Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri Post-herpetik adalah nyeri yang timbul setelah gejala-gejala herpes zoster mulai
membaik.1 Neuralgia pasca herpetika (NPH) adalah komplikasi yang serius dari Herpes
Zoster, nyeri dirasakan di tempat penyembuhan ruam Herpes Zoster, terjadi 9 % hingga 15 %
pasien herpes zoster yang tidak diobati, dengan risiko yang lebih tinggi pada usia tua. Data
seluruh dunia menunjukkan di antara pasien herpes zoster yang berumur di atas 60 tahun, 6%
masih merasakan nyeri saat 1 bulan sejak terkena herpes zoster; dan 1% masih merasakan
nyeri 3 bulan sesudahnya. Herpes zoster sendiri merupakan suatu reaktivasi virus varicella
(cacar air) yang berdiam di dalam jaringan saraf. Gangguan sensorik berupa hiperestesia,
hiperalgesia dan alodinia ikut memperberat penderitaan yang dialami.2 NPH ditandai
gangguan fungsi saraf yang menyerang saraf nosiseptif (penghantar rangsang nyeri) dan
sensorik. Terbentuknya persambungan sel-sel saraf yang abnormal dan ketidakseimbangan
pengaturan otomatis pada sistem penghambatan serta perangsangan saraf juga ditemukan dan
berperan terhadap timbulnya nyeri pada kasus ini. Tidak semua kasus herpes zoster diikuti
dengan NPH. Kasus ini lebih sering ditemukan pada lansia, serangan herpes zoster di wajah
bagian atas dan lengan, nyeri hebat pada saat serangan herpes zoster, dan ruam kulit yang
sangat banyak pada saat serangan herpes zoster. Pasien sudah pernah menderita herpes zoster
sebelumnya, dan nyeri dirasakan di tempat yang tadinya terdapat ruam kulit. Nyeri demikian
dapat dikategorikan sebagai NPH jika masih dirasakan sampai lebih dari 3 bulan sejak
hilangnya ruam kulit. Sifat nyeri umumnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan dapat dicetuskan
oleh sentuhan ringan (yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan nyeri). Sejauh ini tidak
ada pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan untuk mendiagnosis NPH. Menurut Dworkin,
1994, mendefinisikan NPH sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3
bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The
International Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan NPH sebagai nyeri kronik
yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung lebih dari tiga
bulan tanpa adanya malignitas.3,4,5 Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia
post herpertik didapatkan dari data Eropa dan Amerika Serikat.. Sindrom nyeri ini menyerang
5 hingga 10% orang yang terkena herpes zoster. Tetapi berlaku tiga kali lipat pada individu
berusia di atas 60 tahun. Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya NPH setelah
onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5
kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitianChoo, diperkirakan angka terjadi NPH

sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus herpes
zoster di Amerika Serikat per tahunnya. Sedangkan belum didapatkan angka insidensi Asia
Australia dan Amerika Selatan, tetapi presentasi klinis dan epidemiologi herpes zoster di
Asia, Australia dan Amerika Selatan mempunyai pola yang sama dengan data dari Eropa dan
Amerika Serikat. Pada herpes zoster akut hampir 100% pasien mengalami nyeri, dan pada
10-70%nya mengalamia NPH. Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70
tahun dilaporkan mencapai 48%. Dari data di atas dapat di lihat bahwa faktor risiko yang
begitu signifikan adalah seiring dengan pertambahan umur. Faktor risiko lain yang
mempunyai peranan pula dalam menimbulkan NPH adalah gangguan sistem kekebalan
tubuh, pasien dengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma), lama terjadinya ruam.3,5,6
NPH adalah, nyeri yang dapat menganggu tidur, mood, dan pekerjaan sehingga
mempengaruhi kualitas hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pemberian terapi
analgetik klasik tidak efektif terhadap neuralgia pasca herpetika. Hal ini dapat dimengerti
karena bukti-bukti ilmiah telah menunjukkan adanya keterlibatan susunan saraf pusat pada
NPH. Neuralgia pasca herpetika merupakan penyebab nyeri deaferensiasi dan terbukti sering
menimbulkan masalah penatalaksanaan yang cukup sulit. Prioritas saat ini adalah bagaimana
memprediksi timbulnya NPH dan tentu saja patofisiologinya 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi NPH adalah suatu kondisi nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang
pernah terserang infeksi herpes zoster (cacar ular). Herpes zoster sendiri merupakan suatu
reaktivasi virus varicella (cacar air) yang berdiam di dalam jaringan saraf.7
Neuralgia atau nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain
(IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu
komponen sensorik (fisik) dan emosional (psikogenik). Nyeri bisa bervariasi berdasarkan:
waktu dan lamanya berlangsung (transien, intermiten, atau persisten), intensitas (ringan,
sedang dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar), penjalarannya (superfisial, dalam,
lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya memiliki komponen kognitif dan
emosional yang digambarkan sebagai penderitaan. Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan

refleks motorik menghindar dan gangguan otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai
pengalaman nyeri 3,4,5,7,8
Neuralgia adalah nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik yang bertahan selama
berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan NPH sebagai
nyeri yang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai nyeri
yang menetap satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989, Rowbotham
mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya selama tiga bulan
setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin, 1994, mendefinisikan NPH sebagai nyeri
neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes
zoster). Tahun 1999, Browsher mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap atau
timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah onset ruam kulit.
Dari berbagai definisi yang paling tersering digunakan adalah definisi menurut Dworkin.9,10
2.2 Epidemiologi Evaluasi terhadap data-data penelitian, diperkirakan Herpes zoster
mempengaruhi sekitar 3,4 dari 1000 penduduk, dan 0,49 dari 1000 penduduk berkembang
kearah NPH tiap tahunnya. NPH diperkirakan menghinggapi pada 9-19% dari semua pasien
dengan riwayat Herpes zoster. Meskipun Herpes Zoster dapat terjadi pada semua usia,
insidennya meningkat pada usia tua. Risiko NPH diperkirakan 2% pada pasien dengan usia
kurang dari 50 tahun, sekitar 20% pada pasien di atas 50 tahun, dan sekitar 35% pada mereka
yang lebih dari 80 tahun.11 NPH dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut (30
hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit) dan NPH (di definisikan sebagai rasa sakit yang terjadi
setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).7,12
NPH lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan kekebalan tubuh yang rendah. Data
seluruh dunia menunjukkan di antara pasien herpes zoster yang berumur di atas 60 tahun, 6%
masih merasakan nyeri saat 1 bulan sejak terkena herpes zoster; dan 1% masih merasakan
nyeri 3 bulan sesudahnya.7
Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya NPH setelah onset ruam herpes
zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onset sekitar 4.5 kasus/100 pasien.
Sehingga berdasarkan penelitian Choo, diperkirakan angka terjadi NPH sekitar 80.000 kasus
pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60 hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat
per tahunnya.3 Pada herpes zoster akut hampir 100% pasien mengalami nyeri, dan pada 1070%nya mengalamia NPH. Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70
tahun dilaporkan mencapai 48%.

Patofisiologi Infeksi primer berasal dari virus varisella zoster atau yang dikenal sebagai
varisella atau cacar air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini
masuk ke tubuh melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi
dan menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit
yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal.
Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di ganglion kornu dorsal, hidup secara
dorman selama bertahun-tahun.3
NPH memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut. NPH, komplikasi
dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi
dan kerusakan akibat virus pada serat aferen primer saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi
primer varicella, virus tetap aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau
mengalami reaktivasi, bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan dengan
kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi histopatologi telah
menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal), jaringan parut, serta
kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang terlibat), atrofi (dari tanduk dorsal
sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf tulang belakang) dengan infiltrasi
dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar dan
peningkatan neuron eksitasi kecil, pada saraf perifer.13
Patofisiologi NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai sistem saraf baik perifer
maupun pusat. Cedera ini mengakibatkan neuron sentral dan perifer mengadakan discharge
spontan sementara juga menurunkan ambang aktivasi untuk menghasilkan nyeri yang tidak
sesuai pada stimulus yang tidak menyebabkan nyeri. Biopsi kulit menunjukkan hilangnya
ujung saraf bebas epidermal pada daerah yang terkena. Namun, reinervasi tidak dibutuhkan
untuk resolusi nyeri.14
Reaktivasi virus ini mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut saraf sensoris yang
berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut saraf atau impuls abnormal, dimana
serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan
mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat
sehingga pasien merasa nyeri yang hebat. Virus herpes zoster kebanyakan memusnahkan selsel ganglion yang berukuran besar sementara yang tersisa adalah sel-sel berukuran kecil.
Mereka tergolong dalam serabut halus yang menghantarkan impuls nyeri, yaitu serabut Adelta dan C. Hal ini menyebabkan semua impuls yang masuk diterima oleh serabut
penghantar nyeri. Selain itu pada saraf perifer terjadi lesi yang mengakibatkan saraf perifer
tersebut memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga menimbulkan hyperesthesia,

yaitu respon sensitivitas yang berlebihan terhadap stimulus. Hal ini menunjukkan adanya
kelainan pada proses transduksi.3
Penghantaran nyeri pada proses transmisi juga mengalami gangguan. Hal ini diakibatkan oleh
hilangnya impuls yang disalurkan oleh serabut tebal, sehingga semua impuls yang masih bisa
disalurkan kebanyakan oleh serabut halus. Akibatnya sumasi temporal tidak terjadi, karena
impuls yang seharusnya dihantarkan melalui serabut tebal dihantarkan oleh serabut halus.
Karena sebagian besar dari serabut tebal sudah tidak ada, maka mayoritas dari serabut terdiri
dari serabut halus. Karena itu sumasi temporal yang wajar menghilang.3
Dengan hilangnya sumasi temporal maka proses modulasi yang terjadi pada kornu posterior
tidak berjalan secara normal, akibatnya tidak terjadi proses antara sistem analgesik endogen
dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Kornu posterior adalah pintu gerbang
untuk membuka dan menutup jalur penghantaran nyeri. Hal ini dapat mengakibatkan
munculnya gejala hiperalgesia. Maka dari itu impuls yang dipancarkan ke inti thalamus
semuanya tiba kira-kira pada waktu yang sama dan hampir semuanya telah dihantarkan oleh
serabut halus yang merupakan serabut penghantar impuls nyeri. Kedatangan impuls yang
serentak dalam jumlah yang besar dipersepsikan sebagai nyeri hebat yang sesuai dengan sifat
neuralgia. Sesuai dengan tipe pada penghantaran serabut saraf masing-masing, yaitu serabut
saraf tipe A membawa nyeri tajam, tusuk dan selintas sedangkan serabut saraf tipe C
membawa nyeri lambat dengan rasa terbakar dan berkepanjangan. Hal ini mengakibatkan
timbulnya allodinia, yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal (secara normal
semestinya tidak menimbulkan nyeri).3,14
Pada level selular, bukti menunjukkan peningkatkan proporsi kanal natrium voltage-gated,
perubahan kanal kalium voltage-gated, dan regulasi berlebih pada reseptor yang berhubungan
dengan nyeri seperti transient receptor potential vanilloid 1 (TRPV1). Perubahan ini
berhubungan dengan nyeri spontan dan yang dirangsang ke ambang yang lebih rendah pada
potensial aksi. TRPV1 merupakan kanal kalsium nonselektif dengan permeabilitas kalsium
yang tinggi yang diekspresikan pada ujung terminal dari neuron sensori berdiameter kecil.
Inhibisi dari reseptor TRPV1 dapat mencegah potensial aksi pada neuron perifer yang menuju
pada transmisi nyeri. Terdapat juga bukti bahwa hilangnya interneuron inhibitor
aminobutyyric acid pada kornu dorsal sesuai dengan hilangnya inhibisi desenden.
Meskipun terdapat predileksi untuk keikutsertaan nervus dan ganglion sensoris, deficit
motorik dapat terjadi dari perluasan infeksi serta inflamasi pada kornu anterior medulla
spinalis.13

