Anda di halaman 1dari 20

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

:K

Jenis

: Laki-laki

Usia

: 36 tahun

Alamat

: Kuningan

Tanggal masuk

: 17 Mei 2012

II.

ANAMNESA :

Keluhan utama

: Pasien merasakan pusing kepala setelah kecelakaan lalu lintas

Keluhan tambahan : Pasien mengalami rasa mual dan muntah sebanyak 5 kali. Pasien juga
merasakan nyeri di seluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada saat mengendarai motor dan
bertabrakan dengan pengendara motor yang lain pada tanggal 15 Mei jam 10.00 di Sumur
Wiru, Kuningan. Pasien tidak memakai helm. Pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit
Wijaya di Kuningan dan mendapat perawatan darurat. Tapi berhubung RS tersebut tidak
memiliki ruangan ICU keluarga pasien membawanya ke RSUD Gunung Jati pada jam 16.00.
Berhubung ruangan ICU RSUD Gunung Jati pada saat itu sedang penuh, maka keluarga
pasien langsung mengantar pasien ke Rumah Sakit Ciremai. Pasien sempat dirawat selama 2
hari ruangan ICU RS Ciremai dan melakukan pemeriksaan CT-Scan, tapi keluarga pasien
meminta pindah ke RSUD Gunung Jati untuk mengurus SKTM. Pasien mulai dirawat di
RSUD Gunung Jati tanggal 17 Mei pukul 15.00
Pasien sempat pingsan sesaat setelah kejadian. Berdasar surat rujukan dari RS
Wijaya,tingkat GCS pasien E3V4M6. Tidak ada darah yang keluar dari hidung dan telinga
pasien.Setelah kejadian, pasien merasakan pusing kepala dan mual muntah.Pasien mengalami
muntah sebanyak 5 kali selama dirawat di RS Ciremai. Pasien datang ke RSUD Gunung Jati
dari RS Ciremai dengan GCS E4M6V4.
Riwayat penyakit dahulu :
(-)
Riwayat penyakit keluarga :
(-)

III.

Pemeriksaan Fisik :

Status Internus
Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: Composmentis GCS E4V5M6

Vital sign

: Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 68 x/mnt, regular teratur

Respirasi

: 20 x/mnt

Suhu

: 35,5 C

Kepala

: Normocephal

Mata

: Konjungtiva anemis : -/Sklera ikterik

: -/-

Eksoftalmus

: -/-

Edema palpebra

: -/-

THT

: Kedua telinga lapang tidak hiperemis, hidung tidak tampak secret,


tenggorokan tidak hiperemis

Leher

: JVP tidak meningkat, tidak teraba pembesaran KGB dan tidak teraba
tiroid

Thoraks

: Cor BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)


Pulmo vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-

Abdomen

: datar,lembut, bising usus (+)


NT/NL/NK -/-/Hepar dan lien tidak teraba pembesaran dan massa

Ekstremitas

: Akral hangat
Tidak ada edema dan sianosis pada ke empat ekstermitas

Status Lokalis
Regio Fascialis :
Inspeksi

: terlihat hematoma pada periorbita mata kanan


Terdapat luka laserasi sepanjang 5 cm di bawah alis mata kanan
Terdapat luka laserasi sepanjang 1 cm di bawah bibir sebelah kanan
Terdapat luka laserasi sepanjang 4 cm di dagu kanan

Palpasi

: terdapat nyeri tekan di kepala regio frontal kanan

Status Neurologis
Kesadaran
Rangsang Meningeal

: Compos mentis, GCS E4 V5 M6 = 15


: Kaku Kuduk (-), Brudzinsky I/II (-/-), Kernig (-)

Pemeriksaan N.Cranialis
N I (N. Olfactorius)
: (+)
N II (N. Opticus)

: RCL (+/+)

RCTL (+/+)

N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen)


Gerakan bola mata
: Mata kanan dan kiri dalam batas normal
Pupil
: Isokor , bulat.
Kelopak mata
: Dalam batas normal
N V (N. Trigeminus)
Sensorik
: Sensibilitas wajah baik
Motorik
: Gerakan mengunyah baik
N VII ( N. Fasialis):
Mengangkat alis
Membuka mata
Lipatan nasolabial

(+/+)
(+/+)
(+/+)

N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis)
Tidak dilakukan
N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus )
Gerakan menelan baik,
Posisi uvula berada di tengah
N XI ( N. Accesorius)
Mengangkat bahu (+/+)
Menoleh kanan dan kiri (+/+)

N XII ( N. Hipoglossus )
Tidak ada deviasi lidah
Fungsi Motorik
Kekuatan otot
: Ekstremitas superior (5/5)
Ekstremitas inferior (5/5)
Fungsi Sensorik
Raba

: Ekstremitas superior (+/+)


Ekstremitas inferior (+/+)

Nyeri

: Ekstremitas superior (+/+)


Ekstremitas inferior (+/+)

IV.

