Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI INDUSTRI

DisusunOleh:
Kelompok 7
THP A
Alifa Nur Imawati

H3114004

Arif Budi Santoso

H3114010

Erma Kusumawati

H3114031

Juwita Putri Nofitasari

H3114049

Kharisma Enggar

H3114052

PROGRAM DIPLOMA TIGA TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ACARA III
NATA

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Mikrobiologi Industri acara III Nata adalah :
1. Memahami dan mampu mempraktikkan pembuatan nata.
2. Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nata beserta
fungsinya.
3. Mengetahui pengaruh sumber C (Carbon) dan sumber N (Nitrogen)
terhadap nata yang dihasilkan.
B. Tinjauan Pustaka
Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang berarti
terapung-apung. Nata sendiri sebenarnya merupakan pelikel atau polisakarida
ekstraseluler yang dihasilkan dari bakteri Acetobacter xylinum, terakumulasi
pada bagian permukaan cairan dan terapung-apung. Terapungnya biomassa
yang sebagian besar terdiri atas selulosa disebabkan oleh adanya gas-gas CO 2
yang dihasilkan selama proses metabolisme dan menempel pada fibril-fibril
pelikel sehingga menyebabkan terapung. Petumbuhan Acetobacter xylinum
dalam medium yang sesuai akan menghasilkan massa berupa selaput tebal pada
permukaan medium. Selaput tebal tersebut mengandung 35-62% selulosa,
terbentuk di permukaan dan merupakan hasil akumulasi polisakarida
ekstraseluler yang tersusun oleh jaringan mikrofibril/pelikel. Pelikel tersebut
adalah tipe selulosa yang mempunyai struktur kimia seperti selulosa yang
dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Purwanto, 2012).
Nata merupakan jenis makanan hasil fermentasi oleh bakteri
Acetobacter xylinum. Makanan ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih,
transparan, dan kenyal dengan rasa mirip kolang-kaling. Produk ini banyak
digunakan sebagi pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan
lainnya. Nilai gizi makanan ini sangat rendah sekali, kandungan terbesarnya
adalah air yang mencapai 98%. Karena itu, produk ini dapat dipakai sebagai

sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Nata juga mengandung
serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi.
Produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses
pencernaan dalam tubuh (Suprihatin, 2010).
Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari
buah yang mengandung glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat
dan benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang
kokoh dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan
ke dalam media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan
polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan
nata. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan
Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri
tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula
menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada
air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang
akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan (Novitasari, 2015).
Nata de coco adalah jenis komponan makanan yang merupakan
senyawa selulosa (dietary fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia) yang dikenal dengan nama
Acetobacter xylinum. Nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut
dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan
beberapa sari buah masam. Nata de coco merupakan jenis nata dengan medium
fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan memanfaatkan air
kelapa untuk difermentasi secara aerob dengan bantuan mikroba. Sebagai
makanan berserat, nata de coco memiliki kandungan selulosa sekitar 2,5% dan
lebih dari 95% kandungan air. Nata de coco memiliki kandungan serat kasar
2,75%, protein 1,5-2,8%, lemak 0,35% dan sisanya air (Hidayat dkk, 2006).
Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan
senyawa selulosa (dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal

sebagai bibit nata. Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan
nama Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinumdapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan
Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dengan demikian nata dapat
didefinisikan sebagai jaringan selulosa yang terapung diatas cairan setelah
proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi (Pambayun, 2002).
Nata de soya merupakan makanan penyegar seperti agar-agar yang
dapat dicampur pada es buah (koktil). Nata de soya mirip dengan nata de coco
yang telah banyak beredar di pasaran, hanya saja dalam pembuatannya
menggunakan air tahu (whey). Air tahu (whey) merupakan air sisa
penggumpalan tahu. Air tahu (whey) dapat digunakan dalam pembuatan tahu
sebagai bahan penggumpal, tetapi karena kebutuhannya lebih sedikit di
bandingkan limbah yang diperoleh maka air tahu banyak yang dibuang
sehingga mencemari lingkungan. Cairan seperti susu segar ini akan lebih
berguna bila dimanfaatkan atau diolah menjadi nata de soya. Hal ini mungkin
dilakukan karena air tahu masih mengandung bahan-bahan organik (protein,
lemak, karbohidrat) yang bisa digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
nata (Sarwono, 1999).
Jaringan putih yang tumbuh dan berkembang di permukaan air teh
manis, yang disebut nata. Nata tersebut berbentuk lempengan putih, agak
transparan, kokoh, kenyal, dan liat. Produk nata semacam ini juga dapat
dihasilkan dengan memfermentasikan air kelap (nata de coco), nanas (nata de
pina), dan limbah tahuatauwhey (nata de soya). Nata yang diperoleh dari
fermentasi air teh manis (nata de tea), dapat dimanfaatkan untuk membuat
beberapa jenis produk olahan pangan, diantaranya adalah manisan. Adapun
pembuatan manisan Nata Jamsi, terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pengolahan, dan tahap finishing (Suprapti, 2003).
Selulosa adalah polimer glukosa linear obligasi -1,4-glikosidik dengan
berbagai polimerisasi. Acetobacter xylinum adalah jenis bakteri yang
menghasilkan selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan. Acetobacter
xylinum merupakan bakteri gram negatif dengan batang pendek, yang mampu

mengoksidasi glukosa untuk glukonat asam asam dan organik secara


bersamaan. Selulosa bakteri ini telah dikenal sebagai metabolit sekunder dari
glukosa dengan pelepasan asam asetat ke dalam lingkungan (Lestari et al.,
2014).
Nata dapat dihasilkan dari kelapa air dan media lain yang cocok dengan
gram negatif bakteriAcetobacter xylinum. Fermentasi bakteri Acetobacter
xylinumdilakukan padasuhu 30C, kondisi asam pH 3,5-7,0, dan suasana
anaerob. Substrat akan diangkut seluruhnya secara difusi, pasokan oksigen
dianggap sebagai faktor penghalang bagi pertumbuhan produksi selulosa, dan
harus tersedia sumber karbon (Verschuren, 2000).
Nata berupa lapisan putih, kenyal (agak liat), dan padat sebagai hasil
penuaian fermentasi oleh mikroba. Nata dapat dibuat dari bermacam-macam
bahan dasar yang biasanya diberi nama sesuai dengan bahan dasarnya. Nata
yang dibuat dari air kelapa, buah nanas, buah jambu mete, kedelai, dan buah
tomat. Nata yang diperoleh dari fermentasi Acetobacteri xylinum dipengaruhi
oleh konsentrasi gula, lama fermentasi, sumber nitrogen, kandungan nutrien
dalam media pertumbuhan yang bersangkutan. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan Acetobacteri xylinum antara lain sumber karbon, Nitrogen,
tingkat keasaman (pH 3-4), temperatur optimal (28-31C) dan oksigen.
Kandungan karbon dan nitrogen pada air kelapa belum cukup dipakai oleh
Acetobacteri xylinum untuk merombak glukosa menjadi selulosa, sehingga
perlu ditambahkan karbon (dari gula) dan Nitrogen (ZA atau urea) , bertujuan
untuk mencapai rasio Karbon dan Nitrogen (C/N) dalam cairan media hingga
menjadi 20. Bila rasio menyimpang jauh dari 20, tekstur nata akan cendrung
sulit digigit atau mudah hancur (Nugraheni, 2013).
Dalam pertumbuhannya, Acetobacter xylinum memerlukan sumber
nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan dalam proses yang terkontrol
dalam medium air kelapa. Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi
yang dibutuhkan akan tetapi kebutuhan akan substrate makro seperti sumber C
dan N masih harus tetap ditambah agar hasil nata yang dihasilkan optimal,
sehingga kekurangan nutrisi yang diperlukan harus ditambahkan dalam proses

fermentasi. Sebagai sumber carbon, maka dapat ditambahkan sukrosa, glukosa,


fruktosa, dan tepung. Sebagai sumber nitrogen, maka pemberian urea
menghasilkan yield yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tidak
ditambah

urea.

Hal

ini

membuktikan

bahwa

Acetobacter

xylinum

membutuhkan sumber nitrogen dalam biosintesis selulosa. Penambahan


sumber karbon dan nitrogen langsung akan meningkatkan produk nata secara
signifikan (Hamad, 2013).
Nitrogen merupakan salah satu bahan yang dapat merangsang
pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Nitrogen dapat berasal
dari sumber nitrogen organik maupun anorganik, misalnya ekstrak khamir,
pepton, ammonium sulfat, kalium nitrat, dan ammonium fosfat. Sampai saat
ini, sumber nitrogen yang biasa digunakan adalah ammonium sulfat (ZA)
karena mudah diperoleh dan relatif murah. Penggunaan ammonium sulfat
sebesar 0,5% menghasilkan rendemen nata de coco sebesar 70,64% dengan
warna putih penggunaan ekstrak khamir menghasilkan rendemen 64,54%
dengan warna kuning dan penggunaan ZA sebesar 0,3% akan memberikan
rendemen yang tinggi yaitu 93,3%. Penggunaan ammonium sulfat ternyata
tidak mempengaruhi warna dan tingkat kekerasan, namun meningkatkan kadar
serat (Sutarminingsih, 2004).
Acetobacter xylinum merupakan bakteri selulosa yang efektif dalam
memproduksi selulosa dan banyak digunakan. Acetobacter xylinum mampu
memproduksi selulosa dalam jumlah yang bervariasi dan tumbuh di berbagai
substrat yaitu glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert, etanol dan gliserol.
Acetobacter xylinum mampu tumbuh pada pH serendah 3,5 dan optimal pada
pH 4,0-5,0 dan menjadi ideal untuk pengembangan selulosa.Komponen
penting dari media tumbuh selulosa bakteri adalah karbon dan nitrogen yang
akan memberikan nutrisi pada pertumbuhan Acetobacter xylinum. Bila
dibandingkan antara penggunaan glukosa dan sukrosa, penggunaan glukosa
menghasilkan bakteri selulosa yang kenampakannya lebih tebal (Afreen and
Lokeshappa, 2014).

Acetobacter xylinumdapat tumbuh pada etanol, asetat, suksinat, atau Lmalat. Pertumbuhan tersebut didampingi pembentukanpellicles kasar pada
permukaan mediatumbuh. Pellicles diidentifikasi sebagai selulosa atas dasar
sifat kimia, sifat kelarutan, penyerapan dan spektrainframerah. Dalam media
pertumbuhan gula,Acetobacter xylinum menunjukkan bahwa karbohidrat
dioksidasi dengan cara yang pentosa siklus. Sedangkan dalam asam
organik,Acetobacter xylinum teroksidasi dengan cara siklus sitrat yang juga
berpartisipasi dalam gula oksidasi (Elhanan, 1963).
Pada pembuatan nata, diperlukan tambahan sukrosa yang merupakan
sumber karbon bagi mikrobia dan ekstrak kecambah yang merupakan sumber
nitrogen. Kedua bahan tersebut sebenarnya akan menaikkan kadar COD bagi
limbah, akan tetapi setelah bakteri Acetobacterxylinum memanfaatkan bahanbahan tersebut untuk pertumbuhan dan pembentukan nata, dengan sendirinya
kandungan bahan organik tersebut akan menurun juga, sehingga hal ini akan
menurunkan kadar COD karena kebutuhan oksigen untuk merombak bahan
organik tersebut semakin sedikit. Pada medium yang mengandung gula, bakteri
Acetobacter xylinum dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk
suatu polisakarida yang tidak beracun yang dikenal dengan nama ekstraseluler
selulosa. Energi yang timbul dari proses perombakan gula tersebut digunakan
untuk menjalankan metabolisme zat dalam sel bakteri tersebut (Nisa, 2002).
Hal-hal yang diperhatikan dalam pembentukan nata, yang pertama
adalah sterilisasi peralatan, untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh
mikroba penggangu, peralatan yang akan digunakan seperti panci, baki plastik
atau kaca, mangkuk plastik, gelas penakar volume cairan. Dibilas terlebih
dahulu dengan air panas, kemudian dikeringkan dengan kertas tissue atu kain
yang bersih. Kedua adalah penambahan bahan media, untuk menghasilkan nata
de corn, jagung sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum perlu
ditambahkan gula pasir 30 gram dan juga amonuim sulfat atau urea sebanyak 2
gram. Ketiga adalah panen dan penyiapan untuk konsumsi, setelah fermentasi
berlangsung selama 12-14 hari akan terbentuk lapisan nata dengan ketebalan
15 cm. Nata dipanen dengan cara mengangkatnya dengan garpu bersih agar

media yang berfungsi sebagai cairan bibit tidak tercemar. Sebaiknya pada saat
panen disediakan media yang baru untuk pembuatan berikutnya. Nata
kemudian dipotong-potong dalam bentuk kubus atau sesuai selera, lalu
direndam dalam air yang kerap diganti unntuk menghilangkan sifat rasa asam.
Untuk penyimpanan dan konsumsi nata dimasak dalam larutan gula pasir 20 %
atau 200 gr/liter air (Rizal dkk, 2013).
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 1996 karakteristik
nata yang harus diperhatikan adalah aroma, rasa, warna, dan tekstur yang
normal serta kandungan seratnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik nata adalah lama fermentasi. seiring dengan lama fermentasi
pertumbuhan akan menurun secara perlahan, karena berkurangnya kadar gula
dan timbulnya asam sebagai hasil metabolit dari fermentasi tersebut. Ketebalan
paling baik terjadi pada lama fermentasi hari ke-13, hal ini menggambarkan
bahwa lama fermentasi mempengaruhi aktivitas bakteri Accetobacter xylinum
dalam menghasilkan nata (Putriana, 2013).
C. Metodologi
1. Alat
a. Panci
b. Pemanas
c. Pengaduk irus
d. Saringan
e. Nampan
f. Bunsen
g. Gelas ukur
h. Pipet ukur
i. Pro pipet
j. Koran
k. Karet gelang
l. Timbangan

2. Bahan
a. Air kelapa
b. Santan
c. Limbah cair tahu
d. Aquades
e. Gula pasir
f. Pupuk urea
g. Amonium sulfat
h. Asam asetat (cuka)
i. Starter Acetobacter xylinum
3. Cara Kerja
Air kelapa, santan, air limbah
tahu, atau aquades 1 liter
Gula
(NH4)2SO4
Urea

: 30 gram
: 4 gram
: 4 gram

Pemanasan mendidih selama


15 menit

Pendinginan

Cuka
: 10 ml
Starter : 100 ml

Pemasukan dalam nampan sambil


disaring

Pendinginan

Inkubasi selama 1 minggu

Nata
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Nata

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Nata
Shift
Kelompok
Sampel
Berat (gram)
1, 5
Air kelapa
240
2, 6
Limbah cair tahu
140
Shift A
3, 7
Aquades
130
4,8
Santan
100
1, 5
Air kelapa
230
2, 6
Limbah cair tahu
Shift B
3, 7
Aquades
4, 8
Santan
-

Tebal
+++
+++
++
+
++++
-

Sumber: Laporan Sementara


Keterangan :
= Tidak terbentuk
+
= Tipis
++
= Agak tebal
+++
= Tebal
++++
= Sangat tebal

Nata merupakan lapisan polisakarida ekstraseluler (selulosa) yang


dibentuk oleh kumpulan sel bakteri pembentuk kapsul. Lapisan ini mempunyai
tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan
cairan (nata tidak akan tumbuh di dalam cairan).Nata adalah produk pangan
berupa lapisan selulosa sebagai hasil fermentasi bakteri pembentuk nata, yaitu
Acetobacter xylinum. Nata merupakan makanan berkalori rendah yang
sebagian besar tersusun dari air dan selulosa (Nugraheni, 2013).Nata adalah
bahan

menyerupai

gel

(agar-

agar)

yang

terapung

pada

medium

yangmengandung gula dan asam hasil bentukan mikroorganisme Acetobacter


xylinum. Nata padadasarnya merupakan selulosa. Apabila dilihat dibawah
mikroskop akan tampak sebagai suatumassa fibril tidak beraturan yang
menyerupai benang atau kapas (Sutarminingsih, 2004).
Saat ini, nata tidak hanya dibuat dari air kelapa, namun dalam
perkembangannya berbagai media dapat digunakan dengan syarat cukup
sumber karbon dan nitrogen serta persyaratan tumbuh yang lain seperti pH dan
suhu. Nata dapat dibuat dari berbagai media baik itu limbah pertanian ataupun
bukan. Terdapat beberapa nata yang telah dikembangkan di Indonesia
diantaranya adalah nata de coco,yaitu nata yang dibuat dari air kelapa. Nata de

cacao, yaitu nata yang dibuat dari cairan pulp kakao (Pratiwi, 2006). Nata de
cassava, yaitu jenis nata dari pengolahan limbah cairtepung singkong
(Misgiyarta, 2010). Nata de pina, yaitu nata yang dibuat dari buah atau limbah
nanas yang berupa kulit, empulur dan mata nanas serta buah nanas masak
optimum yang diblender dengan tambahan air (Iskandar dkk, 2010). Nata de
banana, yaitu nata yang dibuat dari cairan limbah kulit pisang (Rossi, 2008).
Nata de aren, yaitu nata yang dibuat dari air buah kelapa maupun nira kelapa
(Hartati dan Palennari, 2010). Nata de soya, yaitu jenis nata dari pengolahan air
whey tahu atau limbah cair tahu(Nugraheni, 2013). Nata de corn, yaitu jenis
nata dari pengolahan air rebusan jagung (Nurfiningsih, 1999).
Acetobacter xylinum merupakan bakteripenghasil selulosa atau selulosa
mikrobia. Bakteri ini bersifat gram negatif, tidak membentuk endospora, aerob,
tidak melakukan fermentasi alkohol, dapat memproduksi selulosa, serta
berbentuk bulat lonjong sampai batang pendek. Selama fermentasi bakteri
Acetobacter

xylinummemecah

gula

(sukrosa)

menjadi

glukosa

dan

fruktosa(Lehninger, 1994).Dalam pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan nutrisi meliputi jumlah
karbon dan nitrogen, tingkat keasaman (pH). temperatur, dan udara. Bakteri
Acetobacter xylinum tergolong bakteri psychotroph dimana bakteri ini dapat
tumbuh pada rentang suhu 20-30C akan tetapi dapat tumbuh optimal pada
suhu 30C. Selain itu bakteri ini dapat tumbuh pada pH 3,5-7,5 sehingga
termasuk pada golongan asidofil, namun pH optimal untuk pertumbuhannya
adalah 4,3-5,5 (Lapuz et al., 1967).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nata meliputi bahan
baku dan beberapa bahan pembantu. Bahan baku pembuatan nata dapat berupa
air kelapa, limbah cair (whey) tahu santan ataupun bahan lainnya. Bahan
pembantu diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan bakteri dan mengatur
kondisi media agar sesuai bagi pertumbuhan bakteri. Bahan-bahan tersebut
adalah gula, sebagai sumber energi/karbohidrat atau karbon. Asam asetat/cuka
untuk membantu mengatur keasaman (pH). Amonium sulfat atau (NH 4)2SO4
dan pupuk urea sebagai sumber nitrogen (Sutarminingsih, 2004).

Santan dan air kelapa sudah umum dijadikan bahan baku pembuatan
nata karena mengandung jenis gizi yang hampir sama (protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin). Perbedaan yang mencolok terdapat pada
kandungan lemak santan yang jauh lebih tinggi dibandingkan air kelapa, yaitu
35% pada santan dan 1,5% pada air kelapa. Kandungan lemak yang cukup
tinggi pada santan dapat diturunkan dengan cara melakukan pengenceran
dengan penambahan air (Ketaren, 1986). Menurut Palungkun (1993), lemak
pada media fermentasi nata de coco berfungsi sebagai pembentuk prekursor
pada membran sel Acetobacter xylinum yang kemudian akan keluar bersamasama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel.
Whey tahu memiliki kandungan nitrogen 1,36%, gula reduksi 1,40%
dan pH 5,0 limbah ini dapat diolah dengan bantuan bakteri Acetobacter
xylinum yang menghasilkan produk berupa nata. Limbah tahu masih
mengandung senyawa organik terutama protein dan karbohidrat yang cukup
tinggi. Untuk memperoleh hasil nata yang optimal diperlukan nutrisi secara
eksogen berupa sumber karbon dan nirogen. Sistem biologis mikrobia dapat
menggunakan limbah tahu untuk sintesis dan respirasi endogenous, dan dengan
penambahan nutrisi secara eksogenous, sintesis dan respirasi berlangsung lebih
banyak (Nisa, 2002).
Penambahan gula (sukrosa) akan meningkatkan jumlah lapisan-lapisan
selulosa atau serat yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum. Acetobacter
xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan
asam lemak membentuk prekursor pada membrane sel. Prekursor ini keluar
bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa
diluar sel. Selulosa yang terbentuk didalam media berupa benang-benang yang
bersama dengan polisakarida membentuk jaringan yang terus menebal menjadi
lapisan nata (Suryani, 2005).
Ammonium sulfat (ZA) merupakan sumber nitrogen yang biasa
digunakan dalam pembuatan nata karena mudah diperoleh dan relatif murah.
Penggunaan ammonium sulfat sebesar 0,5% menghasilkan rendemen nata de
coco sebesar 70,64% dengan warna putih penggunaan ekstrak khamir

menghasilkan rendemen 64,54% dengan warna kuning dan penggunaan ZA


sebesar 0,3% akan memberikan rendemen yang tinggi yaitu 93,3%.
Penggunaan ammonium sulfat ternyata tidak mempengaruhi warna dan tingkat
kekerasan, namun meningkatkan kadar serat (Sutarminingsih, 2004).
Penambahan urea juga memberikan efek perbedaan terhadap tebal nata
de coco yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan nitrogen tambahan
dalam fermentasi nata de coco meningkatkan produktifitas Acetobacter
xylinum dalam memproduksi selulosa. Urea memberi hasil yang lebih baik bila
dibandingkan dengan penambahan sumber nitrogen lainnya (Edria dkk, 2008).
Asam asetat digunakan untuk mengatur keasaman agar sesuai dengan
kondisi yang diinginkan yaitu mendekati pH optimal. Tujuan penambahan
cuka/asam asetat adalah untuk menurunkan pH air dari sekitar 6,5 sampai
mencapai pH 4,3. Kondisi pH 4,3 merupakan kondisi optimal bagi
pertumbuhan Acetobacter xylinum(Wijayanti, 2010).
Substrat atau media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
berbentuk cair dan mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi. Senyawa sumber
karbon yang digunakan dalam fermentasi nata adalah monosakarida dan
disakarida. Monosakarida meliputi glukosa, galaktosa, fruktosa. Disakarida
meliputi maltosa, sukrosa, laktosa. Pembentukan nata dapat terjadi pada media
yang mengandung senyawa-senyawa glukosa, sukrosa dan laktosa. Sumber
karbon yang sering digunakan adalah sukrosa atau gula pasir, berdasarkan
pertimbangan ekonomis (Setyantini, 2011).
Menurut Rizal dkk (2013), proses pembuatan nata meliputi 6tahapan
utama, yaitu pengenceran danpenyaringan bahan cairan yang akan digunakan,
perebusan, inokulasi dengan starter, fermentasi, pemanenan dan penetralan,
serta tahap pengemasan nata. Tahap pertama yang dilakukan pada proses
pembuatan nata adalah penyaringan bahan dengan kain penyaring untuk
membebaskannya dari kotoran-kotoran yang tidak diinginkan. Kemudian
dilakukan pemanasan sampai mendidih, yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme yang mungkin akan mencemari produk yang akan dihasilkan.

Dalam pemanasan ini ditambahkan 7,5% gula dari volume air kelapa (75 g
gula untuk 1 liter bahan). Pendinginan dilakukan pada suhu kamar. Setelah
dingin, ditempatkan dalam wadah steril, tingkat keasamannya diatur dengan
menambahkan asam cuka sampai pH 4-5. Kemudian dilakukan penambahan
bakteri starter dan diinkubasi atau diperam selama 2 minggu. Pada pemeraman
ini, wadah ditutup rapat dengan plastik. Suhu pemeraman terbaik adalah 30C.
Air akan menggumpal, menghasilkan nata yang telah siap untuk dipanen
(Suprihatin, 2010).
Dalam percobaan pembuatan nata digunakan beberapa bahan utama
diantaranya adalah air kelapa, santan, limbah cair tahu dan aquades. Bahan
pembantu yang dibutuhkan adalah gula pasir 30 gr, pupuk urea 4 gr, amonium
sulfat 4 gr, larutan asam asetat atau cuka 10 ml dan starter Acetobacter xylinum
sebanyak 100 ml. Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan memanaskan
dan melarutkan gula pasir, pupuk urea dan amonium sulfat ke dalam bahan cair
untuk membuat nata sebangak 1 liter hingga mendidih kurang lebih selama 15
menit. Selanjutnya dilakukan proses pendinginan hingga suhu larutan tersebut
berada pada suhu ruang, karena starter akan mengalami kematian jika berada
pada suhu yang terlalu tinggi. Larutan yang telah dingin dimasukkan ke dalam
wadah nampan sambil disaring dengan kondisi tetap aseptis. Kemudian
dilakukan penambahan larutan asam asetat dan starter Acetobacter xylinum.
Wadah nampan ditutup dengan menggunakan koran untuk menjaga proses
fermentasi nata selama 1 minggu. Setelah fermentasi selesai maka dilakukan
pencucian nata yang terbentuk dan diamati nilai berat serta ketebalan nata. Jika
dikaitkan dengan teori menurut Suprihatin (2010), maka terdapat beberapa
perbedaan teknik yang dilakukan dalam percobaan pembuatan nata diantaranya
adalah bahan yang digunakan baik air kelapa, santan, limbah cair tahu dan
aquades tidak disaring terlebih dahulu ketika akan diproses. Selain itu, lama
waktu penginkubasian nata tidak dilakukan selama 2 minggu melainkan hanya
1 minggu, dan penggunaan penutup wadah steril ketika penginkubasian tidak
menggunakan plastik melainkan koran,

Mikroba yang aktif dalam pembuatan nata adalah bakteri pembentuk


asam asetat yaitu Acetobacter xylinum. Penambahan gula (sukrosa) akan
meningkatkan jumlah lapisan-lapisan selulosa (serat) yang dihasilkan oleh
Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan
gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada
membrane

sel.

Prekursor

ini

keluar

bersama-sama

enzim

yang

mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Selulosa yang


terbentuk didalam media berupa benang-benang yang bersama dengan
polisakarida membentuk jaringan yang terus menebal menjadi lapisan nata
(Suryani, 2005). Sel-sel Acetobacter xylinum menyedot glukosa dari larutan
gula dan menggabungkannya dengan asam lemak, membentuk suatu prekursor
pada jaringan sel bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa
diluar sel Acetobacter xylinum. Aktivitas pembentukan nata hanya terjadi pada
kisaran pH antara 3.5-7,5. Terbentuknya pelikel (lapisan tipis nata) mulai dapat
dilihat dipermukaan media cair setelah 24 jam inkubasi, bersamaan dengan
terjadinya proses penjernihan cairan dibawahnya. Jaringan halus yang
transparan yang terbentuk dipermukaan membawa sebagian bakteri yang
terperangkap didalamnya. Gas karbon dioksida yang dihasilkan secara lambat
oleh Acetobacter xylinum menyebabkan pengapungan nata, sehingga nata
didorong kepermukaan.Jalinan selulosa inilah yang dapat membuat nata
terlihat putih (Rizal dkk, 2013).
Dalam percobaan pembuatan nata digunakan beberapa bahan utama
diantaranya adalah air kelapa, santan, limbah cair tahu dan aquades. Dengan
perlakuan yang sama maka masing-masing jenis nata yang dihasilkan akan
berbeda. Hasil data yang diperoleh pada percobaan shift A menunjukkan bahwa
nata de coco menghasilkan berat 240 gr dan membentuk nata yang tebal. Nata
santan menghasilkan berat 100 gr dan membentuk nata yang tipis. Nata de soya
menghasilkan berat 140 gr dan membentuk nata yang agak tebal. Nata de
aquades menghasilkan berat 130 gr dan membentuk nata yang agak tebal.
Sedangkan hasil data yang diperoleh pada percobaan shift B menunjukkan
bahwa nata de coco menghasilkan berat 230 gr dan membentuk nata yang

