Anda di halaman 1dari 12

Sinusitis Maxillaris Odontogenik Kronik

Paulius Ugincius, Ricardas Kubilius, Albinas Gervickas, Saulius Vaitkus

RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkirakan umur rata-rata pasien dengan jenis
kelamin yang menderita sinusitis maksilaris, distribusi berdasarkan jenis kelamin, sinusitis
maksilaris dekstra dan sinistra dengan dan tanpa fistula ke dalam rongga sinus, dengan atau
tanpa agen luar, dan yang tinggal lama di Departemen Bedah Maksila-Wajah Rumah Sakit
Kaunas selama periode 1999 sampai 2004.
Berdasarkan data analisis secara retrospektif,pasien yang menderita sinusitis maksilaris
kronik berjumlah 346 pasien ( 213 wanita dan 133 laki-laki). Diantaranya 55 kasus sinusitis
maksilaris dekstra kronik dengan fistula ke rongga sinus maksila, 98 kasus sinusitis maksilaris
dekstra kronik tanpa fistula, 45 kasus sinusitis maksilaris sinistra kronik dengan fistula ke rongga
sinus maksila, 112 kasus sinusitis maksilaris sinistra kronik tanpa fistula, 16 kasus sinusitis
maksilaris dekstra, 20 kasus sinusitis makslaris sinistra yang terdeteksi.
Usia wanita yang utama terkena adalah 46.615.0, Usia pria yang utama terkena
42.114.4. Perbedaan yang signifikan secara statistik didapatkan perbedaan dari kedua jenis
kelamin yaitu wanita dan pria sebesar p=0,0024
Kata kunci : sinusitis maksilaris odontogenik kronik, wanita, pria , perbedaan usia, terapi

PENDAHULUAN
Sinusitis maksilaris merupakan peradangan pada mukosa sinus maksila. Sinusitis
maksilaris adalah sebuah kondisi umum yang relative terjadi, tidak hanya di Lithuania tetapi juga
di Negara lain. Sinusitis maksilaris terjadi pada 31 juta orang per tahun ( 1/8 dari seluruh
masyarakat di Amerika Serikat). Tidak ada statistik mengenai frekuensi terjadinya sinusitis
maksilaris di Lithuania, tetapi ada beberapa alasan untuk berpikir bahwa frekuensi

terjadinyasinusitis maksilaris di Lithuania lebih besar daripada di Amerika Serikat., karena


sebagian besar pasien tidak cukup mengetahui tentang kesehatan mereka, sikap mereka yang
terlambat dalam menghadapi penyakit, penyakit berkembang jauh. Kondisi ini dapat dihindari
pada kebanyakan kasus.Hal ini dipengaruhi oleh mekanisme pathogenesis penyakit.
Menurut berbagai penyelidik, morbiditas dari sinusitis maksilaris kronik di berbagai
daerah sekitar 5-15%
Sinusitis maksilaris dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, yakni : alergi, kondisi
imunosupresif, asma bronkial, hipertensi arteri, sindrom vidal, polyposis hidung, komplikasi dan
berbagai variasi anatomi dinding lateral hidung.
Sinusitis maksilaris diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya berupa agen virus, bakteri
dan jamur.Penyebab yang paling sering adalah Peptostreptococcus spp., Bacteroides spp.,
Haemophilus influenzae, Strep- tococcus pneumoniae, kadang jugaMoraxella catarhalis,
Streptococcus
Staphylococcus

pyogenes,
aureus,

Streptococcus
Beta-hemolytic

intermedius,
streptococcus,

Veillonella,

Coliform

Alpha-hemolytic

bacilli.

streptococcus,

Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus tipikal secara rinogen. Penyebab jamur
sepertiCandida, Aspergillus, Zygomicetos.Biasanya berhubungan dengan supresi system imun
seseorang.
Hubungan anatomi dari gigi rahang atas (prosesus alveolaris berbatasan dengan dinding
inferior sinus maksila) menuju sinus maksilaakan menyebabkan sinusitis maksilaris odontogenik.
Dinding tulang memisahkan sinus maksila dari akar gigi, akargigi dilapisi oleh membrane
mukosa dan menuju ke dindingnya skeitar 12 mm. Akar dari molar 1, molar 2 dan premolar 2
dilapisi oleh membrane mukosa dan terkadang menonjol sampai ke sinus maksila. Biasanya
pada molar 1 dan molar 2, tetapi dapat juga molar 3 dan premolar 1 terjadi infeksi lalu
berkembang menjadi periodontitis, abses subperiostal . Sinusitis maksilaris

juga dapat

berkembang karena osteomyelitis maksila serta kista radicular pada gigi.Sinusitis maksilaris
dapat berkembang setelah terjadi luka mekanikal pada mukosa sinus selama proses terapi
endodontic gigi, ketika kanal akar gigi terisi penuholeh material. Juga dapat berkembang karena
fistula setelah ekstraksi gigi, ketika implant gigi dengan cara yang kurang tepat atau dari bagian
lain yang mengalami penetrasi menuju sinus maksila dari kavum oral ( alat-alat gigi, akar gigi,

turundas dan lain- lain. Ketika peradangan pada gigi.Sinusitis maksilaris juga dapat berkembang
setelah terjadi trauma pada dinding sinus, operasi kavum nasal, setelah prosedur tamponade
hidung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperkirakan umur rata-rata pasien dengan jenis
kelamin yang menderita sinusitis maksilaris, distribusi berdasarkan jenis kelamin, sinusitis
maksilaris dekstra dan sinistra dengan dan tanpa fistula ke dalam rongga sinus, dengan atau
tanpa agen luar, dan yang tinggal lama di Departemen Bedah Maksila-Wajah Rumah Sakit
Kaunas selama periode 1999 sampai 2004.
MATERIAL DAN METODE
Analisis data dilakukan secara retrospektif klinis, pasien yang didiagnosa dan diterapi
sinusitis maksilaris kronik atau kronik eksaserbasi di Departemen Bedah Maksila-Wajah Rumah
Sakit Kaunas selama periode 1999 sampai 2004.
Pasien dikelompokkan menjadi beberapa grup berdasarkan klinis, letak sinus deksta-sinistra :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pasien dengansinusitis maksilaris dekstra kronik dengan fistula ke rongga sinus maksila
Pasien dengan sinusitis maksilaris dekstra kronik tanpa fistula
Pasien dengan sinusitis maksilaris sinistra kronik dengan fistula ke rongga sinus maksila
Pasien dengansinusitis maksilaris sinistra kronik tanpa fistula
Pasien dengan sinusitis maksilaris dekstra penyebab lain
Pasien dengan sinusitis maksilaris sinistra penyabab lain
Pasien dikelompokan berdasarkan usia : 18-30, 31-40, 41-50, 51-60, 61-70, lebih dari

sama dengan 71. Ini telah ditentukan rata-rata dari jenis kelamin, rata-rata tinggal lama di
Departemen karena sinusitis maksilaris, anestesi ketika intervensi operasi sinusitis, konservatif,
terapi operasi.
Analisa statistic menggunakan Statistical Package of Microsoft Exel software.Rata-rata
dan standar deviasi digunakan sebagai nilai deskrpsi.Studi T-test digunakan untuk
membandingkan hasilnya.
HASIL

Terdapat 346 pasien ( 213 wanita dan 133 laki-laki) dengan sinusitis maksilaris kronik
atau kronik eksaserbasi yang dirawat di Departemen BedahMaksila-Wajah Rumah Sakit Kaunas
periode 1999-2004. Distribusi data pasien berdasarkan jenis kelamin, berbagai jenis anestesi dan
yang dterapi dengan konservatif terdapat pada table berikut
Tahun

1999
2000
2001
2002
2003
2004
1999-

Pria

16
11
31
28
16
29
131

Wanita

26
36
36
46
29
42
215

Total

42
47
67
74
45
71
346

Anestesi

Anestesi

Terapi

umum

campuran

konservati

27
36
48
44
28
51
234

f
3
6
6
8
2
7
32

12
5
13
22
15
13
80

2004

Setelah evaluasi dari keluhan pasien, gejala klinis, gambaran radiologi dan hasil lab
darah, ditentukan berdasarkan sinusitis maksilaris dengan dan tanpa fistula menuju rongga sinus
maksila, penyebab lain dan letak sinus dekstra-sinistra yang terkena terdapat pada table berikut
Pembagian
Sinusitis maksilaris dekstra kronik dengan fistula
Sinusitis maksilaris dekstra kronik tanpa fistula
Sinusitis maksilaris sinistra kronik dengan fistula
Sinusitis maksilaris sinistra kronik tanpa fistula
Sinusitis maksilaris dekstra dengan penyebab lain
Sinusitis maksilaris sinistra dengan penyebab lain

Kasus
55
98
45
112
16
20

Osteomyelitis maksilaris terdeteksi pada 2 kasus, plegmon bukal dekstra, plegmon orbita
dekstra, abses pada region retrobulbar, neuralgia pada cabang kedua nervus trigeminusneuritis
pada cabang kedua nervus trigeminus, syok hipovolemik, abses pada region frontal, sepsis, alergi
medikamentosa, parotitis akut yang terdeteksi kombinasi dengan sinusitis maksilaris yang
dirawat di Departemen Bedah Maksila-Wajah RumahSakit Kaunas pada periode 1999-2004.

Akar gigi terdeteksi pada 3 kasus di sinus maksila dekstra dan 6 kasus pada sinus maksila
sinistra penyebab lain, (Tabel 2). Proses implantasi gigi yang tidak benar merupakan alas an
sinusitis maksilaris yang terdeteksi dalam 1 kasus. Sinusitis maksilaris kronik dengan fistula
didapatkan 28,9% dari semua kasus sinusitis maksilaris kronik, sinusitis maksilaris kronik
berkembang dari penyebab lain didapatkan 10,4% dari seluruh jumlah kasus sinusitis maksilaris
kronik.
Distribusi pasien yang dirawat karena sinusitis maksilaris kronik terlihat pada gambar berikut :

Rata-rata pasien yang dirawat di departemen bedah Kaunas 7.55.1 hari untuk pria dan
7.44.5 untuk wania. Tidak ada yag signifikan secara statistic lama dirawat antara pria dan
wanita ( t= 0, p= 0,43).
Usia utama pada pria sekitar 42.114.4 (range antara 18-75). Usia utama pada wanita
46.615.0 (range antara 19-96), secara statistic terdapat perbedaan yang bermakna antara
perbedaan usia pria dan wanita didapatkan (t =-2.84, p=0.0024).

Gejala Klinis , Pemeriksaan dan Tatalaksana

Gejala subjektif
Pasien mengeluh adanya hidung tersumbat unilateral, offensive odour, nasal discharge
( purulent, cair, mukoid), sakit kepala pada bagian frontal dan intensif pada sore hari. Gejala juga
termasuk nyeri pada gigi rahang atas yang dapat menggangu mobilitas gigi. Nyeri tipikal karena
iritabilitas nervus infraorbita seperti nyeri hiperestesi, menyebar ke seluruh dinding lalu
setelahnya menjadi hipoestesi pada nervus infraorbita.
Gejala Objektif
Nyeri ketuk gigi, nyeti tekan pada daerah sinus yang sakit,.Rasa sakit pada area yang
dipersarafi nervus infraorbita.
Ortopantomograf dan tomografi computer dapat dilihat pada kasus sinusitis maksilaris
kronik pada gambar berikut

Gambar.Computed tomografi pada pasien yang mengalami sinusitis maksilaris dekstra kronik.
Terlihat pada gambar terdapat densitas yang tinggi pada sinus maksila dekstra yang
menderita sinusitis maksilaris kronik.

Gambar. Ortopantomograf pada pasien sinusitis maksilaris dekstra


Seperti pada sinusitis maksilaris kronik yang tipikal disebabkan karena jamur, objek
mengalami kalsifikasi sehingga krontra sangat tinggi. Ini merupakan kalsifikasi dari koloni
jamur, objek tidak memsempit dinding lateral sinus maksila. Persiapan untuk mengambil dari
sinus maksila selama intervensi operasi adalah dengan memeriksa secara histologic yang dapat
dilhat pada gambar berikut :

Gambar. Konglomerat koloni jamur dari sinus maksila

Studi Kasus
Pasien berusia 35 tahun dating ke Departemen Bedah Rumah Sakit Kaunas, Riwayat
penyakit sudah ditelusuri.Pasien mengeluh adanya hidung tersumbat di lubang hidung sebelah
kanan (obstruksi nasal unilateral ) sudah 1 bulan terakhir ini. Pasien juga mengeluh sakit kepala,
nyeri gigi pada gigi rahang atas kanan.
Sinus paranasal telah diperiksa dengan ortopantomograf radiologi dan terdapat dan tidak
ada hubungan dengan terapi endodontikal pada gigi atas kanan maksila.Dari anamnesa
didapatkan bahwa pasien memiliki benjolan sebesar kacang polong di kavum nasalnya saat
kecil.Sebagian telah diambil oleh otorhinolaringosologis dan masih terdapat di hiatus semilunaris
menuju sinus maksila.Selama operasi mengalami kalsifikasi yang ditemkan di sinus maksila.
Anestesi umum dengan intubasi endotrakeal diterapkan pada 25,5% dari kasus anestesi,
anestesi kombinasi diterapkan pada 74,5% dari semuakasus anestesi. Terapi kombinasi
( intervensi operasidan terapi konservatif yang secara langsung mendrainase dari sinus maksila
dengan cara melebarkan ostium alami sinus, terapi umum termasuk terapi antibacterial, analgetik
dan agen hiposensitisasi) diterapkan pada 3,2% pasien, terapi konservatif diterapkan pada 9,2%
pasien. Operasi dan terapi medikamentosa diterapkan pada 87,6% pasien.
Terapi operasi
Operasi sinus maksila secara radikal ( Caldwell-Luc), mengekstraksi gigi yang menyebabkan
sinusitis maksilaris kronik di Departemen Bedah Kaunas. Operasi sinus secara radikal dan
menutuk fistula pada sinus setelah mengekstraksi gigi.
Operasi Caldwell-Luc dapat dilihat pada gambar berikut:

Fistuloplasti dapat dikerjakan ketika dinding inferior sinus mengalami perforasi, pada gambar
berikut;

Terapi medikamentosa post-operasi


Terapi medikamentosa setelah operasi adalah antibiotic; penisilin 2.000.000 IU 3 kali sehari atau
Zinacef 750 mg 2 kali sehari, antifungal Itrakenazol 10 mg 2 kali sehari untuk 3-4-5-6 bulan,
salah satu analgetik ( ketanal, ketanov), agen hiposensitasi, solution antiseptic.

DISKUSI
Karena endodontic dilakukan dengan tidak benar, maka saat terapi pembedahan sinus
maksila terjadi infeksi dan berkembang menjadi inflamasi.Hal ini merupakan masalah besar
ketika endodontic atau terapi pembedahan premolar kedua, molar ke 6 dan 7.
Sinusitis maksilaris kronik lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria.wanita yang
lebih sering terjadi disbanding dengan pria karena alas an yang kurang jelas.
Foto X-ray dai sinus paranasal ( posisi anteroposterior) untuk mendiagnosatidak dapat
digunakan karena memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah. Tomografi computer harus
menjadi penegak diagnose dari sinusitis maksilaris.
Sinus maksilaris kronik dengan fistula menuju ke rongga sinus setelah dilakukan
ekstraksi gigi ( 1/3 kasus). Hal ini sangat penting untuk mengetahui anatomisinus maksila ketika
melakukan intervensi operasi.
Batas dinding eksternal superior dari sinus maksila adalah fossa pterygopalatina yang
merupakan cabang kedua nervus trigeminus (nervus maksilaris),arteri maksilaris dan pleksus
vena yang menghubungkan dengan orbita dan sinus kavernosus durameter yang mungkin dapat
menyebar secara patologi dari region sinus maksila.
Dinding superior sinus maksila memisahkan dari orbita. Di permukaan dinding terdapat
kanal ( kadang semikanal) yang dapat membuka menuju rongga sinus maksiladan terdiri dari
nervus maksilaris dan pembuluh darah. Untuk itu, kondisi patologi dari sinus dapat
menyebabkan efek pada bundle nervus-pembuluh darah tersebut atau menyebar hingga ke orbita.
Untuk itu, karena anatomi topografi dari sinus maksila sangat penting untuk diperiksa,
didiagnosa dan diterapi.

KONKLUSI
1. Dari hasil yang didapat, wanita yang didiagnosa sinusitis maksilaris kronik 1,6 kali lebih
banyak dibandingkan pria di Departemen Bedah Mulut dan Maksila-Wajah Universitas
Kedokteran Kaunas periode 1999-2004
2. Wanita yang dirawat dan diberi pengobatan sinusitis maksilaris kronik 4-5 tahun lebih tua
disbanding pria.
3. Lama dirawat di Depatemen tersebut anta wanita dan pria sama.
4. Usia yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronik 31-40 tahun.
5. Terapi sinusitis maksilaris kronik dipilih secara individual, pemahaman, sehingga prinsip
terapi dapat dilakukan dengan baik.

REFERENSI

1. Bernadskij JI. [Essentials in maxillofacial and oral surgery]. Vitebsk; 1998. p. 154 162.
Russian.
2. Eckel V. [Diseases of ear, nose and larynx]. Johann Ambrosius Barth, Leipzig; 1976. p.
38 47. Germanian.
3. Finegold SM, Flynn MJ, Rose FV, Jousimies-Somer H, Jakielaszek C, McTeague M, et
al. Bacteriologic findings asso- ciated with chronic bacterial maxillary sinusitis in adults.
Clin Infect Dis 2002; 35: 428-33.
4. Kionas A, Povilaitis K, Kinduris V, Uloza V. Aus, nosies, gerkls ligos [Diseases of ear,
nose and larynx]. Vilnius; 1994. p. 117-118, 148-149.Lithianian.
5. Mehra P, Murad H. Maxillary sinus disease of odontogenic origin. Otolaryngol Clin
North Am 2004; 37: 347-64.
6. Ovchinnikov JM. [Lessons in Otorhinolaryngology]. Mos- cow: Mir Publ.; 1990. p. 18
22, 91 96. Russian.
7. Ovchinikov J, Ovcharenko I, Paniakina A. [Peculiarities of the treat- ment of acute
purulent sinusitis in the frame of the allergic diseases of the respiratory system].
Otorinolaringologija 2004; 6: 4. Russian.
8. Robustova TG. [Surgical stomatology]. Moskva: Meditsina; 1990. p. 245-54. Russian.
9. Highmoritis 2004. Available from: URL: http:// www.firsthealthgallery.com

Anda mungkin juga menyukai