UNDESENSUS TESTIS
Disusun Oleh:
Sarah Savitri 170070201011099
Thalia Virgina Putri Suharli 170070201011107
Rizqi Bagus Setyo Prawiro 170070201011170
Pembimbing:
Pembimbing I: Dr. dr. Besut Daryanto, Sp.B, Sp.U (K)
Pembimbing II: dr. Aditya Airlangga Ekaputra
Disusun Oleh:
Sarah Savitri 170070201011099
Thalia Virgina Putri Suharli 170070201011107
Rizqi Bagus Setyo Prawiro 170070201011170
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
2
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...........5
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 6
2.5 Diagnosis…………………………………………………….……........................14
2.8 Komplikasi………………………………………………………………………….22
2.9 Prognosis………………………………………………………............................22
DAFTAR PUSTAKA......……………………………………………..........................32
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh Scorer dan Farrington…10
Tabel 2. Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelainan UDT ……….………………21
5
BAB I
PENDAHULUAN
proses penurunan testis ke dalam skrotum dimana testis berada pada posisi
kelahiran. Kondisi dimana testis tidak berada pada skrotum sesaat setelah bayi
kondisi dimana testis pada awal kelahiran testis pada intraskrotal dan pada
(AUA, 2014).
Insiden undesensus testis terkait erat dengan umur kehamilan, dan maturasi
bayi. Insidennya 3-6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat
menjadi 30 % pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral
dan UDT bilateral (Kaplan, 2003). Berdasarkan data rekam medik di RSUD Dr.
Saiful Anwar sepanjang tahun 2015 - 2019, didapatkan 41 kasus UDT pada laki-
laki, dengan 20% pada usia diatas 15 tahun dan 80% diketahui pada anak – anak
usia dibawah 18 tahun. Berdasarkan data rekam medik tersebut didapatkan bahwa
kasus yang paling banyak ditemukan ialah undesensus testis unilateral sebanyak
31 kasus. Usia pasien saat mendapatkan terapi sangat penting dikarenakan dapat
Penyebab pasti UDT masih belum banyak diketahui. Penyebab UDT adalah
aspek UDT yang perlu dipelajari, termasuk diantaranya fisiologi penurunan testis,
6
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang seperti radiologis
untuk menentukan letak testis yang tidak teraba. Diagnosis dan terapi dini
Karena kejadian UDT merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering
ditemukan, terjadi pada 1% hingga 4% pada kelahiran cukup bulan dan 1% hingga
45% pada kelahiran neonates laki - laki premature (Sijstermans et al, 2008), serta
mekanisme kejadian UDT yang masih belum banyak diketahui, maka diperlukan
yang tepat untuk anak dengan UDT sehingga tidak terjadi komplikasi di kemudian
hari. Sebagai dokter umum yang bekerja di pelayanan primer harus menyadari
UDT.
testis ?
1.2 Tujuan
testis
7
3. Mengetahui manifestasi klinis dari undesensus testis
1. Memberikan tambahan informasi bagi peserta didik mengenai UDT pada anak.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Undesensus testis (UDT) atau cryptorchidism didefinisikan sebagai gagalnya
proses penurunan testis ke dalam skrotum dimana testis berada pada posisi
kelahiran. Kondisi dimana testis tidak berada pada skrotum sesaat setelah bayi
kondisi dimana testis pada awal kelahiran testis pada intraskrotal dan pada
(AUA, 2014).
2.2 Epidemiologi
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kolon pada tahun 2010, insiden UDT pada
bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat kematangan atau
umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup
bulan. Bayi dengan berat lahir <900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan
dengan berat lahir <1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur
menjadi 1 tahun, insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama
dengan populasi dewasa yang digambarkan pada Tabel 1 sebagai berikut (Kolon,
2010):
9
Tabel 1: Data prevalensi UDT berdasarkan umur oleh (Kolon, 2010)
Usia Berat Lahir Insiden (%)
Prematur 451-910 100.0
911-1810 62.0
1811-2040 25.0
2041-2490 17.0
2721-3630 3.3
3631-5210 0.7
2.3 Etiologi
(Tanagho, 2000):
3. Perlekatan gubernakular
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly),
bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia
samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 % anak-
anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2 ± 9,8% mempunyai saudara laki-
laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki yang
10
mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum (Tanagho,
2000).
2.3.1 Embriologi
migrasi dari yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining
region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yang
berisi prekursor sel-sel sertoli besar yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan
sel-sel leydig kecil dengan stimulasi FSH yang dihasilkan oleh pituitary mulai aktif
Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF
juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel leydig. Pada minggu ke-
plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang
sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimis, vas deferens,
Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Terjadi dalam 2 fase yang
dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual.
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari region abdominopelvic maka testis
akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan
11
Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan yang
Gambar 1. A: Skema penurunan testis pada minggu ke- 8–15 gubernaculum (G)
berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium
cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada
minggu ke- 28-35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual
rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami
perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis
dan memanjang (Hutson &Hasthorpe, 2005).
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan
gubernakulum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan
ujung dari prosesus vaginalis melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Proses
penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan (Sadler,
2000).
12
2.4 Klasifikasi
Sekitar 80% dari UDT dapat diraba dan 20% tidak teraba. UDT teraba
ditemukan testis pada perabaan maka kemungkinan testis berada di dalam perut
atau testis hilang (anorchia). Anorchia ialah hasil dari agenesis testis atau atrofi
sebagai berikut:
2. Inguinal
13
2.5 Diagnosis
Pada penegakkan diagnosis dari undesensus testis dapat berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa, ditentukan dengan posisi testis
apakah teraba atau tidak di dalam skrotum, riwayat operasi pada daerah inguinal,
riwayat terapi hormonal pada ibu untuk reproduksi, riwayat kehamilan kembar,
Kemudian, pada pemeriksaan fisik tentukan lokasi testis. Ada beberapa posisi
anak saat diperiksa yaitu supine, squatting, sitting. Pemeriksaan testis harus dilakukan
dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan
relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah
skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan
tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior
superior menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis
retraksi karena pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang
Ascending testis syndroma ialah testis dalam skrotum atau retraktil, tetapi menjadi
pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan
testis , (4) agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi.
Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa
14
hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali
baik dapat menentukan lokasi UDT tersebut (Schneck & Bellinger, 2000; Tanagho
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis
intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba
menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di
Pemeriksaan Radiologi
inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan
15
testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan
Kolon, 2002).
Hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan kualitas alat yang
testis). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada
anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi
vanishing testis ataupun anorchia. Dengan metode ini akan dapat dievaluasi
(pada anorchia). Kelemahannya selain invasif, juga terbatas pada umur anak-
anak yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad (Schneck
Laparoskopi Diagnostik
teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang
cukup aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak
yang lebih besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya
testis diinguinal (Schneck & Bellinger, 2000;Kolon, 2002). Beberapa hal yang
2002). Tiga hal yang sering dijumpai saat laparoskopi adalah: blind-ending
16
intraabdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas deferens) yang keluar ke-
dalam cincin inguinalis interna (Snodgrass et al, 2011; Kolon et al., 2004).
Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai testis
yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada di daerah inguinal dan
pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena reflek
otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan
aktivitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis
dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu UDT perlu dibedakan dengan
anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini dapat terjadi secara kongenital
memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in
utero atau torsio pada saat neonates (Schneck & Bellinger, 2000; Tanagho &
Nguyen, 2000).
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama hingga saat ini adalah memperkecil risiko
menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah
usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat
untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang
2004).
17
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel
germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan
tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan histologi
testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih
dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan
pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41%
Terapi Hormonal
Terapi hormonal telah dilakukan di Eropa sejak tahun 1930. Hormon yang
Hormon yang paling banyak digunakan adalah HCG (keberhasilan 0-55%) dan
RSCM yang dilaporkan pada tahun 2003 adalah 75% pada UDT yang teraba dan
50% pada yang tidak teraba (Suryawan et al., 2003). Sampai saat ini, di Indonesia
masih merekomendasikan pemberian terapi hormonal pada bayi usia kurang dari
lini pertama untuk UDT adalah operasi dan harus dilakukan pada usia 6-12 bulan.
kemudian hari.
hari oleh karena itu terapi hormonal sebaiknya tidak dianjurkan. Pasien dengan
UDT berisiko menderita keganasan testis di usia dewasa dan orkidopeksi dini
18
Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Tujuan operasi adalah: (1)
mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan
(5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak
testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum yang
19
Gambar 3. Orkidopeksi digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi
dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada skrotum
(A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari insisi abdomen
menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotum
(D) dan dijahit (E) (Docimo, 2000; Schneck & Bellinger, 2000).
20
Gambar 4: Algoritma untuk manajemen UDT oleh The American Urological
Association (Kolon et al., 2004).
Bellinger, 2000):
2. Testis ektopik
3. Terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa prosesus vaginalis
yang terbuka.
Berbagai teknik operasi pada testis yang tidak teraba dapat dilakukan yang
Tabel 2. Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelainan UDT dan Tingkat Keberhasilannya
(Docimo, 2000; Schneck &Bellinger, 2000)
21
2.8 Komplikasi
Komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah keganasan testis dan
infertilitas akibat degenerasi testis. Disamping itu disebut juga terjadinya torsio
testis, dan hernia inguinalis (Sumfest, 2018; Kolon et al., 2004; Wilcox et al., 2001;
a) Hernia Inguinalis
b) Torsio Testis
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis
c) Trauma testis
d) Keganasan
Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 : 2550.
keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali lebih besar terjadi
seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum usia 10 tahun. Karena alasan ini maka
ada pendapat yang mengatakan UDT usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan
e) Infertilitas
Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell. Infertilitas UDT bilateral 90%,
22
yang abnormal post orkidopeksi pada laki-laki umur 21-35 tahun UDT unilateral.
Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT unilateral.
f) Psikologis
Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adolescence) orang tua biasanya
2.9 Prognosis
Tingkat keberhasilan dari terapi hormon (posisi testis di skrotum) bervariasi dari
8% hingga 60%, tergantung dari posisi awal testis dan tipenya. Keberhasilan dari
tatalaksana operatif dari UDT didefinisikan sebagai posisi skrotal dan tidak adanya
atrofi testis, hal ini dipengaruhi oleh tipe UDT, prosedur operasi, dan usia saat
tingkat kesuksesan 85-90%, sedangkan pada testis inguinal >95% (Ong et al.,
Resiko terjadinya keganasan meningkat sebanyak 5-10 kali lebih tinggi pada
laki-laki dengan riwayat unilateral UDT. Tidak diketahui apakah prognosis akan
membaik jika orkidopeksi dilakukan saat anak berusia jauh lebih muda
daripada saat anak berusia lebih lanjut. Namun, suatu meta analisis
menunjukkan bahwa orkidopeksi yang dilakukan saat anak berusia lebih dari 10
tahun memiliki resiko 6 kali lebih tinggi untuk mengalami keganasan, daripada
orkidopeksi yang dilakukan saat anak berusia kurang dari 10 tahun (Hutson, 2009;
Menurut Docimo (2000), kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis
23
intervensi pada tahun pertama kehidupan. Resiko terjadinya keganasan lebih
tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada UDT bilateral: 50% punya
24
BAB III
HASIL PENELITIAN
180
158
160
139
140
120
100
78
80
60 53
42 45
41 41
40
27
23
16 18
20 12
10 87 8
524 457 2234 57 5
113 21 114 4 2445
7
1
7
25
b. Data Kasus Kelainan pada Testis
Testis
5% 11%
1%
2%
1%
ORCHITIS
24% TESTICULAR CANCER
PYOCELE
32% TESTICULAR TORSION
HYDROCELE
24% UDT
VARICOCELE
TESTICULAR TRAUMA
14
12
10
0
<1 tahun 1-5tahun 6-10 tahun 11-15 > 15 tahun
tahun
26
d. Data Penderita Undesensus Testis Berdasarkan Tindakan Terapi
Pertama
35
30
25
20
15
10
0
Lahir-11 tahun 12-17 tahun 18-24 tahun 24-36 tahun >36 tahun
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Unilateral Kanan Bilateral Unilateral Kiri
27
f. Data Penderita Undescended Testis dengan Penyakit Penyerta
25
20
15
10
30
25
20
15
10
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan data rekam medik di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar tahun 2015-
2019 yang digambarkan pada Grafik 3.1 menunjukkan bahwa undesensus testis
menempati penyakit urutan ke 7 dengan jumlah 41 pasien dari total 139 pasien.
Pada Grafik 3.2 menunjukkan bahwa beberapa kasus kelainan pada testis
diantaranya yang terbanyak yaitu torsio testis sebesar 32%, Undesensus testis
merupakan penyebab kedua terbesar dengan jumlah 24%. Kasus ketiga terbanyak
Pada Grafik 3.3 menunjukkan penderita undescended testis pada usia dibawah
1 tahun berjumlah 8 orang, usia 1-5 tahun yaitu berjumlah 12 orang. Sedangkan,
usia 6-10 tahun sebanyak 10 orang, usia 11-15 tahun berjumlah 3 orang dan usia
pertama kali dilakukan pada saat lahir hingga usia 11 tahun berjumlah 30 orang,
pada usia 12-17 tahun sebanyak 3 pasien, usia 24-36 tahun berjumlah 5 pasien,
dan usia diatas 36 tahun sebanyak 3 pasien. Menurut European Society for
Paediatric Urology, usia ideal dilakukannya terapi adalah 12 bulan, dengan usia
undesensus testis yang diketahui setelah usia 2 tahun, seperlima bagian dari sel
tumor germinal
kasus unilateral kiri dan 18 kasus unilateral kanan. Menurut penelitian yang
29
dilakukan oleh Abaci et al di Amsterdam pada tahun 2014, undescended testis
paling banyak terjadi pada sisi unilateral dibandingkan dengan bilateral dengan
perbandingan kiri dan kanan 3:7. Menurut penelitian yang dilakukan Jerzky pada
tahun 2015 di Lotz, Polandia, 89% undesensus testis bilateral dapat menyebabkan
azoospermia jika tidak diterapi dengan baik, sementara 50% undesensus testis
30
BAB V
KESIMPULAN
penurunan testis ke dalam skrotum dimana testis berada pada posisi ekstraskrotal
sehingga tidak dapat diidentifikasi keadaannya pada awal setelah kelahiran (AUA,
2014).
Berdasarkan data rekam medik pada tahun 2016-2019 di RSUD Dr. Saiful
Anwar, didapatkan 18 kasus undesensus testis pada laki- laki, 10% pada usia
diatas 18 tahun dan 90% diketahui pada anak dengan usia dibawah 18 tahun.
radiologis seperti USG, CT Scan, MRI dan laparoskopi dapat dilakukan untuk
mendiagnosis UDT. CT Scan dan MRI dilaporkan memiliki efektivitas lebih tinggi
dibandingkan USG.
Tatalaksana UDT yaitu dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
kurang dari 1 tahun, sedangkan terapi operasi biasanya harus dilakukan pada usia
6-12 bulan.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Niedzielski, J. K., Oszukowska, E., & Słowikowska-Hilczer, J. 2016. Undescended
testis – current trends and guidelines: a review of the literature. Archives of
Medical Science, 3, 667–677.
Ong, C., Hasthorpe, S. and Huston, J.M., 2005. Germ cell development in the
descended and cryptorchid testis and the effects of hormonal manipulation.
Pediatric surgery international, 21(4), pp.240-254.
Penson, D., Krishnaswami, S., Jules, A. and McPheeters, M.L., 2013.
Effectiveness of hormonal and surgical therapies for cryptorchidism: a
systematic review. Pediatrics, 131(6), pp.e1897-e1907.
Sadler. 2000. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; h.280-310
Schneck FX, Bellinger MF. 2000. Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbell‘s Urology Vol 1. 8 th
edition. Philadelphia: WB Saunders Company.
Seymour, Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta :
EGC
Sijstermans K, Hack W. W, Meijer R. W, et al. The frequency of undescended testis
from birth to adulthood: a review. Int J Androl 2008;31:1-11.
Sjamjuhidayat dan De Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta : EGC
Sumfest JM. Cryptorchidism. 2018. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. [terakhir diakses 5 Mei 2019]
Suryawan, W.B., Batubara, J.R., Tridjaja, B. and Pulungan, A.B., 2016. Gambaran
Klinis Kriptorkismus di Poliklinik Endokrinologi Anak RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Tahun 1998-2002. Sari Pediatri, 5(3), pp.111-6.
Tanagho EA, Nguyen HT. 2000. Embriology of the Genitourinary System.
Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smith’s General Urology . Edisi 17.
California:The McGraw Hill companies; h.23-45.
Thorup, J., Haugen, S., Kollin, C., Lindahl, S., Läckgren, G., Nordenskjold, A. and
Taskinen, S., 2007. Surgical treatment of undescended testes. Acta
paediatrica, 96(5), pp.631-637.
33