NPH dibedakan menjadi dua submodel, yaitu irritable nociceptor dan deafferentation. Model
irritable nociceptor berhubungan dengan aktivitas Serabut serat C dan adanya alodinia taktil,
mekanik, dan suhu yang berat dengan kehilangan sensoris yang kecil atau tidak ada sama
sekali. Nosiseptor Serabut serat C biasanya hanya terstimulasi oleh stimulus noxious, namun
dengan adanya perubahan selular yang telah dijelaskan di atas menyebabkan serat saraf ini
tersensitisasi, merendahkan ambang aksi potensialnya, dan meningkatkan level dan besar
pelepasannya. Luaran klinisnya adalah nyeri spontan dan alodinia termediasi NPH.13
Model deafferentation berhubungan dengan alodinia dan kehilangan sensoris yang
berhubungan dengan dermatom. Deafferentation perifer menghasilakn reorganisasi kornu
posterior. Serabut serat C yang tersensitisasi pada saraf perifer berkurang jumlahnya yang
mengakibatkan bertunasnya serat A- (serat berdiameter tebal yang berespon terhadap
stimulus mekanik seperti raba dan tekanan). Pertunasan serat A- akhirnya menghasilkan
hubungan dengan traktus spinotalamikus pada medulla spinalis yang sebelumnya
mengadakan sinaps dengan serat C untuk menghantarkan nyeri. Luaran klinis dari
reorganisasi kornu dorsal yang disebabkan oleh degenerasi serat C dengan perhubungan serat
A- mengakibatkan rangsang sentuh dan tekanan menjadi berkomunikasi silang dengan
traktus spinotalamikus yang menghantarkan nyeri, menghasilkan alodinia yang diperantarai
SSP.13
Sensitisasi sentral juga memainkan peranan penting dalam NPH karena impuls yang terus
menerus dan konstan menuju medulla spinalis, juga dengan cedera virus secara langsung
menyebabkan eksitabilitas kronik sehingga input normal dan banyak dari nosiseptor perifer
menghasilkan respon sentral yang meningkat.13
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varisella
zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan dalam pencegahan
pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan mekanisme yang tidak diketahui.
Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan bertambahnya usia atau status
immunocompromise dihubungkan dengan tanda reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus
berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah
mengalami denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan
pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang
dikenal dengan nama Lipschutz inclusion body. Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses
peradangan, nekrosis hemoragik, dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer
dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan
demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis. Proses perjalanan virus ini

menyebabkan kerusakan pada saraf.3 Beberapa perubahan patologi yang dapat ditemukan
pada infeksi virus varisella zoster: 15
Reaksi inflamatorik pada beberapa unilateral ganglion sensorik di saraf spinal atau
saraf kranial sehingga terjadi nekrosis dengan atau tanpa tanda perdarahan. Reaksi
inflamatorik pada akar spinal dan saraf perifer beserta ganglionnya. Gambaran poliomielitis
yang mirip dengan poliomielitis anterior akut, yang dapat dibedakan dengan lokalisasi
segmental, unilateral dan keterlibatan dorsal horn, akar dan ganglion. Gambaran
leptomeningitis ringan yang terbatas pada segmen spinal, kranial dan akar saraf yang terlibat.
Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan NPH ditemukan atrofi kornu
dorsalis, sedangkan pada pasien yang mengalami herpes zoster tetapi tidak mengalami NPH
tidak ditemukan atrofi kornu dorsalis.3
Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 4 fase : 1. Fase I : proses stimulasi
singkat (nyeri nosiseptif) 2. Fase II : proses stimulasi yang berkepanjangan, yang
menyebutkan lesi atau inflamasi jaringan (nyeri inflamasi) 3. Fase III : proses yang terjadi
akibat lesi dari sistem saraf (nyeri neuropatik) 4. Fase IV : proses yang terjadi akibat respon
abnormal susunan saraf (nyeri fungsional) Fase I disebut juga nyeri nosiseptif. Pukulan,
cubitan, aliran listrik dan sebagainya, yang mengenai bagian tubuh tertentu akan
menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi tersebut tidak begitu kuat dan tidak
menimbulkan lesi, maka persepsi nyeri yang timbul akan terjadi dalam waktu singkat.16 Fase
II, nyeri yang terjadi pada fase II berbeda dengan fase I. Pada fase II, stimuli yang
merangsang jaringan cukup kuat, sehingga jaringan akan menyebabkan fungsi berbagai
komponen sistem nosiseptif berubah.16
Ciri khas dari inflamasi ialah rubor, kalor, tumor, dolor dan fungsiolesa. Rubor dan kalor
merupakan akibat bertambahnya aliran darah, tumor akibat meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah, dolor terjadi akibat aktivasi atau sensitisasi nosiseptor dan berakhir dengan
adanya penurunan fungsi jaringan yang mengalami inflamasi (fungsiolesa).16
Perubahan sistem nosiseptif pada inflamasi disebabkan oleh jaringan yang mengalami
inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, speri bradikinin, prostaglandin,
leukotrien, amin, purin, sitokin, dan sebagainya, yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung.16
Fase III dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi atau sentral akan mengakibatkan
hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari sistem saraf tersebut. Lesi saraf menyebabkan
perubahan fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif
oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat

berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekuler, sehingga


aktivitas sistem saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya
menyebabkan gangguan nosiseptif sentral (sensitisasi sentral). 4 mekanisme penyebab
timbulnya aktivitas abnormal sistem saraf aferen akibat lesi, yaitu: 3,16 1. aktivitas ektopik 2.
sensitisasi nosiseptor 3. interaksi abnormal antar serabut saraf 4. hipersensitivitas terhadap
katekolamin Fase IV disebut nyeri fungsional yang merupakan konsep yang masih baru.
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnormalitas perifer dan
defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon atau fungsi abnormal sistem saraf, dimana
sensitivitas apparatus sensorik memperkuat gejala. Beberapa kondisi umum memiliki
gambaran tipe nyeri ini yaitu fibromyalgia, irritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri
dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang.16 Allodinia adalah nyeri yang disebabkan
oleh stimulus normal (secara normal semestinya tidak menimbulkan nyeri). Impuls yang
dijalarkan serabut A yang biasanya berupa sentuhan halus atau raba normal dirasakan
normal, tetapi pada allodinia dirasakan sebagai nyeri. Mekanisme terjadinya allodinia
disebabkan oleh adanya : 3,16 Sensitisasi sentral, dimana terjadinya peningkatan jumlah
potensial aksi sebagai respon terhadap stimuli noksius dan penurunan nilai ambang rangsang
sehingga stimuli non noksius mampu menimbulkan rasa nyeri. Perubahan serabut A dimana
serabut ini mengeluarkan substansia P. Pada nyeri neuropatik hal ini berlangsung terus
dikarenakan sumber impuls datang dari perifer berupa ectopic discharge. Hilangnya kontrol
inhibisi.

Neurotransmitter

inhibisi

seperti

GABA

atau

glycin

berfungsi

untuk

mempertahankan potensial membran mendekati potensial istirahat. Tetapi pada nyeri


neuropatik terdapat penurunan aktivitas inhibisi (hal ini diperkirakan oleh karena kematian
sel-sel inhibisi). Sehingga terjadi eksitasi berlebihan. Nyeri pada NPH merupakan nyeri
neuropatik yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan proses
pengolahan sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang
aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan respon berlebihan terhadap stimulus.
Regenerasi akson setelah perlukaan menimbulkan percabangan saraf yang juga mengalami
perubahan kepekaan. Aktivitas saraf perifer yang berlebihan tersebut menimbulkan
perubahan berupa hipereksitabilitas kornu dorsalis sehingga pada akhirnya menimbulkan
respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap semua rangsang masukan/sensorik.17 2.4
Faktor Risiko Oleh karena herpes disebabkan oleh virus herpes zoster, hanya mereka yang
pernah mengidap cacar air bisa mengidap herpes zoster. Zoster bisa terjadi apabila sistem
imun seorang individu telah lemah. Ini bisa terjadi secara alami bila manusia menua. Oleh
itu, orang yang lebih tua (>50) lebih berisiko mendapat zoster. Setiap faktor yang bisa

melemahkan sistem imun seperti AIDS, diabetes, penyakit Hodgkins, leukemia dan obat
seperti steroid, bisa meningkatakan faktor risiko untuk mendapat zoster.18 Semakin tua
seseorang, semakin bisa mereka mengidap NPH. Derajat dan jangka masa NPH juga
meningkat dengan umur. Bisa terjadi seseorang yang muda untuk mengidap NPH, tetapi ini
amat jarang sekali. Terdapat faktor lain yang bisa meningkatkan risiko NPH dapat
mengkomplikasi erupsi zoster.18 Wanita lebih cenderung mengidap NPH. Kebanyakan
wanita melaporkan iritasi daripada pemakaian produk kewanitaan seperti tampon dan
pembersih hygiene wanita yang menyebabkan iritasi pada tempat yang digunakan. Wanita
juga lebih cenderung mendapatkan NPH sekitar waktu haid. Wujudnya prodrome di mana
rasa nyeri yang berdenyut-denyut dan hipesthesi di dermatome di mana herpes zoster bakalan
muncul merupakan faktor risiko untuk NPH.19 Penelitian bisa menunjukkan bahwa lebih
banyak nyeri yang dirasakan oleh pasien pada awal penyakit, lebih cenderung pasien
mendapat NPH. Derajat dan stess psikologis yang muncul pada waktu munculnya zoster bisa
menjadi faktor risiko. Seseorang yang mempunyai personality disorder atau depresi lebih
cenderung mengidap NPH.19 Di samping itu, zoster yang mengenai kepala bagian depan dan
mata pasien yang juga dinamakan zoster ophthalmic, bias meningkatkan faktor risiko untuk
NPH.19 Penelitian dapat menunjukkan bahwa Caucasians lebih cenderung mengidap NPH
dari orang ras Afrika, Asia atau Hispanik. Zoster tidak dapat tertular secara langsung, tetapi
mereka yang tidak pernah mengidap cacar air berkontak dengan mereka yang mengidap
zoster bias mendapat cacar air. Di samping ini, setiap faktor risiko untuk mengidap varicella
(Varicella-Zoster Virus) juga merupakan faktor risiko untuk mendapat NPH. Ini adalah sebab
NPH hanya mempengaruhi seseorang yang mempuyai VZV yang telah pun berumah di badan
seseorang tersebut.19 Ini merupakan faktor risiko:19 Orang yang tidak pernah mengidap
cacar air Orang yang tidak pernah mendapat vaksinasi terhadap cacar air Orang yang ada
kontak dengan orang yang mengidap cacar air atau dengan alat makan atau barang pribadi
mereka Orang dengan sistem imun yang tidak kuat (immunocompromised) seperti mereka
yang mengidap AIDS, HIV, menjalani chemotherapy, deformitaskongenital) Orang dengan
kanker Wanita hamil Anak-anak kecil

BAB III
KESIMPULAN

NPH adalah suatu kondisi nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang pernah terserang
infeksi herpes zoster (cacar ular). Herpes zoster sendiri merupakan suatu reaktivasi virus
varicella (cacar air) yang berdiam di dalam jaringan saraf. NPH dapat diklasifikasikan
menjadi neuralgia herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia
herpetik subakut (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan NPH (di definisikan
sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit). NPH
lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan kekebalan tubuh yang rendah. Data seluruh
dunia menunjukkan di antara pasien herpes zoster yang berumur di atas 60 tahun, 6% masih
merasakan nyeri saat 1 bulan sejak terkena herpes zoster; dan 1% masih merasakan nyeri 3
bulan sesudahnya. Patofisiologi NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai
sistem saraf baik perifer maupun pusat. Cedera ini mengakibatkan neuron sentral dan perifer
mengadakan discharge spontan sementara juga menurunkan ambang aktivasi untuk
menghasilkan nyeri yang tidak sesuai pada stimulus yang tidak menyebabkan nyeri. Biopsi
kulit menunjukkan hilangnya ujung saraf bebas epidermal pada daerah yang terkena. Namun,
reinervasi tidak dibutuhkan untuk resolusi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai