IDENTITAS PASIEN
Nama
:K
Jenis
: Laki-laki
Usia
: 36 tahun
Alamat
: Kuningan
Tanggal masuk
: 17 Mei 2012
II.
ANAMNESA :
Keluhan utama
Keluhan tambahan : Pasien mengalami rasa mual dan muntah sebanyak 5 kali. Pasien juga
merasakan nyeri di seluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada saat mengendarai motor dan
bertabrakan dengan pengendara motor yang lain pada tanggal 15 Mei jam 10.00 di Sumur
Wiru, Kuningan. Pasien tidak memakai helm. Pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit
Wijaya di Kuningan dan mendapat perawatan darurat. Tapi berhubung RS tersebut tidak
memiliki ruangan ICU keluarga pasien membawanya ke RSUD Gunung Jati pada jam 16.00.
Berhubung ruangan ICU RSUD Gunung Jati pada saat itu sedang penuh, maka keluarga
pasien langsung mengantar pasien ke Rumah Sakit Ciremai. Pasien sempat dirawat selama 2
hari ruangan ICU RS Ciremai dan melakukan pemeriksaan CT-Scan, tapi keluarga pasien
meminta pindah ke RSUD Gunung Jati untuk mengurus SKTM. Pasien mulai dirawat di
RSUD Gunung Jati tanggal 17 Mei pukul 15.00
Pasien sempat pingsan sesaat setelah kejadian. Berdasar surat rujukan dari RS
Wijaya,tingkat GCS pasien E3V4M6. Tidak ada darah yang keluar dari hidung dan telinga
pasien.Setelah kejadian, pasien merasakan pusing kepala dan mual muntah.Pasien mengalami
muntah sebanyak 5 kali selama dirawat di RS Ciremai. Pasien datang ke RSUD Gunung Jati
dari RS Ciremai dengan GCS E4M6V4.
Riwayat penyakit dahulu :
(-)
Riwayat penyakit keluarga :
(-)
III.
Pemeriksaan Fisik :
Status Internus
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital sign
: Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
Respirasi
: 20 x/mnt
Suhu
: 35,5 C
Kepala
: Normocephal
Mata
: -/-
Eksoftalmus
: -/-
Edema palpebra
: -/-
THT
Leher
: JVP tidak meningkat, tidak teraba pembesaran KGB dan tidak teraba
tiroid
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
: Akral hangat
Tidak ada edema dan sianosis pada ke empat ekstermitas
Status Lokalis
Regio Fascialis :
Inspeksi
Palpasi
Status Neurologis
Kesadaran
Rangsang Meningeal
Pemeriksaan N.Cranialis
N I (N. Olfactorius)
: (+)
N II (N. Opticus)
: RCL (+/+)
RCTL (+/+)
(+/+)
(+/+)
(+/+)
N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis)
Tidak dilakukan
N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus )
Gerakan menelan baik,
Posisi uvula berada di tengah
N XI ( N. Accesorius)
Mengangkat bahu (+/+)
Menoleh kanan dan kiri (+/+)
N XII ( N. Hipoglossus )
Tidak ada deviasi lidah
Fungsi Motorik
Kekuatan otot
: Ekstremitas superior (5/5)
Ekstremitas inferior (5/5)
Fungsi Sensorik
Raba
Nyeri
IV.
DIAGNOSA SEMENTARA
Mild Head Injury
V.
PEMERIKSAAN
VI.
RESUME
Seorang laki-laki 36 Tahun, datang dengan keluhan pusing dan nyeri kepala
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. GCS: 15. Pusing(+), Muntah(+),
Pingsan(+). Keluar cairan dari hidung dan telinga disangkal. Pada pemeriksaan CT
Scan EDH (+) dengan fraktur depressed tertutup lobus frontal kanan.
VII.
DIAGNOSA KERJA
Mild Head Injury dengan epidural hematoma lobus frontal kanan dan fraktur
depressed tertutup lobus frontal kanan.
VIII.
RENCANA TERAPI
-
IX.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
EPIDURAL HEMATOMA
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan
keras. Otak juga dilapisi oleh sesuatu yang disebut oleh meninges. Salah satu lapisannya
adalah duramater. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan
membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura,
ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang
antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
I.
ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa
keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala
pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9)
II.
ANATOMI
Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal, yang disebut otak depan, otak
tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak (hemisperium cerebri), korpus
striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak tengah (diencepalon). Otak belakang,
tersusun atas pons varolii, medulla oblongata, serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang
inilah yang disebut dengan batang otak.
Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa kranilis
posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura mater yang
memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum adalah untuk mengatur
sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan sangat penting dalam koordinasi otot
dan menjaga keseimbangan.
Sirkulasi Peredaran Darah Otak
Otak memperoleh darah dari dua pembuluh darah besar : karotis atau sirkulasi anterior dan
vertebra atau sirkulasi posterior. Masing-masing sistem terlepas dari arkus aorta sebagai
pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri dan vetebra kanan dan kiri. Masingmasing karotis membentuk bifurkasi untuk membentuk arteri karotis interna dan eksterna.
Arteri vetebra berawal dari arteri subklavia. Arteri vertebra bergabung membentuk arteri
basiler, dan selanjutnya memecah untuk membentuk kedua arteri serebral posterior yang
mensuplai permukaan otak inferior dan mediana juga bagaian lateral lobus oksipital.
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan areti basilar dan karotis interna bersatu.
Sirkulasi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans aterior, kedua arteri serebral
posterior, dan kedua arteri komunikans arterior.
Arachnoid
Terdiri atas 2 lapisan
-Lapisan parietal
-Lapisan visceral
Terkadang menonjol di beberapa tempat berupa butiran halus menembus duramater yg
berhubungan dengan sinus duramatris disebut villus arachnoid
Piamater
Merupakan selaput tipis yg mengandung banyak pembuluh darah & melekat erat pada
jaringan otak,
kadang-kadang ruang subarachnoidnya membesar disebut Cisterna
Sinus Duramatris
Ruang-ruang antara lapis endosteal & lapis meningeal dura mater yg dilapisi endotel. Darah
dari otak disalurkan ke dalam sinus duramatris & akhirnya memasuki vena jugularis interna
Sinus dura matris terbagi atas:
Sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus transversus,sinus rectus,sinus
sigmoideus, sinus
occipitalis, sinus cavernosus, sinus petrosus superior & inferior serta sinus basilaris
III.
PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)
. Kadang-kadang, fraktur dari tulang tengkorak akan melintasi sinus venosus. Sinus
sagitalis superior dan sinus transversum adalah sinus yang paling rentan terkena, berakibat
pada epidural hematoma vena
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)
Sinus duramatis
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah terjadinya herniasi trans dan infra
tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang
berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan
teliti.(8,10)
IV.
GAMBARAN KLINIS
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di
observasi dengan teliti. (3)
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala.
Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak : (3,8)
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang
otak.(11)
V.
GAMBARAN RADIOLOGI
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali. (2)
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada
film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. (10)
Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah. (6,8,16)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater,
berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan
batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.(9,10,16)
VI.
1.
DIAGNOSIS BANDING
Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan
arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural
yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang
2.
Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di
dalamnya. (10)
Gejala klinisnya yaitu :
kaku kuduk
nyeri kepala
bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid
VII.
PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
Terapi medikamentosa:
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau
gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena.(9)
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason
(dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3
mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini
masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya
focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan
karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,
dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk
mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak
dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB
dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1
mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8)
Terapi Operatif :
Operasi di lakukan bila terdapat : (15)
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving.
Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya
keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
.
Pendekatan yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat insisi curvilinear pada
kepala untuk membuka sepenuhnya tengkorak yang menutupi hematom (atau seluas mungkin
yang bias dilakukan). Apabila otot temporal menutupi sisi yang ingin di insisi, sebaiknya
harus ditarik ke arah inferior, dengan menyisakan pinggiran tipis yang melekat ke garis
temporal superior dimana otot temporal nantinya dapat disambung kebali di akhir operasi.
Ketika tulang telah terlihat, sebuah lubang dibuat dengan menggunakan bor, dekat dengan
tepi hematoma. Tulang tengkorak pada akhirnya dapat disingkirkan dengan menggunakan
lapisan dasar dari bor. Hematom kemudian disingkirkan, dan berbagai perdarahan dural akan
berhenti, dan dura mater dijahit dengan nylon 4-0. Ketika hemostasis dapat dipastikan
membaik, tulang tengkorak yang tadinya dilepas, dipasang kembali. Lapisan
muskulokutaneus kemudian ditutup dengan menggunakan vicryl 00 untuk lapisan galeal serta
untuk kulitnya digunakan stepler. Monitoring terhadap tekanan intracranial biasanya
dilakukan pada tahap ini, sebelum akhirnya didorong ke ICU.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada : (8)
Besarnya
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan
otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan
pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi. (2,14)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah
P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2.
Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
3.
4.
5.
6.
7.
Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2006, 359-366
8.
Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC,
Jakarta, 2004, 818-819
9.
10.
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
11.
12.
13.
Paul, Juhls, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen Interpretation, fourth
edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404
14.
15.
16.
Epidural Hematoma
Disusun Oleh: