Anda di halaman 1dari 15

PRESENTASI KASUS

Fraktur tertutup humeris dekstra 1/3 tengah

Disusun oleh
MOHAMMAD YOVANSYAH PUTERA
1102008155

Pembimbing :
Dr. Ismail Jamaluddin, Sp. OT

SMF ILMU BEDAH


RSUD GUNUNG JATI CIREBON

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. A

Umur

: 32 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Pegajahan Utara

Agama

: islam

II.

ANAMNESIS

Keluhan utama

: lengan kanan bagian atas sulit digerakkan

Riwayat penyakit sekarang


Pasien laki-laki 32 tahun datang ke Poliklinik Bedah Orthopedi RSUD Gunung Jati pada
tanggal 15 Juni 2012 dengan keluhan lengan kanan bagian atas sulit digerakkan dan sedikit
nyeri. Pasien datang dengan keadaan terpasang sling (mitela) pada tangan kanan. Terlihat
penonjolan ke arah luar dipertengahan lengan kanan bagian atas,terasa nyeri bila digerakkan
dan nyeri bila ditekan.
Sekitar 3 bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas antara motor dan motor.
Pasien memakai helm dan tidak pingsan setelah kejadian. Pasien ditabrak dari arah
berlawanan, dan terjatuh dengan posisi badan sebelah kanan dibawah. Lengan kanan atas
pasien tertekuk pada saat membentur aspal. Pasien merasakan nyeri dan lengannya sulit
digerakkan. Tidak ada luka terbuka. Terdapat penonjolan di bagian tengah lengan kanan atas
dan memar. Terdapat juga memar di lengan kanan bagian bawah dan bagian pinggang kanan.
Pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan datang ke tempat praktek pijat. Selama 3 bulan
pasien hanya menjalani terapi pijat pada lengan kanannya. Karena dirasa tidak ada perubahan
maka pasien datang berobat ke poliklinik Bedah Orthopedi RSUD Gunung Jati.
Riwayat penyakit lainnya

: (-)

Riwayat sebelum sakit

Riwayat penyakit dahulu

: (-)

Riwayat trauma

: (+)

Riwayat pengobatan

: (+)

Riwayat operasi

: (-)

Riwayat penyakit keluarga

: (-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Status generalis
Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: kompos mentis, GCS = 15

Vital sign

: TD : 120/80 mmHg
RR : 24 x/menit
N : 80 x/mnt
S : 36 0 C

Kepala

: normocephal

Mata

: conjungtiva tidak anemis


Sclera tidak ikterik
Pupil bulat, letak central , kanan-kiri isokhor
Reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif.
Gerakan bola mata dapat ke segala arah

Leher

: tidak ada pembesaran, tidak ada deviasi trachea, tidak ada perlukaan

THT

: tidak ada pembesaran, tidak ada perlukaan, tidak ada perdarahan

Thorax
Cor
Inspeksi

: iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :
Inspeksi

: pergerakan paru kanan-kiri simetris

Palpasi

: vocal fremitus kanan- kiri sama

Perkusi

: sonor di seluruh lapang pandang paru

Auskultasi

: vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen
Inspeksi

: permukaan datar,

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak teraba pembesaran

Perkusi

: timpani di empat kuadran

Auskultasi

: bising usus dalam batas normal

Ekstremitas : pada status lokalis


IV.

PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI UMUM

Status lokalis
Regio brachii dekstra
Look

Lengan kanan dibalut dengan sling, kemudian dibuka :

Warna kulit sama dengan daerah lain, tidak terdapat pus, tidak terdapat jaringan parut
Terdapat atrofi otot pada regio brachii dekstra
Terdapat deformitas berupa angulasi ke arah lateral

Feel :

suhu kulit hangat (sama dengan bagian tubuh yang lain),


terdapat nyeri tekan disekitar daerah fraktur
krepitasi negatif

Move :
Articulatio Glenohumeral Dekstra:

gerakan fleksi
gerakan ekstensi
gerakan abduksi
gerakan adduksi
gerakan rotasi lateral dan medial

: terbatas
: terbatas
: bebas
: bebas
: bebas

Articulatio Cubiti :

gerakan fleksi

: terbatas

gerakan ekstensi

: terbatas

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto rontgen cruris dekstra AP/L tanpa kontras :


fraktur pada diafisis os humerus dekstra
VI.

RESUME

Pasien laki-laki 32 tahun datang ke Poliklinik Bedah Orthopedi RSUD Gunung Jati pada
tanggal 15 Juni 2012 dengan keluhan lengan kanan bagian atas sulit digerakkan dan sedikit
nyeri. Pasien datang dengan keadaan terpasang sling (mitela) pada tangan kanan. Terlihat
penonjolan ke arah luar dipertengahan lengan kanan bagian atas,terasa nyeri bila digerakkan
dan nyeri bila ditekan. Sekitar 3 bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
antara motor dan motor. Pasien merasakan nyeri dan lengannya sulit digerakkan. Tidak ada
luka terbuka. Pasien tidak memeriksakan diri ke dokter dan datang ke tempat praktek pijat.
Selama 3 bulan pasien hanya menjalani terapi pijat pada lengan kanannnya. Karena dirasa
tidak ada perubahan maka pasien datang berobat ke poliklinik Bedah Orthopedi RSUD
Gunung Jati..
Regio brachii dekstra
Look

Lengan kanan dibalut dengan sling, kemudian dibuka :

Warna kulit sama dengan daerah lain, tidak terdapat pus, tidak terdapat jaringan parut
Terdapat atrofi otot pada regio brachii dekstra
Terdapat deformitas berupa angulasi ke arah lateral

Feel :

suhu kulit hangat (sama dengan bagian tubuh yang lain),


terdapat nyeri tekan disekitar daerah fraktur
krepitasi negatif

Move :
Articulatio Glenohumeral Dekstra:

gerakan fleksi
gerakan ekstensi
gerakan abduksi
gerakan adduksi
gerakan rotasi lateral dan medial

: terbatas
: terbatas
: bebas
: bebas
: bebas

Articulatio Cubiti :

VII.
VIII.

gerakan fleksi

: terbatas

gerakan ekstensi

: terbatas

DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup humerus dekstra 1/3 tengah, displaced delayed-union
RENCANA PENATALAKSANAAN
Medikamentosa : Analgetik
Nonmedikamentosa :
Immobilisasi
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

IX.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: dubia ad malam

Tinjauan Pustaka
ANATOMI
Ventral view:
1. Clavicula
2. Articulatio acromioclavicularis
3. Scapula
4. Articulatio humeri
5. Humeri
6. Articulatio humeroulnaris
7. Articulatio radioulnaris proximalis
8. Articulatio humeoradialis
9. Ulna
10. Radius
11. Articulatio radioulnaris distalis
12. Brachium
13. Antebrachium
14. Manus

Os. Humerus

Otot lengan atas


Perdarahan lengan atas

Persarafan lengan atas

Fraktur Humerus
Definisi dan Penyebab Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau tulang
rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulangulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
KLASIFIKASI
Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :
1.

Fraktur Suprakondilar humerus

Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :


a.

Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui

benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasidan lengan siku dalam posisi
ekstensi dengan tangan terfikasi
b.

Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan

dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi
2.

Fraktur interkondiler humerus

Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur kondiler
medialis humerus
3.

Fraktur diafisis humerus

Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang dapat mengakibatkan fraktur spiral (fraktur
yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)
4.

Fraktur kolum humerus

Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri) dan kolum
sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum)
Gambaran Klinis
Daerah yang patah tampak bengkak, tampak deformitas angulasi atau endo/eksorotasi,
ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan pada daerah yang patah. Sering ditemukan penonjolan
tulang keluar kulit. Adanya gerakan asimetris serta krepitasi pada tulang humerus

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun lateral. Pada investigasi fraktur
humerus distal dengan foto rontgen x-ray dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari
adakah fraktur pada os humerus dimanakah tempatnya, apakah di diafisis, metafisis, atau
epifisis, apakah komplit atau inkomplit, bagaimana konfigurasinya, apakah transversal, oblik,
spiral, atau kominutif, apakah hubungan antar fragmennya displaced atau undisplaced, lalu
adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut
.
Penatalaksanaan
a.

Terapi pada fraktur tertutup

Terapi konservatif
1.

Immobilisasi saja tanpa reposisi

Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan
yang baik.
2.

Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragmen distal
dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragen proksimal dan dipertahankan dalam
kedudukan yang stabil dalam gips.
3.

Traksi

Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan
pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi
hingga sembuh atau dipasang gips.
- Terapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
1.

reposisi tertutup fiksasi externa

Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.
2.

reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.

Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan
pemasangan pen secara operatif/ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

2.

Excisional arthroplasty

Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.

b.

Terapi pada fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan
harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
- pembidaian
- menghentikan perdarahan dengan perban tekan

Penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
a. Fase Hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
b. Radang dan proliferasi seluler
Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di
bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi
oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahanlahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu.
c. Fase pembentukan kalus
Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik. Apabila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan juga
kartilago. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang immatur dan kartilago,
membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal.
d. Fase konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang
lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru.

e. Fase remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau
bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan
pembentukan tulang yang terus menerus.lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang
tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk. Akhirnya diperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.

Komplikasi penyembuhan fraktur


1.

Malunion

Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi
premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
Gambaran Klinis:
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak, nyeri dan
keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris,
Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang
mengalami deformitas.
Radiologis:
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai
dengan keadaan yang normal.
Pengobatan:
Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai
dengan fraktur yang baru, apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan sepatu
ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan
fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan pemanjangan bertahap misalnya pada anakanak, atau dengan osteotomi yang bersifat baji.

2.

Delayed Union

Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
Etiologi:
Sama dengan nonunion.
Gambaran Klinis:
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat pembengkakan, nyeri
tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur, pertambahan deformitas.
Radiologis:
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista pada ujung-ujung
tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.
Pengobatan:
Konservatif dilakukan pemasangan plesteruntuk imobilisasi tambahan selama 2-3 bulan.
Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi maka segera dilakukan fiksasi
interna dan pemberian bone graft.

3.

Non union

Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa
infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected pseudoartrosis.
Etiologi:
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak adekuat, imobilisasi
yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu imobilisasi yang tidak cukup,
infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan
lunak di antara kedua fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen,
destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi
hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang
hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna, delayed union
yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan,
terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua
fragmen.

Gambaran Klinis:
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur yang
membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit atau sama sekali
tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama
sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.
Radiologis:
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang berbentuk bulat
dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang, salah satu ujung tulang dapat
berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoartrosis).
Pengobatan:
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat sendi misalnya
kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis misalnya pada fraktur leher
femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

Komplikasi Fraktur Humeri


Dini:
1.

Cedera pembuluh darah

2.

Cedera saraf

Lanjut:
1.

Kekakuan siku

2.

Malunion

DAFTAR PUSTAKA

Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas


Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya
Medika. 1995.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003.
Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available from:
http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
John L. Triplane fracture. Available from: http://www.emedicine.com/sports-/TOPIC38.HTM
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
2000.
Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

Anda mungkin juga menyukai