Anda di halaman 1dari 18

PR Ujian Dr.

Melda

Muhammad Asyraf bin Mohammad Nazari

11.2015.436

SOAL 1

JELASKAN APA YANG KAMU TAHU TENTANG POSYANDU

Pos Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan


kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh
petugas kesehatan. Posyandu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM). Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di
bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa.

A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan : ”Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah
suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja
Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan,
RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu)”.

Menurut Departmen Kesehatan RI 2006, posyandu adalah wadah pemeliharaan kesehatan


yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibimbing petugas terkait.

Tujuan posyandu antara lain:

 Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (ibu hamil),
melahirkan dan nifas.
 Membudayakan NKBS
 Meningkatkan peran serta masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
KB serta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat
sejahtera.
 Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan ketahanan
keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.

Kegiatan Pokok Posyandu terdiri dari 5 bagian yaitu;

 KIA
 KB
 Imunisasi
 Gizi
 Penanggulangan diare
Pada hari buka posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:

Meja I : Pendaftaran

Meja II : Penimbangan

Meja III : Pengisian KMS

Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

Meja V : Pelayanan kesehatan berupa:

 Imunisasi
 Pemberian vitamin A dosis tinggi.
 Pembagian pil KB atau kondom.
 Pengobatan ringan.
 Konsultasi KB.

Petugas pada meja I dan IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan meja V merupakan
meja pelayanan medis.

Keberhasilan posyandu tergambar melalui cakupan SKDN.

S : Semua balita di wilayah kerja posyandu.

K : Semua balita yang memiliki KMS.

D : Balita yang ditimbang.

N : Balita yang Berat Badannya naik

Kegiatan Posyandu:

1. Jenis Pelayanan Minimal Kepada Anak

Penimbangan untuk memantau pertumbuhan anak, perhatian harus diberikan khusus terhadap
anak yang selama ini 3 kali tidak melakukan penimbangan, pertumbuhannya tidak cukup
baik sesuai umurnya dan anak yang pertumbuhannya berada di bawah garis merah KMS.

 Pemberian makanan pendamping ASI dan Vitamin A.


 Pemberian PMT untuk anak yang tidak cukup pertumbuhannya (kurang dari 200
gram/ bulan) dan anak yang berat badannya berada di bawah garis merah KMS.
 Memantau atau melakukan pelayanan imunisasi dan tanda-tanda lumpuh layu.
 Memantau kejadian ISPA dan diare, serta melakukan rujukan bila perlu.
2. Pelayanan Tambahan yang Diberikan

a) Pelayanan bumil dan menyusui.


b) Program Pengembangan Anak Dini Usia (PADU) yang diintegenerasikan dengan
program Bina Keluarga Balita (BKB) dan kelompok bermain lainnya.
c) Program dana sehat atau JPKM dan sejenisnya, seperti tabulin, tabunus dan
sebagainya.
d) Program penyuluhan dan penyakit endemis setempat.
e) Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman.
f) Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).
g) Program diversifikasi pertanian tanaman pangan.
h) Program sarana air minum dan jamban keluarga (SAMIJAGA) dan perbaikan
lingkungan pemukiman.
i) Pemanfaatan pekarangan.
j) Kegiatan ekonomis produktif, seperti usaha simpan pinjam dan lain-lain.
k) Dan kegiatan lainnya seperti: TPA, pengajian, taman bermain.

Manfaat Posyandu:

Posyandu memberikan layanan kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, gizi, penanggulangan
diare.

1. Kesehatan ibu dan anak

Ibu: Pemeliharaan kesehatan ibu di posyandu, Pemeriksaan kehamilandan nifas, Pelayanan


peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah, Imunisasi TT untuk ibu
hamil.

Pemberian Vitamin A: Pemberian vitanin A dosis tinggi pada bulan Februari dan Agustus
(Bagian Kependudukan dan Biostatistik FKM USU. 2007). Akibat dari kurangnya vitamin A
adalah menurunnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Dinas Kesehatan RI.
2006: 95)

Penimbangan Balita: Penimbangan balita dilakukan tiap bulan di posyandu (Dinas Kesehatan
RI. 2006: 95). Penimbangan secara rutin di posyandu untuk pemantauan pertumbuhan dan
mendeteksi sedini mungkin penyimpangan pertumbuhan balita. Dari penimbangan yang
kemudian dicatat di KMS, dari data tersebut dapat diketahui status pertumbuhan balita
(Dinas Kesehatan RI. 2006: 54), apabila penyelenggaraan posyandu baik maka upaya untuk
pemenuhan dasar pertumbuhan anak akan baik pula.

KMS adalah kartu untuk mencatat dan memantau pekembangan balita dengan melihat garis
pertumbuhan berat badan anak dari bulan ke bulan pada KMS dapat diketahui status
pertumbuhan anaknya.
Kriteria Berat Badan balita di KMS:

Berat badan naik :

Berat badan bertambah mengikuti salah satu pita warna, berat badan bertamabah ke pita
warna diatasnya.

Berat badan tidak naik :

Berat badanya berkurang atau turun, berat badan tetap, berat badan bertambah atau naik tapi
pindah ke pita warna di bawahnya.

Berat badan dibawah garis merah

Merupakan awal tanda balita gizi buruk Pemberian makanan tambahan atau PMT, PMT
diberikan kepada semua balita yang menimbang ke posyandu. (Departemen Kesehatan RI.
2006: 104)

2. Keluarga Berencana

Pelayanan Keluarga Berencana berupa pelayanan kontrasepsi kondom, pil KB, dan suntik
KB.

3. Imunisasi

Di posyandu balita akan mendapatkan layanan imunisasi.

Macam imunisasi yang diberikan di posyandu adalah:

 BCG untuk mencegah penyakit TBC.


 DPT untuk mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus.
 Polio untuk mencegah penyakit kelumpuhan.
 Hepatitis B untuk mencegah penyakit hepatitis B (penyakit kuning).

4. Peningkatan Gizi

Dengan adanya posyandu yang sasaran utamanya bayi dan balita, sangat tepat untuk
meningkatkan gizi balita (Notoadmodjo, Soekidjo. 2003: 205). Peningkatan gizi balita di
posyandu yang dilakukan oleh kader berupa memberikan penyuluhan tentang ASI, status
gizi balita, MPASI, Imunisasi, Vitamin A, stimulasi tumbuh kembang anak, diare pada balita
(Dinas Kesehatan RI. 2006: 24).
5. Penanggulangan diare

Penyediaan oralit di posyandu (Dinas Kesehatan RI. 2006: 127). Melakukan rujukan pada
penderita diare yang menunjukan tanda bahaya di Puskesmas. (Departemen Kesehatan RI.
2006: 129). Memberikan penyuluhan penggulangan diare oleh kader posyandu. (Departemen
Kesehatan RI. 2006: 132)

Sumber:

1. A.A. Gde Muninjaya. 2002. Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC.


2. Departemen kesehatan RI. 2006. Buku kader posyandu dalam usaha perbaikan gizi
keluarga. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.
3. Kependudukan dan Biostatik FKM USU. Posyandu sebagai sarana peran serta
masyarakat dalam UPKM. http://www.library.usu.ac.id. 19.25 WIB. 16 Maret 2018.
4. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu kesehatan masyarakat.. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

SOAL 2

JELASKAN LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN DBD

Terdapat 3 konsep yang akan dibahas dalam penanggulangan DBD;

1. Penyelidikan Epidemiologi

2. Penanggulangan Fokus

3. Penanggulangan KLB DBD

Konsep Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan
rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter.

1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta
tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

2) Tujuan khusus:

a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya

b) Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD

c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan


Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi

1) Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/


Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan Harian Penderita DBD.

2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter, formulir PE, dan
surat tugas.

3) Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya


ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.

4) Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran pelaksanaan PE.

5) Pelaksanaan PE sebagai berikut:

a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan


keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu dalam
kurun waktu 1 minggu sebelumnya.

b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit
(petekie), dan uji torniquet.

c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat
lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam
maupun di luar rumah/bangunan.

d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita.

e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain dilakukan di rumah PE juga
dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas setempat.

f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap
penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.

g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tindak
lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah ( lampiran 1)

h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau 3 orang
tersangka DBD, dan ditemukan jentik (5%), dilakukan penanggulangan fokus (Fogging,
Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan,
PSN dan larvasidasi selektif.

Konsep Penanggulangan Fokus

Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang


dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue
(PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan
pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida sesuai dengan kriteria pada bagan PE.

Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah


terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitar serta
tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

Kriteria PF :

1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3 atau lebih
tersangka DBD dan ditemukan jentik 5 % dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka
dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan
pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya
radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1 minggu

2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik,
maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi dan penyuluhan

3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan tidak ditemukan
jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan

1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan rencana koordinasi
penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar warga membantu kelancaran
pelaksanaan penanggulangan fokus

2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas puskesmas
setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan
fokus.

3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:

a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi

(1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan pengarahan
langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN DBD

(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan larvasidasi dilaksanakan
sebelum dilakukan pengabutan dengan insektisida. (teknis pemberian larvasida agar
dicantumkan)

b) Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD
Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas puskesmas, dengan materi antara lain:

(1) Situasi DBD di wilayahnya


(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarga dan
masyarakat disesuaikan dengan kondisi setempat.

c) Pengabutan dengan insektisida

(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan dinas kesehatan
kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah petugas puskesmas atau petugas harian
lepas terlatih.

(2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan pengabutan. (di
lapangan tidak hanya mendampingi tapi juga melakukan penyuluhan)

4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas


kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat dan kades/lurah setempat.

5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan formulir K-D.
Keterangan:

1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan oleh dokter
rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin dan hematokrit meningkat >
20% dan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm3 atau cenderung turun.

2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui penyebabnya saat
dilaksanakan PE.

Konsep Penanggulangan KLB DBD

Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi:
pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada
masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang
terjadi KLB.

Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB, tetapi untuk
pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu :

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan DBD, sehingga
KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. (mengatasi KLB di
wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas)

Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB

Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1


minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit, dan kegiatan
penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti:

Pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan KLB,


pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan
vektor, dan lain-lain.
a. Pengobatan dan Perawatan Penderita

Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.

b. Pemberantasan Vektor

1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)

Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang
telah dilatih.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum

Insektisida : Sesuai dengan dosis

Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV

Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu (petunjuk


fogging terlampir)

2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)

Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan
satu kesatuan epidemiologis

Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan


air,barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang
pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan
air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum

Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus.

Contoh :

• Menguras dan menyikat TPA

• Menutup TPA

• Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi TPA

PLUS :

- Menaburkan bubuk larvasida

- Memelihara ikan pemakan jentik

- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia, lavender, geranium)


- Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun oles),

- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.

- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan lokal.

3) Larvasidasi

Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas/dinas


kesehatan kabupaten/kota

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-Tempat Umum (TTU)

Larvasida : Sesuai dengan dosis

Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

c. Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama Puskesmas.

d. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB

Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan


vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan
rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi
dan penyuluhan.

Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengabutan,
larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.

b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB

Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan
data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan
keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama dalam bentuk laporan (Lampiran 2).

Sumber:

1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Modul


pengendalian demam berdarah dengue. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.
Lampiran 1
Lampiran 2
SOAL 3
LANGKAH INVESTIGASI KLB DIFTERI
1. Konfirmasi awal KLB
Memastikan KLB
- Klinis/Probable
- Lab confirm: sample swab faring dan nasal

2. Pelaporan Segera KLB


SMS/Telp/Email dalam 24 jam pertama:
a) Puskesmas  Kabupaten/Kota
b) Kabupaten/Kota  Provinsi
c) Provinsi Pusat
 Tindak lanjuti dengan Laporan W1

3. Persiapan investigasi
Tentukan tim investigasi dan siapkan surat tugas
Mengumpulkan informasi awal;
- Area KLB (dataran rendah/tinggi)
- Total Populasi dan populasi rentan di area KLB
- Buat mapping kasus sementara untuk menentukan luas investigasi
- Sarana dan Prasarana Kesehatan terdekat  system rujukan
- Keamanan
Persiapan alat penyelidikan KLB
- Form pendataan kasus dan kontak, pedoman, bahan KIE, dll
- Alat ambil specimen dan media transport specimen
- Obat-obatan
Informasikan rencana investigasi ke pihak berwenang (Kec  RT dan sekolah, kantor)

4. Investigasi lapangan
Mencegah Penularan
 Mencari kasus tambahan dan kontak dari rumah ke rumah
 Memberikan pengobatan sesuai klasifikasinya
 Pendataan dilanjutkan ke area yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
dan karier yang ditemukan.
 Ambil sample (swab tenggorok) pada kasus, kontak erat kasus dan karier.
5. Mengumpulkan informasi factor resiko
Cakupan imunisasi DPT/DT/Td (bayi/ booster) di tingkat puskesmas, desa terjangkit dan desa
sekitar beresiko. Lama periode cakupan imunisasinya tergantung sebaran usia kasus.
Status imunisasi: kasus, kontak, karier
Ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin

6. Tatalaksana kasus
Kasus Difteri Laring/Faring/Tonsil
- Diisolasi
- Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
- Antibiotik selama 14 hari
- Suportif
Kontak dan karier
- Antibiotik selama 7-10 hari

7. Pengolahan dan analisis data


Mengetahui letak masalah 
a) Menghitung angka serangan (Attack Rate = AR), berdasarkan;
- Golongan umur
- Area KLB
- St. imunisasi di vaksin/tidak sesuai usia
b) Angka kematian = Case Fatality Rate (CFR)
c) Efikasi vaksin =
EV = 1 AR di vaksin sakit .
AR tidak di vaksin sakit
Bila EV < 0,95  ada masalah dengan cold chain

Divaksinasi Tidak Divaksinasi


Sakit Tidak Sakit Sakit Tidak sakit
A B C D

VE = 1 - % divaksin sakit .
% tak divaksin sakit

d) Periode KLB, buat grafik berdasarkan tanggal demam  Stop KLB bila 2x5 hari
tidak ada kasus baru
e) Populasi rentan dapat memprediksi besar KLB/terulang

8. Pelaporan
 Latar Belakang
 Metodologi
 Analisis Kasus
- Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (Person).
- Kurva epidemic kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur dan
status imunisasi
- Attack Rate menurut kelompok umur
- Menghitung vaksin evikasi bila memungkinkan
 Analisis pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, Logistik, Cakupan)
 Upaya yang sudah dilakukan
 Outbreak response
 Kesimpulan dan rekomendasi

9. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut


o Sweeping/BLF untuk melengkapi status imunisasi dasar atau booster
o ORI tanpa melihat st imunisasi
o Imunisasi tanpa melihat st.imun sebelumnya
o Perbaikan cold chain
o Sistem surveilans yang lebih sensitive dalam deteksi dan laporan dini
Sumber:
1. Rusipah. 2017. Surveilans difteri dan penyelidikan epidemiologi. Jakarta. Pertemuan
Nasional Evaluasi Surveilans Epidemiologi.

SOAL 4
LANGKAH - LANGKAH SURVEILANS
Menurut McNabb et al., (2002)
1. Pendeteksian kasus (case detection), merupakan proses mengidentifikasi peristiwa
atau keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperl ukan dalam
penyelenggaraan surveilans epidemiologi seperti rumah sakit, puskesmas,
laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit statistik.
2. Pencatatan kasus (registration), merupakan proses pencatatan kasus hasil identifikasi
peristiwa atau keadaan kesehatan.
3. Konfirmasi (confirmation), merupakan evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi
sampai pada hasil percobaan laboratorium.
4. Pelaporan (reporting), berupa data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan
surveilans epidemiologi yang kemudian disampaikan kepada berbagai pihak yang
dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program
kesehatan. Juga disampaikan kepada pusat penelitian dan kajian serta untuk
pertukaran data dalam jejaring surveilans
5. Analisis data (data analysis), merupakan analisis terhadap berbagai data dan angka
sebagai bahan untuk menentukan indikator pada
6. Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness), merupakan
kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
7. Respon terencana (response and control), merupakan sistem pengawasan kesehatan
masyarakat. Respon ini hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan
dalam peringatan dini pada munculnya masalah kesehatan masyarakat.
8. Umpan balik (feedback), berfungsi penting untuk sistem pengawasan, alur pesan dan
informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
SOAL 5

MACAM PENULARAN KLB

Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung)
digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang
menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama
periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit.
Salah satu cara untuk menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan
melihat tipe kurva epidemik, sebagai berikut:

1. Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu
sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam
waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2. Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan
cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak
antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit
tersebut.
3. Tipe kurva epidemik campuran (mixed) antara common source dan propagated. Tipe
kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu
sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang
(kasus sekunder).

Sumber:

1. Budioro,b.1997. Pengantar Epidemiologi edisi II. Semarang: Badan Penerbit Universitas


Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai