Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Fraktur adalah kerusakan struktural dalam kontinuitas tulang, lapisan
epifisis, atau permukaan sendi tulang rawan (Kisner, 2007). Menurut definisi
fraktur supracondylar adalah sebuah fraktur 1/3 distal humerus. Cedera ini
biasanya sering terjadi pada anak-anak (Shankman, 2004). Dari tahun 1980
sampai

1986,

total

62

pasien

berusia

1-3

tahun

atau

lebih, berpotensi mengalami frakture distal humerus. Rata-rata usia mereka yang
berpotensi mengalami fraktur adalah 36 tahun, 19 perempuan memiliki rata-rata
usia 42 tahun dan 43 laki laki rata rata 33 tahun. Dua pasien meninggal, dan
satu pneumonia, setelah beberapa luka luka parah dengan frakture karena
deposit sekunder, meningal karena keganasannya. Tiga pasien lain tidak diketahui
sehingga 57 pasien yang kembali di periksa (Holdsworth, 1992). Peningkatan
stabilitas dapat diperoleh dari fiksasi plate and screw pada 1/3 distal humerus.
Untuk membangun dan menciptakan struktur girder seperti memperkuat fiksasi
(Thomas, 2000).
ORIF pada umumnya, incisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Fragmen fraktur kemudian direposisi menggunakan tangan agar kembali keposisi
normal dan dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pelat dan kekrup.
Kesempatan memeriksa saraf dan pembuluh darah di sekitar fraktur penting untuk
mencapai stabilitas fiksasi yang memadai (Prince, 1995). Menurut etoiloginya
fraktur dibagi menjadi tiga, yaitu : (1) Fraktur disebabkan Penatalaksanaan

Terapi Latihan trauma langsung maupun tidak langsung, (2) Fraktur yang
disebabkan kelelahan pada tulang, (3) Fraktur karena keadaan patologis. Pada
kasus ini fraktur disebabkan karena trauma yang terjadi karena kecelakaan.
(Apley, 1995) Untuk mengurangi nyeri selama tindakan bedah, klien dapat diberi
narkotika intravena, sedatif atau blok saraf lokal (Prince 1995). Komplikasi paru
berupa pneumonia dan atelektasis merupakan resiko tertinggi pada periode
postoperative general anesthesia dan penggunaan obat penghilang nyeri serta
bedresi dapat memperburuk keadaan komplikasi paru ini. Selain itu masalah
postoperative fraktur yang muncul adalah nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi,
dan gangguan aktifitas fungsional (Kisner, 2007) hal ini terjadi karena
kebanyakan klien merasa takut bergerak setelah operasi fraktur dikarenakan
merasa nyeri pada luka bekas operasi (Smeltzer, 2002). Tirah baring yang cukup
lama setelah operasi dapat menyebabkan menurunnya kekuatan otot sampai 1015% dari kekuatan semula setiap minggunya (Sjamsuhidajat, 2010). Selain itu
proses immobilisasi yang lama juga dapat menyebabkan potensi atrofi otot dan
kontraktur otot (Kisner, 2007). Resiko potensi deep vein thrombosis (DVT) juga
sering terjadi pada semua klien yang telah menjalani operasi (Kisner, 2007). DVT
ini sering disertai dengan keluhan nyeri pada betis terutama saat berjalan
(Sjamsuhidajat, 2010).
Solusi pada kasus fraktur komplit humerus 1/3 distal yang dapat diberikan
terdiri dari latihan aktif dan pasif untuk menjaga dan meningkatkan luas gerak
sendi (LGS) serta meningkatkan aktifitas fungsional. Untuk mempertahankan
mobilitas otot dan mengurangi nyeri dengan diberikan stretching dan isometric
exercise (Kisner, 2007). Selain itu, Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

(TENS) bertujuan untuk mengatasi nyeri dengan memodulasi nyeri di sistem saraf
pusat melalui gate control theory (Sjamsuhidajat, 2010).

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah


1.2.1 Batasan Masalah

Penulis memfokuskan dan membatasi penatalaksanaan fisioterapi pada klien


dengan paska operasi plate and screw frakture komplit humerus 1/3 distal di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

1.2.2 Rumusan masalah


1) Apakah karakteristik atau gambaran pada klien dengan paska operasi plate
and screw frakture komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo?
2) Apakah diagnosa fisioterapi pada klien

dengan paska operasi plate and

screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo?
3) Apakah intervensi fisioterapi pada klien dengan paska operasi plate and
screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo?
4) Bagaimanakah tingkat keberhasilan intervensi fisioterapi pada klien dengan
paska operasi plate and screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidoarjo?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada klien dengan paska operasi
plate and screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi karakteristik pada klien dengan paska operasi plate and
screw frakture komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.
2) Mengidentifikasi diagnosis fisioterapi pada klien dengan paska operasi plate
and screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.
3) Menerapkan intervensi fisioterapi pada klien dengan paska operasi plate and
screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo.
4) Mengidentifikasi tingkat keberhasilan intervensi fisioterapi pada klien paska
operasi plate and screw fraktur komplit humerus 1/3 distal di Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis

dapat

mempelajari

dan

meningkatkan

kemampuan

dalam

penatalaksanaan fisioterapi yang tepat pada klien paska operasi plate and screw
fraktur komplit humerus 1/3 distal.

1.4.2 Bagi Klien

Klien dapat mendapatkan penanganan yang tepat pada penatalaksanaan


fisioterapi paska operasi plate and screw fraktur komplit humerus 1/3 distal.

Anda mungkin juga menyukai