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula


diantaranya adalah glukosa dan bahwa selama proses fermentasi etanol,
glukosa akan dipecah menjadi etanol sehingga jumlahnya akan semakin
berkurang (Hawusiwa, 2015).
Menurut Azizah (2012) Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik
pada

kondisi

aerob.

Pada

kondisi

aerob

Saccharomyces

cerevisiae

menghidrolisis gula menjadi air dan CO2, tetapi dalam keadaan anaerob gula
akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan CO 2. Oksigen
secara tidak langsung mempengaruhi lama fermentasi yang dilakukan oleh

Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh dengan


baik pada kondisi aerob, tetapi untuk melakukan proses fermentasi alkohol,
dibutuhkan kondisi anaerob. Proses fermentasi dilakukan di dalam filering
flask 1000 ml yang ditutup rapat. Sehingga hal ini memberikan kondisi
anaerob.
Berdasarkan tabel pengamatan hasil fermentasi alkohol didapatkan
hasil diantaranya, pada shift THP-A kelompok 1 dan 5 dengan sampel nanas
didapatkan hasil 8 Brix, kelompok 2 dan 6 sampel Anggur didapat hasil 9
Brix, kelompok 3 dan 7 dengan sampel pisang didapat hasil 25 Brix, dan
pada kelompok 4 dan 9 dengan sampel air kelapa didapatkan hasil 10 Brix.
Pada shift THP-B kelompok 1 dan 5 dengan sampel nanas didapatkan hasil 5
Brix, kelompok 2 dan 6 sampel Anggur didapat hasil 7 Brix, kelompok 3 dan
7 dengan sampel pisang didapat hasil 30 Brix, dan pada kelompok 4 dan 9
dengan sampel air kelapa didapatkan hasil 8 Brix. Menurut Pawigya (2010)
hasil fermentasi berbeda beda tergantung pada jenis bahan pangan (substrat),
berbagai macam mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut.
Menurut Fatimah (2013) hasil fermentasi alkohol dipengaruhi oleh
faktor-faktor antara lain. Substrat, pada umumnya bahan dasar yang
mengandung senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan
sebagai substrat dalam proses fermentasi alkohol. Suhu optimum bagi
pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35C.
Suhu memegang peranan penting, karena secara langsung dapat mempengaruhi
aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secara tidak langsung akan
mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan. Selain sumber karbon
Saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber nutrisi antara lain
nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya
sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin
dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga
harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat,
kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga. pH pada proses
fermentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan

Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan


baik pada kondisi pH 4 6. Konsentrasi substrat yang terlalu sedikit akan
mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini
memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan konsentrasi substrat akan
mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar
tinggi. Tetapi jika konsentrasi substrat berlebihan akan mengakibatkan
hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri
sangat tinggi. Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya
terlalu cepat Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan
sehingga alkohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama
Saccharomyces cereviseae akan mati maka alkohol yang dihasilkan tidak
maksimal.

E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara 4 Fermentasi
Alkohol adalah :
1. Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah gula
yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2.
2. Gula yang terdapat dalam buah buahan dapat difermentasikan oleh
Saccharomyces cerivisiae (sejenis ragi roti) menjadi alkohol dan gas CO2.
3. Dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae
menjadi alkohol dan CO2.
4. pada shift THP-A kelompok 1 dan 5 dengan sampel nanas didapatkan hasil
8 Brix, kelompok 2 dan 6 sampel Anggur didapat hasil 9 Brix, kelompok 3
dan 7 dengan sampel pisang didapat hasil 25 Brix, dan pada kelompok 4
dan 9 dengan sampel air kelapa didapatkan hasil 10 Brix. Pada shift THP-B
kelompok 1 dan 5 dengan sampel nanas didapatkan hasil 5 Brix, kelompok
2 dan 6 sampel Anggur didapat hasil 7 Brix, kelompok 3 dan 7 dengan
sampel pisang didapat hasil 30 Brix, dan pada kelompok 4 dan 9 dengan
sampel air kelapa didapatkan hasil 8 Brix.
5. Hasil fermentasi alkohol dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain Substrat,
suhu, nutrisi, pH, dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, Hermawan Dwi., Furqon Hidayatulloh, dan Joko Murwono. 2013.
Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Produktivitas Alkohol Dalam
Pembuatan Wine Berbahan Apel Buangan (Reject) Dengan
Menggunakan Nopkor MZ.11. Jurnal Teknologi Kimia & Industri 2(4):
226-232.
Azizah N., A.N. Al-Baarri, S.Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol, pH, Dan Produksi Gas Pada Proses
Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan 1(2).
Buckle, K.A. (1987). Ilmu Pangan, terjemahan Hari Purnomo. UI Press. Jakarta.
Emmanuel ,Idise Okiemute. 2012. Studies of wine produced from pineapple
(Ananas comosus). International Journal for Biotechnology and
Molecular Biology Research Vol. 3(1): 1-7.
Fatimah, Febrina Lia G, Lina Rahmasari G. 2013. Kinetika Reaksi Fermentasi
Alkohol Dari Buah Salak. Jurnal Teknik Kimia USU Vol. 2(2).
Galeria, Aakriti. 2014. Production of Grape wine by the use of yeast,
Saccharomycese cerevisiae. Research Paper Microbiology Vol. 3(6).
Gunam, Ida Bagus Wayan., Luh Putu Wrasiati. 2009. Pengaruh Jenis Dan Jumlah
Penambahan Gula Pada Karakteristik Wine Salak. Jurnal Agrotekno
15(1): 12-19.
Hawusiwa, Eko Sutrisno., Agustin Krisna Wardani, Dian Widya Ningtyas. 2015.
Pengaruh Konsentrasi Pasta Singkong (Manihot Esculenta) Dan Lama
Fermentasi Pada Proses Pembuatan Minuman Wine Singkong. Jurnal
Pangan dan Agroindustri 3(1): 147-155.
Hidayanto, Eko., Abdul Rofiq, dan Heri Sugito. 2010. Aplikasi Portable Brix
Meter untuk Pengukuran Indeks Bias. Jurnal Berkala Fisika 13(4): 113188.
Ihsan, Farihul dan Anang Wahyudi. 2010. Teknik Analisis Kadar Sukrosa Pada
Buah Pepaya. Buletin Teknik Pertanian 15(1).
Jhonprimen H.S, Andreas Turnip, M. Hatta Dahlan. 2012. Pengaruh Massa Ragi,
Jenis Ragi Dan Waktu Fermentasi Pada Bioetanol Dari Biji Durian.
Jurnal Teknik Kimia 18(2): 44-51.
Muksin, Fatma., Weny J.A Musa, Julhim S. Tangio. 2013. Optimasi Variasi
Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Dan Waktu Fermentasi Pada
Pembuatan Alkohol Pada Buah Mengkudu. Jurusan Pendidikan Kimia
F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo.
Pawignya, Harsa., Tunjung Wahyu Widayati, Datu Putra, Putra Akbar. 2010.
Tinjauan Kinetika Pembuatan Rose Wine. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Raja.G, Karthik., Ezhilarasan .V, Yazhini .K.A, Sridhar .S And Chinnathambi .V.
2012. Comparative Evaluation Of White Wine Production From
Different Carbohydrate Rich Substrates Using Air-Lift Bio-Reactor.
International Journal of Pharma and Bio Sciences 3(1).

Setiadi. 2000. Bertanam Anggur. Penebar Swadaya. Jakarta.


Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit UNESA University Press.
Surabaya.
Swami, Shrikant Baslingappa., N.J. Thakor and A.D. Divate. 2014. Fruit Wine
Production: A Review. Journal Of Food Research And Technolog 2(3):
93-100.

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 4.1
Sampel Air Kelapa

Gambar 4.2
Sampel Pisang

Gambar 4.3
Pasteurisasi sampel

Gambar 4.4
Gula

Gambar 4.5
Saccharomyces C.

Gambar 4.6
Perlakuan Sebelum Inkubasi

Anda mungkin juga menyukai