Anda di halaman 1dari 35

2.3.

1 KLARIFIKASI ISTILAH
1. Sesak nafas : Kesulitan bernafas yang diakibatkan obstruksi atau
restriksi pada saluran nafas.

2. Demam tinggi : Peningkatan temperature tubuh diatas normal.

3. Batuk : Ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara


dari paru-paru.

4. Nyeri dada : Terasa sakit seperti ditusuk-tusuk jarum di bagian dada.

5. Pilek : Gangguan berlendir pada saluran nafas bagian atas yang


dapat disebabkan oleh virus, infeksi campuran atau reaksi
alergi yang ditandai dengan hidung berlendir.

6. Nyeri ketok : Nyeri pada saat diperkusi.

7. Stemfremitus : Getaran yang terasa pada palpasi.

8. Bronkhial sound : Suara yang berhubungan dengan atau memengaruhi satu


atau lebih dari bronki.

9. Coccus : Bakteri sferis berdiameter kurang dari 1 mikron.

10. Perselubungan :

1.3.2. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bapak Budiman, 60 tahun, dating ke RS Muhammadiyah dengan keluhan utama sesak nafas hebat
sejak 1 hari yang lalu.
2. Tiga hari sebelumnya, Pak Budiman menderita demam tinggi, batuk dengan dahak kekuningan, nyeri
dada disertai pilek.
3. Dua hari sebelumnya, istrinya membawa berobat ke Puskesmas tetapi kondisinya semakin memburuk
meskipun sudah diberikan obat.
4. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum :
Tampak sakit berat.
TD : 90/60 mmHg, HR : 120x/menit, regular, RR : 38x/menit, T: 40°C.
Thorax :
Inspeksi : Pergerakan paru tertinggal.
Palpasi : Peningkatan stemfremitus lapangan kiri bawah.
Perkusi : Redup, nyeri ketok lapangan kiri bawah.
Auskultasi : Bronkhial sound lapangan kiri bawah.
5. Laboratorium :
Hb : 12,8 gr/dL, WBC : 18.000/mm³, Diff. Count : 1/1/06/78/12/2
Sputum : Kuman gram (+) coccus
Rontgen thorax PA : Perselubungan pada lapangan kiri bawah.

1.3.3. ANALISIS MASALAH


1. a. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi sistem pernafasan ?
Anatomi Saluran Nafas

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea,
bronkus, dan bronkiolus.

Hidung

Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.


Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir
yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan
kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok
kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding
lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah :
conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa. Dasar
cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah
sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada
bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang
mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam
bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam
cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi.
Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :

1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.

Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura
nasalis posterior.

Faring (tekak)

adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-
faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan
pencernaan.
Laring (tenggorok)

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.

Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:

1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago


arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis

Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas
posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum,
dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago
cricoidea.

Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.


Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis

Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini
melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang
dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk
laring

Cartilago cricoidea

Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu
inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana
cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I

Cartilago arytenoidea

Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis
pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Membrana mukosa

Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia.
Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vokalis

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale,
dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan
cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana
mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Otot

Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan
kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut
diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Respirasi

Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-
masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi

Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi
oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara
cranialis.

Gambaran klinis

Laring dapat tersumbat oleh:

1. benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil

2. pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi
alergi,

3. infeksi, misalnya difteri,

4. tumor, misalnya kanker pita suara.

Trachea atau batang tenggorok

Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan
dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni,
berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus
(bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan
lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus
lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Alveolus yaitu tempat
pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan
mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan
pori-pori kohn.
Paru-Paru

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :

1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.

4. dan basis. Terletak pada diafragma

paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus
yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus
superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Suplai Darah

1. arteri pulmonalis
2. arteri bronkialis
Innervasi

1. Parasimpatis melalui nervus vagus


2. Simpatis mellaui truncus simpaticus

Histologi sistem pernapasan
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.
Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga
ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan
pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel
basal, dan sel granul kecil.
epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat
kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel
respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh
septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing
dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka
superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel
olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar
dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai
reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel basal
(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman
menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses
neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga
hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya
berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi
yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang
mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.
Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,
sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat
kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri
dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot
rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang
berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa
epitel respiratori

Trakea

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria
dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di
bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar
membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing.
Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung
terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat
ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan
mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea dipotong memanjang
epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

Bronkus

Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang
mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada
bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar,
cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah
bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
epitel bronkus

Bronkiolus

Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet
dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris
bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara
pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang  memiliki granul sekretori dan
mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang
kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada
lamina propria

Bronkiolus respiratorius

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus


terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan
jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolaris

Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus,
hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat
anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal
duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke
atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang
mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah
terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan
septa alveolar yang tipis.
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus

Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara
udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum
tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin,
matriks dan sel jaringan ikat. 

Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya
mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang
dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel
alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan
dari jaringan ke ruang udara.

Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut
kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan
dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan
tegangan alveolus paru.

Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,


fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi
kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
alveolus

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina
basalis, dan sitoplasma sel endothel.
sawar udara-kapiler

Pleura

Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas
dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada
di atas serat kolagen dan elastin.

b. Apa penyebab dan patofisiologi sesak nafas ?


c. Penyakit apa saja yang menunjukkan keluhan sesak nafas ?
d. Bagaimana pertolongan pertama pada pasien sesak nafas ?
e. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan keluhan sesak
nafas ?
ada , karena semakin tua maka sistem imun semakin lemah sehingga mudah terinfeksi bakteri
f. Apa dampak sesak nafas ?

2. a. Apa tipe-tipe demam ?


b. Apa penyebab dan patofisiologi demam tinggi ?
c. Apa penyebab dan patofisiologi batuk dengan dahak kekuningan ?

BATUK : Reflek fisiologis dalam keadaan sehat/ sakit yang ditimbulkan oleh berbagai sebab.

Penyebab: Rangsangan selaput lendir pernafasan

Fungsi batuk: mengeluarkan & membersihkan saluran nafas dari zat rangsangan asing & zat infeksi
( mekanisme perlindungan)

Sebab-sebabbatuk:

1.Radang: infeksi(virus, tifus, radangparu, cacing, TBC)

2.Mekanis (asaprokok, debu, tumor)

3.Perubahan suhu udara

4.Rangsang kimia(bau, gas)

5.Penyakit jantung

REFLEKS BATUK
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu
reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf
eferen dan efektor (tabel 1)
-5)
Batuk
bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk.
Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak
baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di
dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus
dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada
cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor
didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan
bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga,
lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma
(6)
.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus Vagus,
yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura,
lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold
dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari
sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang
dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari
perikardium dan diafragma

Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk


yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat
muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen

n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus,


n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor.
Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, brrmkus,
diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor
inilah mekanisme batuk kemudian terjad

Tabel 1. Komponen refleks batuk

Reseptor Aferen Pusat batuk Eferen Efektor


LaringTrakea Cabang nervus
vagusNervus
Bronkus trigeminus

Telinga Nervus
glosofaringwus
Pleura
Nervus frenikus
Lambung

Hidung

Sinus paranasalis

Faring

Perikardium

Diafragma

MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi.
Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian
glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat
yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba
dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu
(5,7,8)
.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat
dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks
sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas
residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara
yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50%
dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya se-
jumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan
memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan
ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua,
volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang ter-
tutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah
(3)
.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi
dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini,
tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100
mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena
akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang dida-
patkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar
daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk
juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis
(4,5)
.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlang-
sunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan
jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi
yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah
glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang
menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai
16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat
dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%

d. Apa jenis-jenis dahak ?


e. Apa penyebab dan patofisiologi nyeri dada ?
f. Apa penyebab dan patofisiologi pilek ?
g. Apakah ada hubungan gejala dengan keluhan utama yang dialami Pak
Budiman ?

3. a. Mengapa rasa sesak semakin hari semakin hebat ?


b. Mengapa kondisinya semakin memburuk walaupun sudah ditatalaksana di
Puskesmas ?

karena pemberian obat di puskesmasnya hanya mengobati gejala nya saja (symptom)

c. Apa macam-macam obat sesak nafas ?


d. Bagaimana tata laksana kasus ini di Puskesmas ?

4. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme keadaan umum pada pemeriksaan


fisik ?
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan thorax ?
terjadi infiltrat pada lobus kiri bawah paru = merupakan kelainan

 lobar pneumonia
 bronchial pneumonia
5. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme pemeriksaan lab ?
b. Bagaimana interpretasi dan mekanisme rontgen thorax PA ?
inspeksi : pergerakan paru kiri tertinggal : abnormal

seharusnya dinding dada bergerak semuanya dan secara bersamaan

palpasi : peningkatan sterm fremitus lapangan kiri bawah : abnormal , ada infiltrat pada lapangan paru
kiri bawah yang menyebabkan hantaran udara terganggu

seharusnya pada saat palpasi getaran antara dinding dada kanan , kiri , atas dan maupun bawah sama

perkusi : redup , nyeri ketok lapangan kiri bawah : abnormal , terjadi infiltrat pada lapangan paru kiri
bawah yang menyebabkan terjadinya peradangan pada alveolus maka timbullah nyeri dada
seharusnya pada saat perkusi bunyinya sonor dan tidak nyeri

auskultasi :bronkhial sound lapangan kiri bawah : abnormal , terjadi hambatan pertukaran udara pada
alveolus karena adanya peradangan

seharusnya pada saat auskultasi bunyinya vesikuler

6. Bila kumpulan gejala ini dikaitkan maka :


a. Gangguan apa yang mungkin terjadi pada kasus ini?
b. Bagaimana cara mendiagnosisnya ?
c. Gangguan apa yang paling mungkin terjadi pada kasus ini?

pneumonia

d. Data tambahan apa lagi yg harus digunakan untuk memastikan penyakit ini?
• Gambaran laboratorium klinik
• Gambaran laboratorium histopatologi

e. Bagaimana cara mengatasi secara komprehensif?


f. Apa yang akan terjadi bila penyakit ini tidak segera ditangani secara komprehensif ?
g. Apakah membutuhkan intervensi yang mendalam untuk penatalaksanaan gangguan ini ?

tidak ada

h. Bila iya, bagaimana memberikan penjelasan dan mendapatkan izin dari pasien untuk tindakan
lanjutan ?
i. Apakah gangguan ini dapat diatasi secara tuntas dan bagaimana peluangnya?

j. KDU ?

k. Pandangan Islam tentang bernafas ?

Hipotesis :
Bapak Budiman, 60 tahun dengan keluhan sesak nafas hebat, demam tinggi dan batuk dengan dahak
purulen menderita penyakit pneumonia yang disebabkan oleh bakteri gram (+) coccus.

Learning Issues :
1. Anatomi, fisiologi dan histologi sistem pernafasan.
2. Pneumonia
3. Mikrobiologi
4. Pandangan Islam tentang Bernafas

Lupita : 1a. 2d. 5a. 6h. 1e. 3b. 6c. LI : (1)


Wisman : 1b. 2e. 5b. 6i. 1f. 3c. 6d. LI : (3)
Dienda: 1c. 2f. 6a. 6j. 2a. 3d. 6e. LI : (2)
Dita : 1d. 3a. 6b. 6k. 2b. 4a. 6f. LI : (2)
Dipta : 1e. 3b. 6c. 1a. 2c. 4b. 6g. LI (1)
Lidan : 1f. 3c. 6d. 1b. 2d. 5a. 6h. LI (2)
Mira : 2a. 3d. 6e. 1c. 2e. 5b. 6i. LI (3)
Dian : 2b. 4a. 6f. 1d. 2f. 6a. 6j. LI (4)
Pipit : 2c. 4b. 6g. 1d. 3a. 6b. 6k. LI (4)

Defininisi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik oleh bakteri,
virus, jamur, dan parasit. Adapun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk.

Klasifikasi Pneumonia

Tipe pneumonia berdasarkan sumber kuman, yaitu:

 Pneumonia komuniti, pneumonia yang didapat di masyarakat (Community Acquired


Pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)
 Pneumonia Aspirasi
 Pneumonia Imunocompromised

Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya, yaitu:

 Pneumonia bakterial / tipikal : staphylococcus, streptococcus, Hemofilus influenza,


klebsiella, pseudomonas, dll
 Pneumonia atipical : mycoplasma, legionella, dan chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur

Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi, yaitu:

 Pneumonia lobaris, lobularis


 Bronkopneumonia
 Pleuropneumonia
 Pneumonia interstitiel

Patogenesis Pneumonia

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru karena adanya aktivitas
mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembangbiak menimbulkan
pernyakit. Mikroorganisme masuk saluran napas, dengan cara:

 Inokulasi langsung
 Penyebaran melalui pembuluh darah
 Inhalasi bahan aerosol
 Kolonisasi di permukaan mukosa

Bakteri masuk ke alveoli menyebabkan reaksi radang, sehingga timbullah edema di seluruh
alveoli, infiltrasi sel-sel PMN (polimorfonuclear), dan diapedesis eritrosit. Sel-sel PMN
mendesak bakteri ke permukaan alveoli. Dengan bantuan lekosit yang lain melalui psedopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah
reaksi inflamasi, antara lain:

 Zona luar: alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema.


 Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
 Zona konsolidasi luar: daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN
yang banyak.
 Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit
dan alveolar makrofag.

Sehingga, terlihat adanya 2 gambaran, yaitu:

 Red hepatization: daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan


 Gray hepatization: daerah konsolidasi yang luas

Diagnosis Pneumonia

Anamnesis

 Demam menggigil
 Suhu tubuh meningkat
 Batuk berdahak mukoid atau purulen
 Sesak napas
 Kadang nyeri dada

Pemeriksaan Fisik

 Tergantung luas lesi paru


 Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal
 Palpasi: fremitus dapat mengeras
 Perkusi: redup
 Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah
halus sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan Penunjang

 Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran
konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
 Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul
kadang dapat mencapai 30.000/ul.
 Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah,
dan serologi.
 Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik.

Penilaian Derajat Keparahan Pneumonia

Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan Patient Outcome Research Team (PORT).
Penilaian skor PORT ini meliputi

Faktor demografi

Usia

 Laki-laki, nilainya = umur (tahun) – 10


 Perempuan, nilainya = umur (tahun)

Perawatan di rumah, nilainya 10

Adanya penyakit penyerta berupa:

 Keganasan, nilainya 30
 Penyakit hati, nilainya 20
 Gagal jantung kongestif, nilainya 10
 Penyakit CV, nilainya 10
 Penyakit ginjal, nilainya 10

Pemeriksaan fisis

 Perubahan status mental, nilainya 20


 Pernapasan lebih dari atau sama dengan 30 kali per menit, nilainya 20
 Tekanan darah sistolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg, nilainya 20
 Suhu tubuh kurang dari 35°C atau lebih dari atau sama dengan 40°C, nilainya 15
 Nadi lebih dari atau sama dengan 125 kali per menit, nilainya 10

Hasil laboratorium / radiologi

 Analisis gas darah arteri didapatkan pH sebesar 7,35, nilainya 30


 BUN lebih dari 30 mg/dl, nilainya 20
 Natrium kurang dari 130 mEq/liter, nilainya 20
 Glukosa lebih dari 250 mg/dl, nilainya 10
 Hematokrit kurang dari 30 %, nilainya 10
 PO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, nilainya 10
 Efusi pleura, nilainya 10

Penatalaksanaan Pneumonia

Indikasi rawat inap penderita pneumonia, antara lain:

 Skor PORT lebih dari 70


 Bila skor PORT kurang dari 70, dengan kriteria seperti pada kriteria minor.
 Pneumonia pada pengguna NAPZA

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia berdasarkan ATS. Kriteria pneumonia berat bila
dijumpai salah satu atau lebih dari kriteria di bawah ini.

Kriteria Minor Pneumonia

 Frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali per menit


 PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus
 Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
 Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg

Kriteria Mayor Pneumonia

 Membutuhkan ventilasi mekanik


 Infiltrat bertambah lebih dari 50 %
 Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jam
 Kreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau, peningkatan lebih dari sama
dengan 2 mg/dl pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis.

Kriteria perawatan intensif penderita pneumonia, antara lain:

 Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuh ventilasi mekanik; atau,
membutuhkan vasopresor lebih dari 4 jam.
 Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg; foto
toraks menunjukkan adanya kelainan bilateral; dan, tekanan sistolik kurang dari 90
mmHg.

Pengobatan Pneumonia

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya.

Karena beberapa alasan, yaitu:

 Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa


 Bakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia
 Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

maka, pemberian antibiotika dilakukan secara empiris.

Untuk Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP), dapat diberikan:

 Golongan penisilin
 TMP-SMZ
 Makrolid

Untuk Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP), dapat diberikan:

 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)


 Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggi
 Makrolid baru dosis tinggi
 Fluorokuinolon respirasi

Untuk Pseudomonas aeruginosa, dapat diberikan:

 Aminoglikosid
 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
 Tikarsilin, Piperasilin
 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
 Siprofloksasin, levofloksasin
Untuk Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA), dapat diberikan:

 Vankomisin
 Teikoplanin
 Linezolid

Untuk Hemophilus influenza, dapat diberikan:

 TMP-SMZ
 Azithromisin
 Sefalosporin gen.2 atau 3
 Fluorokuinolone respirasi

Untuk Legionella, dapat diberikan:

 Makrolid
 Fluorokuinolone
 Rafampicin

Untuk Mycoplasma pneumoniae, dapat diberikan:

 Doksisiklin
 Makrolid
 Fluorokuinolone

Untuk Chlamydia pneumoniae, dapat diberikan:

 Doksisiklin
 Makrolid
 Fluorokuinolone

Komplikasi Penumonia

Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumonia, antara lain:

 Efusi pleura
 Empiema
 Abses paru
 Pneumothoraks
 Gagal napas
 Sepsis

Anda mungkin juga menyukai