sangat tebal. Namun untuk santan, limbah cair tahu dan aquades tidak dapat
membentuk dan menghasilkan nata. Hal tersebut disebabkan proses fermentasi
nata mengalami kontaminasi dari koran yang digunakan sebagai tutup akibat
tercelup kedalam larutan. Menurut Putriana (2013), hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pembentukan nata salah satunya adalah sterilisasi
peralatan, untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh mikroba penggangu,
peralatan yang akan digunakan seperti panci, baki plastik atau kaca, mangkuk
plastik, gelas penakar volume cairan. Dengan demikian maka tercelupnya
koran ke dalam larutan yang diinkubasi akan sangat berpengaruh dan
mengakibatkan kegagalan pembentukan nata akibat kontaminasi larutan oleh
koran tersebut.
Jika dibandingkan dengan teori menurut Novianti (2003), maka hasil
percobaan telah sesuai dimana nata terbaik yang dihasilkan adalah nata de
coco. Kualitas nata terbaik dan terbanyak mencapai pada pH 5,0 dan 5,5 dalam
media air kelapa dan pada suhu kamar. Di dalam pertumbuhannya, Acetobacter
xylinum memerlukan sumber nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan
dalam proses yang terkontrol dalam medium air kelapa. Air kelapa
mengandung sebagian sumber nutrisi yang dibutuhkan Acetobacter xylinum
untuk tumbuh dan membentuk nata meskipun kebutuhan akan substrat makro
seperti sumber C dan N masih harus tetap ditambah agar hasil nata yang
dihasilkan optimal (Hamad, 2013).
Menurut Tari (2010),faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
nata adalah kandungan gula, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin di dalam
larutan. Proses produksi nata sangat dipengaruhi oleh umur starter, lama
fermentasi, tingkat keasaman medium dan ruangan produksi.Untuk efisiensi
dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi rendemen lebih baik digunakan
wadah yang berbentuk segi empat dan luas permukaan yang relatif besar. Hal
ini disebabkan karena kondisi yang demikian ini pertukaran oksigen dapat
berlangsung dengan baik (Novianti, 2003).Untuk menghasilkan massa nata
yang kokoh, tebal, kenyal putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu
inkubasi (fermentasi), komposisi dan pH atau keasaman medium, selain itu

penggunaan biang (starter) juga penting. Suhu inkubasi 28-30C, pH medium


sekitar 4- 4,5, komposisi dari ammonium sulfat dan sukrosa, serta jumlah biang
(starter).Menurut Putriana (2013), ketebalan nata dipengaruhi oleh jumlah
intensitas cahaya. Nata yang tebal, intensitas cahaya yang masuk dan diserap
semakin banyak sehingga semakin gelap atau keruh, sebaliknya pada nata yang
tipis, intensitas cahaya yang masuk dan diserap semakin sedikit sehingga
warna semakin terang atau putih. Pada nata yang tebal pembentukan jaringan
selulosa semakin banyak dan rapat.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Mikrobiologi Industri acara III Nata
adalah :
1. Proses pembuatan nata meliputi 6 tahapan utama, yaitu pengenceran dan
penyaringan bahan cairan yang akan digunakan, perebusan, inokulasi
dengan starter, fermentasi, pemanenan dan penetralan, serta tahap
pengemasan nata.
2. Dalam percobaan pembuatan nata digunakan beberapa bahan utama
diantaranya adalah air kelapa, santan, limbah cair tahu dan aquades. Bahan
pembantu yang dibutuhkan adalah gula sebagai sumber energi/karbohidrat
atau karbon, asam asetat/cuka untuk membantu mengatur keasaman (pH),
amonium sulfat atau (NH4)2SO4 dan pupuk urea sebagai sumber nitrogen,
dan starter Acetobacter xylinum sebagai biakan pembentukan nata.
3. Pengaruh penambahan sumber C (Carbon) dan sumber N (Nitrogen)
terhadap nata yang dihasilkan yaitu akan meningkatkan produk nata,
Acetobacter xylinum dapat memecah komponen gula atau karbon untuk
membentuk suatu polisakarida ekstraseluler selulosa, dan Acetobacter
xylinum membutuhkan sumber nitrogen dalam biosintesis selulosa.
4. Hasil perolehan percobaan nata menunjukkan urutan nilai berat dan
ketebalan nata yang paling optimal hingga terendah adalah jenis nata yang
dibuat dari bahan air kelapa, limbah cair tahu, aquades dan santan kelapa.

DAFTAR PUSTAKA
Afreen, S. S. and Lokeshappa B. 2014. Production of Bacterial Cellulose from
Acetobacter xylinum Using Fruits Wastes as Substrate. The International
Journal of Science and Technoledge. Vol. 02. No. 08.
Edria, D., M.Wibowo dan K. Elvita. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula
dan Kadar Nitrogen terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata de
Coco. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan. Bogor.
Elhanan, Zippora Gromet and Shlomo Hestrin. 1963. Synthesis of Cellulose by
Acetobacter
Xylinum
Vi.
Growth
on
Citric
Acid-Cycle
Intermediates.Journal of Bacteriol. Vol. 85. No. 02. Hal :284.
Hamad, Alwani. 2013. Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil
Fermentasi Nata De Coco. Vol. 09. No. 01. Hal : 62-65.
Hartati dan Palennari, M., 2010. Pengaruh Umur Biakan Acetobacter Cylinum
terhadap Rendemen Nata Aren. Jurnal Chemical. Vol. 11. No. 01. Hal : 65
-70.
Hidayat, Nur., Masdiana C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Andi Offset. Yogyakarta.
Iskandar, Zaki, M., S. Mulyati., U. Fathanah., I. Sari dan Juchairawati. 2010.
Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. Vol. 07. No. 03. Hal : 105-111.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Lapuz, M., et al. 1967. The Nata Organs Cultural Requirments Characteristics
and Identity. Journal of Science. Vol. 96. Hal : 91-96.
Lehninger. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Lestari, Puji., Nitariani Elfrida., Ani Suryani and Yadi Suryadi. 2014. Study on the
Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using AgroWaste. Journal of Biological Sciences. Vol. 07. No. 01. Hal : 75-80.
Misgiyarta. 2010. Produksi Nata de Cassava dengan Substrat Limbah Cair
Tapioca. Jurnal Pascapanen.
Nisa, Fithri Choirun. 2002. Penurunan Tingkat Pencemaran Limbah Cair (Whey)
Tahu pada Produksi Nata de Soya (Kajian Waktu Inkubasi). Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 03. No. 02.
Novianti, Hendrizon. 2003. Pembuatan Nata de Soya dari Limbah Cair Pabrik
Tahu. Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Hal : 9-19.
Novitasari, Ani. 2015. Fermentasi dan Teknologi Enzim, Produk Beserta Cara
Pembuatannya.

Nugraheni, Mutiara. 2013. Nata dan Kesehatan. Jurnal Pangan. Vol. 30. No. 20.
Hal : 185-195.
Nurfiningsih. 1999. Pembuatan Nata de Corn dengan Acetobacter Xylinum,
Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Hal : 1-12.
Palungkun, Rony. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya.
Yogyakarta.
Pambayun, Rindit. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius.
Yogyakarta.
Pratiwi, E. 2006. Karakteristik Nata dari Pupl Kakao Mulia (Theobroma Cacao
L.) dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Sukrosa. Jurnal teknologi
Pangan dan hasil pertanian. Vol. 05. No. 02. Hal : 81-85.
Purwanto, Agus. 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis
Kulit Pisang. Jurnal Widya Warta. Vol. 36. No. 02. Hal : 210-224.
Putriana, Indah dan Siti Aminah. 2013. Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat
Organoleptik Nata de Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi. Jurnal
Pangan dan Gizi. Vol. 04. No. 07.
Rizal, Hardi Mey., Dewi Masria Pandiangan dan Abdullah Saleh. 2013. Pengaruh
Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi terhadap Kualitas
Nata De Corn.Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19. No. 01. Hal : 34-39.
Rossi, E., U. Pato dan S.R. Damanik.2008. Optimalisasi Pemberian Ammonium
Sulfat Terhadap Produksi Nata De Banana Skin. Sagu Vol. 07. No. 02. Hal
: 30-36.
Sarwono, B dan Yan Pieter Saragih. 1999. Membuat Aneka Tahu. Penebar
Swadaya. Yogyakarta.
Setyantini, Ririn. 2011. Laporan Tugas Akhir Konsep Pengendalian Mutu dan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava.
Suprapti, Ir. M. 2003. Teh Jamsi dan Manisan Nata Berkhasiat Obat. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa University Press. Surabaya.
Suryani, Ani., Eriza Hambali dan Prayoga Suryadarma. 2006. Membuat Aneka
Nata. Penerbit Penebar Swadaya.
Sutarminingsih, Lilies. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius.
Yogyakarta.
Tari, A. Intan Niken., Catur Budi Handayani dan Sri Hartati. 2010. Pembuatan
Nata de Coco: Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya.
Widyatama. Vol. 19. No. 02.
Verschuren, Peter G., Thomas D. Cardona., M. J. Robert Nout., Kees D. De
Gooijerand Johannes C. Van Den Heuvel. 2000. Location And Limitation
Of Cellulose Production By Acetobacter Xylinum Established From

Oxygen Profiles. Journal of Biosciencaen and Bioengineering. Vol. 89. No.


05. Hal : 414-419.
Wijayanti, Fivien. 2010. Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat
Glacial Terhadap Kualitas Nata tari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa.
Jurnal Industria. Vol. 01. No. 02. Hal : 86-93.

Anda mungkin juga menyukai