Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 23/I/P3DI/Desember/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

TINDAK PIDANA MAKAR


Lidya Suryani Widayati*)

Abstrak
Pengaturan tindak pidana makar dalam KUHP merupakan delik formil yang dapat
menimbulkan penafsiran secara luas dan berbeda-beda. Kemerdekaan berekspresi,
berpendapat, mengeluarkan pikiran dengan lisan ataupun tulisan, tetapi berniat,
bermufakat, atau berupaya menggulingkan pemerintahan yang sah, dapat terkena
delik formil ini. Ketiadaan tafsir mengenai makar dan kapan adanya perbuatan
permulaan dalam tindak pidana makar berpotensi menimbulkan terlanggarnya hakhak demokrasi. Untuk mencegah terjadinya penafsiran yang luas dan berbeda-beda.
Pembentuk UU harus dapat merumuskan unsur-unsur yang jelas mengenai tindak
pidana makar dan perbuatan permulaannya, sehingga Pemerintah terutama aparat
penegak hukum dapat terhindar dari kemungkinan bertindak represif terhadap
kemerdekaan menyampaikan pendapat dan pikiran sebagai hak asasi manusia yang
dijamin konstitusi.

Pendahuluan

kebebasan untuk menyampaikan pendapat


baik lisan maupun tulisan.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum, menyampaikan ekspresi,
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya adalah hak asasi manusia yang
dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
Tahun 1945) dan Deklarasi Universal HakHak Asasi Manusia (HAM) PBB. Pelaksanaan
hak asasi ini merupakan wujud demokrasi
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang dapat berupa
unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat
umum, ataupun mimbar bebas. Mengaitkan
unjuk rasa, kebebasan berpendapat, ataupun

Menyusul terjadinya penangkapan


terhadap beberapa orang yang dianggap
makar, perbincangan mengenai makar
kembali mengemuka. Beberapa orang ini
dinilai berupaya memanfaatkan ruang
kebebasan untuk melahirkan ide atau
gagasan
yang
mengandung
hasutan,
sehingga dapat disalahartikan dan dapat
menggulirkan reaksi dan pendapat orang
lain. Tudingan tentang makar terhadap
beberapa orang tersebut seakan menjadi
antitesis kebolehan melakukan unjuk rasa,
berpendapat, ataupun berekspresi yang
dijamin oleh konstitusi. Pada kenyataannya
salah satu kebebasan yang diperoleh
masyarakat
pascareformasi
adalah

*) Peneliti Madya Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: lidyadhi@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

berekspresi, dengan makar mendorong


berbagai pihak mengkaji kembali apa yang
sebenarnya yang dimaksud dengan makar
dan seberapa berbahayakah makar.
Tulisan ini tidak membahas secara
spesifik mengenai penangkapan terhadap
10 orang yang dianggap melakukan makar,
melainkan mengenai bagaimana pengaturan
mengenai makar dan pengaturannya ke
depan agar tidak menimbulkan perbedaan
penafsiran.

Jadi yang merupakan konsep hukum adalah


makar dalam kalimat-kalimat seperti:
makar dengan maksud untuk membunuh
presiden atau wakil presiden; makar
dengan maksud memisahkan sebagian dari
wilayah negara; makar dengan maksud
menggulingkan pemerintah.
Selanjutnya dengan adanya ketentuan
Pasal 87 KUHP menjadi jelas bahwa
perbuatan makar tersebut (dalam Pasal 104,
Pasal 106, Pasal 107, dan Pasal 140 KUHP)
baru ada atau baru disebut makar apabila
ada permulaan pelaksanaan (begin van
uitvoering). Pasal 87 KUHP menentukan
bahwa tindak pidana makar baru dianggap
terjadi apabila telah dimulainya perbuatanperbuatan pelaksanaan dari si pembuat
makar.
Mardjono Reksodiputro menegaskan
bahwa makar serupa tetapi tidak sama
dengan percobaan (Pasal 53) yang
dapat dihukum (strafbare poging) karena
meskipun pelakunya karena kehendaknya
sendiri
mengundurkan
(membatalkan)
maksudnya (niatnya), makar tetap dapat
dihukum. Perlu diingat pula bahwa karena
makar ini terjadi dengan perbuatan
permulaan pelaksanaan (dalam arti Pasal
53), maka percobaan makar tidak mungkin
ada dalam hukum pidana kita. Hal lain
yang juga perlu diingat adalah makar yang
berhasil (Presiden terbunuh, wilayah negara
terpisah, pemerintah terguling) tetap akan
dituntut berdasarkan pasal-pasal makar
yang diatur dalam Pasal 104, Pasal 106,
Pasal 107, dan Pasal 140 KUHP (padahal
tindak pidana yang dirumuskan dalam pasalpasal tersebut melukiskan perbuatan berupa
permulaan pelaksanaan). Tindak pidana
makar dirumuskan secara khusus (makar
yang tidak berhasil dan yang berhasil diatur
oleh pasal yang sama) karena tindak pidana
ini dianggap sangat berbahaya mengancam
keamanan negara.
Apabila merujuk pada pasal-pasal
makar dalam KUHP maka pasal-pasal
tersebut
dapat
digolongkan
sebagai
delik formil. Artinya, tidak perlu sampai
tergulingnya pemerintahan untuk dapat
dipidana, tapi berencana saja sudah
terkena tindak pidana makar. Ketentuan
pasal-pasal makar ini memang sangat luas
penafsirannya. Orang yang berunjuk rasa
atau mengadakan rapat-rapat tetapi berniat,
bermufakat, atau berupaya menggulingkan

Tindak Pidana Makar: Pengertian


dan Pengaturannya dalam KUHP
Makar berasal dari kata aanslag
(Belanda) yang berarti serangan atau
aanval yang berarti suatu penyerangan
dengan maksud tidak baik (misdadige
aanranding). Makar juga diartikan sebagai
akal busuk; tipu muslihat; perbuatan
(usaha) dengan maksud hendak menyerang
(membunuh) orang ataupun perbuatan
(usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Dalam
Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), dikenal adanya
istilah makar. Namun, di dalam KUHP
tidak memuat definisi tentang apa yang
dimaksud dengan makar. Ketentuan
dalam Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107,
dan Pasal 140 KUHP langsung menyebut
makar, tanpa ada pengertiannya. Bentuk
makar sebagaimana disebutkan dalam
KUHP dapat digolongkan dalam 3 bentuk
yaitu: pertama, makar terhadap kepala
negara, terdiri dari: makar yang dilakukan
dengan tujuan untuk membunuh kepala
negara, mengalahkan kemerdekaan kepala
negara, dan menjadikan kepala negara
tidak dapat menjalankan pemerintahan.
Kedua, makar untuk memasukkan Indonesia
dalam penguasaan asing, yaitu: berusaha
menyebabkan seluruh wilayah Indonesia
atau sebagian menjadi jajahan negara lain
dan berusaha menyebabkan bagian dari
wilayah Indonesia menjadi suatu negara
yang merdeka atau berdaulat terlepas dari
NKRI. Ketiga, makar untuk menggulingkan
pemerintahan. Tindak pidana makar masuk
ke dalam rumpun kejahatan terhadap
keamanan negara.
Menurut Mardjono Reksodiputro,
makar sebagai kata tersendiri, bukan
merupakan konsep hukum. Kata makar
baru berarti apabila dikaitkan dengan suatu
perbuatan yang dimaksud oleh pelakunya.
-2-

pemerintahan yang sah, dapat terkena delik


formil ini karena makar menurut KUHP
tidak harus menunggu selesainya perbuatan,
melainkan saat perbuatan pelaksanaan
permulaan,
sudah
dianggap
sebagai
perbuatan yang selesai.
Jika merujuk pada berita-berita media
beberapa waktu lalu mengenai penangkapan
10 orang yang dianggap makar maka
aparat penegak hukum harus dapat
membuktikan bahwa orang-orang tersebut
telah berniat, bermufakat, atau berupaya
menggulingkan pemerintahan yang sah.
Namun, apabila baru sebatas rencana untuk
mengadakan demonstrasi maka belum
memenuhi unsur tindak pidana makar.

makar terhadap pemerintah yang sah.


Dalam kelompok tindak pidana makar
terhadap pemerintah yang sah, selain
pengaturan tindak pidana makar tersebut,
juga disatukan dalam kelompok ini tindak
pidana pemberontakan, yaitu setiap orang
yang melawan pemerintah yang sah dengan
mengangkat senjata; atau dengan maksud
untuk melawan pemerintah yang sah,
bergerak bersama sama atau menyatukan
diri dengan gerombolan yang melawan
pemerintah yang sah dengan mengangkat
senjata.
Berbeda dengan KUHP, RUU KUHP
telah merumuskan apa yang dimaksud
dengan
makar,
yaitu
penggulingan
pemerintahan, berupa meniadakan atau
mengubah susunan pemerintahan dengan
cara yang tidak sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan. Berdasarkan
pengertian tersebut, untuk terjadinya makar
harus sudah ada permulaan pelaksanaan,
sehingga apabila hanya berupa niat tidak
termasuk pengertian makar. Demikian
pula, apabila pembuat tindak pidana telah
melakukan perbuatan pelaksanaan tetapi
kemudian
mengundurkan
diri
secara
sukarela, tetap dikatakan melakukan makar.
Dalam Pasal tersebut yang hendak
dilindungi dari tindak pidana adalah
presiden atau wakil presiden. Oleh
karena itu, pembuat tindak pidana
harus mengetahui atau setidak-tidaknya
mengetahui bahwa yang menjadi sasaran
dalam melakukan tindak pidana ini adalah
presiden atau wakil presiden. Tujuannya
adalah untuk membunuh, merampas
kemerdekaan, atau membuat mereka tidak
mampu memerintah. Sedangkan yang
dimaksud dengan merampas kemerdekaan
termasuk pula melanjutkan perampasan
kemerdekaan. Selanjutnya yang dimaksud
dengan
menjadikan
tidak
mampu
menjalankan pemerintahan adalah setiap
perbuatan apapun selain membunuh atau
merampas kemerdekaan, sehingga presiden
atau wakil presiden tidak dapat menjalankan
tugas-tugas konstitusionalnya.
Penjelasan mengenai makar dalam
RUU KUHP masih dapat menimbulkan
perbedaan penafsiran terutama untuk
menentukan apakah telah ada perbuatan
permulaan. Dalam merumuskan tindak
pidana makar dalam RUU KUHP seharusnya
juga lebih memperhatikan pengertian yang

Pengaturan Tindak Pidana Makar


dalam RUU KUHP
Dalam praktik, menurut Erdianto
Effendi pasal-pasal KUHP yang terkait
dengan tindak pidana makar sering
diterapkan terhadap banyak peristiwa
yang sangat bergantung pada bagaimana
tafsir penegak hukum dan pemerintah
atas suatu peristiwa. Penafsiran rencana
aksi unjuk rasa sebagai makar, dapat saja
dilakukan oleh penegak hukum dan atau
pemerintah karena ketiadaan pengertian
yang jelas dan konkret tentang kapan
perbuatan makar telah dapat dianggap
mulai dilakukan. Mengatasi ketiadaan tafsir
tersebut, Erdianto Effendi mengusulkan agar
penerapan pasal-pasal makar dalam rangka
menilai apakah telah terjadi perbuatan
permulaan untuk melakukan makar adalah
dengan menilai apakah suatu kegiatan yang
dituding sebagai bagian dari rencana makar
merupakan kegiatan yang sistematis, serius,
dan terorganisir dengan suatu rencana besar
yang potensi ancamannya demikian serius
dan membahayakan bagi presiden dan/atau
wakil presiden, wilayah negara, dan/atau
pemerintah yang sah.
Usulan Erdianto mengenai perbuatan
permulaan tersebut dapat dirumuskan
dalam pembahasan mengenai tindak pidana
makar dalam RUU KUHP. Dalam RUU
KUHP, tindak pidana makar dirumuskan
dalam Pasal 215 hingga Pasal 220. Dari
ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa
tindak pidana makar dikelompokkan sebagai
berikut, yaitu: makar terhadap presiden
dan wakil presiden, makar terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
-3-

pasti (certainty) terhadap setiap tindak


pidana. Tindak pidana makar, seharusnya
hanya terkait dengan tindakan yang bersifat
menyerang dan adanya unsur kekerasan.
Menurut Mardjono Reksodiputro, dalam
perbuatan permulaan pelaksanaannya
harus ada unsur kekerasan (geweld)
sebagai
bagian
mutlak
(noodzakelijk
bestanddeel) dari perbuatan makarnya.
Perumusan tindak pidana termasuk
tindak pidana makar haruslah didasarkan
pada asas lex certa dan asas lex scripta.
Lex scripta adalah bagaimana menuliskan
atau merumuskan tindak pidana tersebut
dalam suatu norma. Sedangkan lex certa
adalah kejelasan/ketepatan dari arti kata
yang dirumuskan tersebut. Kedua asas
tersebut dimaksudkan agar norma hukum
pidana tidak bersifat multi purpose act,
sehingga tidak ditafsirkan dengan berbagai
pengertian.
Ketentuan
yang
bersifat
pasti
sangat diperlukan sehingga terhindar dari
penafsiran yang berbeda serta terhindar
dari penyalahgunaan wewenang yang
dimiliki oleh aparat penegak hukum.
Penyalahgunaan tindak pidana makar sangat
mungkin terjadi karena yang dituju dalam
tindak pidana ini adalah penguasa. Hal
ini penting dilakukan mengingat hukum
pidana tidak hanya melindungi individu
sebagai warga masyarakat dari tindakan
individu lain tetapi juga melindungi negara,
pemerintah beserta aparatnya dalam
melaksanakan tugas-tugas kenegaraan.

sehingga dapat menimbulkan terlanggarnya


hak-hak demokrasi maka pembentuk UU
baik Pemerintah maupun DPR meskipun
tetap merumuskan tindak pidana makar
sebagai delik formil, juga harus harus
dapat merumuskan unsur-unsur yang
jelas mengenai perbuatan permulaan.
Perbuatan permulaan untuk melakukan
makar apabila ada kegiatan yang sistematis,
serius, dan terorganisir yang berpotensi
membahayakan
presiden
dan/atau
wakil presiden, wilayah negara dan/atau
pemerintah yang sah. Dengan batasan yang
tegas seperti itu, Pemerintah akan terhindar
dari
kemungkinan
sebagai
pembatas
yang
represif
terhadap
kemerdekaan
menyampaikan pendapat dan pikiran baik
lisan maupun tulisan.

Referensi
Made Darma Weda, Tindak Pidana Makar
Dalam R-KUHP, Jakarta: Aliansi
Nasional Reformasi KUHP dan Lembaga
Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM),
Juli 2016.
Mardjono Reksodiputro, "Makar Dalam
Penafsiran
Era
Demokratisasi
di
Indonesia", dalam buku Menyelaraskan
Pembaruan Hukum, Jakarta: Komisi
Hukum Nasional, 2009.
Diancam Bui Seumur Hidup, Ini Beda
Antara Makar dan Kritikan ke
Pemerintah,
https://news.detik.
com/berita/d-3361264/diancam-buiseumur-hidup-ini-beda-antara-makardan-kritikan-ke-pemerintah, diakses 2
Desember 2016.
Unjuk Rasa Bukan Makar,
Erdianto
Effendi, http://www.riaupos.co/4870opini-unjuk-rasa-bukan-makar.html#.
WEGOGn17PQI, diakses 2 Desember
2016.
Polri:
Tujuh
Tersangka
Lakukan
Permufakatan
untuk
Makar,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/12/03/11371331/polri.tujuh.
tersangka.lakukan.permufakatan.untuk.
makar, diakses 4 Desember 2016.

Penutup
Tidak adanya tafsir resmi mengenai
pasal-pasal makar dalam KUHP sangat
potensial menimbulkan terlanggarnya hakhak demokrasi, khususnya dalam kegiatan
unjuk rasa, berpendapat, ataupun berekspresi
yang pada dasarnya dijamin oleh UUD NRI
Tahun 1945 dan Deklarasi Universal HAM
PBB. Unjuk rasa, berekspresi, menyampaikan
pendapat melalui lisan ataupun tulisan,
sepanjang bertujuan untuk memprakarsai
dan mengembangkan pemikiran untuk
melakukan perubahan pemerintahan ataupun
perubahan wilayah negara, jika dilakukan
secara damai dan tidak bermaksud untuk
menggulingkan pemerintahan yang sah, tidak
boleh dikategorikan sebagai makar.
Untuk mencegah terjadinya perbedaan
penafsiran atau penafsiran yang luas
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 23/I/P3DI/Desember/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

RESPONS INTERNASIONAL PADA PELARIAN


ETNIS ROHINGYA KE BANGLADESH
Sita Hidriyah*)

Abstrak
Ratusan warga etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari konflik
di Rakhine, Myanmar pada 10 hingga 18 November 2016. Para warga melarikan diri
melintasi perbatasan untuk menghindari tentara Myanmar yang telah membunuh
warga sipil dan membakar desa. Dugaan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) oleh tentara keamanan, merupakan ujian terbesar pemerintahan Aung San Suu
Kyi (Suu Kyi) yang masih terbilang baru. Respons internasional dibutuhkan untuk dapat
memberikan solusi serta peringatan kepada Myanmar agar bersikap tegas dan peduli
terhadap kasus etnis Rohingya yang terjadi sejak lama. Sebagai negara demokrasi
yang menjunjung HAM, Indonesia berkomitmen membantu penanganan pengungsi
dan mendorong upaya penyelesaian konflik. Pemerintah Myanmar diharapkan dapat
menyelesaikan masalah kemanusiaan yang berkaitan dengan etnis Rohingya sehingga
konflik yang terjadi tidak semakin meluas dan menjadikan ASEAN sebagai wilayah yang
aman.

Pendahuluan
Kasus kekerasan terhadap etnis
Rohingya kembali mencuat di akhir
November 2016. Kali ini yang terjadi di
wilayah Rakhine adalah pembakaran desadesa dan pembunuhan warga sipil yang
disebabkan adanya serangan terhadap
pos-pos polisi yang menewaskan sembilan
polisi Myanmar pada bulan Oktober 2016.
Lebih dari 30.000 warga etnis Rohingya
terpaksa melarikan diri dari tempat tinggal
mereka. Sebagian besar mencoba melarikan
diri ke Bangladesh meski negara tersebut
telah memperketat patroli perbatasan.
Lebih dari 2.000 orang diperkirakan

telah menyeberang perbatasan, meskipun


dilakukan pengamanan ketat di perbatasan
Myanmar-Bangladesh. Sementara, penjaga
perbatasan Bangladesh telah mencegah
lebih dari 1.000 pengungsi masuk ke negara
mereka.
Myanmar tengah berusaha melakukan
operasi pembersihan etnis Rohingya.
Kejadian ini disertai dengan penembakan
oleh tentara Myanmar terhadap warga desa
yang mencoba melarikan diri. Berbagai
informasi soal kondisi terbaru di Rakhine
simpang siur karena media internasional
tidak diberikan akses untuk masuk ke negara

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: sita.hidriyah@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

bagian Myanmar yang berbatasan dengan


Bangladesh tersebut.
Tragedi kemanusiaan yang menimpa
etnis Rohingya sedikit berbeda dengan
tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2015,
mereka meninggalkan Myanmar karena
situasi di Myanmar yang sama sekali tak
kondusif akibat konflik dengan kelompok
di Rakhine yang beragama Buddha.
Saat itu sejumlah kawasan di Myanmar,
seperti Negara Bagian Rakhine diguncang
kerusuhan berlatar sentimen sektarian
dari kalangan mayoritas warga Buddha
terhadap warga minoritas Rohingya yang
beragama Islam. Situasi tersebut masih
terjadi, namun kali ini pelariannya dipicu
oleh bentrok bersenjata dengan tentara
pemerintah. Atas apa yang terjadi, Myanmar
diharapkan peduli dengan etnis Rohingya
dengan mendorong demokrasi di negaranya,
sehingga hak etnis Rohingya di negaranya
sendiri dapat dipulihkan. Tulisan ini akan
mengulas bagaimana respons Indonesia
dan internasional atas kasus kekerasan
yang menimpa etnis Rohingya di Rakhine,
Myanmar hingga melarikan diri ke
Bangladesh.

pemberontak etnis Rohingya tewas selama


pertempuran dua hari dengan militer
Myanmar. Wilayah utara Rakhine merupakan
kawasan yang menjadi target operasi militer
Myanmar, sejak terjadi serangan di pos
perbatasan yang menewaskan sembilan polisi
Myanmar Oktober 2016.
Pernyataan militer Myanmar mengatakan
dua puluh dua penyerang bersenjata tewas dekat
desa Dar Gyi Zar pada Minggu 13 November
2016 setelah bentrok bersenjata dengan militer
Myanmar. Selain itu, enam pemberontak lainnya
tewas dalam bentrokan di tempat lain di negara
bagian yang sama.

Jalan Pelik Menyelesaikan


Masalah Etnis Rohingya
Menyelesaikan masalah etnis Rohingya
tidak mudah. Berbagai kendala harus
dihadapi mengingat kompleksnya konflik
tersebut karena mencakup permasalahan
agama, politik, dan ekonomi. Pada bulan
Maret 2015, pemerintah Myanmar mencabut
kartu identitas penduduk bagi orang-orang
Rohingya yang menyebabkan mereka
kehilangan kewarganegaraannya dan tidak
mendapatkan hak-hak politiknya. Hal
inilah yang menyebabkan etnis Rohingya
mengungsi ke Thailand, Malaysia, dan
Indonesia.
Etnis Rohingya dianggap sebagai etnis
yang paling teraniaya di dunia. Pasalnya
penolakan Myanmar untuk memberikan
kewarganegaraan membuat etnis Rohingya
terdiskriminasi. Jumlah warga muslim
Rohingya diperkirakan mencapai satu juta.
Penolakan oleh Bangladesh dan Myanmar
membuat etnis Rohingya hidup tanpa
kewarganegaraan. Selama ini, pemerintah
Myanmar
menganggap
masalah
etnis
Rohingya yang mengungsi ke Indonesia,
Thailand, dan Malaysia merupakan persoalan
perdagangan manusia. Pemerintah Myanmar
menolak disalahkan atas kasus etnis Rohingya.
Menurut pemerintah Myanmar, tidak ada
bukti bahwa etnis Rohingya adalah warga asli
Myanmar. Myanmar menganggap mereka
sebagai imigran ilegal dari Bangladesh,
padahal etnis Rohingya sudah ada di Myanmar
selama beberapa generasi. Akibat hidup
tanpa kewarganegaraan, etnis Rohingya sulit
beraktivitas seperti warga lainnya.
Kemenangan partai opisisi Myanmar
National League for Democracy pimpinan
Suu Kyi pada akhir 2015, sebenarnya

Bentrok Bersenjata Warga Sipil


dan Militer Myanmar
Pemerintah junta militer Myanmar
masih menerapkan politik diskriminasi
terhadap suku-suku minoritas di Myanmar.
Diskriminasi tersebut dilakukan termasuk
kepada etnis Rohingya sejak tahun 1990
sampai saat ini. Rakhine yang menjadi
rumah bagi sekitar 1,1 juta warga minoritas
Rohingya,
telah
dilanda
gelombang
kekerasan etnis sejak tahun 2012. Saat itu,
lebih dari 100 orang tewas dalam berbagai
bentrokan antara warga mayoritas Buddha
dan warga minoritas Rohingya. Konflik
itu juga menyebabkan puluhan ribu etnis
Rohingya tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Walaupun para aktivitis Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Rohingya menuduh
pihak kepolisian dan kekuatan militer
turut berperan serta dalam kekerasan dan
menangkap warga etnis Rohingya, tetapi
penyelidikan oleh organisasi International
Crisis Group melaporkan bahwa kedua belah
pihak baik polisi dan militer mendapatkan
perlindungan dan keamanan dari negara.
Bentrokan bersenjata pada Oktober
2016 lalu terjadi kembali. Sekitar tiga puluh
-6-

diharapkan mampu membawa perubahan


signifikan
atas
masalah
kemanusiaan
Rohingya. Namun nyatanya diperlukan
tekanan internasional terhadap Myanmar
untuk menghentikan kekerasan, diskriminasi,
dan pengusiran terhadap etnis Rohingya.
Kejadian-kejadian
yang
telah
terjadi
memunculkan hambatan besar bagi ASEAN
untuk menjadikan kawasan regional ini
sebagai kawasan yang aman, terintegrasi, serta
saling mendukung.

melakukan perannya untuk meringankan


penderitaan etnis Rohingya
Selain respons dari PBB, LSM-LSM
Malaysia mendesak organisasi internasional
seperti PBB dan ASEAN, untuk memainkan
peran yang lebih aktif dalam menangani
kekerasan dan kekejaman yang dialami
etnis Rohingya. Presiden Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Malay Islamic World,
Mohd Ali Rustam mengatakan bahwa
pemerintah Myanmar bertanggung jawab
untuk melindungi rakyat mereka, tak
peduli muslim atau bukan. Sementara
dari pemerintah Malaysia sendiri telah
menyerukan protes besar terhadap Myanmar
yang digelar pada 4 Desember 2016 dan
dihadiri Perdana Menteri Malaysia, Najib
Razak.
Indonesia turut merespons adanya
kasus kekerasan etnis Rohingya. Pada 21
November 2016, Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu),
memanggil Duta Besar Myanmar di Jakarta.
Menlu Retno yang telah berkomunikasi
dengan mitranya, Menteri Muda Urusan
Luar Negeri Myanmar berbagi pengalaman
sekaligus mendorong untuk menyelesaikan
persoalan kekerasan di Rakhine dan
pengembangan serta pembangunan yang
inklusif di Rakhine. Selain itu pada 6
Desember 2016, Menlu Retno berangkat
ke ibukota Myanmar untuk bertemu Suu
Kyi sebagai rangkaian upaya intensif yang
dilakukan diplomasi Indonesia dalam
membantu
penyelesaian
masalah
di
Rakhine. Menlu dan wakilnya, sebelumnya
telah menjalin komunikasi dengan berbagai
LSM
internasional
serta
organisasi
masyarakat terutama ormas Islam di
Indonesia untuk meminta saran.
Diplomasi Indonesia tidak pernah
berhenti bekerja. Pemerintah Indonesia
sudah bekerja sama dengan Myanmar sejak
sebelum pemerintahan yang baru. Indonesia
melakukan capacity building untuk isu yang
terkait dengan good governance, demokrasi,
hak asasi manusia, hingga desentralisasi.
Termasuk juga yang berkaitan dengan
keamanan, kesehatan, dan kesejahteraan
di Rakhine. Langkah konkret yang telah
dilakukan antara lain pembangunan empat
sekolah Indonesia di Rakhine. Di forum
internasional, Indonesia terlibat aktif dalam
Organization of Islamic Cooperation (OIC)
Contact Group on Rohingya. Kemudian,

Respons Internasional
Negara-negara Barat semakin khawatir
dengan cara pemerintah Suu Kyi mengatasi
kekerasan di Myanmar. Utusan Amerika
Serikat (AS) untuk Persatuan Bangsa-Bangsa
(PBB) memperingatkan bahwa penyelenggara
negara tidak bisa sendiri dalam menangani
krisis sosial. Sementara Duta Besar AS untuk
PBB, Samantha Power, menyampaikan
kepeduliannya pada pertemuan tertutup
Dewan Keamanan PBB yang diadakan atas
permintaan AS, di markas PBB di New York
pada 17 November 2016. Antusiasme awal
masyarakat internasional yang membiarkan
Myanmar untuk terus sendiri di jalan
reformasi, tampaknya berbahaya pada
tahap ini. Bahkan Suu Kyi mengatakan
bahwa negaranya sedang diperlakukan
tidak adil. Akan tetapi Myanmar yang telah
berkomitmen untuk memulihkan akses
bantuan dan meluncurkan penyelidikan atas
dugaan pelanggaran hak asasi, menjadi poinpoin penting yang mereka tegaskan untuk
diatasi.
Pemimpin Negara Myanmar yang juga
peraih hadiah Nobel Perdamaian, Suu Kyi,
selama bertahun-tahun telah dinilai Barat
sebagai pejuang demokrasi. Kemenangannya
dalam pemilihan umum pada tahun
lalu pada platform reformasi juga dipuji
secara meluas. Kelompok hak azasi telah
berulangkali mendesak Suu Kyi membuat
solusi bagi minoritas etnis Rohingya. Tetapi
kelompok nasionalis Budha menentang
upaya memberikan kewarganegaraan bagi
etnis Rohingya, karena kelompok ini dinilai
hanyalah imigran ilegal dari Bangladesh.
Dengan adanya krisis saat ini, terjadinya
pertumpahan darah yang paling serius di
Rakhine sejak bentrokan komunal pada 2012
telah melahirkan kecaman internasional,
bahwa Suu Kyi sebagai pemimpin negara
maupun tokoh perdamaian, terlalu sedikit
-7-

Indonesia juga aktif menjadi bagian dari


Partnership for Myanmar yang dikelola
PBB. Kerja sama tersebut melibatkan
pemerintah Myanmar. Selama ini Indonesia
telah melakukan rangkaian bantuan kepada
etnis Rohingya di Myanmar yang bertujuan
untuk menegakkan misi kemanusiaan
dan mewujudkan perdamaian. Langkah
pertama yang dilakukan adalah membahas
masalah ini secara multilateral maupun
regional untuk mendapatkan penyelesaian
yang baik. Langkah yang kedua, Indonesia
mengusulkan pada pemerintah Myanmar
untuk mengundang badan PBB atau
diplomat asing dan juga negara yang
tergabung dalam organisasi kerja sama
Islam untuk melihat kondisi sebenarnya
sehingga ada opini yang seimbang
berdasarkan situasi yang sebenarnya terjadi.
Respons lain atas kasus etnis
Rohingya juga ditunjukkan oleh masyarakat
Indonesia yang melakukan unjuk rasa di
Kedutaan Besar Myanmar di Indonesia
pada 25 November 2016. Mereka mendesak
Pemerintah Indonesia untuk memutuskan
hubungan diplomatik dengan Myanmar
serta menuntut agar hadiah Nobel
Perdamaian yang telah diterima Suu Kyi
dari Komite Nobel Perdamaian di tahun 1991
dicabut. Seruan tersebut juga dinyatakan
oleh Komnas HAM Indonesia karena Suu
Kyi dianggap tidak melakukan upaya optimal
dalam mendukung terciptanya perdamaian
dan persaudaraan antar-sesama mengingat
ia memegang posisi yang cukup strategis
di Pemerintahan Myanmar sebagai State
Counsellor atau Penasihat Negara. Melalui
diplomasi, Indonesia secara konsisten
berusaha agar konflik komunal yang
mengakibatkan permasalahan kemanusiaan
terhadap etnis Rohingya benar-benar
ditangani dan diselesaikan secara bijak, adil,
tepat, dan tuntas.

menghilang, karena belum terselesaikannya


permasalahan tersebut.
DPR dapat mendorong Pemerintah
Indonesia dan negara-negara yang tergabung
dalam ASEAN untuk membahas masalah
kemanusiaan dengan pemerintah Myanmar.
Namun isu Rohingya seharusnya akan
rampung jika penyelesaian permasalahannya
yaitu di tangan pemerintah Myanmar sendiri.
Apabila pemerintah Myanmar tidak netral
dalam mendorong rekonsiliasi, penyelesaian
permasalahan tidaklah akan berhasil. Semua
pihak yang terlibat pada konflik Rohingya
di Rakhine perlu meredakan ego masingmasing agar diskriminasi tidak terjadi
sehingga konflik dapat terhindari dan transisi
demokrasi dapat berjalan baik.

Referensi
Arti Menjadi Mitra Sejati, Kompas, 27
November 2016.
Bangladesh Kembali Tolak Pengungsi
Rohingya, Republika, 30 November
2016.
Bentrok
Bersenjata
di
Myanmar,
Puluhan
Minoritas
Rohingya
Tewas,
https://m.tempo.co/read/
news/2016/11/14/118820031/bentrokbersenjata-di-myanmar-puluhanminoritas-rohingya-tewas, diakses 30
November 2016.
Dunia Kecam Keras Myanmar, Kompas, 26
November 2016.
Komnas HAM Desak Pemerintah Indonesia
Respon Trgaedi Rohingya, https://
www.komnasham.go.id/index.php/
news/2016/11/24/47/komnas-hamdesak-pemerintah-indonesia-respontragedi-rohingya.html,
diakses
30
November 2016.
Kronologi Lengkap Kekerasan Terhadap
Muslim Rohingya di Myanmar, https://
www.merdeka.com/dunia/ini-kronologilengkap-kekerasan-terhadap-muslimrohingya-di-myanmar.html, diakses 29
November 2016.
Militer Myanmar Kembali Serang Etnis
Rohingya,
http://www.dw.com/id/
militer-myanmar-kembali-serangetnis-rohingya/a-36477718, diakses 30
November 2016.

Penutup
Permasalahan etnis Rohingya telah
menjadi masalah sedemikian kompleks
yang melibatkan beberapa negara terutama
Negara berdekatan dengan Myanmar seperti
Bangladesh. Harapan kepada Suu Kyi
untuk dapat mendorong demokrasi Negara
Myanmar diharapkan bisa mengangkat
harkat warga muslim Myanmar khususnya
etnis Rohingya yang telah mengalami
penderitaan selama puluhan tahun, seperti
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 23/I/P3DI/Desember/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

MORATORIUM UJIAN NASIONAL


Yulia Indahri*)

Abstrak
Ujian Nasional (UN) yang rencananya akan dihentikan sementara mengundang
dukungan dari banyak pihak, terutama siswa dan orang tua siswa. Tulisan ini akan
secara singkat mengungkapkan alasan diperlukannya moratorium dan apa yang
selanjutnya harus dilakukan agar evaluasi dengan standar nasional tetap dilakukan.
DPR telah meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyampaikan
kajian lengkap mengenai kebijakan moratorium UN. Lebih lanjut, DPR juga perlu
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional
(USBN) di tahun 2017.

Pendahuluan

yang secara aktif lebih melibatkan sekolah,


pemerintah daerah, dan berbagai pihak
yang sebelumnya telah berperan besar
dalam praktik pendidikan di Indonesia.
Tulisan ini akan mengulas alasan yang
mendukung perlunya moratorium UN dan
langkah-langkah yang perlu dilakukan
oleh Kemdikbud yang dengan berani telah
merintis kebijakan yang cukup mendasar di
bidang pendidikan.

Dalam acara puncak peringatan Hari


Guru Nasional (HGN) dan HUT Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) ke71 di Bogor, Jawa Barat, 27 November
2016, Presiden Joko Widodo sempat
menyinggung perihal Ujian Nasional (UN).
Presiden mengatakan bahwa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
telah memutuskan untuk menghentikan
sementara pelaksanaan UN. Pernyataan ini
dipertegas Mendikbud yang mengatakan
bahwa UN yang akan dilakukan moratorium
dan
didesentralisasikan
tidak
akan
mengubah standar pendidikan. Hal ini
dikarenakan provinsi dan kabupaten/kota
sebagai penyelenggara harus tetap patuh
terhadap standar nasional pendidikan yang
akan ditetapkan pusat.
Rapat Kerja Kemdikbud dengan
Komisi X mengungkapkan bahwa akan ada
model evaluasi pendidikan secara nasional

Sejarah Ujian Nasional


Saat ini, UN adalah sistem evaluasi
nasional untuk menilai standar pendidikan
dasar dan menengah. Evaluasi dilaksanakan
dengan berdasarkan Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) yang menyatakan
bahwa
evaluasi
merupakan
bentuk
akuntabilitas
penyelenggara
pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

*) Peneliti Madya bidang Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: y.indahri@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Nasional
(USBN)
yang
diusulkan
Kemdikbud untuk tahun 2017 dimaksudkan
agar ada perbaikan sistem dan penilaian
pembelajaran yang kredibel dan reliabel.
Jika melihat beberapa negara yang
tidak melaksanakan ujian secara nasional,
maka lima negara maju yang paling sering
dijadikan acuan adalah Amerika Serikat,
Jerman, Kanada, Finlandia, dan Australia.
Tetapi perlu disadari bahwa walaupun di
lima negara tersebut tidak dilaksanakan
ujian secara nasional, evaluasi pendidikan
tetap dilakukan dan dipercayakan kepada
guru atau pihak sekolah. Perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan
mutlak sepenuhnya menjadi hak guru.
Negara menjalankan kewajibannya secara
penuh dalam melatih dan mendidik
guru yang dapat melaksanakan evaluasi
pendidikan terstandar dan berkualitas secara
menyeluruh.
Hampir semua negara tetangga
ASEAN menyelenggarakan ujian secara
nasional untuk menentukan standar,
selain sebagai bentuk pertanggungjawaban
pemerintah
terhadap
publik.
Hanya
Indonesia,
Singapura,
dan
Thailand
yang menyelenggarakan ujian secara
nasional sejak tingkat dasar. Malaysia,
Kamboja, Laos, dan Filipina hanya
menyelenggarakannya di tingkat pendidikan
menengah.

Evaluasi dilakukan oleh lembaga mandiri


yang secara berkala, menyeluruh, transparan,
dan sistematik menilai pencapaian standar
nasional pendidikan. Tanggung jawab
tersebut saat ini berada di Badan Standar
Nasional Pendidikan (BNSP).
Dalam sejarahnya, ujian secara nasional
mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun
1950. Hingga saat ini, formatnya telah berganti
beberapa kali serta mengalami perkembangan
dan penyempurnaan. Tahun 19501964 dalam
bentuk Ujian Penghabisan. Tahun 19651971
dalam bentuk Ujian Negara. Tahun 19721979
dalam bentuk Ujian Sekolah. Tahun 1980
2002 dalam bentuk Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional. Tahun 20032004 dalam
bentuk Ujian Akhir Nasional. Tahun 2005
2010 dalam bentuk Ujian Nasional. Tahun
20112014 dalam bentuk Ujian Nasional
60% + Ujian Sekolah 40%. Tahun 20152016
dalam bentuk Ujian Nasional, tetapi bukan
sebagai syarat kelulusan. Kemudian tahun
2017 direncanakan dalam bentuk Ujian
Sekolah Berstandar Nasional (Sipayung, 2013;
Kemdikbud, 2016).
Perubahan sistem terus dilakukan,
dan sejak dulu selalu ada perubahan ke
arah yang lebih baik. Jika didasarkan
pada penyebutan saja, maka akan terlihat
perbedaan penyelenggara ujian secara
nasional sejak Indonesia berdiri. Ada
penyelenggaraan
yang
sepenuhnya
diserahkan ke pemerintah dan ada
penyelenggaraan
yang
menggabungkan
peran pemerintah dan sekolah. Dalam
praktiknya, materi yang diujikan pun
mengalami perubahan, mulai dari seluruh
mata pelajaran, sampai dengan mata
pelajaran tertentu yang dinilai mewakili
kebutuhan pengembangan pendidikan. Ada
yang sangat ketat pengaturannya, dan ada
yang begitu longgar sehingga peserta ujian
dapat diwakilkan.
Mengacu pada rata-rata minimal maka
nilai kelulusan sejak ujian secara nasional
disebut dengan Ujian Nasional (UN) terus
mengalami peningkatan. Dari 4,25 (2005),
meningkat menjadi 4,50 (2006). Kemudian
rata-rata minimal UN juga naik dari 5,00
(2007), menjadi 5,25 (2008). Rata-rata
minimal UN tetap berada di angka 5,50
selama lima tahun sejak 2009. Standar
rata-rata yang ditetapkan terus meningkat
sarat dengan harapan peningkatan mutu
pendidikan. Ujian Sekolah Berstandar

Alasan Moratorium Ujian Nasional


Alasan utama Kemdikbud berani
mengusulkan kebijakan moratorium UN
berdasarkan data UN tiga tahun terakhir
yang sudah dapat memetakan kategori
sekolah di Indonesia. Kategori sekolah yang
sangat baik jika berdasarkan pada data
UN 20142016 tidak mencapai satu persen.
Sementara untuk kategori kurang dan tidak
jelas, jumlah rata-rata mencapai 70 persen.
Artinya, sekolah dengan kategori cukup,
baik, dan sangat baik hanya sekitar 30
persen saja. Itulah kondisi pendidikan
Indonesia jika melihat pada capaian UN.
Hasil UN seperti ini sebenarnya belum
dapat menjadi instrumen peningkatan mutu
pendidikan.
Selain itu, bentuk UN selama ini
kurang dapat mendorong berkembangnya
kemampuan siswa secara utuh karena
yang dievaluasi hanya sebagian kecil
dari mata pelajaran. Mengingat tujuan
- 10 -

utama penyelenggaraan UN adalah untuk


memetakan pendidikan nasional maka peta
tersebut sudah terungkap dari data yang ada.
Artinya, tidak perlu lagi pemetaan secara
nasional dilakukan setiap tahun.
Beberapa
alasan
lain
yang
menyebabkan Kemdikbud merasa perlu
untuk segera melakukan perubahan UN
adalah:
1. Mendikbud
sebagai
pembantu
Presiden
bertugas
menerjemahkan
Nawacita terutama prioritas ke-8, yaitu
mengevaluasi model penyeragaman
dalam sistem pendidikan nasional
-termasuk di dalamnya UN- dan
pembentukan kurikulum yang menjaga
keseimbangan aspek muatan lokal/
daerah dan aspek nasional dalam rangka
membangun pemahaman yang hakiki
terhadap kebhinekaan yang tunggal ika.
2. Berdasarkan
Putusan
Mahkamah
Agung (MA) No. 2596K/PDT/2008
tanggal 14 September 2009, Pemerintah
diperintahkan untuk meningkatkan
kualitas guru, kelengkapan sarana dan
prasarana sekolah, akses informasi
yang lengkap di seluruh daerah sebelum
mengeluarkan kebijakan pelaksanaan
UN lebih lanjut.
3. Rencana Wajib Belajar 12 Tahun yang
menyebabkan tidak perlu ada lagi sistem
seleksi dari jenjang yang satu untuk naik
ke jenjang berikutnya.
4. Cakupan UN yang terlalu luas
menyebabkan
kesulitan
dalam
memperoleh UN yang kredibel dan
bebas dari kecurangan. Selain itu,
penyelenggaraan UN membutuhkan
sumber daya yang sangat besar dalam
waktu yang sangat singkat.
5. Implikasi UN tidak sama terhadap setiap
peserta UN. Hampir tidak ada PTN yang
menggunakan hasil UN sebagai dasar
penerimaan mahasiswa baru. Biasanya
PTN menggunakan seleksi tersendiri,
yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
6. Sifat UN yang hanya menguji ranah
kognitif beberapa mata pelajaran
tertentu saja menyebabkan siswa dan
sekolah cenderung mengesampingkan
atau mereduksi hakikat pendidikan,
yaitu membangun karakter, perilaku,
dan
kompetensi.
Hal
ini
juga
berimplikasi pada guru, karena guru

7.

mata pelajaran yang masuk ke dalam UN


akan lebih dihormati dibandingkan guru
mata pelajaran lain yang tidak diujikan
dalam UN.
Soal UN yang multiple choice tidak
mampu mendorong siswa berpikir kritis
dan analitis.

Meskipun ada beberapa alasan yang


dikemukakan Kemdikbud atas kebijakan
moratorium UN, namun perlu juga
dipertimbangkan pendapat Swasono (2016)
yang menyatakan bahwa UN memiliki peran
yang strategis. Menurut Swasono (2016), UN
mempunyai posisi tepat untuk membentuk
mindset ke-Indonesia-an sebagai bagian
integral dari nation building Indonesia.
Tetapi di sisi lain, UN memang harus
direformasi substansi dan orientasinya,
tanpa mengabaikan bahwa secara teknis
pendidikan memang harus mempunyai
standar minimum kualitas dalam skala
nasional.
Evaluasi
terhadap
UN
kiranya
diperlukan. Mengingat besarnya biaya moril
dan materiil yang dikeluarkan untuk UN,
sudah saatnya biaya tersebut dialihkan
menjadi spend money to support goals,
not scores. Keputusan beralih ke USBN
perlu langkah-langkah lebih lanjut dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Langkah yang Perlu Dilakukan


Kemdikbud
Ada beberapa langkah yang sekiranya
perlu dilakukan Kemdikbud ketika kebijakan
moratorium UN dilakukan dan
beralih
ke USBN. Pertama, beberapa Direktorat
dan Balitbang di Kemdikbud harus bekerja
sama aktif dengan BNSP dalam menyusun
standar, pos, kisi-kisi ujian, monitoring,
dan evaluasi. Selanjutnya hasil kerja sama
ini diturunkan ke provinsi untuk SMK dan
SMA, ke kabupaten/kota untuk SD dan SMP,
sebagai tindak lanjut dari pelimpahan. Pihak
lain seperti Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK), Kelompok Kerja
Guru (KKG-sebagai asosiasi guru SD),
dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP-sebagai asosiasi guru SMP dan
SMA) juga dilibatkan. Lembaga-lembaga ini
harus difungsikan karena merekalah yang
berperan dalam penyusunan dan pengolahan
- 11 -

Referensi

soal evaluasi pendidikan menurut UU


Sisdiknas.
Untuk jangka pendek, paling tidak
sampai dengan April 2017, Kemdikbud perlu
melakukan beberapa hal berikut secara
berkelanjutan:
1. Menyesuaikan
kebijakan
mengenai
penyelenggaraan evaluasi pendidikan.
Untuk itu, Instruksi Presiden harus
segera ditetapkan.
2. Memfasilitasi provinsi yang memerlukan
instrumen seleksi siswa SMP ke SMA.
3. Memfasilitasi proses penyelenggaraan
USBN.
4. Menyiapkan bahan sosialisasi kepada
pemangku kepentingan, agar tidak ada
lagi kesalahan penafsiran tentang tidak
adanya standar nasional dalam evaluasi
pendidikan.
5. Melakukan optimalisasi dan revisi
anggaran 2017 untuk pembinaan sekolah
dan pengembangan sistem penilaian
yang komprehensif.

Afrainsyah,
Anggi.
Moratorium
Ujian
Nasional Sudah Tepatkah?, Media
Indonesia, 29 November 2016
Asia Educational Examination Systems,
http://www.business-in-asia.com/asia/
asia_education_exam.html, diakses 30
November 2016.
Baedowi, Ahmad. Menggugat Logika Yuridis
Ujian Nasional, Media Indonesia, 28
November 2016.
Jokowi Janji Tuntaskan Nasib Guru
Honorer,
Suara
Pembaruan,
28
November 2016.
Mendikbud: UN Dihapus, Digantikan USBN,
Suara Pembaruan, 2 Desember 2016.
UN Dibahas di Rapat Terbatas, Media
Indonesia, 30 November 2016.
UN Dihapus, Daerah Berlomba Berinovasi,
Suara Pembaruan, 29 November 2016.
Sipayung,
Wilser
Ardin
Hamonangan.
2013. Dampak Ujian Nasional terhadap
Pelajar SMAN di Kota Medan dengan
Menggunakan Analisis Faktor, Skripsi
Fakultas Matematika dan IPA, Universitas
Sumatera Utara.
Swasono, Sri-Edi, UN dan Persatuan
Nasional, Suara Pembaruan, 2 Desember
2016.

Penutup
Evaluasi pendidikan berbasis standar
nasional tetap harus diselenggarakan.
Penyesuaian kebijakan dalam bentuk
USBN tetap menggunakan basis standar
nasional terutama yang telah disepakati atau
dikeluarkan oleh BSNP. Perbaikan penilaian
kelas dan ujian sekolah berbasis standar
nasional harus menekankan kemampuan
berpikir tingkat tinggi dan kecakapan
abad ke-21 lainnya seperti tertuang dalam
Nawacita.
DPR melalui Komisi X telah
mengundang
Mendikbud
untuk
meminta penjelasan langsung terkait
rencana ini. Rapat Kerja menugaskan
Kemdikbud untuk menyampaikan kajian
komprehensif mengenai moratorium UN
dan penyelenggaraan USBN. Keterlibatan
stakeholder
semakin
krusial
karena
beberapa Direktorat dan Balitbang di
Kemdikbud harus bekerja sama aktif
dengan BNSP dalam mempersiapkan
USBN. Pelaksanaan USBN oleh sekolah
akan bersama-sama diawasi oleh Dewan
Pendidikan dengan melibatkan BNSP,
LPMP, LSM yang peduli pendidikan, dan
juga DPR.

- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 23/I/P3DI/Desember/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENGUATAN EKONOMI DOMESTIK


Mandala Harefa*)

Abstrak

Kondisi perekonomian global masih diwarnai ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi


Indonesia yang pada tahun depan diharapkan bisa mencapai 5,2 persen akan semakin
sulit. Perekonomian global belum memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi positif karena
risiko global masih membayangi kondisi perekonomian pada 2017, sehingga upaya untuk
mengatasi perlambatan tersebut harus dilakukan. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi gejolak ekonomi global pada 2017 adalah menjaga sumber pertumbuhan ekonomi
domestik dengan memperkuat konsumsi rumah tangga dan investasi. Hal lainnya yang
dapat dilakukan adalah memperkuat ketahanan fiskal melalui penyusunan APBN yang
kredibel dan realistis agar bisa menjadi stimulus, serta berkoordinasi dengan otoritas moneter
melalui penerapan bauran kebijakan. Peran DPR dalam penguatan ekonomi domestik adalah
memastikan kebijakan tersebut berjalan secara efektif, sehingga kebijakan yang dihasilkan
semakin memperkuat fondasi perekonomian makro dan domestik.

Pendahuluan

yang mendorong pertumbuhan ekonomi.


BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada 2016 akan berada di sekitar
5 persen. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan perkiraan awal BI di
penghujung tahun 2015, yaitu sekitar 5,2-5,6
persen, sebagai dampak ekonomi global yang
ternyata tumbuh lebih rendah dari perkiraan
semula.
Hal senada juga dikemukakan oleh
Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang
merupakan pengelola kebijakan fiskal, bahwa
Indonesia masih menghadapi tantangan
perekonomian global sepanjang tahun 2017

Dalam acara Pertemuan Tahunan


Bank Indonesia 2016, Gubernur Bank
Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter
menyampaikan isu-isu tentang kondisi
ekonomi terkini dan prospek ekonomi pada
tahun 2017. Pertemuan ini dikenal dengan
sebutan Bankers Dinner, dan digunakan
oleh Bank Indonesia untuk menyampaikan
pemikiran dan arah kebijakan Bank Sentral
untuk tahun berikutnya, yaitu tahun 2017.
Pada tahun 2017, BI memberi sinyal telah
menggeser kebijakan moneternya dari yang
sebelumnya mengarahkan pada stabilitas
perekonomian, menjadi kebijakan moneter

*) Peneliti Utama Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: mandnias@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

nanti. Dengan kondisi perekonomian global


tersebut, pemerintah melalui Kementerian
Keuangan
menargetkan
pertumbuhan
ekonomi 2017 sebesar 5,1 persen, walaupun
ada yang memperkirakan 4,9 Persen. Angka
tersebut menggambarkan titik seimbang
antara
optimisme
dan
kehati-hatian.
Kondisi volatilitas perekonomian pada akhir
tahun ini menjadi prakondisi yang kurang
menguntungkan bagi tahun pemulihan
ekonomi tahun depan yang belum ada
kepastian. Diakui bahwa ketidakpastian
sudah merupakan keniscayaan dalam
perekonomian, namun dalam perekonomian
global yang terbuka, selalu ada peluang,
terutama bagi perekonomian domestik.
Pada tulisan ini akan dibahas bagaimana
upaya penguatan ekonomi domestik dalam
merespons ketidakpastian ekonomi global
tahun 2017.

sebagai dasar pertumbuhan ekonomi


yang berkelanjutan, fungsi alokasi untuk
menjamin penggunaan berbagai sumber
daya sesuai prioritas dan efisien, dan fungsi
distribusi untuk pemerataan hasil-hasil
pembangunan.
Dalam menjalankan fungsi tersebut,
prinsip sinergi menjadi salah satu hal yang
perlu dijadikan pedoman. Kebijakan yang
dikeluarkan harus harmonis dan terintegrasi
antar-pemangku kebijakan, baik di pusat
maupun daerah, baik dari sisi fiskal maupun
moneter. Mengingat hal tersebut, otoritas
moneter dan pengelolaan fiskal senantiasa
berusaha mengoptimalkan bauran kebijakan
untuk memperkuat stabilitas ekonomi, yang
selanjutnya akan menopang fungsi alokasi
dan fungsi distribusi. Penerapan bauran
kebijakan fiskal-Moneter (monetaryfiscal
policy mix) diterapkan untuk mencapai
tujuan kebijakan ekonomi makro secara
keseluruhan dan optimal.

Kondisi Ekonomi Domestik


Kondisi
perekonomian
Indonesia
sampai saat ini masih banyak menghadapi
tantangan, baik dari sisi eksternal maupun
domestik.
Masalah
struktural
pada
perekonomian global, yang penyelesaiannya
memerlukan waktu dan tentunya perlu
diantisipasi sedini mungkin. Kemampuan
adaptasi ekonomi domestik pun harus
semakin dioptimalkan agar tidak tersingkir
dari kondisi global yang tidak kondusif.
Kondisi ekonomi domestik Indonesia
sampai dengan Triwulan III-2016 masih
bertumbuh 5,02 persen (yoy), meningkat
dibandingkan
dengan
capaian
2015.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada 2016 akan berada di sekitar 5 persen.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan perkiraan awal di penghujung
tahun 2015, yaitu sekitar 5,2-5,6 persen,
sebagai dampak ekonomi global yang
ternyata pertumbuhannya lebih rendah dari
perkiraan semula.
Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa kelenturan ekonomi domestik
banyak dipengaruhi oleh permintaan
dari sisi domestik. Realisasi tingkat
permintaan domestik tersebut masih dalam
kecenderungan meningkat, sehingga dapat
meminimalkan dampak menurunnya kinerja
sektor eksternal. Menurut Gubernur BI ada
tiga fungsi dasar kebijakan publik yang dapat
dimanfaatkan untuk mengantisipasi dampak
ekternal tersebut, yaitu fungsi stabilisasi

Upaya Penguatan Ekonomi Domestik


Prospek
ekonomi
global
yang
belum akan pulih dan berbagai risiko lain
yang mengikutinya terutama pada harga
komoditas dan pasar keuangan, masih akan
menjadi tantangan bagi perekonomian
Indonesia pada tahun 2017. Tantangan
tersebut masih perlu dicarikan solusi yang
lebih mendasar agar pengaruh kondisi global
tidak berdampak signifikan ke ekonomi
domestik Indonesia.
Perlu
dikemukakan
bahwa
perekonomian
Indonesia
digerakkan
oleh dua mesin perekonomian, yakni
perekonomian
global
dan
domestik.
Mengingat kondisi perekonomian global
belum bisa diharapkan, mau tidak mau
pemerintah harus memacu sumber daya
perekonomian domestik. Dalam memacu
perekonomian domestik dari sisi fiskal,
pemerintah telah menggenjot pengeluaran
melalui pembangunan beberapa proyek
infrastruktur di berbagai daerah dan
mengeluarkan sejumlah paket kebijakan
ekonomi dalam upaya mempermudah
investasi. Secara umum, kebijakan yang
terkait dengan penguatan fiskal antara lain
dengan optimalisasi pendapatan negara
terutama perpajakan yang dilakukan
dengan tetap menjaga iklim investasi dan
dunia usaha. Di sisi lain, dengan memberi
penekanan pada peningkatan kualitas
- 14 -

belanja produktif dan menetapkan prioritas,


antara lain difokuskan untuk mendorong
percepatan pembangunan infrastruktur.
Dengan demikian, strategi kebijakan fiskal
diarahkan untuk memperkuat stimulus,
memantapkan daya tahan fiskal, serta
menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka
menengah.
Sedangkan pada sisi moneter, perlu
terus mengupayakan untuk memperkuat
sendi-sendi
perekonomian
dengan
menerapkan program inklusi keuangan
agar masyarakat harus memiliki akses
keuangan dan pembiayaan untuk membuka
lebar
kesempatan
mereka
berusaha.
Kebijakan penguatan operasi moneter akan
diintensifkan untuk mendukung efektivitas
transmisi suku bunga dan nilai tukar. Hal
ini perlu dilakukan guna memperkuat
struktur dan daya dukung sistem keuangan
dan lembaga keuangan dalam pembiayaan
pembangunan. Ada beberapa strategi yang
telah ditetapkan dan ditempuh, yaitu: (i)
meningkatkan kedisiplinan dalam menjaga
stabilitas dan kesinambungan pertumbuhan
ekonomi
dengan
penguatan
bauran
kebijakan; (ii) melakukan komunikasi yang
intensif untuk menjangkau persepsi pasar;
(iii) meningkatkan koordinasi yang erat
di antara berbagai pemangku kebijakan
untuk mencapai efektivitas kebijakan
dan, (iv) melakukan penguatan kebijakan
struktural untuk menopang keberlanjutan
pertumbuhan ekonomi, termasuk kebijakan
pengelolaan
subsidi
BBM,
kebijakan
di sektor keuangan, terutama terkait
pendalaman pasar keuangan, dan kebijakan
di sektor riil, terutama yang terkait dengan
sentra dari sisi produksi dan tata niaga
bahan pangan pokok.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) potensi
ekonomi yang perlu dioptimalkan untuk
menopang ketahanan ekonomi domestik
Indonesia.
Potensi
pertama
adalah
kepercayaan dan keyakinan yang tinggi
dari pelaku ekonomi terhadap pemerintah
dan pemangku kebijakan lainnya. Upaya
pemerintah dalam mencapai target capaian
dalam
program
pengampunan
pajak
tidaklah mungkin diraih, bila tidak didorong
oleh kepercayaan yang tinggi terhadap
arah kebijakan pemerintah dan prospek
ekonomi Indonesia ke depan. Kedisiplinan
pengelolaan
kebijakan
makroekonomi,
termasuk pengelolaan kebijakan fiskal

dengan target yang realistis dan memiliki


visi jangka menengah panjang, serta
kebijakan moneter yang berkomitmen
menjaga stabilitas makroekonomi yang
menjadi salah satu penopang utama
kepercayaan dan keyakinan para pelaku
ekonomi tersebut.
Potensi kedua yang mengemuka dan
perlu mendapat catatan khusus pada 2016
adalah sumber pembiayaan ekonomi yang
luar biasa dengan berhasilnya pemerintah
menyingkap potensi ini melalui program
pengampunan pajak. Tercatat hingga 24
November 2016, program tersebut berhasil
mengumpulkan tebusan Pajak sebesar
Rp92,2 triliun, dengan dana repatriasi
sebesar Rp143 triliun dan dana deklarasi
sebesar Rp3.946 triliun (Diagram 1).

Gambar 1. Hasil Pengampunan Pajak


pada Bulan November 2016

*)Uang Tebusan Rp95,2 triliun


Sumber : Kementerian Keuangan, Dirjen Pajak, 24
November 2016

Pencapaian tersebut patut diapresiasi


karena merupakan keberhasilan program
pengampunan pajak terbesar di dunia dari
berbagai program sejenis yang sebelumnya
pernah dilakukan oleh negara-negara
lain. Potensi ini secara makro merupakan
salah satu upaya penguatan fiskal melalui
peningkatan penerimaan dalam pembiayaan
APBN. Diharapkan terobosan kebijakan
fiskal tersebut dapat menjadi momentum
kuat bagi Pemerintah untuk mempercepat
reformasi sistem perpajakan di Indonesia
dengan
tetap
melakukan
evaluasi.
Perluasan basis pajak yang dicapai melalui
program pengampunan pajak diharapkan
diikuti intensifikasi pajak guna semakin
meningkatkan peran pajak sebagai sumber
pembiayaan.
Potensi ketiga ialah potensi teknologi
digital yang berkembang pesat. Pada Tahun
2016 ini kita melihat kegiatan sharing
economy dan digital economy meningkat
- 15 -

Referensi

pesat sebagaimana terlihat dari aktivitas


fintech dan e-commerce. Perkembangan
positif ini bila dimanfaatkan dengan tepat
akan dapat meningkatkan efisiensi dan
mendukung kegiatan ekonomi domestik.
Dengan demikian dalam penguatan
ekonomi domestik menghadapi ekonomi
global pada tahun 2017, otoritas moneter
dan pengelola kebijakan fiskal, secara
konsisten mengarahkan bauran kebijakan
untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
Melalui stabilitas ekonomi yang terjadi
akan memegang peran penting dalam
menopang penguatan ekonomi domestik
dan meningkatan daya beli masyarakat
sekaligus penerimaan sektor perpajakan.
Selain itu terus mendorong efisiensi untuk
memberikan fondasi yang kuat bagi daya
saing perekonomian.

2017, BI Utamakan Stabilitas Ekonomi,


Suara Pembaruan, 23 Novemeber 2016,
hal. 7.
Ekonomi 2017 Masih Dibayangi Risiko,
Harian Ekonomi Neraca, 28 November
2016.
Kebijakan Sektor Riil Disiapkan, Kompas,
25 November 2016, hal. 17.
Mengoptimalkan Potensi, memperkuat
Resiliensi, Pertemuan Tahunan Bank
Indonesia, 22 November 2016.
Nota Keuangan dan RAPBN Tahun
Anggaran 2017 Buku II, Bab I, hal. 3.
Perekonomian Domestik Baik Merespon
Gejolak Global, Suara Pembaruan, 23
November 2016, hal. 7.
Potensi Domestik Penopang yang Baik,
Media Indonesia, 28 November 2016,
hal. 13.
Sri
Mulyani
Prediksi
Ekonomi
2017
Tumbuh
5,1
Persen,
https://bisnis.tempo.co/read/
news/2016/11/23/090822517, diakses
28 November 2016.
Votalitas
Awali
Tahun
Pemulihan,
Kompas, 24 November 2016, hal. 17.

Penutup
Pada tahun 2017 Indonesia masih
menghadapi
tantangan
perekonomian
global. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan ketidakpastian ekonomi global
pada 2017 adalah menjaga sumber
pertumbuhan ekonomi domestik dengan
memperkuat konsumsi rumah tangga dan
investasi. Namun demikian dibutuhkan
bauran kebijakan fiskal dan moneter
guna mendorong pertumbuhan ekonomi
domestik. Dari sisi kebijakan fiskal dengan
memperkuat ketahanan fiskal melalui
penyusunan APBN yang kredibel dan
realistis, agar bisa menjadi stimulus serta
berkoordinasi dengan otoritas moneter
sehingga kebijakan yang dihasilkan makin
memperkuat fondasi perekonomian.
Untuk itu, prinsip sinergi kebijakan
menjadi salah satu hal yang perlu dijadikan
pedoman. Kebijakan yang dikeluarkan harus
harmonis dan terintegrasi antar-pemangku
kebijakan, baik di pusat maupun daerah.
Mengingat hal tersebut sangat penting maka
perlu mengoptimalkan bauran kebijakan
untuk memperkuat stabilitas ekonomi
domestik, yang selanjutnya akan menopang
fungsi alokasi dan fungsi distribusi. Dalam
hal ini DPR yang juga memiliki fungsi
anggaran, hendaknya dapat memastikan
bahwa bauran kebijakan oleh pengelola
fiskal dan otoritas moneter berjalan secara
efektif agar menciptakan kepastian dalam
penguatan ekonomi makro domestik.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 23/I/P3DI/Desember/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

ANALISIS EKSISTENSI
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
Riris Katharina*)

Abstrak
Korpri sebagai wadah organisasi non-kedinasan pegawai negeri sipil yang didirikan pada
tanggal 29 November 1971 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 dinilai
sudah tidak relevan sejak disahkannya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014, organisasi yang tepat untuk mewadahi
pegawai ASN yaitu korps profesi pegawai ASN. Organisasi yang mewadahi pekerja seharusnya
bergerak di luar kedinasan, oleh karena itu, fungsi Korpri atau korps profesi pegawai ASN
dalam pengembangan profesi ASN telah menimbulkan kesan bahwa korps profesi pegawai
ASN merupakan organisasi kedinasan. Tulisan ini merekomendasikan agar peraturan
pemerintah yang mengatur korps ini segera disahkan dan menegaskan bahwa korps ini bukan
organisasi kedinasan. Fungsi tersebut sesungguhnya merupakan fungsi dari pejabat pembina
kepegawaian. Penegasan korps bukan organisasi kedinasan akan membawa dampak bahwa
kegiatan korps tidak perlu dibiayai oleh APBN/APBD seperti yang sebelumnya terjadi. Untuk
itu, revisi terhadap Pasal 126 ayat (3) huruf a UU ASN harus dilakukan.

Pendahuluan

(Perdjan), pegawai daerah, pegawai bank


milik negara, dan pejabat/petugas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
desa.
Adapun tujuan dari Korpri yaitu untuk ikut
memelihara dan memantapkan stabilitas politik
dan sosial; untuk memelihara dan meningkatkan
mutu para anggota dalam penyelenggaraan tugastugas umum pemerintahan maupun tugas-tugas
pembangunan; dan membina watak, memelihara
rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan,
mewujudkan kerja sama yang bulat dan jiwa
pengabdian kepada masyarakat, memupuk rasa
tanggung jawab dan daya cipta yang dinamis,

Tanggal 29 November dijadikan sebagai


Hari Korps Pegawai Republik Indonesia
(Korpri), mengingat pada tanggal itulah
ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 82
Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik
Indonesia. Korpri dibentuk sebagai satusatunya wadah untuk menghimpun dan
membina seluruh pegawai Republik Indonesia
di luar kedinasan, guna lebih meningkatkan
pengabdiannya dalam mengisi kemerdekaan dan
pelaksanaan pembangunan. Keanggotaan Korpri
yang dibentuk pada tahun 1971 terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Perusahaan
Umum (Perum), Pegawai Perusahaan Djawatan

*) Peneliti Madya Bidang Administrasi Negara pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
Email: riris.katharina@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

serta mengembangkan rasa kesetiaan terhadap


negara dan pemerintah.
Selanjutnya,
berdasarkan
Keputusan
Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengesahan
Perubahan
Anggaran
Dasar
Korpri dilakukan perubahan mengenai sifat,
keanggotaan, dan misi dari organisasi Korpri.
Disebutkan bahwa Korpri adalah wadah
untuk menghimpun seluruh pegawai Republik
Indonesia demi meningkatkan perjuangan,
pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita
perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945 bersifat demokratis,
mandiri, bebas, aktif, profesional, netral,
produktif, dan bertanggung jawab. Adapun
keanggotaan Korpri yaitu menjadi PNS; pegawai
Badan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan
Layanan Umum (BLU), dan Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) serta anak perusahaannya; dan
perangkat pemerintahan desa atau nama lain
dari desa.
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun
2005 tersebut menyebutkan bahwa misi Korpri
yaitu mewujudkan organisasi Korpri sebagai
alat pemersatu bangsa dan negara; memperkuat
kedudukan, wibawa, dan martabat organisasi
Korpri; meningkatkan peran serta Korpri
dalam menyukseskan pembangunan nasional;
meningkatkan
perlindungan
hukum
dan
pengayoman kepada anggota; meningkatkan
ketaqwaan
dan
profesionalitas
anggota;
meningkatkan kesejahteraan anggota dan
keluarganya; menegakkan peraturan perundangundangan
Pegawai
Republik
Indonesia;
mewujudkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas
sesama anggota Korpri; dan mewujudkan
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
Pada tahun 2014, dengan dikeluarkannya
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak lagi
dikenal istilah Korpri. Dalam Bab XI mengenai
Organisasi, khususnya dalam Pasal 126 ayat
(1) disebutkan bahwa pegawai ASN berhimpun
dalam wadah korps profesi pegawai ASN
Repulik Indonesia. Tujuan dari korps ini yaitu
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN
sebagai pemersatu bangsa.
Tulisan ini akan menjawab pertanyaan
apakah
Korpri
masih
relevan
pascadiundangkannya UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN? Bagaimana seharusnya peran
organisasi semacam ini?

Korpri dan Korps Profesi Pegawai ASN


Sejak awal lahirnya Keputusan Presiden
Nomor 82 Tahun 1971 hingga Keputusan
Presiden Nomor 16 Tahun 2005, terlihat
beberapa
perubahan
mendasar
terkait
organisasi Korpri. Pertama, Keputusan Presiden
Nomor 16 Tahun 2005 tidak menyebutkan
bahwa organisasi Korpri sebagai organisasi
di luar kedinasan sebagaimana dimuat dalam
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971.
Kedua, organisasi ini mengalami perubahan
keanggotaan. Ketiga, organisasi juga mengalami
perubahan tujuan.
Dibandingkan dengan organisasi yang
dimaksud dalam UU ASN, terdapat perbedaan
mendasar antara Korpri dan organisasi ASN
menurut UU ASN. Perbedaan tersebut yaitu
pertama, nama organisasi. Menurut Keputusan
Presiden Nomor 82 Tahun 1971, organisasi
sebagai wadah pegawai Republik Indonesia
disebut Korpri. Berdasarkan UU ASN, organisasi
tersebut diberi istilah korps profesi pegawai
ASN.

Tabel 1. Perbedaan Mendasar


Korpri Korps Profesi Pegawai ASN
Kategori
Nama

Korps Profesi
Pegawai ASN

Korpri

Korps
Profesi
Pegawai ASN

Korpri

Dasar Hukum Keputusan Presiden


Sifat

Organisasi
kedinasan

di

luar

Keanggotaan

Pegawai Negeri Sipil


(PNS),
Pegawai
Perusahaan
Umum
(Perum),
Pegawai
Perusahaan Djawatan
(Perdjan),
pegawai
daerah, pegawai bank
milik negara, dan
pejabat/petugas yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
di desa

Undang-Undang
Tidak jelas

PNS dan Pegawai


Pemerintah
dengan
Perjanjian Kerja

Kedua, dasar hukum pembentukan.


Apabila Korpri dibentuk berdasarkan keputusan
presiden, maka korps profesi pegawai ASN
dibentuk berdasarkan UU. Ketiga, sifat
organisasi. UU ASN tidak menyebutkan secara
tegas apakah organisasi yang dimaksud di
dalam UU ASN ini merupakan organisasi
non-kedinasan (di luar kedinasan). Keempat,
keanggotaan organisasi. Organisasi menurut UU
- 18 -

ASN beranggotakan pegawai ASN yang terdiri


atas PNS dan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (lihat pada Tabel 1).
Dari keempat perbedaan mendasar tersebut
terlihat jelas bahwa antara Korpri dan korps
profesi pegawai ASN berbeda. Oleh karena itu,
keberadaan Korpri sebagai organisasi pegawai
ASN yang eksis saat ini sudah tidak relevan.
Pernyataan Presiden dalam ulang tahun Korpri
ke-45 pada tahun 2016 bahwa dalam waktu dekat
Korpri segera bertransformasi menjadi korps
profesi pegawai ASN harus segera direalisasikan.
Demikian pula komitmen Dewan Pengurus
Korpri Nasional periode 2015-2020 untuk
melakukan reposisi dari Korpri menjadi korps
profesi pegawai ASN harus segera ditindaklanjuti.
Presiden harus segera mengeluarkan peraturan
pemerintah yang mengatur mengenai keberadaan
korps profesi pegawai ASN.

Peran Korps Profesi Pegawai ASN


Dalam
pembahasan
RUU
tentang
ASN, keberadaan Korpri ikut diangkat dalam
pembahasan dan dipertanyakan eksistensinya.
Beberapa pertanyaan yang mencuat dari pihak
DPR RI yang mempertanyakannya pada waktu
itu adalah apakah peran Korpri? Apakah masih
relevan dengan kondisi saat ini sehingga perlu
dipertahankan?
Munculnya pertanyaan mengenai Korpri
oleh para anggota DPR RI dalam pembahasan
RUU dilatarbelakangi fakta bahwa kegiatan
Korpri pada waktu itu selain berasal dari iuran
anggota juga dibebankan pada APBN/APBD
(berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
93 Tahun 2001 tentang Pendanaan Korpri
dan Perlindungan bagi PNS yang ditugaskan
pada Sekretariat Dewan Pengurus Korpri).
Sumber dana dari APBN/APBD dipertanyakan
manfaatnya untuk negara. Selain itu, sempat
muncul Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
17 Tahun 2009 tentang Pedoman Organisasi dan
Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus Korpri
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mengatur
bahwa Sekretariat Dewan Pengurus Korpri baik
di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota
merupakan bagian dari satuan kerja perangkat
daerah (SKPD), yang berarti bahwa Sekretariat
Dewan Pengurus Korpri merupakan organisasi
struktural. Ekses dari ketentuan ini, hampir
setiap instansi membentuk struktur organisasi
Korpri dan meminta fasilitas administrasi dan
keuangan untuk mengoperasikannya.
Dilihat dari tujuan korps profesi pegawai
ASN disebutkan bahwa salah satu tujuannya

yaitu untuk menjaga standar pelayanan profesi


ASN. Untuk mencapai tujuan tersebut, korps
ini memiliki fungsi antara lain pembinaan dan
pengembangan profesi ASN. Pertanyaannya
bagaimana hal tersebut dapat dicapai? Apakah
organisasi sejenis korps dapat memenuhinya?
Organisasi korps atau di dalam teks
asing dikenal juga dengan union (serikat)
pada sejarahnya dibentuk dalam rangka untuk
meningkatkan
kekuatan
tawar
menawar
antara pekerja dengan pemberi kerja (Jacoby,
2004:3). Organisasi ini merupakan organisasi
di luar kedinasan. Artinya, tidak ada hubungan
organisasi formal antara organisasi ini dengan
instansi atau lembaga tempat para pekerja
melakukan pekerjaannya.
Fungsi membina dan mengembangkan
profesi ASN yang dilekatkan dalam diri korps
profesi pegawai ASN, sesungguhnya merupakan
tugas pejabat pembina kepegawaian di setiap
instansi pemerintah, baik di pusat maupun
di daerah. Dalam UU ASN disebutkan bahwa
pejabat pembina kepegawaian adalah pejabat
yang mempunyai kewenangan melaksanakan
proses
pengangkatan,
pemindahan,
dan
pemberhentian pegawai ASN dan pembinaan
manajemen ASN di instansi pemerintah.
Sedangkan pengawasannya dilakukan oleh
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dalam
Pasal 31 ayat (1) huruf b UU ASN disebutkan
bahwa KASN bertugas melakukan pengawasan
atas pembinaan profesi ASN. merupakan fungsi
dari seluruh instansi ASN. Oleh karena itu,
fungsi pembinaan dan pengembangan profesi
ASN merupakan fungsi yang mengambil fungsi
dari pejabat pembina kepegawaian.
Untuk dapat memastikan profesi ASN
dibina dan dikembangkan, pejabat pembina
kepegawaian
telah
dilengkapi
dengan
berbagai macam kewenangan untuk dapat
mewujudkan hal tersebut. Proses pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian pegawai
ASN dapat menjadi ajang memastikan para
pegawai ASN berkompetisi secara sehat untuk
memperlihatkan profesionalitasnya. Dalam
rangka menghasilkan pegawai ASN yang
profesional, setiap instansi juga diberikan
anggaran untuk memberikan pendidikan
dan pelatihan bagi para pegawai ASN untuk
mengembangkan profesinya.
Bagaimana dengan organisasi korps
profesi pegawai ASN? UU ASN tidak
menyebutkan secara jelas apakah organisasi
ini merupakan organisasi kedinasan atau
tidak. Namun, dari fungsinya terlihat bahwa
- 19 -

fungsi yang diembannya merupakan fungsi


kedinasan, karena melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi ASN. Ketidakjelasan
bentuk organisasi ini dapat mengakibatkan
kesalahan dalam hal pemberian fasilitas atau
bantuan keuangan untuk organisasi korps
profesi ini bekerja. Apabila korps profesi
pegawai ASN diberikan fungsi pembinaan
dan pengembangan profesi ASN, tentu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apabila
anggaran
untuk
melaksanakan
kegiatan
tersebut dibebankan kepada para anggota
melalui iuran anggota, tentu akan membebani
anggotanya sendiri untuk hal yang tidak perlu,
sebab anggota sudah menerima pendidikan dan
pelatihan dari instansi yang dibebankan dari
APBN/APBD.

Penutup
Keberadaan Korpri sebagai wadah pegawai
ASN pasca-disahkannya UU Nomor 5 Tahun
2014 tentang ASN menjadi tidak relevan.
Beberapa perbedaan mendasar terkait nama,
dasar hukum pembentukan, sifat organisasi, dan
keanggotaan organisasi yang dimaksud dalam
UU ASN sudah tidak sejalan dengan organisasi
Korpri sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Presiden Nomor 82 Tahun 1971 dan beberapa
perubahannya.
Organisasi tempat berkumpulnya para
pegawai atau pekerja seperti dalam wadah
korps sebagaimana dalam perkembangan
organisasi-organisasi
sejenis
seharusnya
berperan dalam kegiatan di luar kedinasan.
Fungsi korps profesi pegawai ASN terkait
dengan
pembinaan
dan
pengembangan
profesi ASN akan sulit dilaksanakan. Hal ini
disebabkan beberapa faktor, yaitu pertama
fungsi tersebut sesungguhnya sudah melekat
dalam diri pejabat pembina kepegawaian yang
ada di setiap instansi, baik di pusat maupun
di daerah. Kedua, dukungan anggaran untuk
melaksanakan
kegiatan
tersebut
apabila
dibebankan kepada iuran anggota akan
mendapatkan penolakan karena kegiatan
tersebut sudah diterima oleh para pegawai
ASN lewat instansi masing-masing dengan
menggunakan
anggaran
negara.
Apabila
UU tidak secara tegas menyatakan apakah
organisasi korps profesi pegawai ASN tersebut
merupakan organisasi kedinasan atau tidak,
dalam peraturan pemerintah yang mengaturnya
dapat
dinyatakan
secara
tegas
bahwa
organisasi tersebut merupakan organisasi di
luar kedinasan. Hal ini untuk menghindari

penggunaan uang negara, baik dalam APBN/


APBD untuk melaksanakan fungsi korps profesi
pegawai ASN tersebut.
Tulisan ini merekomendasikan agar
Presiden segera mengeluarkan peraturan
pemerintah yang mengatur pembentukan
organisasi korps profesi pegawai ASN. Dalam
peraturan pemerintah tersebut perlu dipertegas
bahwa organisasi tersebut merupakan organisasi
di luar kedinasan. Revisi UU ASN juga perlu
memuat perubahan terhadap Pasal 126 ayat
(3) huruf a dengan menghilangkan fungsi
pengembangan profesi ASN. Tujuannya lebih
diarahkan sebagai wadah berhimpun profesi
ASN.

Referensi
Jacoby, Sanford M., Employing Bureaucracy,
Lawrence Erlbaum Associates Publisher,
London, 2004.
Jokowi Pimpin Upacara HUT ke-45 Korpri
di Monas, http://nasional.kompas.com/
read/2016/11/29/08572751/jokowi.pimpin.
upacara.hut.ke-45.korpri.di.monas, diakses
tanggal 30 November 2016.
Korpri
Dephan,
http://dirgahayukorpri.
blogspot.co.id/2008/11/sejarah-berdirinyakorpri_9684.html, diakses tanggal 28
November 2014.
Presiden
Ingatkan
Pengabdian
Korpri
hanya Kepada NKRI, https://korpri.id/
berita/1187/presiden-ingatkan-pengabdiankorpri-hanya-kepada-nkri, diakses tanggal 5
Desember 2016.
Sejarah Korpri, https://korpri.id/, diakses
tanggal 28 November 2016.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus
Korpri Provinsi dan Kabupaten/Kota
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971
tentang Korps Pegawai Republik Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengesahan Perubahan Anggaran
Dasar Korpri.
Keputusan Presiden Nomor 93 Tahun
2001 tentang Pendanaan Korpri dan
Perlindungan bagi PNS yang ditugaskan
pada Sekretariat Dewan Pengurus Korpri.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai