Melda
11.2015.436
SOAL 1
A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan : ”Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah
suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja
Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan,
RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu)”.
Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (ibu hamil),
melahirkan dan nifas.
Membudayakan NKBS
Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat
sejahtera.
Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan
keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
KIA
KB
Imunisasi
Gizi
Penanggulangan diare
Pada hari buka posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:
Meja I : Pendaftaran
Meja II : Penimbangan
Imunisasi
Pemberian vitamin A dosis tinggi.
Pembagian pil KB atau kondom.
Pengobatan ringan.
Konsultasi KB.
Petugas pada meja I dan IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan meja V merupakan
meja pelayanan medis.
Kegiatan Posyandu:
Penimbangan untuk memantau pertumbuhan anak, perhatian harus diberikan khusus terhadap
anak yang selama ini 3 kali tidak melakukan penimbangan, pertumbuhannya tidak cukup
baik sesuai umurnya dan anak yang pertumbuhannya berada di bawah garis merah KMS.
Manfaat Posyandu:
Posyandu memberikan layanan kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, gizi, penanggulangan
diare.
Pemberian Vitamin A: Pemberian vitanin A dosis tinggi pada bulan Februari dan Agustus
(Bagian Kependudukan dan Biostatistik FKM USU. 2007). Akibat dari kurangnya vitamin A
adalah menurunnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Dinas Kesehatan RI.
2006: 95)
Penimbangan Balita: Penimbangan balita dilakukan tiap bulan di posyandu (Dinas Kesehatan
RI. 2006: 95). Penimbangan secara rutin di posyandu untuk pemantauan pertumbuhan dan
mendeteksi sedini mungkin penyimpangan pertumbuhan balita. Dari penimbangan yang
kemudian dicatat di KMS, dari data tersebut dapat diketahui status pertumbuhan balita
(Dinas Kesehatan RI. 2006: 54), apabila penyelenggaraan posyandu baik maka upaya untuk
pemenuhan dasar pertumbuhan anak akan baik pula.
KMS adalah kartu untuk mencatat dan memantau pekembangan balita dengan melihat garis
pertumbuhan berat badan anak dari bulan ke bulan pada KMS dapat diketahui status
pertumbuhan anaknya.
Kriteria Berat Badan balita di KMS:
Berat badan bertambah mengikuti salah satu pita warna, berat badan bertamabah ke pita
warna diatasnya.
Berat badanya berkurang atau turun, berat badan tetap, berat badan bertambah atau naik tapi
pindah ke pita warna di bawahnya.
Merupakan awal tanda balita gizi buruk Pemberian makanan tambahan atau PMT, PMT
diberikan kepada semua balita yang menimbang ke posyandu. (Departemen Kesehatan RI.
2006: 104)
2. Keluarga Berencana
Pelayanan Keluarga Berencana berupa pelayanan kontrasepsi kondom, pil KB, dan suntik
KB.
3. Imunisasi
4. Peningkatan Gizi
Dengan adanya posyandu yang sasaran utamanya bayi dan balita, sangat tepat untuk
meningkatkan gizi balita (Notoadmodjo, Soekidjo. 2003: 205). Peningkatan gizi balita di
posyandu yang dilakukan oleh kader berupa memberikan penyuluhan tentang ASI, status
gizi balita, MPASI, Imunisasi, Vitamin A, stimulasi tumbuh kembang anak, diare pada balita
(Dinas Kesehatan RI. 2006: 24).
5. Penanggulangan diare
Penyediaan oralit di posyandu (Dinas Kesehatan RI. 2006: 127). Melakukan rujukan pada
penderita diare yang menunjukan tanda bahaya di Puskesmas. (Departemen Kesehatan RI.
2006: 129). Memberikan penyuluhan penggulangan diare oleh kader posyandu. (Departemen
Kesehatan RI. 2006: 132)
Sumber:
SOAL 2
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Penanggulangan Fokus
Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan
rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter.
1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta
tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
2) Tujuan khusus:
2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter, formulir PE, dan
surat tugas.
b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit
(petekie), dan uji torniquet.
c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat
lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam
maupun di luar rumah/bangunan.
d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita.
e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan di rumah PE juga
dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas setempat.
f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap
penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.
g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tindak
lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah ( lampiran 1)
h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau 3 orang
tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), dilakukan penanggulangan fokus (Fogging,
Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan,
PSN dan larvasidasi selektif.
Kriteria PF :
1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau lebih
tersangka DBD dan ditemukan jentik 5 % dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka
dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan
pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya
radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik,
maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi dan penyuluhan
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak ditemukan
jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.
1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan rencana koordinasi
penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar warga membantu kelancaran
pelaksanaan penanggulangan fokus
2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas puskesmas
setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan
fokus.
(1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan pengarahan
langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN DBD
(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi dilaksanakan
sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida. (teknis pemberian larvasida agar
dicantumkan)
b) Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD
Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas puskesmas, dengan materi antara lain:
(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah petugas puskesmas atau petugas harian
lepas terlatih.
(2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutan. (di
lapangan tidak hanya mendampingi tapi juga melakukan penyuluhan)
5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan formulir K-D.
Keterangan:
1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan oleh dokter
rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin dan hematokrit meningkat >
20% dan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm3 atau cenderung turun.
2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya saat
dilaksanakan PE.
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi:
pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada
masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang
terjadi KLB.
Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB, tetapi untuk
pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu :
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.
c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan DBD, sehingga
KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. (mengatasi KLB di
wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas)
Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.
b. Pemberantasan Vektor
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang
telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan
satu kesatuan epidemiologis
Contoh :
• Menutup TPA
• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi TPA
PLUS :
3) Larvasidasi
Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-Tempat Umum (TTU)
c. Penyuluhan
Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengabutan,
larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.
Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan
data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan
keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama dalam bentuk laporan (Lampiran 2).
Sumber:
3. Persiapan investigasi
Tentukan tim investigasi dan siapkan surat tugas
Mengumpulkan informasi awal;
- Area KLB (dataran rendah/tinggi)
- Total Populasi dan populasi rentan di area KLB
- Buat mapping kasus sementara untuk menentukan luas investigasi
- Sarana dan Prasarana Kesehatan terdekat system rujukan
- Keamanan
Persiapan alat penyelidikan KLB
- Form pendataan kasus dan kontak, pedoman, bahan KIE, dll
- Alat ambil specimen dan media transport specimen
- Obat-obatan
Informasikan rencana investigasi ke pihak berwenang (Kec RT dan sekolah, kantor)
4. Investigasi lapangan
Mencegah Penularan
Mencari kasus tambahan dan kontak dari rumah ke rumah
Memberikan pengobatan sesuai klasifikasinya
Pendataan dilanjutkan ke area yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
dan karier yang ditemukan.
Ambil sample (swab tenggorok) pada kasus, kontak erat kasus dan karier.
5. Mengumpulkan informasi factor resiko
Cakupan imunisasi DPT/DT/Td (bayi/ booster) di tingkat puskesmas, desa terjangkit dan desa
sekitar beresiko. Lama periode cakupan imunisasinya tergantung sebaran usia kasus.
Status imunisasi: kasus, kontak, karier
Ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin
6. Tatalaksana kasus
Kasus Difteri Laring/Faring/Tonsil
- Diisolasi
- Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
- Antibiotik selama 14 hari
- Suportif
Kontak dan karier
- Antibiotik selama 7-10 hari
VE = 1 - % divaksin sakit .
% tak divaksin sakit
d) Periode KLB, buat grafik berdasarkan tanggal demam Stop KLB bila 2x5 hari
tidak ada kasus baru
e) Populasi rentan dapat memprediksi besar KLB/terulang
8. Pelaporan
Latar Belakang
Metodologi
Analisis Kasus
- Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (Person).
- Kurva epidemic kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur dan
status imunisasi
- Attack Rate menurut kelompok umur
- Menghitung vaksin evikasi bila memungkinkan
Analisis pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, Logistik, Cakupan)
Upaya yang sudah dilakukan
Outbreak response
Kesimpulan dan rekomendasi
SOAL 4
LANGKAH - LANGKAH SURVEILANS
Menurut McNabb et al., (2002)
1. Pendeteksian kasus (case detection), merupakan proses mengidentifikasi peristiwa
atau keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperl ukan dalam
penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti rumah sakit, puskesmas,
laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit statistik.
2. Pencatatan kasus (registration), merupakan proses pencatatan kasus hasil identifikasi
peristiwa atau keadaan kesehatan.
3. Konfirmasi (confirmation), merupakan evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi
sampai pada hasil percobaan laboratorium.
4. Pelaporan (reporting), berupa data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan
surveilans epidemiologi yang kemudian disampaikan kepada berbagai pihak yang
dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program
kesehatan. Juga disampaikan kepada pusat penelitian dan kajian serta untuk
pertukaran data dalam jejaring surveilans
5. Analisis data (data analysis), merupakan analisis terhadap berbagai data dan angka
sebagai bahan untuk menentukan indikator pada
6. Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness), merupakan
kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
7. Respon terencana (response and control), merupakan sistem pengawasan kesehatan
masyarakat. Respon ini hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan
dalam peringatan dini pada munculnya masalah kesehatan masyarakat.
8. Umpan balik (feedback), berfungsi penting untuk sistem pengawasan, alur pesan dan
informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
SOAL 5
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung)
digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang
menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama
periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit.
Salah satu cara untuk menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan
melihat tipe kurva epidemik, sebagai berikut:
1. Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu
sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam
waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2. Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan
cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak
antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit
tersebut.
3. Tipe kurva epidemik campuran (mixed) antara common source dan propagated. Tipe
kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu
sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang
(kasus sekunder).
Sumber: