Anda di halaman 1dari 13

REFERAT KASUS KLINIS

BLOK 4.3 KOMPREHENSIF KLINIS


NYERI PERUT KANAN ATAS

Oleh :
Siti Solichatul Makkiyyah

13711082

Tutorial 1

Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2016

Menurut Penner et al (2016) nyeri perut bagian atas dapat dibagi


berdasarkan lokasinya yaitu kuadran kanan atas, epigastrik dan kuadran
kiri atas. Masing-masing penyebab nyeri akan dirangkum pada tabel
berikut.
Lokasi Nyeri

Kuadran kanan atas

Kuadran epigastrik

Diagnosis
banding

Kuadran
kiri
atas
- Splenomegali
- Infark splenik
- Abses
splenik
- Ruptur
splenik

Bilier:
- IMA
- Pankreatitis
- Kolelitiasis
- Ulkus peptik
- Kolesistitis
- GERD
- Kolangitis
- Disfungsi sfingter - Gastritis/
gastropati
oddi
Dispepsia
Hepatik
fungsional
- Perihepatitis
- Gastroparesis
- Abses hati
- Sindrom BuddChiari
- Trombosis Vena
dalam
Dari berbagai diagnosis banding di atas, pada referat ini akan dibahas tiga
diagnosis banding yaitu 1. Gastritis (4A), 2. Ulkus Peptikum (3A), dan 3.
Abses Hati Amuba (3A).
Diagnosis Banding 1 Gastritis (4A)

1. Definisi
Gastritis adalah terjadinya peradangan pada lapisan mukosa
hingga submukosa lambung (Hirian, 2014).
2. Epidemiologi
Menurut WHO dalam Gustin (2011) angka kejadian gastritis di
Indonesia mencapai 40,8%. Lebih lanjut gastritis merupakan penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia menurut
profil kesehatan Indonesia tahun 2009.
3. Etiologi
Gastritis sendiri memiliki beberapa klasifikasi, menurut Stolte dan
Meining (2001) yaitu gastritis non-H.pylori dan gastritis H.pylori.
gastritis non-H.pylori meliputi gastritis reaktif/kimiawi, gastritis
H.heilmanii, gastritis granulomatous, gastritis autoimun, dan gastritis
bentuk khusus. Gastritis dapat terjadi akibat banyak sebab yang
menyebabkan terjadinya peradangan pada mukosa lambung,
diantaranya yaitu: OAINS, alkohol, infeksi, stres, hipersensitivitas,

4.

5.

6.

7.

iskemia, paparan zat kimia baik endogen maupun eksogen (Wehbi,


M., 2016).
Manifestasi Klinis
Kebanyakan kasus gastritis adalah asimtomatis. Jika ada gejala
umumnya berupa nyeri panas dan pedih di ulu hati, disertai mual dan
muntah (Hirian, 2014). Selain itu gastritis juga merupakan salah satu
penyakit dispepsia organik. Dispepsia adalah rasa tidak nyaman pada
perut bagian atas, dapat berupa nyeri epigastrium, rasa terbakar di
epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa
kembung, mual, muntah dan sendawa (Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia [PGI] dan Kelompok Studi Helicobater pylori Indonesia
[KSHPI], 2014)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada gastritis tidak spesifik yaitu dapat berupa
nyeri tekan epigastrium. Endoskopi menjadi pemeriksaan utama pada
kasus ini. gambaran yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
endoskopi yaitu eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
perdarahan, edematous rugae (Hirian, 2014).
Penegakkan Diagnosis
Sesuai hasil pemeriksaan endoskopi, jika ditemukan kelainan pada
mukosa lambung meliputi gambaran di atas maka diagnosis gastritis
dapat ditegakkan (PGI dan KSHPI, 2014). Selain itu gastritis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi bersamaan dengan
pemeriksaan histopatologi (Hirian, 2014).
Tatalaksana Klinis
a. Farmakoterapi
Tatalaksana gastritis terutama harus disesuaikan dengan
etiologinya. Menurut konsensus, obat yang dapat dipergunakan yaitu
antasida, PPI, antagonis reseptor H-2, prokinetik dan sitoprotektor
(analog prostaglandin).
Antasida merupakan basa lemah, paling banyak antasida yang
beredar di pasaran saat ini terdiri dari magnesium hidroksida atau
alumunium hidroksida. Antasida dapat bereaksi dengan asam
hidroklorida lambung membentuk garam dan air. Dengan dosis
standar, antasida dapat memjaga pH lambung diatas 4-5. Antasida
tidak membentuk lapisan yang melapisi ulkus peptik atau mukosa
gastrointestinal. Antasida biasanya diberikan dengan dosis 10-20 mL
empat kali sehari (Cheraghali, 2016).
Antagonis reseptor H2 bekerja pada reseptor histamin di sel
parietal sehingga mencegah ikatan antara histamin dengan
reseptornya dan menghambat sekresi asam dari sel parietal.
Sedangkan PPI (Proton Pump Inhibitor) bekerja dengan cara
3

berikatan secara kovalen


pada pompa ion H+/K+
ATPase yang merupakan
pompa yang dibuthkan pada
langkah terakhir produksi
asam lambung (Aihara et al.,
2003).
Prokinetik
merupakan
obat yang meningkatkan
motilitas
saluran
pencernaan. Salah satu obat
prokinetik yang akan dibahas disini yaitu domperidone (antagonis
Dopamin). Domperidon merupakan antagonis reseptor D2. Reseptor
dopamin tersebar hampir di seluruh saluran pencernaan. Inhibisi
pada reseptor ini meningkatkan pelepasan asetilkolin sehingga
meningkatkan motilitas saluran cerna (Georgiadis et al., 2000).
Prostaglandin endogen (PGs) memiliki peran penting dalam menjaga
integritas jaringan mukosa traktus gastrointestinal, terutama PG tipe
E atau PGE. PGE2 memiliki peran dalam melindungi mukosa dari
asam lambung dan zat iritan lain seperti NSAID dan alkohol
(Takeuchi. 2010). Sehingga pemberian analog prostaglandin seperti
misoprostol bertujuan untuk meningkatkan integritas jaringan
mukosa pada lambung.
8. Prognosis
Umumnya kasus gastritis dapat sembuh secara spontan. Angka
kematian paling tinggi sebesar 65% terjadi pada gastritis plegmonous
bahkan dengan pengobatan. Komplikasi yang dapat terjadi pada
gastritis akut yaitu perdarahan, dehidrasi akibat muntah, gagal ginjal
akibat dehidrasi (Wehbi, M., 2016)..
9. Upaya Promotif, Preventif, Rehabilitatif
a. Promotif
Edukasi tentang gaya hidup sehat dan diet seimbang serta
pengelolaan stress.
b. Preventif
Mempraktekkan gaya hidup sehat dan makan dengan diet
seimbang. Jika memiliki riwayat gastritis di keluarga sebaiknya
menghindari makanan-makanan yang merangsang asam lambung.
Melakukan koping positif terhadap stress dan memiliki waktu
istirahat yang cukup.
c. Rehabilitatif

Edukasi kepada pasien dan keluarga bahwa gastritis dapat


sembuh namun sangat mungkin untuk kambuh jika ada pemicu.
Melakukan pemeriksaan lanjutan jika diduga terdapat infeksi
H.pylori. Menerapkan gaya hidup sehat, makan dengan diet
seimbang, hindari rokok dan alkohol serta stress berlebih (Tarigan,
2014).
Diagnosis Banding 2 Ulkus Peptikum
1. Definisi
Ulkus peptikum adalah luka terbuka akibat terputusnya kontinuitas
jaringan mukosa saluran cerna atas berupa gambaran indurasi
berbentuk bulat atau oval (Tarigan, 2014).
2. Epidemiologi
Sebelumnya kebanyakan ulkus peptikum disebabkan oleh infeksi
Helicobacter pylori, namun penelitian menunjukkan adanya penurunan
prevalensi infeksi H.pylori karena semakin baiknya tatalaksana
eradikasi infeksi H.pylori. Saat ini ulkus peptikum terutama ulkus
gaster banyak dihubungkan dengan penggunaan OAINS (Obat Anti
Inflamasi Non-Steroid) dan asam asetilsalisilat (Sung, 2009).
Insidensi ulkus peptikum mencapai 0,1-0,19% sedangkan
prevalensinya mencapai 0,12-1,5% berdasarkan diagnosis dokter
(Sung, 2009). Baik ulkus gaster maupun ulkus duodeni insidensinya
meningkat seiring peningkatan usia (Vakil, 2014).
3. Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya ulkus peptik yaitu
infeksi H.pylori, penggunaan OAINS dan stres (Tarigan, 2014).
4. Manifestasi Klinis
Umumnya pasien yang mengalami ulkus peptik mengeluhkan
dispepsia akibat ulkus. Dispepsia merupakan kumpulan gejala pada
saluran cerna meliputi mual, muntah, rasa kembung, nyeri ulu hati,
sendawa, rasa terbakar, rasa penuh di ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Gejala yang menonjol pada ulkus peptik yaitu nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman disertai dengan muntah (Tarigan, 2014).
a. Ulkus Gaster
Pada ulkus gaster tumbul setelah makan dan biasanya berada di
sebelah kiri.
b. Ulkus Duodeni
Ulkus duodeni biasanya menimbulkan rasa sakit pada saat
pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien di
tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan atau mengonsumsi
antasida. Rasa sakit biasanya terasa di sebelah kanan garis tengah
perut (Tarigan, 2014).
5

5. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan epigastrik.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan endoskopi dapat menunjukkan gambaran ulkus
jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur. Biopsi dilakukan
untuk menemukan gambaran histopatologi dilanjutkan dengan
kultur jaringan biopsi untuk menemukan bukti infeksi kuman
H.pylori (Tarigan, 2014). Pada pasien yang tidak dilakukan biopsi
dapat dilakukan urea breath test (UBT) untuk menemukan bukti
infeksi kuman H.pylori (Crowe, 2016).
6. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis baik ulkus gaster dan duodeni yaitu
berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
(Akil, 2014).
7. Tatalaksana Klinis
Tatalaksana pada ulkus baik pada gaster atau duodeni memiliki
respon terapi yang sama.
a. Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan ulkus peptikum
diantaranya adalah antasida, bismuth koloid, sukralfat,
prostaglandin, antagonis reseptor H2, dan PPI. Selain itu jika
ditemukan bukti infeksi kuman H.pylori maka terapi ditambahkan
dengan terapi untuk eradikasi H.pylori.
Bismuth koloid diduga membentuk lapisan pada dasar ulkus baik
di lambung maupun duodenum dan melindungi terhadap asam dan
pepsin. Sukralfat bekerja mirip dengan bismuth yaitu dengan
membentuk lapisan fisikokimia pada dasar ulkus dan melindungi
ulkus dari asam dan pepsin (Tarigan, 2014).
Eradikasi H.pylori menurut PGI dan KSHPI (2014) terdiri dari
beberapa regimen. Regimen ini merupakan gabungan dari PPI/
+bismut dengan antibiotik. Antibiotik yang dipakai dalam regimen
terapi eradikasi H.pylori yaitu :
Amoksisilin : bekerja dengan cara mengganggu sintesis
peptidoglikan bakteri, khususnya dengan memblok suatu
transporter yang disebut penicillin binding protein (PBP).
Klaritromisin : memiliki efek bakteriostatik dengan cara inhibisi
sintesis protein melalui ikatan dengan subunit 50s pada
ribosom bakteri.
Metronidazole : memiliki efek bakterisidal dengan mereduksi
nitro, derivat-nitroso dan hidroksilamin yang akan merusak
struktur helix DNA.
6

Tetrasiklin : bertugas sebagai zat bakteriostatik dengan


menginhibisi subunit 30s dan memblok ikatan antara aminoasilrTNA dengan aseptornya.
Levofloksasin : merupakan golongan kuinolon dengan efek
bakterisida. Obat ini bekerja dengan berikatan pada DNA
gyrase sehingga menghambat sintesis DNA (Francesco et al.,
2011).
b. Non-farmakoterapi
Tindakan operatif dapat dilakukan jika terdapat indikasi seperti
kegagalan pengobatan, jika ada kondisi akut seperti
perdarahan, perforasi dan stenosis pilorik, serta ulkus gaster
dengan dugaan keganasan (Tarigan, 2014).
8. Prognosis
Sekitar 60% ulkus peptikum dapat sembuh sepontan, namun
tingkat kesembuhan meningkat hingga 90% jika diberikan terapi
terutama eradikasi H.pylori. Namun angka kekambuhan ulkus
peptikum mencapai 5-30% (Vakil, 2015).
9. Upaya Promotif, Preventif, Rehabilitatif
a. Promotif
Edukasi tentang gaya hidup sehat terutama cuci tangan sebelum
makan dan diet seimbang serta pengelolaan stress.
b. Preventif
Jika memiliki riwayat gastritis sebaiknya melakukan terapi
dengan teratur dan menghindari kekambuhan. Melakukan
pemeriksaan lanjutan jika gastritis terus berulang.
c. Rehabilitatif
Pasien disarankan untuk memperbanyak istirahat dan
menghindari stres berlebihan. Diet yang disarankan yaitu makanan
biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang. Selama
pengobatan sebaiknya menghentikan rokok (Tarigan, 2014).
Diagnosis Banding 3 Abses Hati Amuba (3A)
1. Definisi
Abses hati amuba adalah terjadinya akumulasi debris purulen
(nanah) di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba (Nusi,
2014).
2. Epidemiologi
Infeksi amuba (amubiasis) merupakan penyebab kematian akibat
infeksi ketiga setelah malaria dan schistosomiasis (Rozaliyani et al.,
2010). Prevalensi tertinggi berada di negara tropis dan berkembang

3.

4.

5.

6.

7.

(Junita et al., 2006). Penelitian di Indonesia menunjukkan rasio


kejadian antara laki-laki dan wanita yaitu 3:1, dengan usia berkisar
antara 20-50 tahun (Marsawidjaya, 2014).
Etiologi
Abses hati amuba, sesuai dengan namanya, disebabkan oleh
parasit amuba, yang tersering yaitu Entamoeba histolytica (Nusi,
2014).
Manifestasi Klinis
Pasien umumnya mengeluhkan nyeri perut kanan atas disertai
mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh.
Selain itu bisa terjadi demam intermiten, malaise, mialgia, artralgia.
Hasil anamnesis pada pasien dapat ditemukan riwayat penyakit diare
atau disentri (Nusi, 2014).
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Peningkatan suhu tubuh bisa didapatkan atau tidak. Pembesaran
batas hepar disertai nyeri tekan, ikterus jarang terjadi dan bila ada
menunjukkan prognosis yang buruk.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan tanda-tanda infeksi yaitu
leukositosis, anemia. Tes serologi (ELISA) terhadap antibodi antiamuba positif. Pencitraan menggunakan USG abdomen merupakan
pilihan utama untuk tes awal. Pada pemeriksaan USG didapatkan
gambaran lesi hipo-echoic dengan internal echoes. CT-scan dapat
digunakan untuk mendiagnosis abses hati yang lebih kecil.
Pencintraan pada abses hati amuba biasanya menunjukkan abses
tunggal di lobus kanan hepar dekat diafragma (Nusi, 2014).
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis amubiasis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala,
riwayat pasien sehubungan dengan diagnosis, pemeriksaan radiologi
dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikrobiologi atau serologi (Pritt
dan Clark, 2008).
Tatalaksana Klinis
a. Farmakoterapi
Anti-amuba yang dapat digunakan untuk terapi abses hati amuba
yaitu metronidazole 3 x 750 mg per oral selama 7-10 hari
dilanjutkan dengan preparat luminal amubisida untuk eradikasi kista
yaitu iodoquional 3 x 650 mg selama 20 hari atau diloxanide furoate
3 x 500 mg selama 10 hari atau paromomycin 25-35/kgbb/hari
terbagi dalam 3 dosis selama 7 hari.
Iodoquinol bekerja dengan mengikat ion ferro yang dibutuhkan
untuk metabolisme protozoa. Diloxanide furoate masih belum

diketahui. Sedangkan paromomycin bekerja dengan menghambat


sintesis protein melalui ikatan dengan subunit 16s (Chatchen,
2016).
b. Non-farmakoterapi
Aspirasi jarum perkutan : diindikasikan jika ukuran kavitas >5
cm, abses pada lobus kiri hati, tidak ada respons klinis setelah
terapi 3-5 hari, lesi multipel.
Drainase perkutan
Drainase operatif : jarang dikerjakan, diindikasikan jika abses
terancam ruptur atau sulit dicapai dengan aspirasi/drainase
perkutan.
Reseksi hati : diindikasikan jika terdapat abses hati dengan
karbunkel disertai hepatolitiasis dan berada di lobus kiri (Nusi,
2014).
c. Pilihan tatalaksana berdasarkan ukuran abses
Diameter 1-5 cm : terapi farmakologi, bila respon negatif
lakukan aspirasi
Diameter 5-8 cm : terapi aspirasi berulang
Diameter >8cm : drainase per kutan (Nusi, 2014).
8. Prognosis
Abses hati amuba merupakan penyakit yang sangat bisa
disembuhkan. Angka kematian <1% bila tanpa penyulit lain. Dapat
terjadi penyulit seperti ruptur ke peritoneum atau perikardium bila
diagnosis terlambat (Nusi, 2014).
9. Upaya Promotif, Preventif, Rehabilitatif
a. Promotif
Edukasi terkait gaya hidup bersih dan sehat terutama mencuci
tangan sebelum makan, buang air di kamar mandi.
b. Preventif
Melakukan gaya hidup bersih dan sehat, membersihkan dan
memasak makanan hingga matang. Jika melakukan perjalanan
upayakan melakukan pencegahan dengan selalu menjaga
kebersihan diri dan makanan yang dimakan. Hindari meminum air
lokal, termasuk es batu (Brailita, 2015a). Jika memiliki keluhan
diare seperti disentri segera lakukan terapi untuk mencegah
komplikasi.
c. Rehabilitatif
Pasien diberi edukasi terkait gaya hidup bersih dan sehat.
Melakukan kontrol teratur karena terdapat 10-15% kasus dengan
kegagalan eradikasi kista amuba (Brailita, 2015b). Selalu mencuci
dan memasak makanan hingga matang.

Matriks DD
DD

Gastritis (4A)

Ulkus Gaster (3A)

Epigastrik

Epigastrik

Tajam, menusuk,
panas
Dispepsia

Tajam, menusuk,
panas
Dispepsia

Pemeriksaa
n fisik

Nyeri tekan
epigastrium

Nyeri tekan
epigastrium

Pemeriksaa
n penunjang

Endoskopi :
tanda
peradangan
tanpa ulkus

Endoskopi :
gambaran ulkus
pada mukosa

Lokasi nyeri
Demam
Kualitas
nyeri
Gejala lain

10

Amebic Liver
Abses (3a)
Kanan atas
+
Tumpul
Diare, malaise,
mual, muntah
Nyeri tekan regio
kanan atas,
pembesaran
batas hepar
USG/CT-scan :
gambaran
hipoechoic pada
hepar
Serologi :
antibodi antiamuba +

DAFTAR PUSTAKA
Aihara, T., Nakamura, e., Amagase, K., Tomita, K., Fujishita, T., Furutani,
K., Okabe, S. Pharmacological control of gastric acid secretion for the
treatment of acid-related peptic disesase: past, present, and future.
Pharmacology & Therapeutics. 2003, 98: 109-127.
Akil, H.A.M. 2014. Tukak Duodenum, dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi,
B., Alwi, I., dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Brailita, D.M. Amebic Hepatic Abscesses: Deterrence/Prevention. [Diakses
pada tanggal 25 November 2016, diperbaharui terakhir pada tanggal 15
April
2015a].
Dapat
diakses
pada:
http://emedicine.medscape.com/article/183920-followup#e3
Brailita, D.M. Amebic Hepatic Abscesses: Furher Outpatient Care.
[Diakses pada tanggal 25 November 2016, diperbaharui terakhir pada
tanggal
15
April
2015b].
Dapat
diakses
pada:
http://emedicine.medscape.com/article/183920-followup#e4.
Chatchen, S. Antiparasitic Drugs (Antiprotozoal drugs, Nitazoxanide and
Ivermectin). Food and Water borne Disease. 2016, 1-10.
Cheraghali, A.M. Application for the removal of Antacids from the WHO
Model List of Essential Medicines. 18th Expert Committee on the
Selection and Use of Essential Medicines [diakses pada tanggal 24
November
2016].
Dapat
diakses
pada:
www.who.int/selection_medicines/committees/.../applications/Antacids_deletio
n.pdf.

Crowe, S.E. Patient education: Peptic ulcer disease (Beyond the Basics).
[Diakses pada tanggal 23 November 2016, diperbaharui terakhir pada
tanggal
18
Agustus
2016].
Dapat
diakses
pada:
https://www.uptodate.com/contents/peptic-ulcer-disease-beyond-thebasics#H1053244106
Francesco, V.D., Zullo, A., Hassan, C., Giorgio, F., Rosania, R., Ierardi, E.
Mechanisms of Helicobater pylori antibiotic resistance: An updated
appraisal. World J Gastrointest Pathophysiol. 2011, 2(3): 35-41.
Georgiadis, G.T., Kyroudis, S.M., Triantafillidis, J.K. Prokinetic agents:
current aspects with focus on cisapride. Annals of Gastroenterology.
2000, 13(4): 269-289.

11

Gustin, R.K., 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah
Kota Bukittinggi Tahun 2011. Diunduh dari: URL: http://repository.
unand. ac. id/17045/1/17-JURNAL_PENELITIAN. pdf.
Hirian. 2014. Gastritis, dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dkk
(Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Junita, A., Widita, H., Soemohardjo, S. Beberapa Kasus Abses Hati
Amuba. J Peny Dalam. 2006, 7: 121-128.
Marsawidjaya, S.K. Comparison: Treatment Catheher Drainage and
Needle Aspiration for Liver Abscess. Evidence Based Case Report.
2014: 1-13.
Nusi, I.A. 2014. Abses Hati Amuba, dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Penner, R.M., Fishman, M.B., Majumdar, S.R. Causes of abdominal pain
in adults. [diakses pada tanggal 21 November 2016, diperbaharui
terakhir pada tanggal 22 Februari 2016]. Dapat diakses pada:
https://www.uptodate.com/contents/causes-of-abdominal-pain-in-adults.
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Kelompok Studi
Helicobater pylori Indonesia (KSHPI). 2014. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi Helicobater pylori. Jakarta.
Pritt, B.S. dan Clark, C.G. Amebiasis. Mayo Clin Proc. 2008, 83(10): 11541160.
Rozaliyani, A., Setyastuti, H., Nawas, M.A., Kurniawan, A. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Empiema Amuba. Maj Kedokt Indon. 2010, 60(11):
526-531.
Sung, J.J.Y., Kuipersi, E.J., El-Serag, H.B. Systematic review: the global
incidence and prevalence of peptic ulcer disease. Aliment Pharmacol
Ther. 2009, 29: 938-946.
Takeuchi, K. Prostaglandin EP receptors and their roles in mucosal
protection and ulcer healing in the gastrointestinal tract. Adv Clin Chem.
2010; 51: 121-144.

12

Tartigan, P. 2014. Tukak Gaster, dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,


Alwi, I., dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Vakil, N.B. Peptic ulcer disease: Management. [Diakses pada tanggal 23
November 2016, diperbaharui terakhir pada tanggal 23 Juli 2015].
Dapat diakses pada: https://www.uptodate.com/contents/peptic-ulcerdisease-management#H434385486
Wehbi, M. Acute Gastritis. [Diakses pada tanggal 24 November 2016,
diperbaharui terakhir pada tanggal 25 Februari 2016]. Dapat diakses
pada: http://emedicine.medscape.com/article/175909-overview#a7.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Manajemen Kasus
    Manajemen Kasus
    Dokumen7 halaman
    Manajemen Kasus
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Sayur Bobor
    Sayur Bobor
    Dokumen1 halaman
    Sayur Bobor
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Jurnal NSLBP
    Jurnal NSLBP
    Dokumen11 halaman
    Jurnal NSLBP
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Kasus Stroke Contoh
    Manajemen Kasus Stroke Contoh
    Dokumen18 halaman
    Manajemen Kasus Stroke Contoh
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Perubahan Jadwal Peserta Angkatan IV Tahun 2019
    Perubahan Jadwal Peserta Angkatan IV Tahun 2019
    Dokumen1 halaman
    Perubahan Jadwal Peserta Angkatan IV Tahun 2019
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Panduan Praktik Klinis (PPK) - Primer-1
    Panduan Praktik Klinis (PPK) - Primer-1
    Dokumen479 halaman
    Panduan Praktik Klinis (PPK) - Primer-1
    putri laraswati
    100% (2)
  • Referat
    Referat
    Dokumen12 halaman
    Referat
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Dyspepsia Consensus
    Dyspepsia Consensus
    Dokumen9 halaman
    Dyspepsia Consensus
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Referat Mata
    Referat Mata
    Dokumen12 halaman
    Referat Mata
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen14 halaman
    Jurnal
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Penugasan Evidence Based Public Health
    Penugasan Evidence Based Public Health
    Dokumen6 halaman
    Penugasan Evidence Based Public Health
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen14 halaman
    Jurnal
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Mistreatment
    Mistreatment
    Dokumen8 halaman
    Mistreatment
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Penugasan Bioetik
    Penugasan Bioetik
    Dokumen6 halaman
    Penugasan Bioetik
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Menarche
    Refleksi Menarche
    Dokumen6 halaman
    Refleksi Menarche
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Seven Jump
    Seven Jump
    Dokumen14 halaman
    Seven Jump
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Plak Peyeri
    Plak Peyeri
    Dokumen10 halaman
    Plak Peyeri
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat
  • Asesmen Geriatri
    Asesmen Geriatri
    Dokumen17 halaman
    Asesmen Geriatri
    Siti Solichatul Makkiyyah
    Belum ada peringkat