Anda di halaman 1dari 5

Studi Pengaruh Penambahan Urea dan Ammonium Sulfat pada

Hasil Fermentasi Berbagai Jenis Nata


Rachma Yayank Moeztamy*
University of Surabaya, Surabaya 60123, Indonesia

Abstrak

Nata adalah makanan fungsional yang merupakan dietary fiber. Nata merupakan polisakarida yang menyerupai gel yang
terapung di permukaan yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata ini dapat digunakan sebagai dessert dan kaya
akan serat. Pembentukan nata sangat membutuhkan nutrisi nitrogen. Hal ini perlunya mengetahui jenis sumber nitrogen dan
komposisi yang tepat dalam fermentasinya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan sumber nitrogen berupa urea
dan amonium sulfat terhadap hasil ketebalan dan kadar air dari hasil fermentasi nata de boras, nata de soya dan nata de coco.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa urea dan ammonium sulfat memberikan hasil yang berbeda-beda pada jenis nata yang
dihasilkan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi sumber nitrogen berupa urea dan Ammonium sulfat yang
tepat agar memperoleh hasil terbaik nata.

Kata Kunci: fermentasi, nata, urea, Ammonium sulfat.

1. Latar Belakang

Nata adalah makanan fungsional yang merupakan dietary fiber. Nata merupakan polisakarida yang menyerupai
gel yang terapung di permukaan yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata merupakan produk pangan
yang berbentuk seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Struktur ini terbentuk dari selulosa
yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum yang merupakan suatu agregat selulosa murni yang tidak mengandung
hemiselulosa, pektin dan lignin. Dalam perkembangannya, saat ini nata tidak hanya dibuat dari air kelapa, namun
bermacam-macam media dari limbah pengolahan pangan dapat digunakan dengan syarat cukup sumber karbon dan
nitrogen serta persyaratan tumbuh yang lain seperti pH dan suhu. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
nata dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber substrat, antara lain air limbah tahu, kulit nanas, limbah nira tebu,
limbah kulit jeruk , bengkoang. [1]. Proses pembuatan nata diperlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Pertumbuhan Acetobacter xylinum
dalam medium yang cocok dapat menghasilkan massa berupa selaput tebal pada permukaan medium. Selaput

* Corresponding author. Tel.: +81358340009


E-mail address: rmoezthamy@gmail.com

Selection and peer-review under responsibility of the Scientific Committee of


Rachma Yayank M/

tersebut mengandung 35-62 % selulosa. Lapisan tebal pada permukaan medium tersebut merupakan hasil akumulasi
polisakarida ekstraselluler (Nata). Nata tersusun oleh jaringan mikrofibril/pelikel yang merupakan tipe selulosa yang
mempunyai struktur kimia seperti selulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi. Di dalam pertumbuhannya,
Acetobacter xylinum memerlukan sumber nutrisi C, H, dan N serta mineral dan dilakukan dalam proses yang
terkontrol dalam medium. Kebutuhan akan substrat makro seperti sumber C dan N masih harus tetap ditambah agar
hasil nata yang dihasilkan optimal, sehingga kekurangan nutrisi yang diperlukan harus ditambahkan dalam proses
fermentasi. Sebagai sumber carbon dapat ditambahkan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan tepung. Sumber karbon
fruktosa memberikan hasil yang terbaik sebagai sumber karbon. Sedangkan sebagai sumber nitrogen dapat
ditambahkan urea ataupun ammonium sulfat [2].
Ammonium sulfat merupakan pupuk buatan berbentuk kristal dengan rumus kimia (NH4)2SO4 yang mengandung
unsur hara nitrogen dan belerang. Senyawa ini bersifat tidak higroskopis dan baru akan menyerap air bila
kelembaban nisbi sudah 80% pada suhu 30ºC. Ammonium sulfat dapat digunakan sebagai sumber nitrogen untuk
membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan nata. Selain sebagai sumber nitrogen
Ammonium sulfat juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter acetii yang merupakan bakteri pesaing
dari Acetobacter xylinum. SNI 02-1760-2005 mensyaratkan kandungan nitrogen untuk Ammonium sulfate minimal
25%. Kandungan nitrogen yang tinggi pada senyawa ini dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk
menunjang kebutuhan hidupnya. Nata dengan penggunaan Ammonium sulfat sebagai sumber nitrogennya
sebenarnya tidak terlalu membahayakan karena ketika sudah menjadi nata, Ammonium sulfat tidak lagi berbentuk
ammonium. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh fisik nata dengan penambahan sumber nitrogen berupa
Ammonium sulfat yang memberikan hasil yang terbaik Kondisi fisik yang akan dikaji yaitu yield, ketebalan ,
rendemen, kadar serat kasar dan kadar air.

2. Literature Review

2.1. Nata

Nata dapat digolongkan sebagai makanan kesehatan atau makanan diet karena mengandung selulosa (dietary
fiber) yang bermanfaat dalam proses pencernaan dalam usus halus manusia dan dalam proses penyerapan air dalam
usus besar [3]. Bahan makanan ini telah dikenal luas di kalangan masyarakat sebagai makanan berkalori rendah,
tinggi serat, kenyal seperti jelly, dan umumnya digunakan sebagai makanan pencuci mulut, bahan pencampur fruit
cocktail, pudding dan lain-lain. Dalam perkembangannya, saat ini nata tidak hanya dibuat dari air kelapa, namun
bermacam-macam media dari limbah pengolahan pangan dapat digunakan dengan syarat cukup sumber karbon dan
nitrogen serta persyaratan tumbuh yang lain seperti pH dan suhu. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
nata dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber substrat, antara lain air limbah tahu, kulit nanas, limbah nira
tebu, limbah kulit jeruk , bengkoang. Acetobacter xylinum digunakan sebagai pembentuk nata karena
kemampuannya merubah gula menjadi selulosa. Acetobacter xylinum dapat mengubah 19% gula menjadi selulosa.
Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa benang-benang bersama-sama dengan polisakarida
membentuk jalinan yang terus menerus menebal menjadi lapisan nata.

2.2. Proses Fermentasi Nata

Proses fermentasi nata dimulai dari menyiapkan starter kemudian bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya
mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus sampai mendidih selama 15 menit. Gula pasir dan asam
cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata. Larutan yang masih panas tersebut dimasukan ke dalam loyang
plastik atau baki. Loyang ditutup kertas koran dan diikat kuat, kemudian dibiarkan dingin. Kemudian starter
dimasukan ke dalam loyang, kemudian fermentasi selama satu minggu. Ada beberapa hal yang berpengaruh pada
proses pembuatan nata antara lain, pengaruh sumber karbon dimana senyawa sumber karbon yang dapat digunakan
dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata
dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara, yang paling
banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir. Lalu ada pengaruh sumber
nitrogen, yang mana sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang paling
Rachma Yayank Moeztamy/

baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun
amonium sulfat dan amonium fosfat (dipasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan yang paling cocok digunakan
dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan
murah seperti urea. Tetapi, secara teknis urea kurang menguntungkan dibandingkan ZA. Kelebihan penggunaan ZA
adalah dapat menghambat atau mempersulit pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti yang merupakan pesaing
Acetobacter xylinum. Kemudian pengaruh tingkat keasaman, Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5,
bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam
suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolisme selnya. Oleh karena itu, apabila starter nata
ditumbuhkan dalam botol yang sebelumnya dicuci dengan air detergen dan pembilasanya tidak bersih, maka bibit
nata akan sulit ditumbuhkan, karena lingkunganya bersifat basa [4].

2.3. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat pada hasil fermentasi nata de boras

Lontar atau Siwalan (Borassus flabellifer Linn) adalah jenis palma yang serba guna. Komponen utamanya
selain air adalah karbohidrat dalam bentuk sukrosa. Sedangkan komponen lainya adalah jumlah yang relatif kecil,
yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral. Susunan komponen tersebut memungkinkan dapat direkayasa lebih
lanjut untuk menjadi berbagai produk baru seperti aneka pemanis, minuman ringan (tuak, anggur dan nata), asam
cuka, alkohol dan juga sebagai media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme terutama bakteri dan khamir [5].

Dari hasil pengukuran tebal pelikel nata de boras yang dihasilkan dari penelitian dengan menggunakan
jangka sorong, didapatkan bahwa penambahan urea menghasilkan hasil yang cukup tebal pada konsentrasi urea
0,8% yaitu sebesar 1,5767 cm. Sedangkan pada penambahan Ammonium sulfat hasil yang tertinggi dihasilkan pada
konsentrasi 0,5% dengan ketebalan 1,3533 cm. Dari rata-rata ketebalan nata yang dihasilkan, penambahan urea
memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan Ammonium sulfat. Bakteri Acetobacter xylinum
akan membentuk nata pada permukaan medium yang mengandung gula. Bakteri ini dalam kondisi optimum
memiliki kemampuan untuk memproduksi nata dan jika pertumbuhan bakteri optimum maka ketebalan nata yang
dihasilkan akan menjadi lebih baik. Pada penentuan kadar air nata de boras juga dipengaruhi oleh penambahan
ammonium sulfat maupun urea. Rata-rata nilai kadar air yang dihasilkan pada penambahan Ammonium sulfat
cenderung lebih tinggi dibanding dengan penambahan urea yaitu sebesar 97,388%, sedangkan pada urea 96,628%.
Kandungan kadar air pada nata akan mempengaruhi tekstur nata yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air maka
tekstur nata menjadi tidak lunak (alot) dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan kadar air yang tinggi mengandung serat
yang lebih rendah, sehingga jaringan selulosa lebih longgar dan air mudah masuk yang akan menghasilkan tekstur
nata tidak lunak (alot). Sebaliknya, kadar air yang rendah mengandung serat yang tinggi, menyebabkan jaringan
selulosa menjadi rapat dan air susah masuk sehingga tekstur nata yang dihasilkan lunak (kenyal).

Sumber Nitrogen Konsentrasi (%) Ketebalan (cm) Kadar Air (%)


Urea 0,2 1,2733 96,5503
0,5 1,435 96,8119
0,8 1,5767 96,5158
Ammonium Sulfat 0,2 1,26 97,421
0,5 1,3533 97,336
0,8 1,165 97,4068

Tabel 2.3.1. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat terhadap ketebalan dan kadar air pada hasil fermentasi nata de
boras.
Rachma Yayank M/

2.4. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat pada hasil fermentasi nata de soya

Pada penelitian ini mengambil limbah cair tahu sebagai bahan sumber serat selulosa yang dikenal
dengan nata de soya. Dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum limbah cair tahu dapat dimanfaatkan
sebagai sumber serat selulosa. Limbah cair tahu dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum.
Berdasarkan dari hasil penelitian ketebalan dan berat nata yang diperoleh dari limbah cair tahu
menunjukkan bahwa penambahan ammonium sulfat dan urea berpengaruh terhadap ketebalan nata dari
limbah cair tahu. Pada penambahan urea ketebalan tertinggi didapatkan saat penambahan urea sebanyak 10
gram dengan ketebalan 0,9cm, sedangkan pada penambahan Ammonium sulfat didapatkan hasil yang jauh
lebih tinggi dibanding dengan urea yaitu saat penambahan 20 gram dengan ketebalan 1,7cm. Ketebalan
dari nata de soya yang diperoleh menandakan banyaknya kandungan kimia dari nata de soya, misalnya
kadar air, kadar serat, dan senyawa- senyawa lain dalam nata de soya. Kadar air yang diperoleh dari hasil
fermentasi nata de soya didapatkan hasil terendah dari penambahan ammonium sulfat 20 gram dengan hasil
94,23% dan penambahan urea 10 gram diperoleh 97,98%. Apabila nata yang terbentuk semakin tebal,
maka ruang yang tersedia bagi air menjadi lebih sedikit sehingga kadar air menjadi rendah. Sedangkan
peningkatan kadar air disebabkan pada nata dari limbah cair tahu yang dihasilkan mempunyai pori-pori
besar. Sehingga kandungan air yang tinggi pada nata de soya diduga karena adanya komponen utama nata
de soya itu sendiri yaitu air [6].
Sumber Nitrogen Konsentrasi (gr) Ketebalan (cm) Kadar Air (%)
Urea 10 0,9 97,98
15 0,7 98,01
20 0,1 99,74
Ammonium Sulfat 10 1,3 95,11
15 1,1 97,35
20 1,7 94,23
Table 2.4.1. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat terhadap ketebalan dan kadar air pada hasil
fermentasi nata de soya.

2.5. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat pada hasil fermentasi nata de coco

Nata de coco adalah produk pangan yang berbentuk seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan
bertekstur kenyal. Struktur ini terbentuk dari selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum yang merupakan
suatu agregat selulosa murni yang tidak mengandung hemiselulosa, pektin dan lignin. Proses pembuatan nata de
coco, diperlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu sumber karbon, sumber
nitrogen, vitamin dan mineral. Air kelapa yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri nata hanya dapat
mencukupi kebutuhan gula dan mineral, sedangkan untuk sumber nitrogen perlu ditambahkan dari luar [7].

Dari hasil penelitian penambahan urea pada nata de coco memberikan hasil nata yang tinggi saat pemberian
urea sebanyak 5gram dengan ketebalan 1,311 cm, sedangkan pada penambahan ammonium sulfat hasil yang tinggi
juga pada penambahan 5gram tetapi hasilnya lebih kecil dibanding urea yaitu 0,856 cm. Akan tetapi menurut uji
statistik Anova tidak ada perbedaan signifikan tebal nata de coco yang dihasilkan dari keduanya. Ketika biosintesis
selulosa di kultur, fermentasi yang dilakukan Acetobacter xylinum merupakan fermentasi merge dimana selulosa
akan dihasilkan di permukaan yang kontak langsung dengan udara dan dilanjutkan ke dalam sampai permukaan
dadalam wadah fermentasi seiring bertambahnya waktu fermentasi. Hasil ini membuktikan bahwa pada level
permukaan pada kultur di dalam fermentasi, layer selulosa yang dihasilkan telah mencapai maksimum sampai
oksigen tidak dapat berdifusi melewati layer untuk digunakan bakteri dalam biosintesis nata. Berdasarkan hasil
penelitian hasil kadar air yang ada dalam nata de coco pada penambahan 5 gram urea memberikan jumlah air yang
lebih sedikit yaitu sebesar 80,75% dibandingkan dengan penambahan Ammonium sulfat yaitu 87,74%. Ketika nata
yang dihasilkan lebih berat maka mempunyai kecenderungan air yang terkandung di dalamnya semakin sedikit. Hal
Rachma Yayank Moeztamy/

ini menunjukkan bahwa jumlah nitrogen memberikan kontribusi terhadap jumlah selulosa dalam layer nata yang
dihasilkan. Nata yang dihasilkan lebih kompak dengan selulosa sehingga air yang ada dalam matrik nata lebih sediki
[8].

Sumber Nitrogen Konsentrasi (gr) Ketebalan (cm) Kadar Air (%)


Urea 1 0,916 84,74
5 1,311 80,75
Ammonium Sulfat 1 0,742 89,53
5 0,856 87,74
Table 2.5.1. Penambahan Urea dan Ammonium sulfat terhadap ketebalan dan kadar air pada hasil
fermentasi nata de coco.

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian pengaruh pemberian sumber nitrogen berupa urea dan Ammonium
sulfat terhadap kualitas hasil nata. Dimana dapat disimpulkan bahwa penambahan sumber nitrogen berupa urea dan
Ammonium sulfat mempengaruhi hasil ketebalan maupun kadar air. Pada penambahan urea pada nata, rata-rata
dihasilkan ketebalan yang lebih besar dibandingkan penambahan Ammonium sulfat, kecuali perlakuan pada hasil
fermentasi nata de soya. Pada perlakuan nata de boras dan nata de coco nata yang terbentuk memilki ketebalan yang
tinggi dibanding kadar air karena apabila lapisan nata semakin tebal, maka ruang yang tersedia bagi air menjadi
lebih sedikit sehingga kadar air pun menjadi rendah. Pada berbagai penelitian ini hasilnya tidak selalu sama karena
adanya faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian yaitu suhu dan substrat alami yang terdapat pada
starter. Suhu yang digunakan dalam penelitian adalah suhu ruang dimana pengerjaan dilakukan pada waktu yang
berbeda dengan pengerjaan yang lain. Suhu menghasilkan hasil yang berbeda mengingat fluktuasi suhu ruang yang
cukup tinggi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Daftar Pustaka

[1] Edria, D., Wibowo, M. & Elvita, K. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula Dan Kadar Nitrogen Terhadap
Ketebalan, Tekstur Dan Warna Nata De Coco. Bogor: Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan , Ipb.
[2] Pambayun R. 2006. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius, Yogyakarta
[3] Skinner, P. O. N. & Cannon, R. E. 2009. Acetobacter Xylinum: An Inquiry Into Celulose Biosynthesis. The
American Biology Teacher, 62.
[4] Anastasia. N, dan Eddy A. 2008. Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis.
Prosiding.Program Studi Perikanan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran.Bandung.
[5] Haryatni, T. 2010. Mempelajari Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Mutu Fisik dan Stabilitas Warna Nata de
Coco.
[6] Mades Fifendy, Nur Annisah. 2012. Kualitas Nata de Citrullus dengan Menggunakan Berbagai Macam Starter.
Jurnal sainstek. Vol. 4 (2) : 158
[7] Sulistyowati, E. 2008. Pembuatan Nata dari Limbah Buah-buahan sebagai ALternatif Keanekaragaman Makanan
(Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian FMIPA UNY). Yogyakarta
[8] Elisabeth, D. . (2006). Membuat Nata De Kakao untuk Diet. Tabloid Sinar Tani

Anda mungkin juga menyukai