Anda di halaman 1dari 16

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap

: An. N

Pendidikan

: Sunda

Umur

: 10 tahun

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Gg. Kondangan

ANAMNESA
Diambil dari : Auto/Alloanamnesis (Ibu kandung) Tanggal :26 November 2016 Jam: 15.30
Keluhan Utama :
Pasien datang untuk kontrol tonsilitis kronis
Keluhan Tambahan :
Tidak ada keluhan tambahan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
ibu pasien mengatakan pasien sering sarik tenggorokan disertai deman dan batuk pilek
sejak usia kurang lebih 3 tahun dan keluhan seperti ini sering terjadi paling tidak 3 kali dalam 1
tahun. Pasien datang ke dokter 1 minggu yang lalu dengan keluhan yang sama dan sudah
mendapatkan obat dari dokter berupa antibiotik dan penurun panas. Sekarang pasien datang
untuk kontrol dan rencana operasi tonsilektomy, pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
berupa demam, batuk dan pilek serta tidak terdapat keluhan nyeri tenggorokan, sulit menelan
dan kesulitan bernapas pada saat tidur serta mengorok.
Hal yang memperparah

: tidak ada

Hal yang meringankan

: tidak ada

Obat obat yang diminum

: antibiotik dan penurun panas

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien sering mengalami kekambuhan tonsilitis
Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi gorengan, makanan ringan dan soda
Riwayat Keluarga :
Adik pasien juga memiliki riwayat tonsilitis
PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis
| Page

BB

: 23 Kg

Suhu

: 36,6 C

Kepala

Mata : konjungtiva tidak anemis dan Sklera tidak ikterik

Toraks

Jantung : BJ I BJ II normal, murmur -, gallop

Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: datar, supel, bising usus + NT -, tidak

terdapat perbesaran hepar dan lien

Ekstremitas

: akral hangat , normotonus, CRT <2detik

PEMERIKSAAN THT
1. TELINGA
Inspeksi

Kanan

Kiri

Normotia

Normotia

Kelainan kongenital : bat


ear/ fistel preaurukular/
lain - lain

Tanda radang/ tumor/


benjolan
retroaurikuler/mastoid

Kanan

Kiri

NT -

NT -

Bentuk daun telinga

Palpasi
Nyeri tekan tragus/ nyeri
tekan tarik daun telinga/
nyeri tekan mastoid

Pemeriksaan Fisik
Liang Telinga :

Kanan
Lapang, hiperemis - ,
serumen -, sekret -

Kiri
Lapang, hiperemis - ,
serumen -, sekret | Page

Lapang/ sempit,
hiperemis/ serumen
Sekret : encer/kental/
warna bau khas

Membran Timpani:

Utuh/perforasi

Utuh, abu abu mutiara,


RC + (jam 5)

Utuh, abu abu


mutiara, RC + (jam 7)

letak perforas : atik/


marginal/sentral

Warna : abu abu


mutiara/ hiperemis/
suram
Refleks cahaya :
positif (arah jam)/
negatif

Tes penala

Kanan

Kiri

Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Schwabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

2. HIDUNG
Inspeksi
Bentuk : simetris / deformitas
Warna / hematom
Dorsum nasi

Kolumela : sikatriks/ulkus

Simetris
Hematom -

Ala nasi

Vestibulum : furunkel / krusta

Palpasi
Nyeri tekan

| Page

Krepitasi os nasal

Rhinoskopi Anterior
Kavum Nasi

Kanan

Kiri

Lapang /sempit

lapang

lapang

Warna mukosa : merah


muda/ pucat/ hiperemis

Merah muda

Merah muda

Sekret: lokasi/
encer/kental/warna/bau
khas

Sekret -

Sekret -

lurus

lurus

Konka inferior:
eutrofi/hipertrofi/atrofi

eutrofi

eutrofi

Konka media:
eutrofi/hipertrofi/atrofi

eutrofi

eutrofi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Septum nasi : lurus/deviasi

Rhinoskopi posterior

Koana :
sempit/lapang
Postsnasal drip
+/-,tumor,fossa
rosenmueleri:timor?
Tonus tubarius:
licin/tdk, muara tuba
eustasius:
tertutup/terbuka

3. TENGGOROKAN
Faring

Inspeksi : leher: DBN, hematom

Laring

Warna dan bentuk : DBN

Palpasi : nyeri

Pemeriksaan Fisik
| Page

Rongga mulut:

Gigi
Lidah
Sekret
Arkus faring
Uvula
Tonsil
Post nasal drip

: lengkap, caries +
: ulkus
:: simetris, massa
:ukuran dan bentuk normal, letak lurus ditengah
: T3 T3 kripta +
:+

Larioskopi tidak langsung : tidak dilakukan

RESUME

Telinga :

Kanan :Normotia, liang telingan lapang dan tidak hiperemis, MT utuh

Kiri :Normotia, liang telingan lapang dan tidak hiperemis, MT utuh

Hidung :

Kanan : simetris, hematom -, cavum: mukosa merah muda, sekret -, konka eutrofi

Kiri: simetris, hematom -, cavum: mukosa merah muda, sekret -, konka eutrofi

Tenggorok :

T3 T3, Kripta +, PND +

WORKING DIAGNOSIS

| Page

Tonsilitis kronis
DIAGNOSIS BANDING
Tonsilitis Difteri
Angina plaunt vincent
Faringitis
PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah Lengkap untuk keperluan operasi
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Tidak Ada
Non Medikamentosa:
Tonsilektomi
KOMUNIKASI DAN EDUKASI
Tidak mengkonsumsi gorengan atau makanan berminyak dan makanan ringan serta soda
atau minuman es
Jaga kebersihan mulut

Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulangulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara
serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan
keluar detritus.1

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase
resolusi tidak sempurna. Pada pendera Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah

Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,
Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes. 2,3 Penelitian
Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman
patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus
grup A, E.coli dan Klebsiela. Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli kultur apusan
tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis
Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta
hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter,
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.3
C. Epidemiologi
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika Serikat mengalami
setidaknya satu episode tonsilitis, Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis
merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. 4
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996,
prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai
Juni 2008Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada
periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru. 5

D. Patomekanisme
Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi
lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat
membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan
toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. 6 Bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain
epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar
fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis. 1

E. Gejala Klinik

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri tenggorokan


yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejalagejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. 7 Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar
dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan,
tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.2 Pada tonsillitis kronik juga sering
disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran
tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a)
pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta
melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya
mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam tonsil bed dengan bagian tepinya
hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.8

Gambar 1. Tonsillitis kronik.7


Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua
pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran
tonsil dapat dibagi menjadi :9,10
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 2. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring.9

Gambar 3. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C) GradeIIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (kissing tonsils). 10

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:

Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi
organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi

antibiotika yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil.11 Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis
yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan
dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora
bakteri dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu
Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus aureus.11
Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap
480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan
ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugras abses dan infitrasi limfosit yang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas
menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis.11
G. Diagnosis

Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis


secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat membingungkan
diagnosis.
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa
nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa
kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran
cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi.
Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak
dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.1,7 Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa
kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara
menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik.12 Pada Biakan tonsil dengan
penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relative
rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.8,12
H. Diagnosis Banding
1. Tonsillitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam
darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup memberikan dasar

imunitas.1 Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu:
umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi
lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa
tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya
sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar
limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi
(bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial
dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminuria.3
2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala pada
penyakit ini berupa demam sampai 30C, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri dimulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa dan
faring hiperemis, membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta
prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibular
membesar.1,3
3. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody.1 Gejala klinis secara umum
pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa
anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1,3
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif.

1. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,
pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.

1,8

Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada


penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin
( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam
klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).9
2. Operatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).
Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. Adapun indikasi tonsilektomi
menurut The American of Otolaryngology-head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium 1995 adalah: 2
a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang
adekuat
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofacial
c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengam pengobatan
e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta
hemolitikus
g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
Untukkeadaanemergencysepertiadanyaobstruksisalurannapas,indikasitonsilektomi
sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada
keadaannonemergencydanperlunyabatasanusiapadakeadaaninimasihmenjadiperdebatan.
Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan
tonsilektomi.
1.IndikasiAbsolut13
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguantidurdankomplikasikardiopulmoner
b.Absesperitonsilyangtidakmembaikdenganpengobatanmedisdandrainase
c.Tonsilitisyangmenimbulkankejangdemam
d.Tonsilitisyangmembutuhkanbiopsiuntukmenentukanpatologianatomi

2.IndikasiRelatif13
a.Terjadi3episodeataulebihinfeksitonsilpertahundenganterapiantibiotikadekuat
b.Halitosisakibattonsilitiskronikyangtidakmembaikdenganpemberianterapimedis
c.Tonsilitiskronikatauberulangpadakarierstreptokokusyangtidakmembaikdengan
pemberianantibiotiklaktamaseresisten
Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan
tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni:
gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat,
anemia, dan infeksi akut yang berat.

13

Teknik Operasi Tonsilektomi


Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1
Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Di Indonesia
teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan
diseksi.12,13
Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag, tonsil dijepit
dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi pada membran mukus.
Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau gunting sampai mencapai pole
bawah dilanjutkan dengan menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.
Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat dilakukan bila
tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh infeksi berulang.
Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat digunakan pada
tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya perdarahan namun dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
:
Laser tonsilektomi Diindikasikan pada penderita gangguan koagulasi. Laser
KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2 lebih disukai.tehnik yag
dilakukan sama dengan yang dilakukan pada tehik diseksi.
Diet pasca tonsilektomi13
Setelah post operasi tonsilektomi, pasien harus mengkonsumsi diet adekuat supaya
terjadi penyembuhan yang cepat. Di sini, tidak ada data yang mendukung bahwa diet spesifik

diperlukan setelah post tonsilektomi, tetapi biasanya pasien diberikan makanan yang lunak
berbanding makanan kasar supaya lebih mudah ditelan.

Pemberian cairan secara rutin saat

pasien bangun dan secara bertahap pindah ke makanan lunak merupakan standar di banyak senter
pelayanan kesehatan. Cairan intravena diteruskan sampai pasien berada dalam keadaan sadar
penuh untuk memulai intake oral. Kebanyakan pasien bisa memulai diet cair selama 6 sampai 8
jam setelah operasi.
Hari 0 post op

Es krim atau es batu untuk mencegah perdarahan


Hari 1 hingga hari ke-3 post-op
Diberikan minuman seperti air putih, teh, susu dan bubur saring.
Hindari minum minuman berdingin dan es.
Asupan cairan yang adekuat dapat mencegah terjadi dehidrasi dan mengurangi nyeri.
Hari ke-3 hingga hari ke-4 post-op
Diberikan makanan yang mudah dikunyah dimana teksturnya lembut dan tidak keras.
Misalnya, bubur saring, bubur sumsum, susu, dan makanan berkuah.
Hari ke-5 hingga hari ke-6 post-op
Diberikan bubur beras biasa, bubur havermut, telur dan makanan berkuah.
Hari ke-7 hingga hari ke-8 post-op
Diberikan nasi tim, dan makanan berkuah.
Hari seterusnya
Diberikan nasi yang biasa dimakan sehari-hari dan dipastikan pasien mengunyah makanan
dengan benar dan baik.

Makanan yang harus dihindari


Selama 2 minggu tidak boleh makan makanan yang keras, panas, pedas dan asam seperti
keripik, kerupuk, kacang dan bakso.

Gambar 4. Seleksi makanan untuk post tonsilektomy.13

J. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi
indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi
yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi
sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9

K. Daftar Pustaka

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.
2. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2014; 195-203
3. Dias EP, Rocha ML, Calvalbo MO, Amorim LM. Detection of Epstein-Barr Virus in
Recurrent Tonsilitis. Brazil Journal Otolaryngology. 2009 .75(1); p.30-4.
4. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[cited, 2012 Jan 18).
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/
5. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran
Penelitian : Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik Sebelum
Dan Setelah Tonsilektomi. Pdf.
6. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2009. 2011.pdf
7. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4
8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:
ECG, 1997. p263-340
9. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. p158-165
10. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck
Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508
11. Ura, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With
Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine, Vol. 5, No. 2.
[online].2008.[cited, 2012 Jan 23]. Available from: URL: http://www. Bioline
International .com
12. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid
2. Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.
13. Darrow DH, Siemens C. Indications for tonsillectomy and adenoidectomy.
Laryngoscope 2002;112:6-10

Anda mungkin juga menyukai