Anda di halaman 1dari 8

Learning Objective !

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mekanisme pembekuan darah


Epidemiologi penyakit pada skenario
Pathogenesis dan patofisiologi penyakit pada scenario
Tatalaksana penyakit pada scenario
Komplikasi dan prognosis dari scenario
Pencegahan penyakit pada scenario
Bagaimana patomekanisme dari shock

Jawaban !
1. Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah
mengalami cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi
melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi pembuluh darah yang cidera,
pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan jaringan
ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara
permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksireaksi pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya pembekuan
di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan darah berada
dalam keadaan selalu cair.
a. Vasokonstriksi pembuluh darah
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari
pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh
berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah
barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik
setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain
dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian
besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada
dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi
sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan
tertutupnya lumen arteri.
b. Pembentukan sumbat trombosit
Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak
didasarkan pada fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat
trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya
dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit
akan berubah sifat secara drastis. Trombosit mulai membengkak,
bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat ke permukaan.
Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan
mensekresi ADP. Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis
prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh trombosit. ADP dan
tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan
sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif. Dengan
demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi trombosit
yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.

c. Pembentukan bekuan darah


Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat
hebat dan dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat
yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut
dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan
sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet
antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan
sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak
aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan
terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui
tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator protombin sebagai
reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi
trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan perubahan
fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring
trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.
1. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur
ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan
dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh
darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator
protombin berawal pada darah itu sendiri.
Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
a) Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan
yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi
sebagai enzim proteolitik.
b) Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan
glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid
bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.
c) Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X
yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan .
Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu
senyawa
yang
disebut
aktivator
protombin.
Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan
a) Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh
darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya
karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi
bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor
XII yang teraktivasi.
b) Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII
yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada
reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh
prekalikrein.
c) Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI
yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan
mengaktifkannya.

d) Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja


sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit
yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
e) Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator
protombin. Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya
sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X
yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid
trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan
activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid
yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan
dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa
detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan
dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.
f) Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh
activator protombin.
Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya
pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan
protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan
polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang
fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator
protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah.
Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk
terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah.
Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin.
Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan
trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan
jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang
terbentuk.
d. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan
proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4
peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen
sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai
kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer
lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari
polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui
ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah
kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat
jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk
globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang
terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat
bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian
zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan
kovalen diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan
silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

Sumber : Guyton&Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.


EGC; Jakarta. Hal : 485-495
2. Epidemiologi
Saat ini virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya, setiap tahun,
diseluruh dunia, dilaporkan angka keadian infeksi dengue sekitar 20 juta
kasus dan angka kematian sekitar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence Rate meningkat dari 0,005 per 100.000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100.000
penduduk.
Referensi : DEPKES RI. 2005. Pedoman Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Depkes RI. Jakarta
3. pathogenesis :
patogenensis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontoversial.
Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder dan hipotesis
Immune Enhancement.
Mengenai hipotesis infeksi sekunder, pasien yang mengalami infeksi
berulang dengan serotype virus dengue yang heterolog mempunyai resiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnyaakan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
membentuk kompleks antigen antibody kemudian berikatan edngan Fc
reseptor dari membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dalam waktu beberapa hari terjadi
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibody IgG anti dengue. Sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskuler.
Volume plasma intravaskuler menurun sehingga menyebabkan hipovolemia
sehingga syok.
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan onfeksi dan replikasi virus dengue di dalm
sel mononuclear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebutm terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian
hipovolemia dan syok.
Referensi : Suhendro, dkk. 2014. Demam Berdarah Dengue. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Interna Publishing. Jakarta.
4. tatalaksana :
Keadaansyokdapatdiperhatikandarikeadaanumum,kesadaran,tekanan
sistolik<100mmHg,tekanannadi<20mmHg,frekuensinadilebihdari100

x/menit, akral dingin dan kulit pucat serta diuresis kurang dari 0,5 mL/
kgBB/jam.Pemeriksaanlaboratoriumyangperluadalahdarahfosfatlengkap,
hemostasis, analisis gas darah,

kadar elektrolit (natrium, kalium, klorida)

sertaureumdankreatinin.
Di fase awal DSS, dapat diberikan Ringer Laktat 20 mL/kgBB/jam,
dievaluasi dalam 30120 menit. Syok diharapkan dapat diatasi dalam 30
menitpertama.Jikasyoksudahdapatdiatasi,RingerLaktatselanjutnyadapat
diberikan10mL/kgBB/jamdandievaluasisetelah60120menitsesudahnya.
Jikastabil,dapatdiberikan500mLsetiap4jam.Pengawasandiniterhadap
risikosyokberulangdalam48jampertamamutlakkarenaprosespenyakit
masihberlangsung.Jikasyokbelumteratasi,diberikancairankoloid1020
mL/kgBB/jam,maksimal1.0001.500mLdalam24jam;jeniscairanyang
tidak memengaruhi mekanisme pembekuan darah. Saat ini, terdapat tiga
golongan cairan koloid, yaitu dextran, gelatin, dan hydroxyethyl starch
(HES).
Referensi : Lardo S. 2013. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan
Penyulit. Volume 40. Nomor 9. Viewed 15 Desember 2015. From
<http//:www.kalbemed.com>
5. Komplikasi.
a. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa
syok.
b. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut.
c. Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan
Referensi : WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim
Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes RI
6. Pencegahan
Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya
dengan melakukan tindakan 3M, yaitu:

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali


atau menaburkan bubuk larvasida (abate).

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

Referensi : Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di


Sarana

Pelayanan

Pelayanan Medik.

Kesehatan.

Jakarta:

Direktorat

Jenderal

7. Patomekanisme :
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum,
walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi
empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume
darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu
faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan
terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai
kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut,
curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
a. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan
otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.
Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat
untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi
pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun,
tetapi

karena

ginjal

mempunyai

cara

regulasi

sendiri

untuk

mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah


menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
b. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di
seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,

metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya


terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan
tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang
luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia
jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
c. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat

diperbaiki.

Kekurangan

oksigen

mempercepat

timbulnya

ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu


lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.
referensi : Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi
Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta.
pp. 359-372.

Anda mungkin juga menyukai

  • Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Dokumen4 halaman
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Nyeri
    LO Nyeri
    Dokumen14 halaman
    LO Nyeri
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Kejang
    LO Kejang
    Dokumen8 halaman
    LO Kejang
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • REFARAT
    REFARAT
    Dokumen14 halaman
    REFARAT
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • KLH
    KLH
    Dokumen7 halaman
    KLH
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOPK Blok20scene1
    LOPK Blok20scene1
    Dokumen6 halaman
    LOPK Blok20scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1psiko
    LO Blok20scene1psiko
    Dokumen8 halaman
    LO Blok20scene1psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok16scene1
    LO Blok16scene1
    Dokumen19 halaman
    LO Blok16scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok21scene2
    LO Blok21scene2
    Dokumen8 halaman
    LO Blok21scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 18 Scene 3 Betul
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    Dokumen18 halaman
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok17scene1
    LO Blok17scene1
    Dokumen7 halaman
    LO Blok17scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok19scene3
    LO Blok19scene3
    Dokumen15 halaman
    LO Blok19scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1Alergi
    LO Blok20scene1Alergi
    Dokumen3 halaman
    LO Blok20scene1Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene4Psiko
    LO Blok20scene4Psiko
    Dokumen10 halaman
    LO Blok20scene4Psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 20 Scene 2 Alergi
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    Dokumen9 halaman
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok11 Scene3
    LOblok11 Scene3
    Dokumen11 halaman
    LOblok11 Scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok13scene3
    LO Blok13scene3
    Dokumen9 halaman
    LO Blok13scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok6 Scene2
    LO Blok6 Scene2
    Dokumen4 halaman
    LO Blok6 Scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo !
    Lo !
    Dokumen4 halaman
    Lo !
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo 2
    Lo 2
    Dokumen4 halaman
    Lo 2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Dokumen5 halaman
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Block18scene1
    LO Block18scene1
    Dokumen16 halaman
    LO Block18scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO 3 Blok12scene3
    LO 3 Blok12scene3
    Dokumen15 halaman
    LO 3 Blok12scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Grafik
    Grafik
    Dokumen1 halaman
    Grafik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Learning Objective Blok 5
    Learning Objective Blok 5
    Dokumen10 halaman
    Learning Objective Blok 5
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Critical PDF
    Jurnal Critical PDF
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Critical PDF
    Nanda Nabilah Ubay
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Papan Nama
    Papan Nama
    Dokumen1 halaman
    Papan Nama
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat