Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN NATA DE COCO

OLEH:

Dwiana Ayu Silvany

NIM. 1804020031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
Kamis, 01 April 2021

ACARA II

PEMBUATAN NATA DE COCO

A. TUJUAN
1. Untuk mengetahui cara pembuatan nata de coco
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gula pasir terhadap terhadap tebal dan
lapisan nata de coco
3. Untuk mengetahui bakteri yang digunakan dalam pembuatan nata de coco
4. Untuk mengetahui jenis jenis nata
5. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari fermentasi nata de coco

B. Dasar Teori

Air kelapa (Cocos nucifera) seringkali terbuang yang dapat menimbulkan masalah
karena aromanya yang kuat meskipun sudah beberapa waktu dibuang ke lingkungan.
Jumlah limbah air kelapa semakin hari semakin banyak dibanding dengan jumlah yang
dimanfaatkan (Djajanegara, 2010). Dengan demikian kita dapat mengolah limbah air
kelapa dengan cara yang sederhana melalui pembuatan nata de coco. Pembuatan nata de
coco dapat membantu kita untuk mengatasi timbulnya pencemaran yang disebabkan oleh
limbah dari air kelapa (Oedjijono, 1983).

Pengolahan limbah air kelapa dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan


perempuan terutama pada daerah daerah dengan jumlah perempuannya tidak bekerja yang
cukup tinggi. Karena dengan adanya pemberdayaan tersebut kita dapat pendekatan-
pendekatan terhadap masyarakat tentang pembangunan dalam proses penguatan ekonomi
dan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, utamanya di pedesaan
(Daulay, 2006). Dengan adanya pemberdayaan perempuan itu dapat menjadi salah satu
solusi untuk meningkatkan keterampilan kita dalam pengolahan limbah yang selama ini
tidak banyak orang yang tahu. Permasalahan terjadi pada limbah air kelapa yang tinggi
dan kurangnya keterampilan untuk pengolahan limbah tersebut menjadikan pemberdayaan
perempuan dalam pengolahan nata de coco penting dilakukan.
Nata de coco merupakan jenis makanan yang dihasilkan melalui proses fermentasi
dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan
membutuhkan nitrogen sebagai stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat yang terdapat akan
digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan juga akan diuraikan menjadi suatu
polisakarida yang kita kenal dengan sebutan “extracelluler selulose” berbentuk gel.
Polisakarida tersebut yang dinamakan dengan nata (Suarsini 2010).
Menurut Jagannathet al.(2008), selain kondisi steril, konsentrasi nutrisi dan pH
menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Mutu produk nata
menurut SNI No. 01-4317-1996, antara lain disebutkan syarat maksimum kandungan serat
adalah 4.5%, sedangkan menurut Pembayun(2006), suhu optimum untuk pertumbuhan
Acetobacter xylinum adalah 28oC – 31oC dengan pH sekitar 4. Acetobacter xylinum
memasuki fase kematian pada hari ke 10 – 14, dimana nata sudah bisa dipanen. Dalam
penelitian ini pengukuran kadar serat rata-rata ber ada pada kisaran 0.84 – 0.93%; pH
media rata-rata 4.3 dan suhu ruang inkubasi berada pada kisaran 29oC – 30oC. Dengan
demikian implementasi pembuatan nata berada dalam kondisi lingkungan yang sesuai
untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum, dan menghasilkan nata sesuai yang diharapkan.

Penggunaan ZA dalam produk makanan seperti nata de coco sebenarnya tidak


berbahaya bagi kesehatan apabila senyawa yang digunakan adalah ZA food grade yang
bisa diperoleh dari toko bahan kimia, serta penggunaannya sesuai dengan ambang batas
maksimum yakni 0,5% dari seluruh bahan. Namun faktanya, masyarakat menganggap
penggunaan pupuk urea sebagai sumber nitrogen bagi media tumbuh Acetobacter xylinum
adalah hal lazim. Dosis pemakaian seringkali tidak memperhatikan batas aman, sehingga
dikhawatirkan residu pupuk urea berpotensi mencemari produk nata. Penggunaan pupuk
ZA dalam pembuatan nata de coco tentu tidak memenuhi standar pangan karena urea
tersebut lebih dikhususkan untuk pupuk tanaman, bukan bahan makanan. Hasil penelitian
Kholifah (2010)membuktikan bahwa nata de coco mentah produksi petani yang beredar di
pasaran ternyata masih ditemukan adanya kandungan Cu, Zn dan Pb.

Penggunaan sukrosa sebesar 2% akan menghasilkan rendemen nata de coco yang


tinggi dan tidak berbeda dengan penambahan sukrosa sebesar 3%. Penggunaan kultur cair
A. xylinum dapat disimpan 3 - 12 hari. Bibit nata yang telah disimpan selama 3 - 4 hari
akan memberikan rendemen nata de coco yang maksimal (Alaban, 1962). Masalah yang
dihadapi oleh para pengrajin/ pengolahan nata de coco adalah kurangnya pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas A. xylinum dan meningkatkan kualitas
nata de coco. Banyak pengrajin/pengolah nata de coco gagal menghasilkan nata de coco
yang berkualitas karena tidak memperhatikan persyaratan-persyaratan media tumbuh dari
A. xylinum. Selain itu pengrajin/ pengolah nata de coco beranggapan bahwa air kelapa
yang digunakan harus segar, sedangkan jarak dari kebun kelapa ke tempat pemukiman
pada umumnya jauh. Asumsi inilah yang mendasari dila-kukan penelitian ini. Diharapkan
penelitian ini dapat memberikan konstribusi dalam peningkatan kualitas nata de coco,
meningkatkan pendapatan pengrajin nata de coco dan nilai ekonomis kelapa.

Nata merupakan makanan yang terbuat dari hasil fermentasi bakteri Acetobacter
xylinum yang tumbuh substrat yang mengandung gula (Hamadet al., 2014). Jika substrat
yang digunakan yaitu air kelapa, maka pada umumnya dikenal denngan sebutan nata de
coco. Produk ini banyak dikenal masyarakat yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Di
Kabupaten Kudus dalam Pemberdayaan perempuan khususnya ibu-ibu Kelompok Tani
dalam pengolahan limbah air kelapa menjadi nata de coco merupakan satu jalan yang
dapat meningkatkan kemandirian perempuan. Denagn demikian Program pemberdayaan
perempuan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan ibu-ibu Kelompok Tani di
Kabupaten Kudus dalam hal pengolahan pangan sekaligus menyelesaikan permasalahan
limbah air kelapa di pasar-pasar tradisional.

Nata atau selulosa bakteri merupakan selulosa yang memiliki warna putih seperti
agar – agar merupakan hasil dari fermentasi Acetobacter acetissp. xylinum menggunakan
jus buah sebagai media (Sheu et al.2000). Selulosa terbentuk dari fermentasi
menggunakan bahan air kelapa disebut dengan nata de coco. Nata merupakan salah satu
makanan yang terkenal biasa disajikan sebagai makanan penutup di negara-negara Asia
termasuk Filipina, Indonesia, Jepang dan Taiwan (Okiyama et al.1992). Nata mempunyai
kandungan serat yang tinggi, nilai kalori yang rendah serta memiliki kadar air yang tinggi
melebihi 90%. Nilai gizi serta rasa yang enak membuat nata menjadi makanan penutup
yang digemari masyarakat.

Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum didalam sari buah yang
memiliki kandungan glukosa kemudian diubah menjadi asam asetat dengan benang-
benang selulosa. Kemudian akan terbentuk menjadi suatu massa yang kokoh dan
mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media itu
berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk
jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Bakteri Acetobacter xylinum dapat
membentuk nata jika didalam air kelapa diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N),
melalui proses terkontrol. Dengan kondisi demikian, bakteri dapat menghasilkan enzim
akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari
jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-
benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan (Purnomo,
2012).

Di dalam pertumbuhannya, Acetobacter xylinum membutuhkan sumber nutrisi C, H,


dan N serta mineral, medium air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang
dibutuhkan akan tetapi kebutuhan substrate makro seperti sumber C dan N masih harus
tetap ditambahkan agar nata yang dihasilkan optimal, sehingga dalam proses fermentasi
jika kekurangan nutrisi makan dilakukan penambahan sehingga nutrisi tercukupi untuk
sumber carbon dapat ditambahkan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan tepung (Iguchi et al.,
2000). Sumber karbon fruktosa memberikan sumber carbon sebanyak 17.5 gram didalam
500 ml air kelapa (Hamad et al., 2011, Hamad et al., 2012). Sedangkan sebagai sumber
nitrogen dapat ditambahkan urea, ZA atau ammonium sulfat serta ekstrak yeast (khamir)
(Iguchi et al., 2000).

Didalam fermentasi pembuatan nata, untuk komposisi medianya bervariasi, menurut


Palungkun (2003) dan Hartono (1999) dalam liter air kelapa dibutuhkan 75 gram gula
pasir, Sedangkan menurut Judoamidjojo et al. (1989) menambahkan 100 g glukosa/liter air
kelapa. Selanjutnya Sanita (2006) menyatakan pemberian 75 g gula/liter air kelapa
memberikan hasil tertinggi terhadap peningkatan jumlah populasi A. xylinum. Namun
optimasi penambahan gula yang diberikan selalu tidak disertai dengan informasi ilmiah
yang jelas dalam menunjang terbentuknya nata karena begitu bervariasi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami


pertumbuhan nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media
temperatur, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata
berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak
digunakan yaitu gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea.
Meskipun bakteriAcetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan
tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 310C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen.
Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah
kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi (Purnomo, 2011).

Ada beberapa jenis nata yang dikenal masyarakat, antara lain: (Purnomo, 2012) :
1. Nata de coco : nata yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah air kelapa
untuk media pertumbuhan bakteri.
2. Nata de pina : nata yang dibuat menggunakansari buah nanas untuk media
pertumbuhan bakteri.
3. Nata de soya : nata yang diperoleh dari pemanfaatan limbah tahu cair sebagai
media pertumbuhan bakteri.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi
nata de coco per 100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kalori ,20
gram lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor dan 0,5 mg ferrum (besi). Sedangkan kandungan
gizi 100 gram nata de coco yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67 7% air, 12 mg
kalsium, 0,2% lemak, 2 mg fosfor, , 5 mg zat besi dan 0,01 mg (Kristianingrum, 2004).

Ada pun permasalahan terjadi dalam memproduksi Nata de Coco diantaranya


lamanya fermentasi, fermentasi air kelapa yang terlalu lama dapat mengakibatkan
terbentuknya lapisan berwarna putih dipermukaan nata, lapisan ini dapat melemahkan
pembentukan nata. Kemudian adanya persaingan beberapa jenis bakteri sehingga dapat
menganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum, yang dapat mengakibatkan kegagalan
produksi Nata de Coco. Oleh karena itu ditambahkan aktivator atau zat perangsang yang
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri
tersebut sehingga proses fermentasi berjalan cepat dan nata yang dihasilkan juga
maksimal. Menurut Sievers et al. (1995) tanaman yang mengandung alkaloid seperti kopi,
kakao, teh mempengaruhi pembentukan nata dalam fermentasi Nata de Coco. Menurut
Mangan (2003), hal ini disebabkan karena kopi, kakao, teh mengandung polifenol,
theofilin, flavonoid atau metixantin, tannin, vitamin E dan C, katekin, serta beberapa
mineral. Sievers et al. (1995) menyatakan senyawa tanaman yang mengandung kafein,
theopilin dan theobromin berperan sebagai aktivator pembentukan selulosa oleh bakteri A.
xylinum.
Sari, M. T. I. P (2014), menyatakan dari beberapa ekstrak tanaman yang
mengandung alkaloid, ekstrak teh dapat meningkatkan produksi nata tertinggi
dibandingkan dengan tanaman beralkaloid lainnya. Meskipun teh berperan sebagai
aktivator untuk menghasilkan selulosa oleh A.xylinum, tetapi konsentrasi optimalnya
masih belum diketahui. Pada proses fermentasi A. xylinum dapat membentuk jalingan
mikrofibril selulosa secara ekstraseluler dari heksosa, maltose dan sukrosa, sedangkan
bakterinya terperangkap dalam jaringan mikrofibril. Pembentukan selulosa pada proses
fermentasi dimulai dengan munculnya benang-benang pendek yang tersebar seperti lendir
yang menutup sel bakteri. Pada koloni yang tua benang-benang ini akan menjadi panjang
dan membentuk struktur yang kompleks dan selanjutnya benang-benang tersebut akan
terpilin yang lama kelamaan akan berubah berbentuk tali, benang-benang ini akan tersusun
menjadi anyaman selulosa yang dikenal sebagai nata (Dimaguilla, 1967).

Dalam aplikasi makanan, nata bisa digunakan dengan berbagai cara seperti aditif


rendah kalori, pengental, stabilizer dan pengubah tekstur (Chawla et al.2009). Barubekerja
juga melaporkan penggunaan selulosa bakteri sebagai aktifkemasan (Iuliana et al. 2012),
dukungan pembawa untuk probiotik (Jagannath et al. 2010) dan untuk imobilisasi
enzim(Sheng & Ying 2008). Gardner (1982) menjelaskan pengeringan adalah
penghilangan air atau cairan mudah menguap lainnya dari yang laincairan atau gas, atau
pembuangan air dari suspensiatau larutan padat. Proses pengeringan terutama untuk
meningkatkanstabilitas produk akhir dengan mengurangi bahan kimiareaktivitas
(Bashaiwoldu et al. 2004). Tujuan dari iniPenelitian ini untuk menyelidiki pengaruh
pengeringan yang berbedametode pada properti nata de coco .

Tiga teknik pengeringan yang berbedayang biasa digunakan untuk mengeringkan


nata de coco telah diselidiki.Yaitu pengeringan oven ( OD ), pengeringan baki ( TD ) dan
pembekuanpengeringan ( FD ). Panas terlibat dalam OD dan TD .Namun, dalam TD ,
panas disirkulasikan dengan menggerakkan udara ataukipas angin yang membantu proses
pengeringan. Menggunakan FD ,zat yang akan dikeringkan biasanya membeku jika
terpapar udara yang sangat dingin. Di FD , air dihilangkan sebagai uap oleh sublimasi dari
bahan beku di ruang vakum.Metode pengeringan sangat penting untuk struktur, kinerja
danaplikasi film nata de coco (Zhang et al. 2011). Sebuah serangkaian analisis dilakukan
untuk membandingkanproperti produk. Ini termasuk tes morfologi,pengukuran
pembengkakan, kristalinitas dan kekuatan tarikdari nata de coco .
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
- Panci
- Saringan
- Gelas Ukur
- Kompor
- Nampan Plastik
- Sendok
- Kertas Koran
- Karet
- Label
- Neraca
- Kamera handphone
2. Bahan :
- 1000 ml (1 Liter) air kelapa
- Pupuk ZA 0,5%
- Cuka makan 0,5%
- pH menjadi 4,5 – 5
- bibit/starter 10%
- gula pasir 7,5% - 10%

D. CARA KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyaring 1000 ml (1 liter) air kelapa, tambahkan kedalamnya 7,5% gula pasir
3. Mencampur dan mendidihkan selama 15 menit, mengangkat dari kompor,
menambahkan pupuk ZA sebanyak 0,5%, mengaduk – aduk dengan pengaduk
bersih. Menuangkan pada nampan plastic yang telah disterilkan menggunakan air
panas. Mengukur pHnya 4,5 – 5 dengan cara menambahkan cuka makan dan
membiarkan hingga dingin. Selama pendinginan tutuplah napan untuk
menghindari mikroba kontaminasi dari ruangan
4. Memasukkan starter (nata de coco) sebanyak 10%
5. Menginkubasi campuran selama 7 – 14 hari ditempat yang tidak mudah goyang,
dan hindari cahaya matahari
6. Menghentikan inkubasi jika cairan sudah tidak nampak lagi. Mengambil nata
yang terbentuk, mencuci dengan air bersih hingga lender pada permukaan nata
hilang (lender dikerok dengan pisau). Mengukur ketebalan dan berat nata yang
diperoleh
7. Memotong nata sebesar dadu, merendam dalam air bersih selama beberapa hari
hingga bau asamnya hilang. Setiap hari air rendamannya
8. Memasak nata dengan sirup menurut selera
9. Menyajikan nata untuk dikonsumsi
10. Melakukan pengamatan setelah 7 hari kemudian dengan uji organoleptik
11. Mendokumentasi segala kegiatan praktikum

E. Hasil Pengamatan

Kelompok Kekompakan Aroma Warna Rasa


Kelompok 1 Tidak Kompak Aroma Busuk Kream -
Kelompok 2 Tidak Kompak Aroma Busuk Kream -
Kelompok 3 Tidak Kompak Aroma Busuk Kream -
Kelompok 4 Tidak Kompak Aroma Busuk Kream -

F. PEMBAHASAN
Praktikum kali yaitu pembuatan nata de coco yang di lakukan di laboratorium
Gedung F Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pembuatan nata de coco ini
menggunakan cara pembuatan nata pada umumnya dengan menggunakan air kelapa yang
di fermentasi menggunakan bantuan bakteri Asetobakter Xylinum. Cara pembuatannya
cukup sederhana dengan cara menyaringan air kepala, perebusan ,pencamppuran pupuk
ZA serta gula, dan juga penambahan starter.
Dengan menggunakan air kelapa dan konsentrasi gula tiap kelompok yang berbeda –
beda konsentrasi pada kelompok 1 itu 5%, kelompok 2 itu 6%, pada kelompok 3 itu 7%,
pada kelompok 4 itu 8%. Pengujian ini antara lain berat nata, panjang nata, tebal nata,
selain itu, Hasil praktikum kali ini juga dibahas pada uji organoleptik dengan indikator
kekompakkan, warna, aroma, dan rasa dibahas sebagai berikut :
Pada praktikum kali ini untuk kloter satu tidak berhasil karena menghasilkan nata de
coco dengan kekompakan yang tidak kompak, memiliki aroma busuk sehingga tidak bisa
melaksanakan uji organoleptik rasa.
Jadi, pembuatan nata de coco pada kelompok kami gagal karena, telat dalam
pemberian starter, Keberadaan starter bakteri A.xylinum sangat dipenting dalam
pembuatan nata. Tanpa adanya bakteri maka lapisan nata tidak dapat terbentuk. Volume
larutan induk (starter) besar sekali pengaruhnya terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
Semakin besar volume larutan induk, maka semakin banyak jumlah bakteri A.xylinum
yang ada. Pada nata de coco semakin tinggi konsentrasi gula maka dapat mengurangi air
yang ada pada nata de coco berkurang dan semakin tinggi pula tingkat kekenyalan dan
kekompakkannya. Menurut Arsatmojo (1996) kekenyalan nata disebabkan oleh adanya
komponen serat yang terdapat dalam nata. Struktur fibril dan serat yang membentuk
jarring – jarring akan memperangkap air dan menyebabkan struktur nata menjadi seperti
agar. Kandungan mineral yang terdapat dalam medium turut menentukan tingkat
kekenyalan. Aroma nata yang masih asam dapat disebabkan karena proses pencucian nata
yang tidak maksimal saat dilakukan pemanenan nata
Hal yang dapat mempengaruhi nata de coco seperti suhu dan kadar air. Jika suhu
terlalu panas maka bakteri akan langsung mati oleh sebab itu stater bakteri di berikan pada
saat air kelapa yang telah direbus di tunggu hingga dingin agar bakteri dapat berkembang
dan proses fermentasi berjalan dengan baik, kadar air yang terl alu banyak akan
menyebabkan nata menjadi sangat lembek begitu pun jika sebalik.
Menurut Warisno (2004) proses pembuatan nata de coco sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi acetibacter
xylium sebagai bakteri untuk proses fermentasi air kelapa. Pertumbunan acetibacter
xylium tersebut dipengaruhi oleh oksigen, pH, suhu, dan nutrisi. Faktor-faktor inilah yang
harus diperhatikan untuk memperoleh nata de coco yang berkualitas baik. Di samping itu,
dalam pembuatannya sangat memerlukan ketelitian dan sterilitas alat. Layaknya proses
fermentasi yang lain, maka keberhasilan pembuatan nata de coco sangat tergantung pada
kebersihan dan sanitasi peralatan yang digunakan, dan penggunaan bahan yang tepat
G. KESIMPUNAN
1. Dalam proses fermentasi ini membutuh kan bantuan dari baktri yaitu bakteri
Asetobakter Xylinum.
2. Pada nata de coco semakin tinggi konsentrasi gula maka dapat mengurangi
air yang ada pada nata de coco berkurang dan semakin tinggi pula tingkat
kekenyalan dan kekompakkannya
3. Ada beberapa jenis nata yang dikenal masyarakat, antara lain Nata de coco :
nata yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah air kelapa untuk media
pertumbuhan bakteri. Nata de pina : nata yang dibuat menggunakansari buah
nanas untuk media pertumbuhan bakteri.Nata de soya : nata yang diperoleh
dari pemanfaatan limbah tahu cair sebagai media pertumbuhan bakteri.
4. Hasil dari frementasi pada praktikum gagal karena karena, telat dalam
pemberian starter, Keberadaan starter bakteri A.xylinum sangat diperlukan
dalam pembuatan nata. Tanpa adanya bakteri ini, lapisan nata tidak dapat
terbentuk. Volume larutan induk (starter) besar sekali pengaruhnya terhadap
ketebalan nata yang dihasilkan.
5. Cara pembuatan nata anatra lain : Menyiapkan alat dan bahan , Menyaring
air kelapa, tambahkan kedalamnya gula pasir, Mencampur dan mendidihkan
selama 15 menit, mengangkat dari kompor, menambahkan pupuk ZA
sebanyak 0,5%, mengaduk – aduk dengan pengaduk bersih. Menuangkan
pada nampan plastic yang telah disterilkan menggunakan air panas.
Mengukur pHnya dan membiarkan hingga dingin. Selama pendinginan
tutuplah napan untuk menghindari mikroba kontaminasi dari ruangan,
Memasukkan starter (nata de coco), Menginkubasi campuran selama 7 – 14
hari ditempat yang tidak mudah goyang, dan hindari cahaya matahari,
Menghentikan inkubasi jika cairan sudah tidak nampak lagi. Mengambil nata
yang terbentuk, mencuci dengan air bersih hingga lender pada permukaan
nata hilang (lender dikerok dengan pisau). Mengukur ketebalan dan berat
nata yang diperoleh, Memotong nata sebesar dadu, merendam dalam air
bersih selama beberapa hari hingga bau asamnya hilang. Setiap hari air
rendamannya, Memasak nata dengan sirup menurut selera, Menyajikan nata
untuk dikonsumsi
DAFTAR PUSTAKA

Arsatmojo E. 1996. Formulasi pembuatan nata de pina. Skripsi S1. Insitut Pertanian Bogor.
(dipublikasikan).

Bashaiwoldu, A.B., Podczeck, F. & Newton, J.M. 2004. A study on the effect of drying
techniques on the mechanical properties of pellets and compacted pellets. European
Journal of Pharmaceutical Sciences 21(2-3): 119-129.

Chawla, P.R., Bajaj, I.B., Survase, S.A. & Singhal, R.S. 2009. Microbial cellulose:
Fermentative production and applications. Food Technol. Biotechnol. 47(2): 107-124.

Daulay, H. 2006. Pemberdayaan perempuan (Studi kasus pedagang jamu di Gedung Johor
Medan). Jurnal Harmoni Sosial 1(1): 7-14.

Djajanegara, I. 2010. Pemanfaatan limbah buah pisang dan air kelapa sebagai bahan media
kultur jaringan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) tipe 229. Jurnal Teknologi
Lingkungan 11(3): 373-380.

Dimaguilla, L. A. 1967. Chemical Nature and Properties Of Nata. Philiphine: Philiphine


Agriculture

Gardner, A.W. 1982. Industrial Drying. Texas: Gulf Publishing Company

Hamad, A., Andriyani, N. A., Wibisono, H. & Sutopo, H. 2011. Pengaruh Penambahan
Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Techno, Jurnal Ilmu Teknik,
12.

Hamad, A., Indriyani, N., Mulyadi, A. H. & Puspawiningtyas, E. Optimasi Proses Pembuatan
Nata De Coco Dari Fermentasi Air Kelapa Menggunakan Response Surface Method.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2012, 20 - 24 September 2012 2012
Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok. Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik
Kimia Indonesia. Hamad, A., Andriyani, N. A., Wibisono, H. & Sutopo, H. 2014.
Pengaruh Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco.
Techno, Jurnal Ilmu Teknik, 12.

Hartono. 1999. Nata De Coco. Available from: http://www.mail-archive/itb@itb.ac.id /msg


05564. html.
Iguchi, M., Yamanaka, S. & Budhiono, A. 2000. Bacterial Cellulose A Masterpiece Of
Nature's Arts. Journal Of Material Science 35 261 - 270.

Iuliana, M.J., Anicuta, S.G. & Marta, S. 2012. Controlled release of sorbic acid from bacterial
cellulose based mono and multilayer antimicrobial films. LWT - Food Science and
Technology 47: 400-406.

Jagannath, A., Raju, P.S. & Bawa, A.S. 2010. Comparative evaluation of bacterial cellulose
(Nata) as a cryoprotectant and carrier support during the freeze drying of probiotic
lactic acid bacteria. LWT - Food Science and Technology 43: 1197-1203.

Judoamidjojo, R.M, A.A Darwis dan E.G Sa’id.1992. Teknologi Fermentasi.


PAUBioteknologi IPB. Jakarta: Rajawali Press.

Kristianingrum, Susila. 2004. Penyuluhan Pembuatan Nata de Coco sebagai Upaya


Pemberdayaan Ibu Rumah Tanga melalui Home Industri. Jurusan Pendidikan Kimia
UNY, Yogyakarta.

Mangan, Y. 2003. Cara Bijak menaklukkan Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka

Okiyama, A., Shirae, H., Kano, H. & Yamanaka, S. 1992. Bacterial cellulose: Two-stage
fermentation process for cellulose production by Acetobacter aceti. Food
Hydrocolloids 6: 471-477.

Palungkun, R. 2003. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta

Pambayun, R. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Purnomo, Bambang, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIBU.


Bengkulu

Sanita, S. 2006. Perkembangan Acetobacter xylinum Pada Starter Nata de Coco Dalam
Kombinasi dosis Gula dan Nilai pH (Skripsi). Padang: Universitas Andalas.

Sari, M.T.I.P. 2014. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun dan Bubuk Teh, Kopi dan Coklat
Terhadap Fermentasi Nata de Coco. Jurnal Biologi Universitas Andalas 3(3): 202-
206.

Sheng, C.W. & Ying, K.L. 2008. Application of bacterial cellulose pellets in enzyme
immobilization. Journal of Molecular Catalyst B: Enzymatic 54: 103-108.
Sheu, F., Wang, C.L. & Shyu, Y.T. 2000. Fermentation of Monascus purpureus on bacterial
cellulose-nata and the color stability of Monascus-nata complex. Journal of Food
Science (Food Microbiology and Safety) 65(2): 342-345.

Sievers, M., C. Lanini., A. Weber., U. SchulerSchmid and M. Teuber. 1995. Microbiology


and fermentation Balance In A Kombucha Beverage Obtained From A Tea Fungus
Fermentation. Systematic and Applied Microbiology. 18(4): 590- 594.

Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air Tempe Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Nata de soya. FMIPA UM. Malang

Warisno.2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata De Coco, Jakarta: PT. Agromedia Pustaka

Zhang, C., Wang, L., Zhao, J. & Zhu, P. 2011. Effect of drying methods on structure and
mechanical properties of bacterial cellulose films. Advanced Materials Research 239-
242: 2667-2670.
LAMPIRAN

Alat alat yang digunakan

Sterilisasi meja memasak air kelapa menyimpan pada suhu ruang selama 7- 14 h

dengan campiran gula

Hasil pengamatan nata decoco

Anda mungkin juga menyukai