(Hendriksen dan Breda, 2001: 228), ada tiga macam bentuk keagenan :
1) Antara pemilik dengan manajemen (bonus plan hypotesis)
2) Antara kreditur dengan manajemen (debt/equity hypotesis)
3) Antara masyarakat dengan manajemen (political cost hypothesis)
Ali (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007), menyatakan bahwa munculnya
earnings management dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Sebagai agen,
manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para
pemilik (prinsipal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai
10
dengan kontrak (Jensen dan Meckling, 1976). Namun dalam kenyataannya, yang
sering terjadi baik manajemen atau manajer perusahaan sering mempunyai tujuan
yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama antara pihak
prinsipal. Permasalahan yang timbul akibat adanya konflik kepentingan antara
para manajer dan pemegang saham disebut dengan agency problem.
Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
1) Adverse selection, adalah para manajer serta orang-orang dalam lainnya
yang pada dasarnya mengetahui lebih banyak keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan para pemegang saham atau pihak luar. Informasi
yang mengandung fakta yang akan digunakan pemegang saham untuk
mengambil kepeutusan tidak diberikan secara detail oleh manajer.
2) Moral hazard, adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman.
Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar sepengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika
atau etika tidak layak dilakukan.
Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa konflik keagenan
disebabkan oleh pembuatan keputusan aktivitas pencairan dana (financing
decision) dan pembuatan keputusan bagaimana dana tersebut diinvestasikan.
Selain itu, perspektif teori agensi laba sangat rentan terhadap manipulasi oleh
manajemen. Informasi laporan keuangan yang disampaikan tepat waktu akan
mengurangi asimetri informasi yang berkaitan erat dengan agency theory.
Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen diharapkan dalam mengambil
11
12
Sinyal
(Signal
Theory)
menjelaskan
mengapa
perusahaan
13
of interest oleh accounting firm, dan yang terakhir terjadi misleading yaitu pada
saat-saat terakhir pengumuman bangkrut, pihak manajemen masih memberikan
keyakinan kepada para karyawan tentang prospek perusahaan yang baik padahal
harga saham Enron merosot ke harga di bawah $1 per lembar (Emirzon, 2007).
Hal serupa juga terjadi pada beberapa perusahaan terkemuka lainnya. Sejumlah
sumber berkesimpulan penyebab hancurnya perusahaan adalah akibat lemahnya di
dalam menerapkan good corporate governance.
14
15
4) Indepedency ( Kemandirian)
Kemandirian adalah keadaan dimana perusahaan dalam pengelolaannya di
jalankan secara professional tanpa adanya kepentingan dan tekanan dari
suatu pihak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang.
5) Fairness (Kewajaran)
Kewajaran merupakan suatu bentuk sikap adil dan kesetaraan yang
dibentuk untuk memenuhi dan melindungi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian didalam peraturan perundangan yang
berlaku.
Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance minimal harus
diwujudkan dalam:
(1) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
(2) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian internal bank.
(3) Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal.
(4) Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal.
(5) Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar.
(6) Rencana strategis Bank.
(7) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.
Konsep di atas tidak jauh berbeda dengan tujuan penerapan good
corporate governance dalam perbankan, yaitu menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) sebagai bentuk pelaksanaan
dalam mewujudkan perbankan yang sehat (Priambodo dan Supriayatno, 2007).
16
dapat
memberikan
kerangka
acuan
yang
memungkinkan
17
publik / lembaga
18
19
sistem
audit
(pemeriksaan)
yang
efektif
dalam
20
21
yang
disampaikan
mulai
dari
proses,
merumuskan
bentuk
kesungguhan
perusahaan
untuk
22
4) Responsibilitas
Merupakan bentuk kesungguhan perusahaan untuk menjamin akan taatnya
perusahaan
pada
peraturan
perundang-undangan,
lingkungan
dan
bentuk
kesungguhan
perusahaan
untuk
menggunakan
23
9) Kemampuan bekerjasama
Merupakan bentuk kesungguhan perusahaan untuk membentuk suatu
kerjasama agar tercapai tujuan bersama dalam perusahaan secara
bermartabat, termasuk dalam membangun kerjasama dalam perumusan,
implemenasi dan evaluasi hasil.
10) Penyertaan Visi, Misi dan tata nilai
Acuan dan pandangan perusahaan dalam mewujudkan cita-cita untuk
memahami pokok-pokok yang terkandung dalam pernyataan visi, misi dan
tata kelola perusahaan dalam perumusan, implementasi, dan hasil evaluasi.
11) Moral dan etika
Merupakan
suatu
bentuk
kesungguhan
perusahaan
untuk
selalu
suatu
bentuk
kesungguhan
perusahaan
untuk
dapat
24
Bobot (%)
25
23
17
35
25
4) Observasi
Dalam tahap ini peneliti CGPI akan datang langsung ke perusahaan untuk
melihat secara pasti penerapan prinsip corporate governance di
perusahaan.
Perusahaan yang telah melalui tahap terakhir observasi hanya tinggal
menunggu proses penilaian yang akan dilakukan oleh tim CGPI berdasarkan hasil
penilaian yang telah di dapat dari perusahaan. Nilai CGPI dihitung berdasarkan
jumlah nilai akhir yang didapatkan dari setiap proses diatas. Setelah nilai CGPI
dari setiap perusahaan keluar maka selanjutnya nilai CGPI perusahaan secara
keseluruhan akan dibahas di Forum Panel untuk menentukan pemeringkatan
CGPI.
Hasil penelitian CGPI akan dijadikan acuan untuk menentukan peringkat
perusahaan yang memiliki skor tertinggi sampai terendah. Setelah hasil
pemeringkatan perusahaan jadi kemudian hasilnya akan diumumkan pada tahun
berikutnya. Hasil pemeringkatan CGPI di golongkan menjadi 3 kategori
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah seperti dalam Tabel 2.2 berikut ini.
Level Terpercaya
85-100
Sangat Terpercaya
70-84
Terpercaya
55-69
Cukup Terpercaya
26
bertanggung
jawab,
tanpa
mengakibatkan
peningkatan
27
28
karena
adanya
tekanan
publik
yang mengakibatkan
mereka
akan
memaksimalkan
diberhentikan.
29
pendapatan
agar
tidak
30
31
32
antara pemberi pinjaman (investor) dengan yang diberi pinjaman (issuer) atau
pihak yang disebut emiten.
Obligasi merupakan suatu instrumen pendapatan tetap (fixed income
securities) yang dikeluarkan oleh penerbit (issuer) dengan menjanjikan suatu
tingkat pengembalian kepada pemegang obligasi (bondholder) atas dana yang
diinvestasikan investor berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai
pokok (principal) ketika obligasi tersebut jatuh tempo (Manurung et al., 2009).
Obligasi memberikan pendapatan tetap kepada pemiliknya selama jangka waktu
berlakunya surat utang tersebut. Hal ini disebabkan pendapatan yang diterima
pemilik obligasi (pokok dan bunga) tidak terpengaruh oleh perubahan harga
sekuritas utang yang bersangkutan (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006).
33
idAA
idAA
idAAA.
Dalam pemenuhan
idA
idA
idBBB
34
idBB
idB
idB
idB
idD
Sumber: www.pefindo.com
35
obligasi. Oleh karena itu agen pemeringkat menyediakan jasa yang lebih efisien
(Beaver et al., 2004).
Investor
bisa
menentukan
kualitas
dari
suatu
obligasi
dengan
36
2.1.6 Leverage
Struktur keuangan perusahaan memiliki kaitan yang erat dengan informasi
keuangan yang akan disampaikan kepada penyedia dana. Struktur ini juga
mencakup leverage. Leverage dalam Van Horne (2007) adalah penggunaan biaya
tetap dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas. Leverage merupakan pedang
bermata dua menurut Van Horne (2007) yang mana jika laba perusahaan dapat
diperbesar, maka begitu pula dengan kerugiannya. Dengan kata lain, penggunaan
leverage dalam perusahaan bisa saja meningkatkan laba perusahaan, tetapi bila
terjadi sesuatu yang tidak sesuai harapan, maka perusahaan dapat mengalami
kerugian yang sama dengan persentase laba yang diharapkan, bahkan mungkin
saja lebih besar. Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai
dengan hutang. Hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva berasal dari
kreditur, bukan dari pemegang saham maupun investor (Sudarmaji dan Sularto,
2007).
Leverage dalam konteks bisnis terdiri atas dua macam yaitu leverage
operasional (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage). Van
Horne (2007) juga menyatakan bahwa leverage ini menjadi tahapan dalam proses
pembesaran laba perusahaan. Sebagai tahap pertama yaitu leverage operasional,
yang akan memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan atas perubahan laba
operasional. Dalam tahap kedua, manajer keuangan memiliki pilihan untuk
menggunakan leverage keuangan agar dapat makin memperbesar pengaruh
perubahan apa pun yang dihasilkan dalam laba operasional atas perubahan EPS
(Earnings Per Share).
37
38
39
40
41
42