Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO INTERNSHIP

dr. Dwi Arif W W


Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa
Topik
: Ulkus Peptikum
Tanggal (Kasus)
: 20 April 2016
Tanggal Presentasi : 29 April 2016
Tempat Presentasi : Komite Medik RSUD Sumbawa
Presenter
: dr. Dwi Arif W W
Pendamping
: dr. A. A. G. Kosala Putra
Objektif Presentasi :
a. Penyegaran
b. Tatalaksana
c. Dewasa
d. Deskripsi : Wanita, 48 th, dengan keluhan nyeri ulu hati dan melena
e. Tujuan
: Diagnosis dan tatalaksana Ulkus Peptikum
Bahan Bahasan
: Kasus
Cara Membahas
: Presentasi dan Diskusi
Data Pasien
: Ny. J
Nama Klinik
: Instalasi Rawat Inap, RSUD Sumbawa Besar

Data Utama untuk Bahan Diskusi


Diagnosis/Gambaran Klinis

Appendisitis/

Pasien

datang

dengan keluhan nyeri ulu hati


sejak 1 minggu yang lalu, nyeri
serasa panas, perih dan seperti
ditusuk

jarum.

kumatan,

Nyeri

timbul

kumat-

jika

lapar,

membaik jika makan atau minum


antasida, lalu muncul nyeri lagi.
Pasien

juga

mengalami

mual,

leamh, lesu sempoyongan, BAB


hitam dan terdapat darah yang
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kesehatan/Penyakit sebelumnya

menetes setelah BAB.


Keluhan ini belum diobati..
Riwayat keluhan serupa disangkal,
pasien

memiliki

riwayat

Hipertensi, asam urat, gastritis,


dan hemoroid. Pasien menyangkal
Riwayat Keluarga

adanya DM, asma maupun alergi.


Dalam keluarga tidak ada yang

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, dan Sosial

mengalami keluhan serupa.


Pasien sering meminum

obat

pereda nyeri baik yang diresepkan


dokter maupun beli di apotik.
Lain-lain
BPJS
DaftarPustaka
1. Hadi S. Gastroenterologi.edisi ke-7. P.T. Alumni. Bandung. 2002.
2. Adi P. Pathogenesis and Diagnosis of Peptic Ulcer Disease. In : Update
in Gastroentero-Hepatology. Editors Wibawa IDN, Purwadi N, dan
Somia IKA. Sudema 2. Surabaya, Denpasar, Malang. 2006.
3. Tarigan P. Tukak Gaster. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editors
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S. Pusat
Penerbitan, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.


4. Wibawa DN, Astera WM. Ulkus Peptikum. In : Pedoman Diagnosis dan
Terapi Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Lab/SMF
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah sakit
umum Pusat. Denpasar. 1994.
5. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S,
Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta.
2006.
6. Ulkus Peptikum. In : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam indonesia. Editors Rani AA, Soegondo S,
Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, dan Mansjoer A. PB PAPDI. Jakarta.
2006
Hasil Pembelajaran
Diagnosis Ulkus Peptikum
Menyingkirkan diagnosis banding Ulkus Peptikum
Patofisiologi Ulkus Peptikum
Edukasi pasien dan keluarga dengan Ulkus Peptikum

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN


PORTOFOLIO
1. Subjektif
Seorang wanita 49 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang
menjalar ke bagian kanan dan kiri perut sudah 1 minggu ini. Nyeri dirasakan
perih, seperti terbakar, dan seperti ditusuk jarum. Nyeri dirasakan kumat-kumatan
hampir setiap hari. Nyeri muncul jika pasien terlambat makan dan membaik jika
pasien makan atau minum antasida, namun setelah beberapa jam, pasien
mengeluh nyeri kembali. Pasien juga mengeluh mual namun tidak sampai muntah.
Pasien menyangkal adanya demam. BAK lancar, tidak nyeri, berwarna kuning
jernih
Pasien juga mengeluh BAB hitam sudah 5 hari ini. BAB konsistensi
lembek dan berwarna hitam. BAB tidak disertai lendir namun disertai darah segar
yang menetes setelah BAB. Pasien juga mengeluh terdapat benjolan yang keluar
dari anus yang terasa nyeri dan dapat dimasukkan kembali.
Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemas, letih, dan lesu sejak 3
hari SMRS. Lemas terasa seperti tidak bertenaga sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari dan membuat pasien sulit berkonsentrasi. Lemas dirasakan terus
menerus dan tidak berkurang meskipun pasien sudah tidur serta tidak ada faktor
yang dapat memperingan rasa lemas. Pasien mengaku sehari-hari tidak ada
ketegangan jiwa maupun emosi berlebihan.
Pasien mempunyai riwayat keluhan yang sama dan memiliki riwayat
gastritis sebelumnya. Pasien juga memiliki penyakit hipertensi dan minum obat
hanya jika ada keluhan saja. Selain itu pasien mempunyai riwayat nyeri di kedua
kaki yang di diagnosa arthritis gout oleh dokter puskesmas, serta pasien sering
meminum obat penghilang nyeri seperti piroxicam, diclofenac, dan steroid untuk
menghilangkan nyeri yang dirasakan. Pasien menyangkal memiliki penyakit DM,
asma, alergi obat dan makanan.

2. Objektif
Keadaan Umum

: Tampak lemas dan kesakitan

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4M6V5

Tanda Vital

TD
Nadi
RR
Suhu

: 160/100 mmHg
: 98 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,9C

Kepala

: Normocephal, rambut hitam sebagian putih, susah dicabut.

Mata

: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.

Leher

: Tidak ada massa, KGB tidak teraba, Deviasi trakhea (-),


JVP tidak meningkat.

Thorax

Simetris, retraksi (-), spider nevi (-), tidak ada ketinggalan gerak, iktus

kordis tidak terlihat.


Vokal fremitus sama, nyeri tekan (-), iktus kordis teraba.
Sonor pada seluruh lapangan paru, batas paru dan jantung normal.
Suara paru vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.

Suara jantung 1 dan 2 reguler, bising dan gallop tidak ada.

Abdomen

Perut nampak datar, benjolan maupun spider nevi tak tampak.


Supel, nyeri tekan pada epigastrium (+), hepar tak teraba
Perkusi timpani, batas hepar normal, shifting dullnes (-), nyeri ketok
CV (-), batas hepar normal.

Bising usus (+) normal.

Ekstremitas

Superior: akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada deformitas dan edem

Inferior: akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada deformitas dan edem.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil

Interpretasi

Hemoglobin
Leukosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Golongan darah
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Na
K
Cl
Ca
Asam Urat
Kolesterol total
Trigliseride
HDL
LDL

4 g/dL
10,6 x 103/ul
50 %
38 %
12 %
14,8 %
1,5 x 106/ul
292 x 103/ul
81 fL
30 pg
36 g/dL
B
30 U/L
31 U/L
79 mg/dL
1,8 mg/dL
144,18 mmol/L
3,48 mmol/L
112,47 mmol/L
1,08 mmol/L
8,2 mg/dL
171 mg/dL
133 mg/dL
40 mg/dL
103 mg/dL

Rendah
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Normal

3. Assessment
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan nyeri perut epigastrium
sudah 1 minggu. Keluhan ini disertai adanya mual namun tidak muntah, tidak
nafsu makan dan BAB hitam. Hal ini menandakan adanya perdarahan pada
saluran cerna terutama saluran cerna bagian atas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan pada epigastrium yang menandakan adanya iritasi pada
organ gaster atau duodenum. Lalu keluhan nyeri yang muncul saat lapar dan
membaik ketika makan atau minum antasida kemudian setelah beberapa jam
mengeluh nyeri lagi, merupakan ciri khas nyeri pada penyakit tukak duodenum.
Selain itu pasien juga memiliki penyakit arthritis gout pada kedua kaki nya dan
memiliki kebiasaan meminum obat NSAID dan steroid yang merupakan faktor
resiko terjadinya ulkus peptikum disamping riwayat penyakit gastritis yang
diderita pasien. Tidak adanya keluhan demam, sklera ikterik, pembesaran hati

dapat mentingkirkan diagnosis yang mengarah ke hepatobilier. Namun untuk


diagnosis pasti dari ulkus peptikum memang harus menggunakan endoskopi
saluran cerna atas.
Selain itu pasien badan terasa lemas, letih, dan lesu sejak 3 hari SMRS, hal
ini ditambah dengan hasil pemeriksaan fisik berupa konjungtiva anemis dan hasil
pemeriksaan laboratorium dimana hemoglobin pasien hanya 4 g/dL. Hal ini
berarti pasien juga mengalami anemia yang bisa disebabkan oleh ulkus peptikum
sehingga menimbulkan perdarahan berupa melena.
Pasien juga mengeluhkan adanya darah yang menetes setelah BAB dan
munculnya benjolan dari anus. Benjolan ini nyeri namun dapat dimasukkan
kembali ke dalam anus.. Hal ini mengindikasikan adanya hemoroid interna grade
III, dan hal ini pula lah yang menambah keadaan anemia pada pasien karena
kehilangan darah darah dari hemoroid tersebut.

Ulkus Peptikum
Definisi
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ulkus
(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak
pada setiap bagian saluran cerna yangterkena getah asam lambung, yaitu esofagus,
lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.

Etiologi
Faktor Agresif
1. Infeksi H. Pilori
H.pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana
asam dalam lambung/duodenum (antrum, korpus, dan bulbus), berbentuk kurva/Sshaped. Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Pada lambung
terutama terkonsentrasi dalam antrum, berada pada lapisan mukus pada
permukaan epitel yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel. H.pylori
mengeluarkan sitotoksin yang secara langsung dapat merusak sel epitel mukosa
gastroduodenal. H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim, seperti
urease, protease, lipase, dan fosfolipase. Urease memecah urea dalam lambung
6

menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan
fosfolipase A2 menekan sekresi mukus yang menyebabkan daya tahan mukosa
menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel.
2. NSAID
Pemakaian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil
salisilat (ASA) secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko
perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat. Pemakaian OAINS/ASA tidak hanya
menyebabkan kerusakan pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan
usus besar berupa inflamasi, ulserasi, dan perforasi. Patogenesis terjadinya
kerusakan mukosa karena penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek
toksik/iritasi langsung pada mukosa. Selain itu, OAINS/ASA menghambat kerja
dari

enzim

siklooksigenase

(COX)

sehingga

menekan

produksi

prostaglandin/prostasiklin yang berperan memelihara keutuhan mukosa


3. Faktor Lainnya
Merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
H.pylori dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan keadaan yang
sesuai dengan H.pylori; faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi
vitamin; beberapa penyakit tertentu seperti Zollinger Elison (kelainan pada non
insulin sekreting sel pankreas), mastositosis sistemik, penyakit Crohn, dan
hiperparatiroidisme; faktor genetik; faktor kejiwaan pada orang yang psikisnya
sangat labil, pada ketegangan jiwa, emosi, dan mempunyai ambisi besar
mengakibatkan mereka hidup tidak teratur; hormon wanita, berdasarkan statistik
bahwa wanita usia produktif jarang menderita ulkus peptikum jika dibandingka
ndengan pria pada usia yang sama, atau jika dibandingkan dengan wanita setelah
masa menopause.

Faktor Defensif
Gangguan pada satu atau beberapa faktor pertahanan mukosa,
menyebabkan daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh
faktor agresif yang menyebabkan terjadinya tukak peptik. Ada tiga faktor
pertahanan yang berfungsi memelihara dayatahan mukosa gastroduodenal, yaitu:
1. Faktor Preepitel
7

a. Mukus/bikarbonat

yang

berguna

untuk

menahan

pengaruh

asam

lambung/pepsin.
b. Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang
terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi.
c. Active surface phospholipid yang berperan untuk

meningkatkan

hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.


2. Faktor Epitel
a. Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi sel-sel yang
sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan.
b. Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient
dan mencegah pengasaman sel.
c. Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam
lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar
jaringan.
d. Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.
3. Faktor Subepitel
a. Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen, dan
bikarbonat ke epitel sel.
b. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang
merangsang reaksi inflamasi jaringan.

Patofisiologi
1. Infeksi H. Pilori
Helicobater pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk basil.
Bakteri ini pertama kali dapat dikultur tahun 1982 di Perth Australia. Pada tahun
1993 nama bakteri ini diganti menjadi Helicobacter Pylori. Bakteri ini mampu
menghasilkan urease yang menyebabkan bakteri ini mampu bertahan dalam pH
asam gaster. Urease dihasilkan 6% dari total protein bakteri. Bakteri ini juga
menghasilkan VacA (Vacuolating Cytotoxin) yang menyebabkan apoptosis pada
sel eukariotik dengan cara pembentukan vakuola sitoplasma multipel berukuran
besar.
Helicobater pylori terkolonisasi pada sel gaster yang memproduksi
mukus. Bakteri ini melekat pada glikoprotein yang terdapat di permukaan dari sel
epitel dengan menggunakan fimbriae. Selanjutnya bakteri akan berpindah ke
lapisan mukosa. Urease yang dihasilkan bakteri ini mampu memproduksi

ammonia, berperan dalam menciptakan suasana netral bagi pertumbuhan bakteri.


Ketika bakteri melakukan aktivitas pada lapisan mukosa gaster, mengakibatkan
terjadinya reaksi inflamasi dengan adanya infiltrasi dari sel-sel mononuclear pada
lapisan lamina propria. Reaksi ini akan terus meningkat hingga mampu memicu
terjadinya inflamasi hebat dengan munculnya netrofil, limfosit serta terbentuknya
mikroabses. Inflamasi yang terjadi dapat disebabkan oleh efek dari urease dan
VacA. Selain itu, adanya bakteri ini pada mukosa mampu menstimulasi NAP
(Neutrophil Activating Protein).

Proses inflamasi yang terus menerus ini

mengakibatkan terjadinya kematian pada sel epitel dan memicu terjadinya ulkus.
Penegakkan diagnosis paling sensitif untuk mengetahui keterlibatan dari
Helicobater pylori adalah dengan menggunakan endoskopi. Pada endoskopi
dilakukan biopsi dan kultur pada mukosa gaster. Metode non invasive adalah
dengan menggunakan pemeriksaan Urea Breath Test. Pada pemeriksaan ini pasien
diminta untuk mengkonsumsi 13C -14C yang telah dilabel urea. Jumlah urea pada
gaster akan dihitung sesuai dengan jumlah CO2 pada pernapasan.

2. NSAID
NSAID bekerja dengan menghambat kerja dari COX (Cyclooxigenase)
baik COX-1 maupun COX-2. COX-2 adalah COX dominan yang memproduksi
prostaglandin selama proses inflamasi. Prostaglandin menimbulkan beberapa
manifestasi inflamasi local maupun sistemik seperti vasodilatasi, hyperemia,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, tumor dan dolor. Prostaglandin
memiliki peran penting dalam menjaga integritas dan perbaikan mukosa
gastroduodenal. Cidera pada mukosa terjadi karena adanya paparan dengan
NSAID. NSAID dalam lingkungan gaster yang asam bersifat lipofilik terionisasi,
sehingga mampu bermigrasi melintasi membran lipid sel epitel dan menimbulkan
kerusakan pada intraselular. NSAID yang berada pada gaster juga mampu
menimbulkan difusi kembali dari ion H dan Pepsin yang menyebabkan kerusakan
lebih lanjut.

3. Faktor Lain
9

Kebiasaan merokok memiliki keterlibatan dalam pathogenesis ulkus


peptikum. Pada perokok insidensi ulkus peptikum terjadi lebih sering
dibandingkan

pada

orang

yang

bukan

perokok,

menurunkan

tingkat

penyembuhan, mengganggu respon terapi serta meningkatkan komplikasi.


Beberapa hipotesis menyebutkan rokok mampu menurunkan produksi bikarbonat
pada duodenum proksimal, peningkatan risiko infeksi Helicobater pylori dan
menginduksi pembentukan radikal bebas yang berbahaya terhadap mukosa.
Factor psikologis dipikirkan memiliki keterkaitan terhadap terjadinya
ulkus peptikum namun studi menunjukkan factor psikologis tidak memiliki
hubungan bermakna terhadap insiden ulkus. Factor psikologis ini lebih dikaitkan
dengan insiden Dyspepsia Non Ulcer.
Pola diet memiliki keterkaitan dengan terjadinya ulkus peptikum. Dari
penelitian didapatkan bahwa konsumsi alcohol dan kafein memiliki hubungan
bermakna dengan insidensi ulkus peptikum.

Diagnosis
Anamnesis
Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit
saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa panas
seperti terbakar yang biasanya timbul setelah makan atau minum yang asam,
seperti ditusuk-tusuk, seperti diperas, atau pedih, rasa penuh ulu hati, cepat merasa
kenyang, dan serangan tukak hilang-timbul secara periodik.
Pada tukak duodeni rasa sakit timbul saat pasien merasa lapar atau 90
menit-3 jam setelah makan, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam,
rasa sakit hilang setelah makan dan minum susu atau obat antasida (Hunger pain
food relief), rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Hal ini
menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis tukak
duodenum. Rasa mual disertai mulut asam merupakan keluhan pada penderita
10

tukak di pilorus, atau duodenum. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan,
dan rasa sakit tukak gaster dirasakan sebelah kiri garis tengah perut. Muntah
terutama timbul pada tukak yang masih aktif, sering ditemukan pada penderita
tukak lambung daripada tukak duodeni, terutama yang letaknya di antrum atau
pilorus.
Riwayat

minum

alkohol,

jamu-jamuan,

atau

obat-obatan

yang

ulserogenik. Sepuluh persen dari tukak peptik, khususnya karena OAINS


menimbulkan komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa danya keluhan nyeri
sebelumnya sehingga anamnesis tentang penggunaan OAINS perlu ditanyakan
pada pasien. Tinja berwarna seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu
perdarahan tukak.
Pada dispepsia kronik, untuk membedakan dispepsia fungsional dan
dispepsia organik, yaitu pada tukak peptik dapat ditemukan gejala peringatan
(alarm symptom) antara lain berupa : umur > 45-50 tahun keluhan muncul
pertama kali, berat badan menurun >10%, anoreksia/rasa cepat kenyang, riwayat
tukak peptik sebelumnya, muntah yang persisten, dan anemia yang tidak diketahui
penyababnya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hanya sedikit membantu diagnosa, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi. Pada non komplikata jarang menimbulkan kelainan fisik. Rasa
sakit/nyeri ulu hati di kiri atau sebelah kanan garis tengah perut, terjadinya
penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak
peptik tanpa komplikasi.
Pada non komplikata adanya epigastric tenderness yang berlokasi di
epigastrium antara umbilikus dan prosesus sifoideus. Timbulnya diffuse
superficial tenderness kemungkinan merupakan refleks viserosomatik. Semua
serabut-serabut nyeri dari traktus gastrointestinalis melalui saraf simpatis menuju
ke spinal cord. Persarafan di lambung dan duodenum oleh nervus splanknikus
menuju ke segmen dari spinal cord. Pada beberapa penderita, palpasi dalam
disertai dengan penekanan menimbulkan rasa nyeri yang bertambah hebat. Rasa
11

nyeri bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke
punggung. Ini kemungkinan diakibatkan oleh penyakit yang bertambah berat atau
mengalami komplikasi.

Pemeriksaan Penunjang
1. Barium meal
Pemeriksaan rontgen yang disertai dengan metoda kontras ganda dapat
memperlihatkan kelainan pada mukosa lambung. Pemeriksaan perlu dilakukan
dalam berbagai posisi, misalnya pada posisis telentang (supine) untuk melihat
dinding posterior, posisi tengkurap (prone) untuk melihat kelainan pada dinding
anterior, oblique ke kanan dan kiri. Jika terjadi komplikasi berupa perforasi maka
pada foto polos abdomen ditemukan daerah bebas udara antara hati dan
diafragma.
2. Endoskopi
Saat ini untuk diagnosis tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas. Di samping itu untuk memastikan diagnosa
keganasan tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi
brushing dengan biopsi melalui endoskopi. Pada obstruksi ditemukan sisa
makanan pada endoskopi.
Gambaran khas pada tukak jinak adalah pada umumnya bulat atau oval,
tepinya teratur dengan dasar licin, daerah di sekitarnya membengkak dan
hiperemi, dan sering dijumpai lipatan yang radier (radiating fold) di sekitar tukak.
Tukak yang masih aktif, tampak jelas batasnya berbentuk bulat atau oval, dengan
dasar licin berisi nanah, tepi teratur dengan daerah di sekitarnya membengkak
hiperemi. Gambaran tukak gaster untuk keganasan adalah: Boorman I /polipoid,
B-II/ulceratif, B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Biopsi dan
endoskopi perlu dilakukan ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi, karena
tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster (70%).

12

3. Infeksi H Pilori
Infeksi Helycobacter pylori dapat didiagnosis dengan test antibodi (tes
serologi), biopsi lambung pada pemeriksaan endoskopi, tes antigen tinja, dan tes
napas urea yang non invasif, yang dapat mengidentifikasikan produksi enzim
bakteri dalam lambung.
4. Hematologi
Hemoglobin, hematokrit, lekosit, eritrosit, trombosit, morfologi darah
tepi, dan golongan darah. Jika diperlukan periksa faal pembekuan.

Tatalaksana
Terapi tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan tukak peptik
kronik. Penderita dengan keluhan yang berat dianjurkan untuk dirawat di rumah
sakit, serta perlu beristirahat beberapa minggu. Penderita dengan keluhan ringan
dan tanpa komplikasi dapat berobat jalan. Tujuan terapi adalah menghilangkan
keluhan (sakit/dispepsia), menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan, dan
mencegah komplikasi. Tukak gaster dan tukak duodeni sedikit berbeda dalam
patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Tukak gaster biasanya berukuran

13

lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Secara garis
besar pengelolaan tukak peptik adalah sebagai berikut :

Konservatif
1. Pengaturan Diet
Pemberian makanan adalah segera sesudah hemodinamika stabil dan
perasaan mual sudah tidak ada lagi. Mula-mula diberikan diet cair kemudian
menjadi diet saring, diet lunak, dan akhirnya diet biasa. Dasar diet yang dilakukan
adalah makan sedikit berulang kali, dan makanan yang banyak mengandung susu
dalam porsi kecil. Makanan yang dikonsumsi harus lembek dan mudah dicerna,
tidak merangsang, dapat menetralisir asam HCl, serta hindari makanan pedas,
asam, dan beralkohol, kopi, teh, coklat, makanan yang berserat tinggi, makanan
yang mengandung lemak dan bumbu-bumbu berlebihan.

Perut tidak boleh

kosong atau terlalu penuh.


2. Gaya hidup
Penderita tukak peptik terutama yang berat harus banyak istirahat, dan
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mencegah timbulnya komplikasi.
Penyembuhan dengan rawat inap akan lebih cepat dengan bertambahnya jam
istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress, dan penggunaan analgetik. Stress
dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit
tukak. Penderita yang memiliki kalainan psikis, emosional, perlu ketenangan atau
bila perlu dikonsulkan dengan ahli jiwa klinik. Sementara dapat diberikan
sedative atau penenang (tranquilizer). Obat ini bukan untuk mengobati tukak
peptik, dan hanya sebagai obat tambahan sehingga sebaiknya diberikan dalam
dosis rendah.
3. Merokok
Merokok menghalangi penyembuhan tukak kronik, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks
duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, dan meningkatkan kekambuhan
tukak. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung. Sampai
saat ini, tidak ada bukti bahwa merokok merupakan predisposisi untuk timbulnya
tukak peptik. Merokok akan mengurangi nafsu makan dan menghambat
14

penyembuhan tukak peptik, dan dengan menghentikan merokok akan menambah


nafsu makan.
4. Obat-obatan
OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secar parenteral (supositoria dan
injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan, dosis OAINS diturunkan atau
dikombinasi dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Saat ini sudah tersedia COX 2
inhibitor yang selektif untuk penyakit OA dan RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk penyakit kardiovaskular belum
menjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung.

Medikamentosa
1. Antasida
Saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit atau dispepsia. Obat ini bekerja menetralisir
asam. Pemberian antasida yang mengandung aluminium-magnesium hidroksida
30-120cc/jam untuk mempertahankan pH intragastrik minimal 4,5.
2. sitoprotektif
a. koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap
pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin, merangsang sekresi
prostagladin, bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi adalah
neuro toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2
serta adanya efek bakterisidal terhadap H.Pylori sehingga kekambuhan berkurang.
b. Sukralfat
Melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek samping konstipasi,
tidak dianjurkan pada gagal ginjal kronik.
c. Prostaglandin

15

Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung , menambah sekresi


mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa dan perbaikan
mukosa. Efek penekanan asam lambung kurang kuat dibandingkan ARH2.
Biasanya digunakan sebagai penangkal timbulnya tukak gaster pada pasien yang
mengguankan OAINS. PGE/misoprostol. Efek samping diare, mual, muntah dan
menimbulkan kontraksi otot uterus/perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada
wanita yang akan hamil.
3. Antagonis Reseptor H-2
a. Simetidin
Cimetidin mempunyai fungsi menghambat sekresi asam basal dan
nokturnal. Obat ini juga akan menghambat sekresi asam lambung, oleh karena
rangsangan makanan. Obat ini dapat juga digunakan untuk pengobatan gastritis
kronis dengan hipersekresi asam lambung dan tukak peptik yang mengalami
perdarahan.
b. Ranitidin
Ranitidin banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tukak peptik baik yang
akut maupun yang kronis, dan khasiatnya 4-10 kali cimetidin. Ranitidin
menghambat sekresi asam lambung baik dalam keadaan basal maupun sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan. Sifat inhibitor terhadap sekresi asam
lambung tergolong kuat dengan masa kerja lama, sehingga cukup diberikan dua
kali sehari. Ranitidin tidak mempengaruhi fungsi hati. Sebagian besar ranitidin
baik yang diberikan peroral maupun parenteral secara intravena. Pemberian
ranitidin dalam dosis terapi menunjukkan tidak terjadi interaksi dengan obat lain.
Ranitidin selain digunakan untuk mengobati tukak peptik, juga digunakan untuk
mengobati gastritis dengan hipersekresi asam lambung. Ranitidin juga bermanfaat
untuk pengobatan kelainan lambung akibat pemberian obat antirematik (NSAID =
Non Steroid Anti Inflammatory Disease) baik dengan atau tanpa perdarahan.
c. Roxatidin
Pemberian roxatidin asetat terbukti sangat kuat menghambat sekresi
asam lambung pada malam hari. Pengeluaran asam lambung basal juga berkurang
sekitar 90% setelah 3 jam pemberian peroral 50 mg roxatidin asetat. Efektivitas

16

roxatidin asetat setara dengan cimetidin dan ranitidin dalam mempertahankan


bebas tukak, tetapi dengan roxatidin hal ini dapat dicapai dengan dosis rendah.
d. Famotidin
Famotidin dapat diberikan pada penderita tukak peptik yang disertai
sirosis hati, dan juga pada gangguan faal ginjal yang ringan. Dosis yang
dianjurkan adalah 20 mg sehari atau 40 mg yang diberikan hanya sekali sebelum
tidur malam hari. Pada tukak peptik diberikan pengobatan selama 4-6 minggu,
selanjutnya diberikan 20 mg tiap malam selama 4 minggu guna mencegah
kekambuhan. Penderita tukak peptik yang mengalami perdarahan atau pada
stress ulcer dengan perdarahan sebaiknya diberikan famotidin 20 mg secara
intravena dua kali sehari. Pemberian ini selama 3-5 hari dan biasanya perdarahan
akan berhenti, kemudian dilanjutkan peroral. Penderita dengan gastritis dapat
diberikan dosis lebih rendah yaitu 20 mg tiap malam sebelum tidur.
4. Proton Pump Inhibitor
Omeprazole merupakan obat antisekretorik yang poten dengan
mekanisme yang unik, yaitu bekerja di dalam sel parietal sendiri. Omeprazole
merupakan suatu inhibitor dari H+, K+-ATP ase yang memecah H+, K+-ATP
menghasilkan energi untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. Omeprazole mengontrol produksi asam, apapun jenis
rangsangannya.
5. Ulkus Peptik et causa H. Pylori
Untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan tujuan
utama. Walaupun terapi antibiotik cukup untuk terapi tukak peptik dengan H.
Pylori positif, namun kombinasi dengan obat Penghambat Proton Pump dengan
kombinasi 2 antibiotik (triple therapy) merupakan cara terbaik, yang masingmasing diberikan 7-10 hari.

17

Obat
Triple Therapy
1. Bismuth subsalisilat plus
Metronidazol plus
Tetrasiklin
2. Ranitidin Bismuth citrate plus
Tetrasiklin plus
Claritromisin
3. Omeprazole plus
Claritromisin plus
Metronidazol atau
amoksisilin
Quadruple Therapy
Omeprazol
Bismuth subsalisilat
Metronidazol

Dosis
2 tablet 4x sehari
250 mg 4x sehari
500 mg 4x sehari
400 mg, 2x sehari
500 mg , 2x sehari
500 mg, 2x sehari
20 mg, 2x sehari
250-500 mg, 2x sehari
500 mg , 2x sehari
1 gram, 2x sehari

20 -30 mg/hari
2 tablet 4x sehari
250 mg 4x sehari
500 mg 4x sehari

Tetrasiklin

6. Ulkus peptik dengan kausa H.pylori disertai penggunaan OAINS


Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap dilakukan dan bila
mungkin OAINS dihentikan atau diganti OAINS spesifik COX-2 inhibitor yang
mempunyai efek merugikan yang lebih kecil pada gastroduodenal. Pengobatan
yang dilakukan dengan menggunakan antibiotik dan PPI untuk meningkatkan pH
lambung di atas 4.

18

7. Ulkus peptik dengan kausa OAINS


Penggunaan OAINS terutama yang terutama bekerja menghambat kerja
COX-1 akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Usaha
pencegahan dan meminimalkan efek samping OAINS yaitu:3
1. Penghentian

pemakaian

OAINS,

walaupun

biasanya

tidak

memungkinkan pada penyakit artritis.


2. Penggunaan preparat OAINS yang terikat pada bahan lain, seperti
Nitrit Oxide.
3. Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti
H2 reseptor antagonis, PPI, atau prostaglandin untuk meningkatkan
pH lambung di atas 4.

Endoskopi
Terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin atau etoksisklerol
atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau
terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.

Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada :
a. Elektip (tukak refrakter/gagal pengobatan)
b. Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik).
c. Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus, fundus, 70%
keganasan)
d. Jika terjadi perdarahan aktif/stigmata peradarahan atau terjadi
perdarahan yang berulang maka dilakukan terapi endoskopi atau
pembedahan.

4. Plan
a. Diagnosis :

Anemia e.c. Ulkus Peptikum, Hemoroid Interna

Grade 3, Hipertensi dan Hiperurisemia.


b. Terapi
:
Masukkan Rumah Sakit
Infus NaCl 30 tpm
Injeksi Ceftriaxone 3 x 1 gr

19

Injeksi Pantopraole 1 x 1 ampul


Injeksi Ondansetrone 3 x 8mg
Captopril 2 x 25 mg
Hemafort 3 x 1 tab
Asam Folat 3 x 1 tab
Antasida 3 x 1 tab
Pro transfusi PRC

Edukasi:

Hindari makanan dan minuman yang pedas, asam, bersantan,

kopi, coklat.
Makan teratur tidak boleh telat.
Makan makanan yang lunak.
Mengetahui
Pembimbing Internship

dr. A. A. G Kosala Putra

20

Anda mungkin juga menyukai