Definisi
2. Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab ke-5 gangguan penglihatan dan
penyebab kebutaan ke-4 di seluruh dunia4. Laju prevalensi kasus retinopati
diabetik di seluruh dunia diperkirakan mencapai 34,6% (93 juta orang) 5.
Prevalensi di benua Asia mencapai 23%6.
3. Etiologi
Seperti namanya, kelainan retinopati diabetik disebabkan oleh kondisi sistemik
yaitu diabetes mellitus baik tipe 1 maupun tipe 2 sebagai faktor risiko utama.
Terdapat faktor risiko tambahan yang berpengaruh pada progres penyakit yaitu
jangka waktu terjangkit diabetes dan keparahan hiperglikemia5. Selain itu
hipertensi, hiperkolesterolemia, kehamilan, gangguan ginjal dan merokok juga
merupakan faktor risiko berkembangnya retinopati2,5.
4. Gambaran Retina
1
5. Patofisiologi
Patofisiologi dari retinopati diabetikum secara sederhana adalah sebagai
berikut. Terdapat beberapa jalur biokimia yang potensial sebagai penghubung
antara hiperglikemia dan terjadinya retinopati diabetik. Diantaranya yaitu jalur
poliol, glikasi protein nonenzimatik, aktivasi diasilgliserol (DAG) melalui jalur
PKC, peningkatan faktor pertumbuhan seperti VEGF dan IGF-1, perubahan
Gambar 3.AGEs
hemodinamik dan produksi Fotografi
yangfundus pada
lebih retinastres
cepat, normal
oksidatif, aktivasi sistem
RAA dan inflamasi serta leukostasis7.
Jalur poliol secara sederhana akan meningkatkan stres oksidatif pada sel
sehingga terjadi kerusakan sel di retina. Jika sel perisit pada kapiler retina
mengalami kerusakan dapat terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan
kerusakan sawar darah-retina. Glikasi protein nonenzimatik pada kondisi normal
akan menghasilkan AGEs (Advanced Glycation Products) pada jumlah yang
sedikit. Zat ini meruapakan gabungan antara hasil reduksi glukosa dengan amino
bebas. Zat ini dapat bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan
fungsinya. Pada hiperglikemia proses ini meningkat akibat banyaknya
ketersediaan glukosa di darah. Meningkatnya jumlah AGEs dapat menyebabkan
kerusakan pada protein intra dan ekstraseluler di retina. Sedangkan jalur aktivasi
protein kinase C (PKC) yang meningkat akibat kondisi hiperglikemia menyebakan
terjadinya aktivasi banyak proses kaskade pengaturan sel 2sehingga terjadi
perubahan permeabilitas endotel, hemodinamik retina, ekspresi VEGF dan
aktivasi adhesi leukosit. Keseluruhan proses biokimia yang terjadi pada sel-sel di
6 untuk mempertahankan struktur kapiler,
retina terutama sel perisit yang bertugas
mengatur kontraktilitias, mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
Bagan 1. Patofisiologi RD
serta mengendalikan proliferasi endotel sehingga menyebabkan kerusaka kapiler-
kapiler retina dan menyebabkan terjadinya proses selanjutnya pada bagan7.
6. Klasifikasi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
Pada kondisi ini belum terdapat neovaskularisasi pada retina mata yang
terkena, namun terdapat gambaran lesi klasik lain dari retinopati diabetik.
Lesi klasik dari retinopati diabetik termasuk diantaranya mikroaneurisma,
perdarahan intraretina, gambaran manik-manik pada vena (beading vena),
eksudat padat (deposit lipid), bercak cotton-wool (iskemia retina yang
3
mengenai serabut saraf), dan neovaskularisasi pada retina1,2. NPDR sendiri
dapat digolongkan menjadi ringan, sedang dan berat1.
b. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR)
Kondisi ini merupakan tahapan akhir dari retinopati diabetik dan
memberikan gambaran khas adanya respon angiogenik pada retina terhadap
iskemia luas dari kapiler berupa adanya neovaskularisasi1. Iskemia retina
yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh
halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam
jumlah besar2. Terdapat dua jenis neovaskularisasi yaitu NVD (new vessels
on the disc) atau NVE (new vessels elsewhere)1.
Tingkat keparahan dari retinopati diabetik berdasarkan temuan klinis
dapat diklasifikasikan dengan suatu skala yang telah dipakai secara
internasional yaitu klasifikasi berdasarkan klasifikasi ETDRS (Early
Treatment of Diabetic Retinopathy Study) yaitu:
4
tanpa DME, DME non-sentral, dan DME sentral 1. Pengkategorian ini
didasarkan pada temuan ada tidaknya manifestasi berupa penebalan atau
edema retina lokal atau difus yang terutama disebakan oleh kerusakan sawar
darah-retina yan menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen
plasma ke retina sekitarnya.
5
b. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan gula darah dan HbA1c : pemeriksaan ini penting untuk
menegakkan diagnosis diabetes pada pasien yang belum pernah
memeriksakan kadar gula darahnya. Kadar HbA1c penting untuk follow-
up jangka panjang pada pasien diabetes dan retinopati diabetik.
- OCT (Optical coherence tomography) menghasilkan pencitraan
permukaan vitreoretinal, retina dan ruangan subretinal dengan resolusi
tinggi. OCT dapat digunakan untuk menilai ketebalan retina, memonitor
edema makula, traksi vitreomakula dan mendeteksi bentuk lain dari
penyakit makula pada pasien dengan edema makula akibat diabetes. Selain
itu, dalam praktik klinis keputusan biasanya berdasarkan temuan pada
OCT, yaitu keputusan injeksi ulang anti-VEGF, perubahan terapi, terapi
laser atau vitrektomi5. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat dalam
menentukan dan memantau edema makula8.
- FFA (Fundal Fluorescein angiography) berguna untuk menentukan
kelainan mikrovaskular. Mikroaneurisma terlihat sebagai lesi
hiperfluoresen. Bintik dan bercak perdarahan terlihat sebagai
hipofluoresen. Daerah nonperfusi terlihat sebagai hipofluoresen yang
homogen membentuk suatu daerah gelap yang dikelilingi pembuluh yang
tersumbat. Abnormalitas mikrovaskular terlihat sebagai pembuluh
kolateral yang tidak bocor disekitar daerah nonperfusi. Sedangkan
neovaskularisasi merupakan pembuluh yang bocor karena
permeabilitasnya tinggi, gambarannya terlihat sebagai daerah
hiperfluoresen yang semakin melebar ukurannya8.
- USG (Ultrasonography) sangat berguna untuk menilai adanya perdarahan
vitreous atau media opasitas lain. Selain itu, B-scan ultrasonography
membantu menentukan keparahan dari traksi vitreoretinal, khusunya pada
makula pasien diabetes. Saat ini USG digunakan sebagai pilihan kedua
setelah OCT untuk menilai diabetik retinopati5.
c. Tanda Klinis
- Mikroaneurisma : merupakan tanda awal RD dan terjadi akibat
penggelembungan dinding pembuluh darah kapiler yang telah kehilangan
perisit. Mikroaneurisma terlihat sebagai bintik merah kecil pada
permukaan retina8.
6
- Bintik dan bercak perdarahan : terjadi jika mikroaneurisma ruptur pada
lapisan retina yang lebih dalam. Jika perdarahan sangat kecil maka
gambarannya akan mirip dengan mikroaneurisma, untuk membedakan
keduanya dapat dilakukan pemeriksaan FFA8.
- Eksudat padat : disebabkan karena pecahnya sawar darah-retina, terjadi
bocornya proteinGambar
serum,5. lipid
Gambaran mikroaneurisma
dan protein dari pembuluh8.
- Bintik cotton-wool : merupakan infark yang terjadi pada lapisan serabut
saraf akibat oklusi arteriola prekapiler. Pada pemeriksaan FFA terlihat
tidak ada perfusi pada kapiler8.
7
- Neovaskularisasi : terdapat dua macam yaitu NVD dan NVE.
9. Gambar 8. neovaskularisasi
Gambar 7. Edema makula
Diagnosis
Penegakkan diagnosis retinopati diabetik didapatkan dari keseluruhan
anamnesis dan pemeriksaan mata lengkap disertai pemeriksaan retina pada mata
yang telah dibuat midriasis8. Dengan ditemukannya gambaran-gambaran lesi
retinopati diabetik sesuai dengan tahapan dari ETDRS.
10. Diagnosis Banding
- Oklusi vena retina : terdapat dua macam oklusi vena pada retina yaitu vena
sentral dan cabangnya. Terjadi akibat sumbatan aterosklerotik6,8.
- Retinopati hemoglobinopati (sikle cell) : oklusi vaskular oleh sel-sel darah
merah yang mengalami kelainan sehingga terjadi hipoksia, iskemia dan
neovaskularisasi retina8.
- Makroaneurisma retina : terjadinya dilatasi pada arteriola besar dari retina
berhubungan dengan hipertensi sistemik dan penyakit aterosklerosis8.
- Sindroma iskemik okular : kumpulan gejala dan tanda akibat gangguan
vaskular kronis. Terdapat tanda pada segmen anterior seperti katarak,
inflamasi segmen anterior dan neovaskularisasi iris. Pada segmen posterior
8
seperti penyempitan arteri retina, dilatasi vena retina, bintik perdarahan
pada retina mid-perifer, bintik cotton wool, dan neovaskularisasi retina6,8.
- Sindroma Terson : perdarahan intraokular yang berhubungan dengan
perdarahan intrakranial dan peningkatan tekanan intrakranial8.
- Retinopati valsava : bentuk retinopati sekunder akibat peningkatan tekanan
intratorakal tiba-tiba. Perdarahan pada retina terjadi akibat mengangkat
beban berat, batuk, mengejan atau muntah8.
11. Manajemen
a. Kontrol kadar glukosa
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pengontrolan kadar
glukosa yang intensif pada pasien diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2
dapat menurunkan insidensi dan progres retinopati diabetik. Penurunan
tiap 1% kadar HbA1c dapat menurunkan risiko retinopati sebesar 31%.
ADA merekomendasikan bahwa semua pasien diabetes harus menjaga
kadar HbA1c dibawah 7% untuk mencegah atau meminimalisir
komplikasi jangka panjang seperti misalnya retinopati8.
Selain itu penelitian juga menunjukkan efek dari pengontrolan tekanan
darah, yaitu didapatkan penurunan 10 mmHg dari tekanan darah
sistolik dapat menurunkan risiko perdarahan vitreous sebesar 11%8.
b. Injeksi anti-VEGF (vascular endothelial growth factor) intravitreal
Pemberian injeksi anti-VEGF secara intravitreal awalnya digunakan
untuk pengobatan edema makula. Namun saat ini injeksi anti VEGF
dapat digunakan pada seluruh bentuk RD dengan atau tanpa edema
makula. Terdapat dua macam anti-VEGF yang digunakan saat ini yaitu
ranibizumab (Lucentis) dan aflibercept (Eylea). Ranibizumab
merupakan rekombinan dari antibodi monoklonal manusia yang
diindikasikan untuk semua bentuk RD. Obat ini mencegah interaksi
antara VEGF-A dengan reseptornya sehingga mencegah
neovaskularisasi, proliferasi sel endotel dan kebocoran vaskular.
Sedangkan aflibercept merupakan rekombinan yang mengikat reseptor
VEGF sehingga menghambat ikatan untuk mencegah angiogenesis.
Obat ini diindikasikan untuk pasien RD dengan edema makula8.
c. Terapi fotokoagulasi laser
Terapi laser dilakukan dengan menembakkan energi cahaya untuk
membentuk suatu respon koagulasi pada jaringan target8. Terapi laser
hanya efektif bila media optik masih jernih, sehingga harus dilakukan
9
sedini mungkin. Terdapat dua macam teknik fotokoagulasi laser yaiut
fokal dan panretina. Fotokoagulasi fokal dilakukan untuk daerah retina
yang hanya mengalami hipoksia atau mikroaneurisma dan edema
makula. Sedangkan fotokoagulasi panretina dilakukan untuk PDR9.
d. Vitrektomi
Vitrektomi dibutuhkan pada kasus RD disertai perdarahan vitreous,
lepasnya retina, dan traksi vitreous. Vitrektomi disarankan pada mata
dengan perdarahan vitreous yang tidak sembuh spontan dalam 6 bulan.
Tujuan tindakan vitrektomi adalah untuk membersihkan perdarahan,
melepas traksi yang menarik retina, untuk memperbaiki retina yang
lepas8.
12. Komplikasi
- Perdarahan vitreous : neovaskularisasi yang terbentuk mudah ruptur dan
terjadi perdarahan pada badan vitreous.
- Ablasio retina : : pembuluh darah abnormal pada RD menstimulasi
tumbuhnya jaringan parut yang menarik retina dari tempat perlekatannya.
- Kebutaan : kehilangan penglihatan terjadi akibat edema makula dan
retinopati proliferatif8,9.
13. Prognosis
14. Pencegahan
a. Pencegahan primer : pasien diabetes sebaiknya melakukan skrining
terhadap retinopati diabetik meskipun belum ada gejala yang dirasakan.
Orang dengan diabetes tipe I (IDDM) baru mengalami retinopati paling
sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit. Sedangkan pasien diabetes tipe II
(NIIDM) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan
dan mungkin merupakan manifestasi diabetes yang pertama kali
ditemukan2. Selain itu pencegahan paling penting pada seluruh pasien
10
diabetes yaitu mengontrol kadar gula darah, tekanan darah maupun kadar
lipid darah.
b. Pencegahan sekunder : kontrol kadar gula darah tetap harus dilakukan pada
pasien yang telah terdiagnosis RD. Tatalaksana yang cepat dan tepat sesuai
dengan tahapan RD dapat mencegah kebutaan pada 90% kasus8.
11
DAFTAR PUSTAKA
12