DIAGNOSA SEMENTARA
Mild Head Injury

V.

PEMERIKSAAN

CT-scan : terlihat lesi hiperdens bentuk bikonveks di lobus frontoparietal kanan

Fraktur depressed os frontal kanan.

VI.

RESUME
Seorang laki-laki 36 Tahun, datang dengan keluhan pusing dan nyeri kepala
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. GCS: 15. Pusing(+), Muntah(+),
Pingsan(+). Keluar cairan dari hidung dan telinga disangkal. Pada pemeriksaan CT
Scan EDH (+) dengan fraktur depressed tertutup lobus frontal kanan.

VII.

DIAGNOSA KERJA
Mild Head Injury dengan epidural hematoma lobus frontal kanan dan fraktur
depressed tertutup lobus frontal kanan.

VIII.

RENCANA TERAPI
-

IX.

IVFD Nacl 0,9%


Perawatan luka
Antibiotik
Analgetik
Evakuasi hematoma dengan Craniotomy

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

EPIDURAL HEMATOMA
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan

keras. Otak juga dilapisi oleh sesuatu yang disebut oleh meninges. Salah satu lapisannya
adalah duramater. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan
membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura,
ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang
antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
I.

ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa
keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala
pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9)
II.

ANATOMI

Anatomi Fisiologi Otak

Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal, yang disebut otak depan, otak
tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak (hemisperium cerebri), korpus
striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak tengah (diencepalon). Otak belakang,
tersusun atas pons varolii, medulla oblongata, serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang
inilah yang disebut dengan batang otak.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :


a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter.
b. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi olek karaco
oksipitalis.
Mempunyai peranan utama pada kegiatan memproses dan mengintergrasi informasi sensorik
yang lebih tinggi tingkatnya.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis. Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. Korteks
pendengaran primer berfungsi sebagai penerima suara. Korteks asosiasi pendengaran penting
untuk memahami bahasa ucap, dan lesi daerah ini (terutama pada sisi dominan) dapat
mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa serta
sulit mengulang kata-kata.
d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna.
Salah satu ciri khas otak mengendalikan sensorik dan motorik yaitu bahwa setiap hemisfer
otak terutama mengurus sisi tubuh kontra lateral. ( Prince, Sylvia Anderson, 1995 :922-923)
Otak Tengah merupakan bagian atas batang otak. Aqueductus serebri yang menghubungkan
ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung
pusat-pusat yang megendalikan keseimbangan dan geraka-gerakan mata.
Medulla oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons
dengan sumsum tulang belakang. Medulla oblongata terletak dalam frosa kranilis posterior
dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di bawah foramen magnum tulang
oksipital.

Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa kranilis
posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura mater yang
memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum adalah untuk mengatur
sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan sangat penting dalam koordinasi otot
dan menjaga keseimbangan.
Sirkulasi Peredaran Darah Otak
Otak memperoleh darah dari dua pembuluh darah besar : karotis atau sirkulasi anterior dan
vertebra atau sirkulasi posterior. Masing-masing sistem terlepas dari arkus aorta sebagai
pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri dan vetebra kanan dan kiri. Masingmasing karotis membentuk bifurkasi untuk membentuk arteri karotis interna dan eksterna.
Arteri vetebra berawal dari arteri subklavia. Arteri vertebra bergabung membentuk arteri
basiler, dan selanjutnya memecah untuk membentuk kedua arteri serebral posterior yang
mensuplai permukaan otak inferior dan mediana juga bagaian lateral lobus oksipital.
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan areti basilar dan karotis interna bersatu.
Sirkulasi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans aterior, kedua arteri serebral
posterior, dan kedua arteri komunikans arterior.

MENINGENS (PEMBUNGKUS OTAK)


Terdiri dari 3 lapis :
1. Dura mater lapisan luar yang tebal & kuat
2. Arachnoidea lapis yang menyerupai laba-laba
3. Pia mater lapisan terdalam yg halus & mengandung banyak pembuluh darah

Dura mater terdiri dari 2 lapisan :


1. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yg membungkus
permukaan dalam calvaria
2. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yg kuat yg berlanjut terus di
foramen magnum dgn dura mater spinalis yg membungkus medulla spinalis
Antara duramater & tulang tengkorak terdapat cabang-cabang a.meningea media yg terletak
di sulcus arteriosus pada permukaan dalam :
-Os temporalis
-Os parietalis
-Os frontalis
Lipatan-lipatan pada duramater
1. Falx cerebri sekat pemisah cerebrum kanan & kiri berbentuk bulan sabit, pinggir atas :
sinus sagitalis superior, pinggir bawah : sinus sagitalis inferior
2. Tentorium cerebelli sekat pemisah antara cerebrum & cerebellum berbentuk seperti atap
kemah
3. Falx cerebelli sekat pemisah antara cerebellum kiri & kanan
4. Diaphragma sellae pembungkus yg menutupi sella turcica

Arachnoid
Terdiri atas 2 lapisan
-Lapisan parietal
-Lapisan visceral
Terkadang menonjol di beberapa tempat berupa butiran halus menembus duramater yg
berhubungan dengan sinus duramatris disebut villus arachnoid
Piamater
Merupakan selaput tipis yg mengandung banyak pembuluh darah & melekat erat pada
jaringan otak,
kadang-kadang ruang subarachnoidnya membesar disebut Cisterna
Sinus Duramatris
Ruang-ruang antara lapis endosteal & lapis meningeal dura mater yg dilapisi endotel. Darah
dari otak disalurkan ke dalam sinus duramatris & akhirnya memasuki vena jugularis interna
Sinus dura matris terbagi atas:
Sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus transversus,sinus rectus,sinus
sigmoideus, sinus
occipitalis, sinus cavernosus, sinus petrosus superior & inferior serta sinus basilaris
III.

PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)
. Kadang-kadang, fraktur dari tulang tengkorak akan melintasi sinus venosus. Sinus
sagitalis superior dan sinus transversum adalah sinus yang paling rentan terkena, berakibat
pada epidural hematoma vena
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus


temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1)
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di
medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf
cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan
ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah
ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat
cepat, dan tanda babinski positif.(1)
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.(1)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar
hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita
pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan
merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun.
Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di
sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)
Sumber perdarahan : (8)

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah terjadinya herniasi trans dan infra
tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang
berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan
teliti.(8,10)
IV.

GAMBARAN KLINIS

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di
observasi dengan teliti. (3)
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala.
Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak : (3,8)

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

Bingung

Penglihatan kabur

Susah bicara

Nyeri kepala yang hebat

Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.

Mual

Pusing

Berkeringat

Pucat

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang
otak.(11)

V.

GAMBARAN RADIOLOGI

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali. (2)
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada
film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. (10)
Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah. (6,8,16)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater,
berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan
batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.(9,10,16)
VI.
1.

DIAGNOSIS BANDING
Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan

arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural
yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang

menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a.


kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma
subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10)
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan. Gejala klinisnya
adalah :
sakit kepala
kesadaran menurun + / Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan
arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.

2.

Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di

dalamnya. (10)
Gejala klinisnya yaitu :
kaku kuduk
nyeri kepala
bisa didapati gangguan kesadaran
Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid

VII.

PENATALAKSANAAN

Penanganan darurat :

Dekompresi dengan trepanasi sederhana

Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa:

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau
gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena.(9)
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason
(dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3
mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini
masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya
focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan
karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,
dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk
mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak
dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB
dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1
mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8)
Terapi Operatif :
Operasi di lakukan bila terdapat : (15)

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving.
Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya
keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.

.
Pendekatan yang paling umum dilakukan adalah dengan membuat insisi curvilinear pada
kepala untuk membuka sepenuhnya tengkorak yang menutupi hematom (atau seluas mungkin
yang bias dilakukan). Apabila otot temporal menutupi sisi yang ingin di insisi, sebaiknya
harus ditarik ke arah inferior, dengan menyisakan pinggiran tipis yang melekat ke garis
temporal superior dimana otot temporal nantinya dapat disambung kebali di akhir operasi.
Ketika tulang telah terlihat, sebuah lubang dibuat dengan menggunakan bor, dekat dengan
tepi hematoma. Tulang tengkorak pada akhirnya dapat disingkirkan dengan menggunakan
lapisan dasar dari bor. Hematom kemudian disingkirkan, dan berbagai perdarahan dural akan
berhenti, dan dura mater dijahit dengan nylon 4-0. Ketika hemostasis dapat dipastikan
membaik, tulang tengkorak yang tadinya dilepas, dipasang kembali. Lapisan
muskulokutaneus kemudian ditutup dengan menggunakan vicryl 00 untuk lapisan galeal serta
untuk kulitnya digunakan stepler. Monitoring terhadap tekanan intracranial biasanya
dilakukan pada tahap ini, sebelum akhirnya didorong ke ICU.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada : (8)

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan
otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan

pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi. (2,14)
DAFTAR PUSTAKA
1.

Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah
P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

2.

Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.

3.

Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org

4.

Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com

5.

Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme


Medical Publisher, New York,1996, 22

6.

Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition,


Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 178

7.

Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2006, 359-366

8.

Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC,
Jakarta, 2004, 818-819

9.

Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

10.

Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

11.

Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis


Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

12.

Price D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com

13.

Paul, Juhls, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen Interpretation, fourth
edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404

14.

Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma


Kapitis,http://iwansain.wordpress.com/2007

15.

Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral, Updates In


Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80

16.

Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, fifth


edition, Churchill Living Stone, London,199

Presentasi Kasus Bedah Saraf

Epidural Hematoma

Disusun Oleh:

M.Yovansyah Putera (1102008155)

SMF Bedah RSUD Gunung Jati


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Periode 14 Mei 21 Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai