Anda di halaman 1dari 7

MALNUTRISI

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Buku-Pedomanpelayanan-anakdfr.pdf
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/buku-sk-antropometri2010.pdf
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/GIZI-BURUK-II-Hal-113-ok1.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6688/1/057012011.pdf
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/8fef65a0d0f79c15ae59f0d9b7d5a
f71ea75ad32.pdfx
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124101-S-5339-Hubungan
%20antara-Literatur.pdf
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4398/2965
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125GIZI/mk_giz_slide_malnutrisi_energi_protein.pdf--> kurang energy protein
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/06/New-Buku-SurveilansFinal1.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-galihahmad-5187-3bab2.pdf

Tabel Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

(Kementrrian Kesehatan RI, 2011a).

Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein.
Dewasa ini menunjukkan bahwa jarang dijumpai anak yang menderita defisiensi
energi murni ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein
biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrien lainnya. Karena itu
istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi energi protein (MEP) atau kekurangan
kalori protein (KKP). MEP dapat diklasifikan menjadi MEP ringan dan MEP
berat, yang terakhir ini terbagi lagi menjadi marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus-kwashiorkor. Istilah marasmus-kwashiorkor dipakai bila defisiensi
kedua nutrien ini berimbang. Sistem Wellcome Trust Working Party membedakan
jenis MEP berdasarkan berat badan dan edema sebagai berikut:
(1) Jenis kwashiorkor bila BB lebih dari 60% baku, disertai edema
(2) Jenis marasmus-kwashiorkor bila BB lebih dari 60% baku, disertai edema
(3) Jenis marasmus bila BB kurang dari 60% baku, tanpa edema.
Tabel Kriteria Anak Gizi Buruk dan Alur Pemeriksaan

(Kementrian Kesehatan RI, 2011b).

Sindrom

marasmus,

kwashiorkor,

dan

marasmus-kwashiorkor

yang

merupakan MEP-berat tidaklah lebih sering ditemukan daripada MEPringan/sedang yang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition) yang
ditandai oleh adanya hambatan pertumbuhan.
1. Marasmus
a. Kejadian dan etiologi
Kejadian ini banyak ditemukan di negara miskin dan dunia ketiga,
karena peran berbagai faktor negatif yang sifatnya multifaktorial dan
kompleks. Masukan kalori yang kurang dapat pula terjadi akibat kesalahan
pemberian makan karena tiadanya keakraban dalam hubungan orangtua
dan anak, penyakit metabolik, kelainan kongenital, infeksi kronik atau
kelainan organ tubuh lainnya.
b. Patofisiologi

Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejumlah energi yang


dalam keadaan normal dapat dipenuhi dari makanan yang diberikan.
Kebutuhan ini tidak terpenuhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk
pemenuhannya digunakan cadangan protein sebagai sumber energi.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit esensial, seperti berbagai asam amino. Karena itu pada
marasmus, kadang-kadang masih ditemukan kadar asam amino yang
normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.
c. Gejala klinis
Gambaran klinis akan memperlihatkan penampilan seorang anak yang
kurus kering,. Semula anak rewel walaupun telah diberi minum, dan sering
bangun malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan
nafsu makan menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh-kembang akan
terlihat berat badan menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga
turgor menjadi jelek dan kulit berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat,
jaringan lemak pipi pun menghilang, sehingga wajah anak menyerupai
wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel
cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata tampak lebih besar
dan cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran
usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang
terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh
umumnya subnormal, nadi lambatdan metabolism basal menurun,sehingga
ujung tangan dan kaki terasa dingin dan nampak sianosis.
d. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering dijumpai adalah enteritis, infestasi


cacing, tuberkulosis, dan defisiensi vitamin A.
2. Kwashiorkor
a. Kejadian dan etiologi
Agar tercapainya keseimbangan nitrogen yang positif, bayi dan anak
dalam masa pertumbuhan memerlukan protein lebih banyak dibandingkan
dengan orang dewasa. Keseimbangan nitrogen yang positif pada orang
dewasa tidak diperlukan, karena kebutuhan protein sudah terpenuhi bila
keseimbangan tersebut dapat dipertahankan. Pada anak, bila keseimbangan
nitrogen yang positif tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat ia akan
menderita malnutrisi protein yang mungkin akan berlanjut dengan
kwashiorkor. Meskipun sebab utama penyakit ini adaah defisiensi protein,
tetapi karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrien
lainnya. Umumnya defisiensi protein disertai pula oleh defisiensi energi,
sehingga pada seseorang, kasus dapat terdapat gejala kwashiorkor maupun
marasmus.
Keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare
kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom
nefrotik), infeksi menahin, luka bakar, dan penyakit hati.
b. Patofisiologi
Pada defisiensi murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam
amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan
metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi

insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin oleh hepar, yang berakibat timbulnya edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein,
sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat
terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
c. Gejala klinis
Gejala klinis dari kwashiorkor yaitu:
1. Secara umum anak nampak sembab , letargik, dan cengeng. Padatahap
lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma
2. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi
badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunan BB ini
tidak mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka
3. Edema muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam, kemudian
muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut mungkin
di seluruh tubuh (edema anasarka)
4. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan yang
jaringan subkutan tipis dan lembek
5. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare.
Diare terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksi
penyebabnya mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau
usus (atrofi)
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah
dicabut. Tarikan ringan didaerah temporal dengan mudah dapat
mencabut seberkas rambut tanpa reaksi sakit. Pada kwashiorkor tahap
lanjut, rambut akan terlihat kusam, jarag, kering, halus, dan berwarna
pucat atau putih. Pada selembar rambut seringkali nampak berbagai

warna secara selang seling antara warna gelap, pirang, pucat yang
menyerupai bendera dan dikenal sebagai signo de bandero
7. Kelainan kulit tahap awal berupa kulit yang kering, bersisik dengan
garis-garis kulit yang dalam dan lebar
8. Anak mudah terjangkit penyakit infeksi akibat defisiensi imunologik,
penyakit campak pada anak kwashiorkor dapat menjadi serius dan
berakibat fatal. Penyakit infeksi ini sering bermanifestasi sebagai diare,
bronkopneumonia, faringotonsilitis, atau tuberculosis
9. Penyakit kwashiorkor sering disertai oleh defisiensi vitamin dan
mineral lain, arena itu bisa dijumpai tanda defisiensi vitamin A,
riboflavin (stomatitis angularis), anemia defisiensi besi, dan anemia
megaloblastik.

Anda mungkin juga menyukai