PENDAHULUAN
Bentuk denah dan konfigurasi bangunan sangat menentukan perilaku bangunan pada
saat menerima beban gempa. Menurut Paulay dan Priestly (1992), bangunan dengan
bentuk beraturan, sederhana dan simetris (Gambar 1a) lebih disukai dalam desain
ketahanan gempa dibandingkan bangunan yang tidak beraturan (Gambar 1b). Bangunan
tidak beraturan mudah mengalami puntir akibat pusat massa dan pusat kekakuan yang
tidak berimpit. Bagian-bagian tertentu dapat mengalami konsentrasi tegangan yang
dapat mengarah pada keruntuhan berkelanjutan pada bagian yang lain. Selain itu,
bangunan tidak beraturan juga dapat mengalami respon yang tak terduga akibat
pengaruh ragam yang lebih tinggi (higher mode effect).
a. Bangunan Beraturan
struktur untuk tiga macam level gempa yang berbeda. Parameter yang digunakan untuk
mengukur level kinerja struktur adalah simpangan antar tingkat (drift) dan damage index.
Besarnya batasan drift dan damage index yang dipergunakan oleh ACMC dapat dilihat
pada matriks kinerja pada Tabel 1.
Safety
Limit State
Minor
(43 years)
Moderate
(72 years)
Severe
(475 years)
Max. Drift
0.5%
1.0%
2.0%
Max.Damage Index
0.10 0.25
0.25 0.40
0.40 1.00
Earthquake
Design Level
Serviceability
Limit State
Basic Objective
Essential Objective
Safety Objective
Unacceptable
Pola keruntuhan yang diharapkan terjadi pada saat bangunan dikenai beban gempa
rencana adalah beam side sway mechanism (Gambar 2a). Pola keruntuhan ini
mensyaratkan sendi-sendi plastis hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada
ujung bawah kolom lantai dasar. Untuk mencapai pola keruntuhan ini maka kolom harus
didesain lebih kuat daripada balok-balok yang merangkainya (strong column weak
beam). Oleh sebab itu kuat nominal kolom harus diperbesar dengan cara dikalikan
dengan suatu overstrength factor (OF). SNI 03-2847-2002 menggunakan overstrength
factor sebesar 1.2 dan dituliskan sebagai berikut:
Mc
6/5
Mg
(1)
dimana :
Mc = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat
lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut.
Mg = jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuat
lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balok-kolom
tersebut.
Besarnya overstrength factor menurut SNI 03-2847-1992 kurang lebih 1.625, sedangkan
SNI 03-2847-2002 menggunakan angka yang lebih kecil yaitu hanya sebesar 1.2.
Berkurangnya overstrength factor ini menimbulkan pertanyaan apakah beam side sway
mechanism benar-benar terjadi pada saat bangunan dikenai beban gempa rencana. Hal
senada pernah dikemukakan oleh Paulay (1986) melalui kritikannya terhadap ACI 31883 appendix A (Section A.4.2.2) yang juga menggunakan overstrength factor sebesar
1.2. Paulay menyatakan bahwa dengan faktor tersebut, bangunan dapat mengalami pola
keruntuhan yang berbahaya yaitu soft story mechanism (Gambar 2b). Paulay
mengemukakan beberapa argumen untuk mendukung pendapatnya, antara lain bahwa
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
ketika sendi plastis terjadi pada ujung-ujung balok, maka akan ada pertambahan kuat
nominal lentur balok akibat strain hardening dan tulangan pelat yang seringkali tidak
diperhitungkan. Lebih lanjut Paulay juga mengatakan bahwa ketika terjadi beban gempa
yang kejadiannya tiba-tiba dan cukup singkat, pola distribusi momen nominal balok ke
kolom bisa berbeda dengan yang diharapkan. Sendi plastis pada kolom dapat terjadi di
bawah join, sedangkan kolom di atas join hanya mengalami momen yang sangat kecil.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
TUJUAN PENELITIAN
Sebagai studi kasus, penelitian ini menggunakan bangunan tidak beraturan 6- dan 10lantai, 5- bentang @ 8 m, dengan coakan sudut sebesar 40% di wilayah 6 peta gempa
Indonesia. Bangunan direncanakan sebagai gedung perkantoran. Denah struktur dapat
dilihat pada Gambar 3.
y+
8.00
8.00
8.00
8.00
8.00
x+
8.00
8.00
8.00
8.00
8.00
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
Bangunan I
6 lantai
Bangunan II
10 lantai
3,5 m
2
400 x 800 mm
800 x 800 mm
900 x 900 mm
750 x 750 mm
850 x 850 mm
700 x 700 mm
800 x 800 mm
750 x 750 mm
700 x 700 mm
0,88 detik
1.49 detik
200 mm
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
Analisis pushover (PO) dan time history (TH) menghasilkan drift seperti ditunjukkan pada
Gambar 4. Angka 50, 200, dan 500 di belakang notasi PO dan TH menunjukkan periode
ulang gempa (dalam tahun) yang merepresentasikan gempa kecil, sedang dan besar.
Drift maksimum yang dialami setiap bangunan dicatat dan ditampilkan dalam Matriks
Kinerja Struktur seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Di sini terlihat bahwa semua bangunan
dalam fase plastis telah mengalami drift yang lebih besar dari yang disyaratkan ACMC
untuk semua level gempa.
10
9
Lantai
Lantai
3
2
1
0
0.00
2.00
4.00
6.00
7
PO50
6
PO200
5
PO500
4
PO50
PO200
PO500
3
TH50
TH50
2
TH200
1
TH500
0
TH200
0.00
Drift (%)
TH500
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Drift (%)
Bangunan
Minor
(50 th)
6-lantai
10-lantai
6-lantai
10-lantai
6-lantai
10-lantai
Moderate
(200 th)
Severe
(500 th)
Serviceability
Limit State
PO
TH
0,35
Performance Level
Damage Control
Safety
Limit State
Limit State
PO
TH
PO
TH
1,83
0,63
1,03
1,24
Unacceptable
Limit State
PO
TH
2,55
2,26
0.50
1.00
2.00
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
2,14
3,74
3,82
5,1
5,24
> 2,00
Analisis pushover dan time history menginformasikan bahwa sendi plastis terbanyak dan
damage index terbesar terjadi pada portal-3. Hal ini wajar terjadi karena portal-3
merupakan portal yang mengalami konsentrasi tegangan terbesar akibat adanya coakan
bangunan. Tabel 4 dan 5 menunjukkan lokasi sendi-sendi plastis pada portal-3 untuk
bangunan 6- dan 10-lantai. Analisis time history berhasil mendeteksi adanya kerusakan
yang berarti pada kaki-kaki kolom bangunan 6-lantai (bertanda lingkaran) pada gempa
200- dan 500-tahun (Tabel 4). Besarnya damage index tidak dapat disajikan dalam
tulisan ini karena keterbatasan halaman. Damage index selengkapnya dapat dilihat pada
Winarto dan Anotama (2009).
Jika ditinjau dari lokasi sendi plastis yang terjadi, semua bangunan sudah menunjukkan
mekanisme yang diharapkan, yaitu beam side sway mechanism. Sendi-sendi plastis
mula-mula terjadi pada ujung-ujung balok, dan kemudian pada kaki kolom lantai dasar.
Akan tetapi pushover berhasil mendeteksi terjadinya sendi plastis pada kolom lantai-2
pada portal-1 bangunan 6-lantai dan portal-6 bangunan 10-lantai untuk gempa 500tahun (Tabel 6, bertanda kotak). Sedangkan time history mendeteksi terjadinya
beberapa sendi plastis pada kolom bangunan 6-lantai di semua portal. Kondisi ini
menunjukkan bahwa meskipun mekanisme beam side sway mechanism terjadi namun
tidak semua kolom memenuhi kriteria strong column weak beam.
Pushover
Time History
Minor
(50 th)
Moderate
(200 th)
Severe
(500 th)
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
Pushover
Time History
Minor
(50 th)
Moderate
(200 th)
Severe
(500 th)
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
Portal-1
Portal-6
Time History
Portal-1
Portal-2
Tabel 6 (Lanjutan)
Portal-4
Portal-5
Portal-6
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
Berdasarkan damage index yang terjadi pada sendi-sendi plastis maka dibuatlah matriks
kinerja struktur seperti pada Tabel 7. Analisis pushover tidak dapat memberikan angka
damage index secara eksak seperti halnya time history, melainkan dalam kisaran nilai
dalam batasan maksimum setiap limit state.
Bangunan
Minor
(50 th)
Moderate
(200 th)
Severe
(500 th)
6-lantai
10-lantai
6-lantai
10-lantai
6-lantai
10-lantai
Serviceability
Limit State
PO
TH
*
*
0.23
Performance Level
Damage Control
Safety
Limit State
Limit State
PO
TH
PO
TH
0.58
*
*
1.47
0.54
*
*
Damage Index
Maksimum (%)
0.50
Unacceptable
Limit State
PO
TH
1.00
2.49
0.75
2.00
> 2.00
Bangunan
6-lantai
39,72
39,58
5,5
5,49
10-lantai
38,92
38,64
5,19
5,15
Program Dynaplot menampilkan mode shape bangunan 6- dan 10-lantai sepanjang satu
detik pertama untuk pembebanan gempa 50-tahun pada Gambar 5. Di sini terlihat
bahwa kedua bangunan sudah tidak first mode dominant.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
10
10
t=0.9s
t=1.0s
5
t=0.8s
t=0,4 s
t=0.2s
t=0.1s
Lantai
Lantai
t=0.7s
t=0.8s
t=0.3s
t=0.2s
t=1.0s
t=0.1s
-0.01 m
Simpangan Lantai
-0.03 m
Simpangan Lantai
Analisis time history menunjukkan bangunan 6- dan 10-lantai mengalami efek torsi
akibat adanya eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan (Gambar 6). Hal ini
menyebabkan portal eksterior (portal-1 dan portal-6) mengalami kerusakan yang parah
seperti halnya portal-3 yang mengalami konsentrasi tegangan akibat adanya coakan.
Syarat pembatasan waktu getar alami fundamental (SNI 1726-02 pasal 5.6)
menyebabkan dimensi struktur menjadi lebih besar dan banyak elemen kolom yang
terdesain dengan tulangan minimum. Dengan demikian nilai overstrength factor yang
terpakai menjadi lebih besar dari 1.2. Meskipun demikian kolom-kolom masih mengalami
pelelehan (mayoritas kolom eksterior) walaupun masih dalam fase awal (Tabel 4 dan 5).
Secara umum kinerja bangunan pada penelitian ini lebih baik daripada bangunan pada
penelitian Nondolesmono dan Susanto (2008) yang mengabaikan syarat periode dalam
desainnya.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
11
Berdasarkan evaluasi kinerja struktur bangunan 6- dan 10-lantai dengan coakan 40% di
wilayah 6 peta gempa Indonesia yang didesain sebagai SRPMK menurut SNI 03-28472002, secara umum dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Bangunan mengalami tidak mengalami mekanisme keruntuhan yang diharapkan,
yaitu beam side sway mechanism. Beberapa sendi plastis masih terbentuk pada
kolom yang tidak direncanakan plastis, walaupun damage index-nya masih relatif
kecil. Sebagai hasilnya, kriteria strong column weak beam tidak sepenuhnya terjadi.
Dengan demikian overstrength factor kolom sebesar 1.2 sebagaimana ditentukan
dalam SNI 03-2847-2002 perlu ditinjau kembali.
Kinerja bangunan tidak terlalu baik karena mengalami drift dan damage index yang
berlebihan jika diukur dengan matriks kinerja struktur versi ACMC.
Persyaratan periode bangunan sebagaimana ditentukan dalam pasal 5.6 SNI 031726-2002 memberikan kontribusi yang cukup baik untuk meningkatkan kinerja
bangunan walaupun masih belum seperti yang diharapkan menurut standar ACMC.
Selain itu, dimensi balok dan kolom menjadi terlalu besar dan kurang realistis
diterapkan dalam praktek desain.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mengenai evaluasi kinerja struktur beton
bertulang tahan gempa yang didesain sesuai SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1726-2002
di Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, Surabaya. Penulis mengucapkan
terima kasih atas kontribusi aktif dari seluruh tim yang terlibat yaitu: Cokro Yudi Winarto,
S.T., Henoch Anotama, S.T., dan Pamuda Pudjisuryadi, S.T., M.Eng.
DAFTAR PUSTAKA
Applied Technology Council, ATC 40. (1997). Seismic evaluation and retrofit of concrete
buildings. California.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002.
Carr, Athol J. (2001). RUAUMOKO, Inelastic Dynamic Analysis, 3-Dimensional Version,
New Zealand: University of Canterbury.
Chandra,J. dan Arden,W. (2007). Kinerja Bangunan Tahan Gempa yang Didesain
Menurut SNI 03-2847-1992 dan SNI 03-2847-2002 di Wilayah 6 Peta Gempa
Indonesia, Tugas Akhir no. 11301502/SIP/2007, Universitas Kristen Petra,
Surabaya.
Computer and Structures, Inc., (2005). ETABS v 9.07, Extended Three dimensional
Analysis Of Building System. Berkeley, California, USA: Author
International Committee on Concrete Model Code. (1999). Asian Concrete Model Code
Level 1 & 2 Documents. Tokyo: Author.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
12
King, D.J. (1986). Computer Program for Concrete Column Design. University of
Canterbury New Zealand.
Kusardi,E.K. dan Rudolf,S. (2007). Evaluasi Overstrength Factor Kolom untuk SRPMK
menurut SNI 03-2847-2002 Studi Kasus Bangunan 5 Bentang di Wilayah 6 Peta
Gempa Indonesia, Tugas Akhir no. 11011527/SIP/2007, Universitas Kristen Petra,
Surabaya.
Lidyawati and Pono, G.B.W. (2003). Penyempurnaan Program Komputer untuk Desain
Beban Lentur dan Aksial serta Analisa Momen Kurvatur Penampang Beton
Bertulang. Undergraduate Thesis, Petra Christian University, Surabaya,
Lumantarna, B.,et al. (2007). Seismic Performance of Special Moment Resisting Frames
Designed in Accordance to the Indonesian Concrete and Earthquake Codes.
International Conference on Modern Design, Construction, and Maintenance of
Structures, Hanoi.
Nondolesmono, N. dan Susanto,B.H. (2008). Evaluasi Overstrength Factor Kolom
SRPMK Menurut SNI 03-2847-2002 Studi Kasus Bangunan dengan Coakan 40%
di Wilayah 6 Peta Gempa Indonesia, Tugas Akhir no. 11011590/SIP/2008,
Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Paulay, T. (1986). A Critique of the Special Provisions for Seismic Design of the Building
Code Requirements for Reinforced Concrete (ACI 318-83). American Concrete
Institute Journal, 83-29, pp 274-283.
Paulay,T. and Priestly,M.J.N. (1992). Seismic Design of Reinforced Concrete and
Masonry Buildings, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Pudjisuryadi, P. and Lumantarna, B. (2008). Evaluation of Columns Flexural Strength of
Special Moment Resisting Frame in Accordance to Indonesian Concrete and
Earthquake Codes. International Conference on Earthquake Engineering and
Disaster Mitigation, Jakarta.
Winarto,C.Y. dan Anotama,H. (2009). Kinerja Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
pada Bangunan Tidak Beraturan Sesuai SNI 03-2847-2002. Studi Kasus:
Bangunan Beton Bercoakan Sudut 40% di Wilayah 6 Peta Gempa Indonesia,
Tugas Akhir no. 11011630/SIP/2009, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
Makalah ini disampaikan dalam rangka diseminasi informasi melalui Seminar HAKI.
Isi makalah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis, dan tidak mewakili pendapat HAKI.
Seminar dan Pameran Haki 2010 - Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia
13