Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Bioteknologi konvensional telah dikenal pemanfaatannya sejak

jaman dahulu, pada tahun 6000 SM, masyarakat telah memanfaatkan


mikroba sebagai agen fermentasi dalam pembuatan anggur, roti, cuka
dan

sebagainya.

Cirri

khas

dari

bioteknologi

adalah

adanya

pemanfaatan agensia hidup yang digunakan untuk menghasilkan


suatu

produk

dengan

memperhatikan

metode

dan

ilmu-ilmu

pendukungnya (Holil, 2009).


Salah satu agensia hidup yang digunakan dalam bioteknologi
adalah Acetobater xylinum yang dimanfaatkan dalam pembuatan nata.
Acetobater xylinum merupakan salah satu bakteri yang memiliki
kemampuan
kemudian

untuk

mengambil

digabungkan

dengan

glukosa

dari

larutan

asam

lemak

untuk

gula

yang

membentuk

precursor (pemadatan pada membrane sel). Precursor ini selanjutnya


dikeluarkan dan dengan bantuan enzim akan memproliferasi glukosa
menjadi selulosa (Holil, 2009).
Air limbah tahu adalah air sisa penggumpalan tahu (whey tofu)
yang dihasilkan selama proses pembuatan tahu (Lestari, 1994). Air
limbah tahu masih mengandung bahan-bahan organik seperti protein,
lemak dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan bau
yang kurang sedap (Shurtleft dan Aoyogi, 1975). Pemanfaatan air
limbah industri tahu untuk produk pangan yang digemari masyarakat
merupakan

alternatif

terbaik

yang

dapat

ditawarkan

kepada

pengusaha tahu sebagai bahan dasar pembuatan nata (nata dengan

soya) karena kandungannya yang memenuhi syarat sebagai bahan


baku pembuatan nata.
Dalam praktikum Pemanfaataan

Acetobater xylinum

pada

Pembuatan Nata dengan Soya ini akan diuji kegunaan air limbah tahu
(Whey) sebagai bahan dasar pembuatan nata de soya.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang ada dalam praktikum ini dapat dirumuskan sebagai


berikut :
1. Bagaimana manfaat Acetobater xylinum dalam pembuatan nata
dengan soya?
2. Bagaimana prinsip kerja Acetobater xylinum dalam pembuatan nata
dengan soya?
3. Bagaimana perbedaan

antara

bioteknologi

modern

dengan

bioteknologi konvensional?
4.
1.3 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1 Untuk mengetahui manfaat Acetobater xylinum dalam pembuatan
nata dengan soya.
2 Untuk memahami prinsip kerja dari Acetobater xylinum dalam
pembuatan nata dengan soya.
3 Untuk memahami perbedaan antara bioteknologi modern dengan
bioteknologi konvensional.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 NATA
Nata berasal dan bahasa Spanyol "natare" berarti terapungapung, yaitu suatu produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum
pada media yang mengandung gula, menyukai lingkungan yang asam
dan membutuhkan sumber nitrogen untuk aktivitasnya (Atih, 1979),
Pada kondisi yang sesuai bakteri ini dapat memecah 19 % gula dalam
substrat menjadi suatu polisakarida. Serat ini berupa selulosa yang
memiliki sifat kimia yang hampir sama dengan selulosa yang
dihasilkan tanaman (Dimaguilla, 1967). Selulosa ini membentuk massa
yang menggumpal di permukaan medium. Set menerima molekulmolekul glukosa, bergabung dengan lemak membentuk penyokong
yang terdapat pada membran sel, lalu keluar bersama enzim yang
mcnggabungkan sisa heksosa menjadi serat, sedangkan lemaknya
kemudian diserap kembali oleh sel bakteri (Thimann and Kenneth,
1955). Gel selulosa bakteri ini mengandung zat-zat pektin, lignin, atau
hemi-selulosa seperti pada selulosa tanaman. Adanya kontaminasi
oleh sejumlah kecil komponen nitrogen dalam gel dapat dihilangkan

oleh pencucian dengan air, asam encer atau alkali encer (Rainbow and
Rose,1963). Selulosa yang terbentuk rnernpunyai ikatan 1,4glikosida dan tersusun dan komponen glukosa mannosa, rhamnosa dan
asam glukoronat dengan perbandingan 3:1:1:1 (Valla and Kjosbakken,
1981).
Nata disebut juga sebagai biomassa yang sebagian besar terdiri
dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal
pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang
asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku air
kelapa (Hasbullah, 2008).
2.2 Nata De Soya
Nata de soya dibuat dari pemanfaatan limbah cair kedelai, selain
dari air kelapa dan limbah cair kedelai, nata juga dapat dibuat dari
buah-buahan seperti nenas, tomat dan lain-lain. Pada substrat yang
berbeda, kondisi optimum untuk membuat natapun akan berbeda pula.
Pembentukan

selulosa

Acetobacter

xylinum

dipengaruhi

oleh

ketersediaan oksigen dan glukosa (Hestrin and Schram, 1954) Selain


itu, pembentukannya juga dipengaruh pH medium, lama fermentasi,
dan

sumber

nitrogen

(Lapuz

et

al,

1968).

Pada

ruang

gelap

pembentukan struktur nata relatif lebih cepat dan diperoleh lapisan


yang lebih tebal (Widia, 1984).
Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu
mengandung nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan
lainnya)
yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat
menimbulkan
pencemaran. Tetapi jika dimamfaatkan akan menguntungkan perajin

tahu

atau

masyarakat yang berminat mengolahnya.


Whey tahu selain mengandung protein juga mengandung
vitamin

terlarut

dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek


unutk
dimamfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri
asam
asetat

Asetobacter

sp

termasuk

bakteri

Asetobacter

xylinum.

Asetobacter
xylinum dapat mengubah gula subtat menjadi gel selulosa yang biasa
dikenal
dengan nata. (Warisno, 1994)
2.3 Proses Pembuatan Nata De Soya.
Fermentasi Nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
a. Pemeliharaan

Biakan

Murni

Acetobacter

xylinum.

Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum.


Biakan murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap
saat

diperlukan.

Pemeliharan tersebut meliputi:

Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup


lama

viabilitas

(kemampuan

hidup)

mikroba

tetap

dapat

dipertahankan, dan

Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga


terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai
inokulum
Penyimpanan.

fermentasi.

A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari


media Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi
sebagai berikut : Glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 gram),
K2HPO4 (5 gram), (NH4)2SO4 (0,6 gram), MgSO4 (0,2 gram),
agar (18 gram) dan air kelapa (1 liter). Pada agar miring dengan
suhu penyimpanan 4-7C, mikroba ini dapat disimpan selama 3-4
minggu.
Penyegaran.
Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan
kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran,
kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi biakan
pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan
menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar
miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan
kembali sebelum disegarkan.
b. Pembuatan

Starter.

Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis


yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada
starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media
starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini
diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar
(umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah
diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan
tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan
ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin
tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah
berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni)
tidak dianjurkan digunakan lagikarenakondisifisiologis mikroba tidak
optimum bagi fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin sudah
cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media

fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak


kurang dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata.
Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karenatidak
ekonomis.
c. Fermentasi.
Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan
starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan
oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media.
Fermentasi dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal
(1,0 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari
(semenjak diinokulasi dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada
hari ke 15. Jika fermentasi tetap diteruskan , kemungkinan
permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar.
Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa
mikroba berkapsul dari selulosa. Lapisan nata mengandung sisa
media yang sangat masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat
dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih.

2.4 Kandungan Gizi Nata De Soya


Nata dari air rebusan kedelai dan nata de coco ternyata memiliki
kandungan

gizi

yang

tidak

jauh

berbeda.

Hasil

uji

proksimat

menunjukkan kandungan utamanya adalah air (98%) dan serat kasar


(10%). Sebagai makanan, nata memiliki nilai gizi dan nilai kalori yang
rendah. Meskipun dernikian, sehubungan dengan kandungan seratnya
maka nata dapat dijadikan sebagai makanan altematif untuk penderita
masalah

gizi

lebih,

untuk

mencegah

menghindari konstipasi. (Sutriah, 2000)

terjadinya

sembelit

atau

BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.2 PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, 2008 Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera
Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri
Sumatera Barat.
Warisno, 1994. Air Limbah Tahu Dapat Diolah Untuk Membran "Sound
System". Harian Umum Suara Pembaruan. Dinas Pertanian Kabupaten
Wonosobo

Atih, S.H. 1979. "Pengolahan Air Kelapa", Buletin Perhimpunan Ahli


Teknologi Pangan Indonesia, Balai Penelitian Kimia Bogor. 4 (1/2),
9.
Dimagulla, L.A. 1967. "Nata de coco 2. Chemical Nature and Properties
of Nata". Philippine Agriculture. 51: 462-4 85
Thimann and V. Kenneth. 1955. The Life of Bacteria, New York:
MacMillan Company.
Valla, S, and J. Kjosbakken.1981. "Isolation and Characterization of New
Acetobacter Xylinum". Canadian Journal of Microbiology. 27: 559603.
Hestrin,S. and M. Schramm. 1954. "Factor Affecting Production of
Cellulose at the Air/Liqiud Interface of a Culture Acetobocter Xylinum".
Journal General Microbiology. 11: 123-129.
Lapuz, M. M., E.G. Gallardo and M.A. Palo. 1967. "The Nata Organism
Cultural, Requirements Characteristic and Identify". The Philippine
Journal of Science, Vol 96.
Widia, I.W. 1984. Mempelajari Pengaruh Penwnbahan Skim Milk Kelapa,
Jenis Gula dan mineral dengan Berbagai Konsentrasi pada
Pembuaran nata de coco. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB.
Komar Sutriah dan Ahmad Sjahriza, 2000. Optimalisasi Kondisi
Fermentasi Nata De Soya Untuk Industri Nata Segar Sari Mandiri Di
Ciheuleut Bogor Dan Karakterisasi Potensinya Sebagai Biomembran.
Jurnal bioteknologi Vol. II, No. 2, 2000. FMIPA IPB.

Anda mungkin juga menyukai