MIKROBIOLOGI INDUSTRI
DisusunOleh:
Kelompok 7
THP A
Alifa Nur Imawati
H3114004
H3114010
Erma Kusumawati
H3114031
H3114049
Kharisma Enggar
H3114052
ACARA III
NATA
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Mikrobiologi Industri acara III Nata adalah :
1. Memahami dan mampu mempraktikkan pembuatan nata.
2. Mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nata beserta
fungsinya.
3. Mengetahui pengaruh sumber C (Carbon) dan sumber N (Nitrogen)
terhadap nata yang dihasilkan.
B. Tinjauan Pustaka
Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu nadar yang berarti
terapung-apung. Nata sendiri sebenarnya merupakan pelikel atau polisakarida
ekstraseluler yang dihasilkan dari bakteri Acetobacter xylinum, terakumulasi
pada bagian permukaan cairan dan terapung-apung. Terapungnya biomassa
yang sebagian besar terdiri atas selulosa disebabkan oleh adanya gas-gas CO 2
yang dihasilkan selama proses metabolisme dan menempel pada fibril-fibril
pelikel sehingga menyebabkan terapung. Petumbuhan Acetobacter xylinum
dalam medium yang sesuai akan menghasilkan massa berupa selaput tebal pada
permukaan medium. Selaput tebal tersebut mengandung 35-62% selulosa,
terbentuk di permukaan dan merupakan hasil akumulasi polisakarida
ekstraseluler yang tersusun oleh jaringan mikrofibril/pelikel. Pelikel tersebut
adalah tipe selulosa yang mempunyai struktur kimia seperti selulosa yang
dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Purwanto, 2012).
Nata merupakan jenis makanan hasil fermentasi oleh bakteri
Acetobacter xylinum. Makanan ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih,
transparan, dan kenyal dengan rasa mirip kolang-kaling. Produk ini banyak
digunakan sebagi pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan
lainnya. Nilai gizi makanan ini sangat rendah sekali, kandungan terbesarnya
adalah air yang mencapai 98%. Karena itu, produk ini dapat dipakai sebagai
sumber makan rendah energi untuk keperluan diet. Nata juga mengandung
serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi.
Produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses
pencernaan dalam tubuh (Suprihatin, 2010).
Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari
buah yang mengandung glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat
dan benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang
kokoh dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan
ke dalam media itu berupa benang-benang yang bersama-sama dengan
polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan
nata. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan
Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri
tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula
menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada
air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang
akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan (Novitasari, 2015).
Nata de coco adalah jenis komponan makanan yang merupakan
senyawa selulosa (dietary fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia) yang dikenal dengan nama
Acetobacter xylinum. Nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut
dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan
beberapa sari buah masam. Nata de coco merupakan jenis nata dengan medium
fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan memanfaatkan air
kelapa untuk difermentasi secara aerob dengan bantuan mikroba. Sebagai
makanan berserat, nata de coco memiliki kandungan selulosa sekitar 2,5% dan
lebih dari 95% kandungan air. Nata de coco memiliki kandungan serat kasar
2,75%, protein 1,5-2,8%, lemak 0,35% dan sisanya air (Hidayat dkk, 2006).
Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan
senyawa selulosa (dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses
fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal
sebagai bibit nata. Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan
nama Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinumdapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan
Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dengan demikian nata dapat
didefinisikan sebagai jaringan selulosa yang terapung diatas cairan setelah
proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi (Pambayun, 2002).
Nata de soya merupakan makanan penyegar seperti agar-agar yang
dapat dicampur pada es buah (koktil). Nata de soya mirip dengan nata de coco
yang telah banyak beredar di pasaran, hanya saja dalam pembuatannya
menggunakan air tahu (whey). Air tahu (whey) merupakan air sisa
penggumpalan tahu. Air tahu (whey) dapat digunakan dalam pembuatan tahu
sebagai bahan penggumpal, tetapi karena kebutuhannya lebih sedikit di
bandingkan limbah yang diperoleh maka air tahu banyak yang dibuang
sehingga mencemari lingkungan. Cairan seperti susu segar ini akan lebih
berguna bila dimanfaatkan atau diolah menjadi nata de soya. Hal ini mungkin
dilakukan karena air tahu masih mengandung bahan-bahan organik (protein,
lemak, karbohidrat) yang bisa digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
nata (Sarwono, 1999).
Jaringan putih yang tumbuh dan berkembang di permukaan air teh
manis, yang disebut nata. Nata tersebut berbentuk lempengan putih, agak
transparan, kokoh, kenyal, dan liat. Produk nata semacam ini juga dapat
dihasilkan dengan memfermentasikan air kelap (nata de coco), nanas (nata de
pina), dan limbah tahuatauwhey (nata de soya). Nata yang diperoleh dari
fermentasi air teh manis (nata de tea), dapat dimanfaatkan untuk membuat
beberapa jenis produk olahan pangan, diantaranya adalah manisan. Adapun
pembuatan manisan Nata Jamsi, terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pengolahan, dan tahap finishing (Suprapti, 2003).
Selulosa adalah polimer glukosa linear obligasi -1,4-glikosidik dengan
berbagai polimerisasi. Acetobacter xylinum adalah jenis bakteri yang
menghasilkan selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan. Acetobacter
xylinum merupakan bakteri gram negatif dengan batang pendek, yang mampu
urea.
Hal
ini
membuktikan
bahwa
Acetobacter
xylinum
Acetobacter xylinumdapat tumbuh pada etanol, asetat, suksinat, atau Lmalat. Pertumbuhan tersebut didampingi pembentukanpellicles kasar pada
permukaan mediatumbuh. Pellicles diidentifikasi sebagai selulosa atas dasar
sifat kimia, sifat kelarutan, penyerapan dan spektrainframerah. Dalam media
pertumbuhan gula,Acetobacter xylinum menunjukkan bahwa karbohidrat
dioksidasi dengan cara yang pentosa siklus. Sedangkan dalam asam
organik,Acetobacter xylinum teroksidasi dengan cara siklus sitrat yang juga
berpartisipasi dalam gula oksidasi (Elhanan, 1963).
Pada pembuatan nata, diperlukan tambahan sukrosa yang merupakan
sumber karbon bagi mikrobia dan ekstrak kecambah yang merupakan sumber
nitrogen. Kedua bahan tersebut sebenarnya akan menaikkan kadar COD bagi
limbah, akan tetapi setelah bakteri Acetobacterxylinum memanfaatkan bahanbahan tersebut untuk pertumbuhan dan pembentukan nata, dengan sendirinya
kandungan bahan organik tersebut akan menurun juga, sehingga hal ini akan
menurunkan kadar COD karena kebutuhan oksigen untuk merombak bahan
organik tersebut semakin sedikit. Pada medium yang mengandung gula, bakteri
Acetobacter xylinum dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk
suatu polisakarida yang tidak beracun yang dikenal dengan nama ekstraseluler
selulosa. Energi yang timbul dari proses perombakan gula tersebut digunakan
untuk menjalankan metabolisme zat dalam sel bakteri tersebut (Nisa, 2002).
Hal-hal yang diperhatikan dalam pembentukan nata, yang pertama
adalah sterilisasi peralatan, untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh
mikroba penggangu, peralatan yang akan digunakan seperti panci, baki plastik
atau kaca, mangkuk plastik, gelas penakar volume cairan. Dibilas terlebih
dahulu dengan air panas, kemudian dikeringkan dengan kertas tissue atu kain
yang bersih. Kedua adalah penambahan bahan media, untuk menghasilkan nata
de corn, jagung sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum perlu
ditambahkan gula pasir 30 gram dan juga amonuim sulfat atau urea sebanyak 2
gram. Ketiga adalah panen dan penyiapan untuk konsumsi, setelah fermentasi
berlangsung selama 12-14 hari akan terbentuk lapisan nata dengan ketebalan
15 cm. Nata dipanen dengan cara mengangkatnya dengan garpu bersih agar
media yang berfungsi sebagai cairan bibit tidak tercemar. Sebaiknya pada saat
panen disediakan media yang baru untuk pembuatan berikutnya. Nata
kemudian dipotong-potong dalam bentuk kubus atau sesuai selera, lalu
direndam dalam air yang kerap diganti unntuk menghilangkan sifat rasa asam.
Untuk penyimpanan dan konsumsi nata dimasak dalam larutan gula pasir 20 %
atau 200 gr/liter air (Rizal dkk, 2013).
Menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 1996 karakteristik
nata yang harus diperhatikan adalah aroma, rasa, warna, dan tekstur yang
normal serta kandungan seratnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik nata adalah lama fermentasi. seiring dengan lama fermentasi
pertumbuhan akan menurun secara perlahan, karena berkurangnya kadar gula
dan timbulnya asam sebagai hasil metabolit dari fermentasi tersebut. Ketebalan
paling baik terjadi pada lama fermentasi hari ke-13, hal ini menggambarkan
bahwa lama fermentasi mempengaruhi aktivitas bakteri Accetobacter xylinum
dalam menghasilkan nata (Putriana, 2013).
C. Metodologi
1. Alat
a. Panci
b. Pemanas
c. Pengaduk irus
d. Saringan
e. Nampan
f. Bunsen
g. Gelas ukur
h. Pipet ukur
i. Pro pipet
j. Koran
k. Karet gelang
l. Timbangan
2. Bahan
a. Air kelapa
b. Santan
c. Limbah cair tahu
d. Aquades
e. Gula pasir
f. Pupuk urea
g. Amonium sulfat
h. Asam asetat (cuka)
i. Starter Acetobacter xylinum
3. Cara Kerja
Air kelapa, santan, air limbah
tahu, atau aquades 1 liter
Gula
(NH4)2SO4
Urea
: 30 gram
: 4 gram
: 4 gram
Pendinginan
Cuka
: 10 ml
Starter : 100 ml
Pendinginan
Nata
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Nata
Tebal
+++
+++
++
+
++++
-
menyerupai
gel
(agar-
agar)
yang
terapung
pada
medium
cacao, yaitu nata yang dibuat dari cairan pulp kakao (Pratiwi, 2006). Nata de
cassava, yaitu jenis nata dari pengolahan limbah cairtepung singkong
(Misgiyarta, 2010). Nata de pina, yaitu nata yang dibuat dari buah atau limbah
nanas yang berupa kulit, empulur dan mata nanas serta buah nanas masak
optimum yang diblender dengan tambahan air (Iskandar dkk, 2010). Nata de
banana, yaitu nata yang dibuat dari cairan limbah kulit pisang (Rossi, 2008).
Nata de aren, yaitu nata yang dibuat dari air buah kelapa maupun nira kelapa
(Hartati dan Palennari, 2010). Nata de soya, yaitu jenis nata dari pengolahan air
whey tahu atau limbah cair tahu(Nugraheni, 2013). Nata de corn, yaitu jenis
nata dari pengolahan air rebusan jagung (Nurfiningsih, 1999).
Acetobacter xylinum merupakan bakteripenghasil selulosa atau selulosa
mikrobia. Bakteri ini bersifat gram negatif, tidak membentuk endospora, aerob,
tidak melakukan fermentasi alkohol, dapat memproduksi selulosa, serta
berbentuk bulat lonjong sampai batang pendek. Selama fermentasi bakteri
Acetobacter
xylinummemecah
gula
(sukrosa)
menjadi
glukosa
dan
Santan dan air kelapa sudah umum dijadikan bahan baku pembuatan
nata karena mengandung jenis gizi yang hampir sama (protein, lemak,
karbohidrat, mineral dan vitamin). Perbedaan yang mencolok terdapat pada
kandungan lemak santan yang jauh lebih tinggi dibandingkan air kelapa, yaitu
35% pada santan dan 1,5% pada air kelapa. Kandungan lemak yang cukup
tinggi pada santan dapat diturunkan dengan cara melakukan pengenceran
dengan penambahan air (Ketaren, 1986). Menurut Palungkun (1993), lemak
pada media fermentasi nata de coco berfungsi sebagai pembentuk prekursor
pada membran sel Acetobacter xylinum yang kemudian akan keluar bersamasama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel.
Whey tahu memiliki kandungan nitrogen 1,36%, gula reduksi 1,40%
dan pH 5,0 limbah ini dapat diolah dengan bantuan bakteri Acetobacter
xylinum yang menghasilkan produk berupa nata. Limbah tahu masih
mengandung senyawa organik terutama protein dan karbohidrat yang cukup
tinggi. Untuk memperoleh hasil nata yang optimal diperlukan nutrisi secara
eksogen berupa sumber karbon dan nirogen. Sistem biologis mikrobia dapat
menggunakan limbah tahu untuk sintesis dan respirasi endogenous, dan dengan
penambahan nutrisi secara eksogenous, sintesis dan respirasi berlangsung lebih
banyak (Nisa, 2002).
Penambahan gula (sukrosa) akan meningkatkan jumlah lapisan-lapisan
selulosa atau serat yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum. Acetobacter
xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan
asam lemak membentuk prekursor pada membrane sel. Prekursor ini keluar
bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa
diluar sel. Selulosa yang terbentuk didalam media berupa benang-benang yang
bersama dengan polisakarida membentuk jaringan yang terus menebal menjadi
lapisan nata (Suryani, 2005).
Ammonium sulfat (ZA) merupakan sumber nitrogen yang biasa
digunakan dalam pembuatan nata karena mudah diperoleh dan relatif murah.
Penggunaan ammonium sulfat sebesar 0,5% menghasilkan rendemen nata de
coco sebesar 70,64% dengan warna putih penggunaan ekstrak khamir
Dalam pemanasan ini ditambahkan 7,5% gula dari volume air kelapa (75 g
gula untuk 1 liter bahan). Pendinginan dilakukan pada suhu kamar. Setelah
dingin, ditempatkan dalam wadah steril, tingkat keasamannya diatur dengan
menambahkan asam cuka sampai pH 4-5. Kemudian dilakukan penambahan
bakteri starter dan diinkubasi atau diperam selama 2 minggu. Pada pemeraman
ini, wadah ditutup rapat dengan plastik. Suhu pemeraman terbaik adalah 30C.
Air akan menggumpal, menghasilkan nata yang telah siap untuk dipanen
(Suprihatin, 2010).
Dalam percobaan pembuatan nata digunakan beberapa bahan utama
diantaranya adalah air kelapa, santan, limbah cair tahu dan aquades. Bahan
pembantu yang dibutuhkan adalah gula pasir 30 gr, pupuk urea 4 gr, amonium
sulfat 4 gr, larutan asam asetat atau cuka 10 ml dan starter Acetobacter xylinum
sebanyak 100 ml. Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan memanaskan
dan melarutkan gula pasir, pupuk urea dan amonium sulfat ke dalam bahan cair
untuk membuat nata sebangak 1 liter hingga mendidih kurang lebih selama 15
menit. Selanjutnya dilakukan proses pendinginan hingga suhu larutan tersebut
berada pada suhu ruang, karena starter akan mengalami kematian jika berada
pada suhu yang terlalu tinggi. Larutan yang telah dingin dimasukkan ke dalam
wadah nampan sambil disaring dengan kondisi tetap aseptis. Kemudian
dilakukan penambahan larutan asam asetat dan starter Acetobacter xylinum.
Wadah nampan ditutup dengan menggunakan koran untuk menjaga proses
fermentasi nata selama 1 minggu. Setelah fermentasi selesai maka dilakukan
pencucian nata yang terbentuk dan diamati nilai berat serta ketebalan nata. Jika
dikaitkan dengan teori menurut Suprihatin (2010), maka terdapat beberapa
perbedaan teknik yang dilakukan dalam percobaan pembuatan nata diantaranya
adalah bahan yang digunakan baik air kelapa, santan, limbah cair tahu dan
aquades tidak disaring terlebih dahulu ketika akan diproses. Selain itu, lama
waktu penginkubasian nata tidak dilakukan selama 2 minggu melainkan hanya
1 minggu, dan penggunaan penutup wadah steril ketika penginkubasian tidak
menggunakan plastik melainkan koran,
sel.
Prekursor
ini
keluar
bersama-sama
enzim
yang
sangat tebal. Namun untuk santan, limbah cair tahu dan aquades tidak dapat
membentuk dan menghasilkan nata. Hal tersebut disebabkan proses fermentasi
nata mengalami kontaminasi dari koran yang digunakan sebagai tutup akibat
tercelup kedalam larutan. Menurut Putriana (2013), hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pembentukan nata salah satunya adalah sterilisasi
peralatan, untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh mikroba penggangu,
peralatan yang akan digunakan seperti panci, baki plastik atau kaca, mangkuk
plastik, gelas penakar volume cairan. Dengan demikian maka tercelupnya
koran ke dalam larutan yang diinkubasi akan sangat berpengaruh dan
mengakibatkan kegagalan pembentukan nata akibat kontaminasi larutan oleh
koran tersebut.
Jika dibandingkan dengan teori menurut Novianti (2003), maka hasil
percobaan telah sesuai dimana nata terbaik yang dihasilkan adalah nata de
coco. Kualitas nata terbaik dan terbanyak mencapai pada pH 5,0 dan 5,5 dalam
media air kelapa dan pada suhu kamar. Di dalam pertumbuhannya, Acetobacter
xylinum memerlukan sumber nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan
dalam proses yang terkontrol dalam medium air kelapa. Air kelapa
mengandung sebagian sumber nutrisi yang dibutuhkan Acetobacter xylinum
untuk tumbuh dan membentuk nata meskipun kebutuhan akan substrat makro
seperti sumber C dan N masih harus tetap ditambah agar hasil nata yang
dihasilkan optimal (Hamad, 2013).
Menurut Tari (2010),faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
nata adalah kandungan gula, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin di dalam
larutan. Proses produksi nata sangat dipengaruhi oleh umur starter, lama
fermentasi, tingkat keasaman medium dan ruangan produksi.Untuk efisiensi
dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi rendemen lebih baik digunakan
wadah yang berbentuk segi empat dan luas permukaan yang relatif besar. Hal
ini disebabkan karena kondisi yang demikian ini pertukaran oksigen dapat
berlangsung dengan baik (Novianti, 2003).Untuk menghasilkan massa nata
yang kokoh, tebal, kenyal putih, dan tembus pandang perlu diperhatikan suhu
inkubasi (fermentasi), komposisi dan pH atau keasaman medium, selain itu
DAFTAR PUSTAKA
Afreen, S. S. and Lokeshappa B. 2014. Production of Bacterial Cellulose from
Acetobacter xylinum Using Fruits Wastes as Substrate. The International
Journal of Science and Technoledge. Vol. 02. No. 08.
Edria, D., M.Wibowo dan K. Elvita. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula
dan Kadar Nitrogen terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata de
Coco. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan. Bogor.
Elhanan, Zippora Gromet and Shlomo Hestrin. 1963. Synthesis of Cellulose by
Acetobacter
Xylinum
Vi.
Growth
on
Citric
Acid-Cycle
Intermediates.Journal of Bacteriol. Vol. 85. No. 02. Hal :284.
Hamad, Alwani. 2013. Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil
Fermentasi Nata De Coco. Vol. 09. No. 01. Hal : 62-65.
Hartati dan Palennari, M., 2010. Pengaruh Umur Biakan Acetobacter Cylinum
terhadap Rendemen Nata Aren. Jurnal Chemical. Vol. 11. No. 01. Hal : 65
-70.
Hidayat, Nur., Masdiana C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Andi Offset. Yogyakarta.
Iskandar, Zaki, M., S. Mulyati., U. Fathanah., I. Sari dan Juchairawati. 2010.
Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. Vol. 07. No. 03. Hal : 105-111.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Lapuz, M., et al. 1967. The Nata Organs Cultural Requirments Characteristics
and Identity. Journal of Science. Vol. 96. Hal : 91-96.
Lehninger. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Lestari, Puji., Nitariani Elfrida., Ani Suryani and Yadi Suryadi. 2014. Study on the
Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using AgroWaste. Journal of Biological Sciences. Vol. 07. No. 01. Hal : 75-80.
Misgiyarta. 2010. Produksi Nata de Cassava dengan Substrat Limbah Cair
Tapioca. Jurnal Pascapanen.
Nisa, Fithri Choirun. 2002. Penurunan Tingkat Pencemaran Limbah Cair (Whey)
Tahu pada Produksi Nata de Soya (Kajian Waktu Inkubasi). Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 03. No. 02.
Novianti, Hendrizon. 2003. Pembuatan Nata de Soya dari Limbah Cair Pabrik
Tahu. Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Hal : 9-19.
Novitasari, Ani. 2015. Fermentasi dan Teknologi Enzim, Produk Beserta Cara
Pembuatannya.
Nugraheni, Mutiara. 2013. Nata dan Kesehatan. Jurnal Pangan. Vol. 30. No. 20.
Hal : 185-195.
Nurfiningsih. 1999. Pembuatan Nata de Corn dengan Acetobacter Xylinum,
Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Hal : 1-12.
Palungkun, Rony. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya.
Yogyakarta.
Pambayun, Rindit. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius.
Yogyakarta.
Pratiwi, E. 2006. Karakteristik Nata dari Pupl Kakao Mulia (Theobroma Cacao
L.) dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Sukrosa. Jurnal teknologi
Pangan dan hasil pertanian. Vol. 05. No. 02. Hal : 81-85.
Purwanto, Agus. 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis
Kulit Pisang. Jurnal Widya Warta. Vol. 36. No. 02. Hal : 210-224.
Putriana, Indah dan Siti Aminah. 2013. Mutu Fisik, Kadar Serat dan Sifat
Organoleptik Nata de Cassava Berdasarkan Lama Fermentasi. Jurnal
Pangan dan Gizi. Vol. 04. No. 07.
Rizal, Hardi Mey., Dewi Masria Pandiangan dan Abdullah Saleh. 2013. Pengaruh
Penambahan Gula, Asam Asetat dan Waktu Fermentasi terhadap Kualitas
Nata De Corn.Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19. No. 01. Hal : 34-39.
Rossi, E., U. Pato dan S.R. Damanik.2008. Optimalisasi Pemberian Ammonium
Sulfat Terhadap Produksi Nata De Banana Skin. Sagu Vol. 07. No. 02. Hal
: 30-36.
Sarwono, B dan Yan Pieter Saragih. 1999. Membuat Aneka Tahu. Penebar
Swadaya. Yogyakarta.
Setyantini, Ririn. 2011. Laporan Tugas Akhir Konsep Pengendalian Mutu dan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava.
Suprapti, Ir. M. 2003. Teh Jamsi dan Manisan Nata Berkhasiat Obat. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa University Press. Surabaya.
Suryani, Ani., Eriza Hambali dan Prayoga Suryadarma. 2006. Membuat Aneka
Nata. Penerbit Penebar Swadaya.
Sutarminingsih, Lilies. 2004. Peluang Usaha Nata De Coco. Kanisius.
Yogyakarta.
Tari, A. Intan Niken., Catur Budi Handayani dan Sri Hartati. 2010. Pembuatan
Nata de Coco: Tinjauan Sumber Nitrogen terhadap Sifat Fisiko-Kimianya.
Widyatama. Vol. 19. No. 02.
Verschuren, Peter G., Thomas D. Cardona., M. J. Robert Nout., Kees D. De
Gooijerand Johannes C. Van Den Heuvel. 2000. Location And Limitation
Of Cellulose Production By Acetobacter Xylinum Established From