Nata de Coco
oleh
Agus Setiawan, Yusef Ikrawan, Sulaeman Abadi
ABSTRACT
Some time ago was excited about nata de coco that uses Ammonium Sulfate (ZA), due to
misunderstanding of the process of making nata de coco so that it appears polemic. Nata de
coco is often called coconut juice or coconut juice and was first produced in the Philippines.
In Indonesia began trying since 1973 to 1975 and is widely known in the market in 1981. The
process of making nata de coco involving bacteria (Acetobacter xylinum) at the core of
making nata de coco and a healthy food product because it is rich in fiber or fiber so aids
digestion .
ABSTRAK
Beberapa waktu lalu sempat heboh soal nata de coco yang menggunakan Ammonium Sulfat
(ZA), karena ketidakpahaman terhadap proses pembuatan nata de coco sehingga muncul
polemik. Nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa dan pertama kali di
produksi di Filipina. Di Indonesia mulai dicoba sejak tahun 1973 hingga tahun 1975 dan
dikenal luas di pasaran pada tahun 1981. Proses pembuatan nata de coco yang melibatkan
bakteri (Acetobacter xylinum) menjadi inti pembuatan nata de coco dan merupakan produk
makanan yang menyehatkan karena kaya akan fiber atau serat sehingga membantu pencernaan.
1. PENDAHULUAN
2. KAJIAN LITERATUR
2. 1. Nata
Hasil dari produk bioselulosa setelah fermentasi antara air kelapa dengan bakteri asam
asetea yaitu Acetobacter xylinum yang dikenal dengan nama nata de coco. Bakteri itu dapat
mensintesiskan selulosa secara ekstrakulikuler dengan menggunakan bahan gula pasir putih
yang terdapat dalam substrat. Selulosa berupa lapisan berupa gel yang berbentuk serat-serat
yang menyatu bersama biomassa yang tumbuh pada permukaan media kultur yang lajim
disebut nata de coco yang kini banyak dikembangkan dalam industri makanan berskala rumah
tangga (Indriati dan Rahimi, 2008).
Bioselulosa selain sebagai makanan bertekstur kenyal di lidah, bila diproses lebih
lanjut akan memiliki sifat mekanik tinggi sebagai bahan diafragma transduser (Loud Speaker),
seperti bahan campuran dalam industri kertas. Dalam dunia medis digunakan sebagai
pembalut luka (Indriati dan Rahimi, 2008). Nata sebenarnya berasal dari bahasa Spanyol,
artinya “krim”. Dalam bahasa Latin natare berarti “terapung”. Nata sendiri dibuat dapat
dibuat dari berbagai macam bahan, seperti, sari buah kulir jeruk, kulit pisang, kulit semangka,
nanas, jambu biji, stroberi, air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu,
ubi kayu atau limbah tapioka. Nata yang terbuat dari air kelapa disebut nata de coco. Di
Indonesia nata de coco sering disebut sari kelapa (Salim dan Ryan, 2011).
Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis dari gula oleh pembentuk nata, yaitu
Acetobacter xylinum. Beberapa Acetobacter menghasilkan membran bergelatin yang
dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair. Membran tersebut sama dengan “Nata
de Coco”, jenis makanan hasil fermentasi tradisional di Filipina yang dikenal sebagai penutup
makanan di Jepang. Substansi gelatin tersebut secara kimiawi identik dengan selulosa
(Yoshinaga et al., 1997). Menurut Wahyudi (2003) dalam medium cair bakteri Acetobacter
xylinum membentuk lapisan atau massa yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter,
berstektur kenyal, warna putih dan tembus pandang. Produk ini dapat diolah menjadi berbagai
minuman segar, seperti puding koktail nata dalam sirup, campuran jelly, manisan dan produk
lainnya.
Nata de coco digolongkan sebagai produk buah-buahan seperti kolang-kaling. Nata de
coco dapat dijadikan subtitusi buah kaleng atau dikonsumsi dengan buah-buahan lainnya
sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang dapat digolongkan pada
dietary yang memberikan andil untuk kelangsungan fisiologi secara normal. (Layuk dkk.,
2007).
3. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa tahapan penelitian, yaitu :
3.1 Pembuatan serat nata de coco
Serat nata de coco dibuat dengan berbagai macam variasi seperti: pH atau komposisi
asam asetat, komposisi gula (sucrose) dan komposisi urea (nitrogen), kemudian serat yang
telah divariasikan variabel dan parameternya dibandingkan satu dengan lain berdasarkan
ketebalan serat, jumlah massa serat yang terbentuk, kekuatan mekanik, densitas dan
persentase swelling, sehingga didapatkan serat nata de coco yang terbaik.
Keterangan :
A : Volume asam asetat (2,5 ml)
B : Volume asam asetat (3 ml)
C : Volume asam asetat (3,5 ml)
a1 : Massa gula (15 gram)
a2 : Massa gula (20 gram)
a3 : Massa gula (25 gram)
α : Massa urea (4 gram)
β : Massa urea (5 gram)
γ : Massa urea (6 gram)
Dari prosedur percobaan pada Tabel 3.1 di atas, misalkan variasi pembuatan serat nata
de coco yang paling optimum bila diuji fisik dengan menggunakan mikrometer skrup, digital
analitical balance, SEM dan tensile strength untuk menentukan ketebalan serat, densitas
persentase swelling dan kekuatan serat adalah pada perlakuan Ba2β (asam asetat 3 ml; gula 20
gram; dan urea 5 gram), maka selanjutnya nata de coco dengan formula tersebut dimodifikasi
lagi dengan penambahan partikel nanofiller (SiO2, Al2O3, dan clay) dengan konsentrasi
sebesar 3% w/v, dan dikomposit dengan menggunakan resin dengan variasi resin adalah resin
epoksi, resin poliester, dan resin vinil ester. Sementara hasil skematika prosedur yang kedua
adalah :
Tabel 3.2.
Skematika Pembuatan Material Komposit
PROSEDUR KOMPOSISI NANOFILLER
(3% w/v)
SiO2 Al2O3 Clay
RESIN 1 2 3
Epoksi X X1 X2 X3
Poliester Y Y1 Y2 Y3
Vinil Ester Z Z1 Z2 Z3
Keterangan :
X : Resin jenis epoksi 1 : Komposisi nanofiller SiO2
Y : Resin jenis poliester 2 : Komposisi nanofiller Al2O3
Z : Resin jenis vinil ester 3 : Komposisi nanofiller Clay
Kemudian masing-masing serat yang telah diberikan perlakuan dengan berbagai
variasi resin, selanjutnya dilakukakan uji fisik dan mekanik seperti uji XRD, SEM,
SEM-EDX, dan tensile test. Kemudian diamati dan dibandingkan satu komposit dengan
komposit yang lain, lalu disimpulkan paduan komposit apa yang paling baik dalam penelitian
ini.
6. REFERENSI
Astawan, M., 2004. Nata De Coco Yang Kaya Serat. Kompas:10.
Indriati, L., dan Rahimi, E., 2008. Pengaruh Penambahan Gula dan Amonium Sulfat Pada
Medium Kulit Pisang Terhadap Pertumbuhan dan Sifat Mekanik Bioselulosa.
Majalah Polimer Indonesia Vol.11 No.1.
Krieg, N.R., Don, J.B., dan James, T. Staley, 1984. Bergeys Manual of Systematic
Bacteriology Second Edition Volume II The Proteobacteria. Springer. USA.
Layuk, P., Salamba, H., Djuri, R., 2007. Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata De Coco Di
Tingkat Petani. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Sulawesi Utara.
Nurlina, R., 2006. Pembuatan “Nata De Coco” dari Sari Limbah Kulit Pisang dalam
Beberapa Konsentrasi dengan Bakteri A. Xylinum. Jurusan Farmasi Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Palungkun, R., 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyadi, S., 1987. Telaah Mengenai Mikroba yang Berperan dalam Pembuatan Nata De Coco.
Jurusan Biologi Fakultas MIPA IPB. Bogor.
Salim, E., dan Ryan, M., 2011. Menjadi Wirausahawan Sukses Berkat Bisnis Nata De Coco.
Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Sudar, Hasnidar. 2006. Uji Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Fisik Lapisan Tipis
Nata De Coco. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Yoshinaga, F., Tonouchi, N., dan Watanabe, K., 1997. Research Progress in Production pf
Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Aplication as a
New Indistrial Material. Biosci. Biotech. Biochem. 61:219-224