Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bakteri selulolitik adalah jenis bakteri yang memiliki kemampuan
untuk mendegradasi substrat yang mengandung selulosa. Bakteri selulolitik
mampu mengubah selulosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk
digunakan sebagai sumber karbon dan energy bagi metabolisme dan
pertumbuhannya. Kemampuan ini disebabkan bakteri dapat memproduksi
enzim selulase. Enzim selulase adalah biokatalisator yang berperan
mengkatalisis proses hidrolisis selulosa menjadi rantai selulosa yang lebih
pendek atau oligosakarida yang selanjutnya akan diubah lagi menjadi
glukosa.

Selulase

merupakan

nama kelompok enzim yang memutuskan

ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, selodekstrin, selobiosa, dan


turunan selulosa lainnya. Selulase terdiri dari enzim - enzim yang bekerja
bersama-sama secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa (Mulyasari,
2015).
Bakteri selulolitik dan enzim selulasenya banyak dimanfaatkan untuk
berbagai macam keperluan industri karena biaya produksinya murah,
waktu produksi singkat, menghasilkan kompleks multienzim dan cenderung
stabil pada kondisi ekstrem (Ladeira, et
digunakan

dalam industri pulp dan

penghilangan

warna

dan

al., 2015).

kertas

peningkatan

untuk

Selulase
modifikasi

banyak
serat,

drainase (Ladeira, et al., 2015),

industri tekstil sebagai biopolishingkain dan deterjen yang digunakan untuk


meningkatkan kelembutan dan kecerahan kain ((Mulyasari, 2015)) serta
produksi biofuel (Mulyasari, 2015). Aplikasi selulase di bidang peternakan
telah dilakukan untuk peningkatan kualitas bahan pakan ternak.
Selulosa adalah karbohidrat berpolimer berantai lurus (1,4)-Dglukosa berbentuk seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan
ditemukan dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai,
batang, dahan, dan semua bagian berkayu jaringan tumbuhan (Lehninger,
1982: 326). Setiap tahunnya terkumpul sejumlah limbah selulosa baik itu
berupa limbah pertanian, hutan, sampah organik, dan industri. Sehingga
penting bagi kita untuk mendayagunakan selulosa sebagai sumber energi

alternatif, misalnya bioetanol sebagai biofuel. Produksi bioetanol yang


murah memerlukan glukosa sebagai substrat fermentasi. Sumber glukosa
yang paling murah adalah dari pemecahan selulosa.
Pembelajaran mikrobiologi tidak terlepas dari pengamatan morfologi
mikrobia yang diketahui bahwa ukuran mikroorganisme atau mikrobia sangat
kecil, oleh karena itu informasi yang dapat diperoleh tentang sifat dari
penelitian terhadap mikrobia itu terbatas. Pengamatan sifat-sifat seperti bentuk,
susunan, permukaan, pengkilatan dan sebagainya dapat dilakukan dengan
pandangan biasa tanpa menggunakkan mikroskop, pengamatan ini disebut
pengamatan makroskopi. Supaya sifat-sifat tersebut tampak jelas, bakteri perlu
dibiakkan pada medium padat yaitu dengan cara isolasi bakteri. Isolasi adalah
mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam
suatu medium buatan
Mikroorganisme selulolitik seperti jamur, bakteri, dan aktinomycetes
diketahui banyak ditemukan pada tanah pertanian, hutan, jaringan hewan, atau
tumbuhan yang membusuk. Beberapa diantaranya diketahui dengan mudah dasn
cepat mambu merombak selulosa seperti diketahui bahwa penambahan inokulasi
pada substat selulosa adalah bagian yang berfungsi untuk memeprcepat proses
pembusukan di hutan, itulah kenapa mikrobia selulolitik banyak ditemukan pada
media tanah (Azhari,2000).
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba
dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran mikroba. Cara isolasi
bakteri dilakukan dengan metode tuang (pour plate), metode goresan (streak
plate), metode miring (slant culture), dan metode tegak (stab culture). Pada
Praktikum kali ini praktikan menggunakan medium NA (Nutrien Agar), medium
NB dan CMC. Dimana medium ini berfungsi sebagai tempat mikroba itu
tumbuh. Mikroorganisme yang dibiakkan di laboratorium pada medium yang
terdiri dari bahan nutrient. Biasanya pemilihan medium yang dipakai
bergantung kepada banyak faktor seperti seperti apa jenis mikroorganisme
yang akan ditumbuhkan. Penumbuhan bakteri agar dapat tetap dipertahankan
harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh organisme

tersebut. Faktor lain seperti PH, suhu, dan pendinginan harus dikendalikan
dengan baik.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan mampu mempelajari dan mempraktekkan teknik isolasi
mikrobia selulolitik dari habitat asli
2. Praktikan mampu melakukan Enumerasi mirobia selulolitik
3. Praktikan mampu menyusun kurva pertumbuhan mikrobia
4. Praktikan mampu menyusun kurva aktivitas hidrolisis

BAB II
METODE PRAKTIKUM

ISOLASI BAKTERI SELULOTIK DARI TANAH KEBUN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi,
kuvet, cawan petri, erlenmeyer, gelas kimia, botol kaca tubular kecil,
spektrofotometer spektronic 20D, colony counter, oven, mikropipet, pipet
ukur, bunsen, vortex, ose, lampu spritus, pendingin/ kulkas, kapas,
aluminium foil, karet, kertas dan rak tabung reaksi.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel berupa
tanah basah yang diambil dari belakang laboratorium mikrobiologi. Media
yang digunakan Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), Carboxil Methil
Cellulosa (CMC) Agar, Carboxil Methil Cellulosa CMC broth. Bahan
lainnya reagen DNS, larutan glukosa standar 1mg/ml, aquadest, dan
alkohol.
B. Cara Kerja
1. Enumerasi mikrobia selulolitik
Enumerasi dilakukan melalui penghitungan jumlah bakteri secara
tidak langsung (indirect method) maupun secara langsung (direct method).
Penghitungan tidak langsung jumlah koloni bakteri dilakukan dengan
menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada tiap seri pengenceran yang
telah diisolasi menggunakan teknik pour plate dengan bantuan colony
counter, sedangkan penghitungan langsung menggunakan cara berat
kering.
a. Pengukuran Berat Kering Tanah
Tanah dimasukkan ke dalam botol kaca tubular kecil yang
sebelumnya telah ditimbang baik berat botol kaca dan penutupnya
untuk mengetahui berat awal, selanjutnya dilakukan pengukuran berat
tanah basah sebanyak 2gr. Untuk pengukuran berat kering, botol kaca
tubular dimasukkan ke dalam oven dalam keadaan terbuka kemudian
tiap satu hari dilakukan pengukuran berat kering hingga diperoleh data
pengukuran dimana berat tanah stabil tidak mengalami penurunan.
b. Pengenceran (viability plate count)

Pengenceran

dilakukan

dengan

menggunakan

pengenceran

bertingkat 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6. Sampel tanah diambil kemudian
ditimbang sebanyak 5gr kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang berisi 95 ml aquadest steril, kemudian diambil sebanyak 1ml
untuk dipindahkan ke tabung reaksi pertama yang berisi 9ml dilakukan
seterusnya sampai pengenceran 10-6.
2. Isolasi dengan teknik pour plate
Hasil pengenceran 10-2 sebanyak 1 ml dengan menggunakan
mikropipet dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian ditambahkan
medium CMC Agar yang masih cair. Cawan petri ditutup lalu dilakukan
homogenasi sampel pada medium dengan cara cawan petri dipegang lalu
digerakkan membentuk angka delapan. Setelah dianggap homogen, cawan
petri yang telah berisi medium dan inokulum diberi label lalu dibungkus
dengan kertas sampul dan diinkubasi selama satu minggu. Koloni yang
tumbuh kemudian diberi kode untuk selanjutnya diamati morfologi
koloninya. Tujuan dari dilakukannya homogenisasi dengan memutar
membentuk angka delapan adalah untuk menyebarkan media agar merata
sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh tidak hanyak tumbuh pada satu
tempat, namun tumbuh merata.
3. Purifikasi isolate pada medium Nutrient Agar (NA)
Koloni yang tumbuh dari hasil isolasi dengan teknik pour plate
dipilih untuk selanjutnya dimurnikan menggunakan metode Streak plate
pada media Nutrient agar (NA). Koloni yang telah murni dipindahkan
kedalam media NB miring dan diinkubasikan pada suhu ruang sebagai
stok bakteri. Pemilihan dari koloni yang murni dapat dilakukan dengan
memilih koloni sel tunggal pada goresan terakhir pada streak plate, hal ini
karena koloni yang terdapat pafda ujung Streak plate meisah sehingga
diharapkan tidak ada kontaminan. Media miring ini digunakan sebagai
prekultur.
4. Pembuatan prekultur
Stok bakteri pada agar miring ditumbuhkan pada media NA cair
sebagai prekultur dengan waktu inkubasi 3x24 jam. Prekultur nantinya

digunakan untuk membuat kurva pertumbuhan dengan pengujian tingkat


absorbansi dan pengujian aktivitas hidrolisis selulosa dengan metode
DNS. Prekultur perlu dibuat karena berfungsi untuk meminimalisir fase
lag karena bakteri tidak perlu beradaptasi lagi ari awal karena media yang
digunakan relative sama, dengan memin imalkan fase lag pengamatan
aktivitas hidrolisi dapat langsung diamati karena metabolism mikrobia sel
sudah aktif
5. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Membuat kultur cair dalam media (NB) nutrien broth dengan
menginokulasikan sejumlah 0,5 ml suspensi bakteri umur 72 jam ke dalam
100 ml media NB Steril, selanjutnya mengukur Optical Density (OD) dari
masing-masing kultur bakteri pada waktu inkubasi 0 jam, 1 jam, 6 jam, 24
jam, 30 jam, 48 jam, 54 jam, 72 jam dan 78 jam mengunakan alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Kemudian
menginkubasi dilakukan pada suhu ruang. Kemudian membuat grafik
hubungan antara waktu inkubasi dengan nilai OD sehingga didapatkan
plot kurva pemtumbuhan. Kemudian menenntukan kisaran rentang waktu
fase

lag,

eksponensial,

stationer,

maupun

fase

kematian

(bila

memungkinkan).

6. Pengukuran Aktivitas Hidrolisis Selulosa Degan Metode Penentuan


Gula Reduksi
Membuat
mikrokristalin

media
dengan

NB

yang

konsentrasi

diperkaya
selulosa

dengan
g/ml,

selulosa
kemudian

menginokulasikan sebanyak 0,5 ml kultur cair bakteri umur 72 jam ke


dalam media NB-Selulosa inokulasi dilakukan pada suhu ruang, setelah itu
diambil cuplikan kultur bakteri sebanyak 2 ml secara aseptis pada waktu
inkubasi 0 jam, 6 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam. Sampel disimpan pada
suhu 00 C untuk dianalisis kandungan gula reduksinya dengan metode

DNS. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi yang


berisi 3 ml DNS dan 1 ml aquadest, kemudian dihomogenkan dengan
menggunakan vortex. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 80 0C-1000C
selama 15 menit. Lalu diukur absrbansinya pada panjang gelombang 575
nm. Hasilnya kemudian dicatat dan di buat plot kurva antara waktu
inkubasi vs konsentrasi gula reduksi yang terukur.
7. Pembuatan Kurva larutan standar
Membuatlah seri mengenceran dari larutan standar glukosa
sehingga diperoleh seri konsentrasi larutan sebagai berikut:
Konsentrasi yang

Penambahan

Volume Aquades

diinginkan

Larutan Standar

yang

(mg/ml)

Glukosa (ml)

ditambahkan

0
0,2
0,4
0.6
0,8
1.0

0
0,2
0,4
0,6
0,8
1.0

(ml)
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0

Total Volume
(ml)

1
1
1
1
1
1

Mengambil masing-masing 1 ml larutan standar dan dimasukkan


ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan 1 ml akuades dan 3 ml
reagen DNS. Larutan kemudian digojog sampai homogen menggunakan
vortex dan dipanaskan pada 80-1000 C selama 15-20 Menit. Setelah itu
mengukur absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 575
nm. Data hasil pengukuran dibuat kurva dengan sumbu X = konsentrasi
glukosa dan sumbu Y = Absorbansi. Tentukan persaman garis (Y= ax+b)
dan nilai koefisien korelasinya (r).
8. Pengukuran Degradasi Selulosa
Proses penghitungan konsentrasi gula reduksi (glukosa) pada
sampel kultur, maka kultur diperlakukan sama dengan perlakuan larutan
standar. Nilai Absorbansi didapat dengan memplot nilai Absorbansi pada
persamaan garis kurva standar glukosa. Setelah itu membuat kurva waktu

inkubasi Vs Konsentrasi glukosa untuk mengetahui aktivitas hidrolisis


selulosa oleh kultur bakteri.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Pengukuran berat kering tanah

Hari
10/10/2016
11/10/2016
12/10/2016
13/10/2016

Berat Tanah + Botol


15,43 gr
14,97 gr
14,94 gr
14,94 gr

Berat tanah
2 gram
1,54 gram
1,51 gram
1,51 gram

2. Enumerasi
Kontrol

Pengenceran 10-2

Pengenceran 10-3

Pengenceran 10-4

Pengenceran 10-5

Pengenceran 10-4

Pengenceran
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6

Jumlah Koloni
154
54
18
1
0

3. Perhitungan sel berat kering


Syarat 30-300 koloni 10-2(154 koloni) dan 10-3 (54 koloni)
Pengenceran tertinggi/ pengenceran terendah
54000
=3,5
15400
Lebih besar dari 2 sehingga dipakai factor pengenceran terendah
=1,5x10-4
berat kering
1,51
berat kering=
x 100 =
x 100 =75,5
berat basa h
2
Jumlah sel/g basah (N) =
=
Jumlah sel/g kering =

Jumla h koloni
faktor pengenceran

CFU/gr basah

154
=1,5 x 10 4 CFU/gr basah
2
10
N x 100
berat kering =

1,5 x 10 x 100
=1,95 x 104 CFU/gr
75,5

kering
Hasil pemurnian dengan metode streak plate

10

Inokulasi ke media miring

11

Kurva Standar

Konsentrasi Glukosa
mg/ml
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1

Absorbansi
0.000
0.302
0.469
0.674
0.794
0.914

12

Absorbansi
1.000
f(x) = 0.89x + 0.08
R = 0.97

0.800

Absorbansi

0.600

Linear (Absorbansi )

0.400
0.200
0.000
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Data Pengukuran Konsentrasi Gula Reduksi

13

Waktu Inkubasi (jam)


0 jam
24 jam
48 jam
72 jam

Kode Isolat
B2
0,400
0,458
0,542
0,562

C2
0,349
0,376
0,223
0,219

G2
0,367
0,277
0,237
0,467

14

Kurva Konsentrasi Gula Reduksi


0.6
0.5

Konsentrasi Gula Reduksi


pada tiap Isolat B2

0.4
Konsentrasi Gula Reduksi

Konsentrasi Gula Reduksi


pada tiap Isolat C2

0.3
0.2

Konsentrasi Gula Reduksi


pada tiap Isolat G2

0.1
0

24

48

72

Waktu (jam)

15

DATA PENGUKURAN OD600 PADA PRTUMBUHAN ISOLAT

16

Waktu Inkubasi (jam)


0 jam (7/11/2016, 08.52)
1 jam (7/11/2016, 09.45)
6 jam (7/11/2016, 15.00)
24 jam (8/11/2016, 08.40)
30 jam (8/11/2016, 15.10)
48 jam (9/11/2016, 08.23)
54 jam (9/11/2016, 15.23)
72 jam (10/11/2016, 08.20)
78 jam (10/11/2016, 14.37)

Kode isolat
B2
C2
0,007
0,011
0,090
0,013
0,072
0,208
0,130
0,402
0,178
0,775
0,183
0,564
0,262
0,588
0,642
0,614
0,714
0,628

G2
0,010
0,011
0,245
0,494
1,180
0,794
0,825
0,895
0,930

17

Kurva Pertumbuhan Isolat


1.400
1.200
1.000

Kode Isolat B2

0.800

Kode Isolat C2

Absorbansi 0.600

Kode Isolat G2

0.400
0.200
0.000

24 30 48 54 72 78

Waktu (jam)

B. PEMBAHASAN
1. Enumerasi mikrobia selulolitik
Teknik penghitungan mikrobia dimulai dengan proses isolasi terlebih
dahulu mikrobia selulolitik yang diperoleh dari tanah kebun di belakang
laboratorium mikrobiologi. Terdapat dua macam teknik penghitungan yaitu
teknik langsung dan teknik tidak langsung, untuk melakukan teknik tidak
langsung maka perlu dilakukan isolasi mikrobia dari habitat asli untuk
dikulturkan pada media buatan sehingga dapat dilakukan penghitungan
tidak langsung. Pembiakan mikrobia di laboratorium memerlukan media
yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi
mikroba.

Media

adalah

suatu

bahan

yang

digunakan

untuk

menumbuhkan mikroba yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat zat
makanan. Selain untuk menumbuhkan mikroba, media dapat juga digunakan
untuk

isolasi,

memperbanyak,

pengujian

sifat-sifat fisiologis

dan

perhitungan jumlah mikroba (Lay, 1994; Jutono dkk, 1980).


Diketahui cara penghitungan sel ada dua jenis, yakni direct count
dan viable count (Collins dkk. 2004: 144). Direct count merupakan
penghitungan sel mikroorganisme dengan cara melihat dan menghitung sel
mikroorganisme secara langsung dengan bantuan mikroskop (Tortora dkk.
2010: 176 & Madigan dkk. 2012: 128)

18

Teknik enumerasi langsung (direct count) dilakukan dengan


penghitungan berat kering, seberat 2gr tanah basah dari kebun diambil
kemudian dimasukkan ke dalam tabung kecil untuk ditimbang berat awal,
sebelumnya telah ditimbang berat botol dan tutupnya. Kemudian botol di
inkubasi sampai diperoleh berat konstan, tujuan dari inkubasi adalah untuk
memperoleh berat kering sehingga yang tersisa benar-benar tanah tanpa
kelembababan. Berat kering selanjutnya dilakukan penghitungan melalui
rumus :
berat kering=

berat kering
1,51
x 100 =
x 100 =75,5
berat basah
2

Jumlah sel/g basah (N) =


=

Jumlah koloni
faktor pengenceran

CFU/gr basah

154
4
=1,5 x 10 CFU/gr basah
2
10

Jumlah sel/g kering =

N x 100
berat kering =

1,5 x 10 4 x 100
=1,95 x 104
75,5

CFU/gr kering
Berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan hingga berat
menjadi konstan selama tiga hari, kemudian dimasukkan ke rumus diatas
sehingga diperoleh jumlah sel/g basah adalah

1,5 x 104 CFU/gr basah,

4
sedangkan jumlah sel/g kering sebanyak 1,95 x 10 CFU/gr kering

Keuntungan penghitungan jumlah sel mikroorganisme menggunakan


direct count, yakni metode sederhana, tidak memerlukan waktu inkubasi,
dan mudah untuk mengestimasi jumlah sel mikroorganisme. Akan tetapi
hasil yang didapat tidak akurat karena sel mikroorganisme yang mati tidak
dapat dibedakan dari sel mikroorganisme yang hidup, sel mikroorganisme
yang berukuran kecil akan sulit diamati, sulit dihitung apabila tidak
dilakukan pengecatan pada sample, sel yang bergerak akan sulit untuk
dihitung, dan kotoran di dalam sample dapat terhitung sebagai sel
mikroorganisme (Tortora dkk. 2010: 176 & Madigan dkk. 2012: 129).

19

Metode selanjutnya adalah metode tidak langsung (indirect count)


Viable count merupakan penghitungan sel mikroorganisme dengan cara
menumbuhkan viable sel mikroorganisme di dalam medium padat (Collins
dkk. 2004: 145 146 & Madigan dkk. 2012: 129). Namun ada juga yang
ditumbuhkan di dalam medium cair apabila viable sel mikroorganisme sulit
untuk tumbuh di medium padat (contoh chemoautotrophic nitrifying
bacteria (Tortora dkk. 2010: 175).
Penghitungan dengan cara viable count memerlukan pengenceran
berseri (karena di tumbuhkan di medium baru, agar tidak sulit saat
menghitung). Viable sel diasumsikan sebagai satu sel mikroorganisme yang
dapat tumbuh, membelah, dan membentuk satu koloni (Collins dkk. 2004:
145146 & Madigan dkk. 2012: 129). Oleh karena itu, jumlah koloni
dianggap merefleksikan jumlah sel (Madigan dkk. 2012: 129). Satuan yang
digunakan, yakni colony forming units (CFU).
Contoh penghitungan sel mikroorganisme dengan cara viable count
pada medium padat, yakni menumbuhkan viable sel di atas plate yang berisi
agar. Cara tersebut disebut dengan Total Plate Count (TPC). TPC diawali
dengan membuat pengenceran berseri dari sample yang akan diamati.
Pengenceran berseri dilakukan dengan mengambil beberapa volume sample,
kemudian ditambahkan ke dalam sejumlah medium dengan volume
beberapa kali lebih banyak dari sample tersebut. Setelah beberapa kali
diencerkan, sample dimasukkan ke dalam plate. Ada dua cara memasukkan
sample ke dalam plate, yakni dengan pour plate dan spread plate. Pour
plate dilakukan dengan mencampur sample yang telah diencerkan ke dalam
medium agar yang masih dalam bentuk cair, kemudian campuran tersebut
dimasukkan kedalam plate dan medium yang telah tercampur dengan sel
mikroorganisme dibekukan. Setelah diinkubasi satu sampai dua hari, akan
terbentuk koloni di dasar, dalam, dan permukaan medium agar
Koloni tersebut dihitung.

Kemudian, dikalkulasi dengan faktor

pengenceran. Spread plate dilakukan dengan memasukkan sample ke dalam


plate yang berisi medium agar. Sample tersebut disebarkan di atas medium
agar dengan spatel. Setelah diinkubasi satu sampai dua hari, akan terbentuk

20

koloni di permukaan medium agar. Koloni tersebut dihitung. Kemudian


dikalkulasikan dengan faktor pengenceran. Semua langkah kerja dilakukan
secara aseptis dengan alat yang steril.

Hasil penghitungan sel

mikroorganisme akan akurat apabila jumlah koloni yang terbentuk antara


30-300 koloni (kurang dr 30 = bias, lebih dari 300 =

sulit dihitung)

(Collins dkk. 2004: 146148; Tortora dkk. 2010: 174175; Madigan dkk.
2012: 129130).
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan teknik pour plate
dimana masing-masing hasil pengenceran pada pengenceran bertingkat
diambil 1ml kemudian dimasukkan ke cawan petri, yang sebelumnya telah
diisi dengan medium NA pada suhu 45 oC yang dituang ke cawan petri
kemudian didiamkan agar dingin. Setelah dingin, barulah hasil pengenceran
sebanyak 1ml ditambahkan lalu diputar membentuk angka delapan untuk
mencampur isinya dan dibiarkan memadat. Setelah mengental, maka setelah
diinkubasi selama 2X24 jam akan nampaklah koloni yang tertanam pada
agar tersebut.

Inkubasi dilakukan dengan kondisi cawan terbalik untuk

mencegah air kondensasi jatuh di atas permukaan sehingga dapat terjadi


penyebaran koloni (Waluyo, 2004). Tujannya adalah memisahkan sel-sel
bakteri satu sama lain sehingga terbentuk menjadi koloni-koloni yang
terpisah dalam medium yang padat. Kemudian dapat diambil sel-sel dari
satu koloni utntuk mendapatkan biakan murni. Pada percobaan isolasi
bakteri dengan menggunakan media NA ini didapatkan bentuk koloni
menyebar tidak teratur, selain untuk menghitung jumlah sel bakteri melalui
teknik pour plate ini nantinya dapat diamati bentuk morfologi dari jenis
mikrobia selulolitik.
Hasil penghitungan menggunakan teknik pour plate

yaitu pada

konsentrasi pengenceran 10-2 terdapat 154 koloni, pengenceran 10-3 terdapat


54 koloni, pengenceran 10-4 terdapat 18 koloni, pengenceran 10-5 terdapat 1
kolini, pengenceran 10-6 tidak ditemui lagi adanya koloni bakteri.
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa semakin besar pengenceran maka
jumlah koloni ditemui semakin sedikit, hal ini terjadi karena kepadatan sel
bakteri semakin berkurang akibat adanya pengenceran bertingkat. Dari Pour

21

plate

kemudian dipilih koloni bakteri yang memiliki karakter unik atau

spesifik untuk diteliti lebih lanjut, Selanjutnya hasil koloni pada pour plate
digunakan untuk membuat pemurnian dengan metode streak plate, setelah
diperoleh data morfologi dari pour plate sampel kemudian dipilih untuk
dilakukan penghitungan sel mikrobia dengan cara Streak plate atau goresan.
koloni ini diambil dari streak yang paling akhir karena adanya koloni
pada ujung streak terakhir dianggap merupakan koloni murni yang
merupakan satu sel tunggal yang tidak mengalami kontaminasi. Selanjutrnya
dari koloni tadi dipindahkan ke media miring sebagai stok kultur. Stok
kultur berfungsi sebagai cara agar lebih efisien saat dilakukan penelitian, hal
ini karena dengan melakukan prekultur bakteri tidak perlu lagi beradaptasi
dengan media yang baru. Srehingga meminimalkan fase lag dan aktivitas
mikrobia bisa langsung diamati karena metabolism sel berlangsung lebih
cepat.
Keuntungan penghitungan jumlah sel mikroorganisme menggunakan
viable count, yakni jumlah sel mikroorganisme yang didapat lebih akurat,
penghitungan sel mikroorganisme lebih mudah, sel mikroorganisme yang
dihitung merupakan sel mikroorganisme yang viable, dan penghitungan sel
mikroorganisme

lebih

sensitif.

Akan

tetapi

penghitungan

sel

mikroorganisme dengan viable count sangat rentan terhadap kontaminasi.


Jumlah koloni juga tergantung pada lama waktu inkubasi dan medium yang
digunakan. Penghitungan sel mikroorganisme dapat salah karena koloni
yang berukuran sangat kecil mungkin tidak terhitung, pipetting sample pada
saat pengenceran yang tidak tepat, serta koloni yang tumbuh bertumpuk
(Collins dkk. 2004: 147; Tortora dkk. 2010: 174; Madigan dkk. 2010: 129
130).
2. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biakan bakteri
selulolitik yang diperoleh dari kebun dalam medium stok Nutrient Agar (NA).
selanjutnya diambil sebanyak 0,5 ml suspense bakteri berumur 72 jam ke
dalam 100ml media NB steril, kemudian mengukur optical density dengan

22

panjang gelombang 600nm dari masing-masing kultur sehingga diperoleh


table:

Waktu Inkubasi (jam)


0 jam (7/11/2016, 08.52)
1 jam (7/11/2016, 09.45)
6 jam (7/11/2016, 15.00)
24 jam (8/11/2016, 08.40)
48 jam (9/11/2016, 08.23)
54 jam (9/11/2016, 15.23)
72 jam (10/11/2016, 08.20)
78 jam (10/11/2016, 14.37)

Kode isolat
B2
C2
0,007
0,011
0,090
0,013
0,072
0,208
0,130
0,402
0,183
0,564
0,262
0,588
0,642
0,614
0,714
0,628

G2
0,010
0,011
0,245
0,494
0,794
0,825
0,895
0,930

Sehingga diperoleh kurva pertumbuhan isolate bakteri selulolitik pada medium


NB

Kurva Pertumbuhan Isolat


1.000
0.800

Kode Isolat B2

0.600

Kode Isolat C2

Absorbansi 0.400

Kode Isolat G2

0.200
0.000

0 1 6 24 48 54 72 78
Waktu (jam)

Berdasarkan hasil eksperimen, telah diketahui kurva pertumbuhan


bakteri selulolitik pada medium Nutrient Broth (NB). Isolate G2 memiliki
laju pertumbuhan tertinggi pada rentang waktu 48jam , isolate C2 setelah
54jam laju pertumbuhan cenderung stasioner, kemungkinan isolate ini
sudah mencapai titik puncak pertumbuhannnya pada usia 48jam sehingga
untuk fase selanjutnya adalah fase stasioner. Kemudian pada isolate B2
proses pertumbuhan berlangsung sangat signifikan dimulai dari jam ke 48,
dan masih terus tumbuh.

23

Pada percobaan ini kurva pertumbuhan hanya terdiri atas fase lag,
dan

fase

eksponensial

(log).

Ketika

bakteri

bakteri

selulolitik

diinokulasikan ke dalam medium Nutrient Broth (NB), pertambahan


jumlah selnya cenderung berlangsung lambat pada satu jam pertama. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil OD yang menunjukkan tidak terjadinya
peningkatan nilai OD secara signifikan (peningkatan hanya sebesar 0,01)
dan menyebabkan kurva masih terlihat landai (Madigan dkk. 2012:125;
Tortora dkk. 2010: 173).
Pertambahan jumlah sel yang cenderung lambat pada bakteri
selulolitik disebabkan karena bakteri sedang beradaptasi pada kondisi
lingkungan yang baru. Sebelum diinokulasikan ke dalam medium Nutrient
Broth (NB), bakteri selulolitik berada pada medium Nutrient Agar (NA).
Oleh

karena

itu,

bakteri

selulolitik

yang

sebelumnya

terbiasa

memetabolisme nutrien dalam medium solid, kini memerlukan waktu


untuk beradaptasi dengan nutrien dalam medium liquid. Selama masa
adaptasi tersebut, bakteri sangat aktif melakukan aktivitas metabolisme,
namun sangat sedikit yang melakukan pembelahan. Fase adaptasi tersebut
disebut sebagai fase lag (Spellman & Stoudt 2013: 234-235; Madigan dkk.
2012:125; Tortora dkk. 2010: 173).
Setelah sel-sel bakteri telah teradaptasi dengan baik pada kondisi
lingkungannya yang baru, maka sel-sel bakteri dapat mulai melakukan
pembelahan sel secara signifikan dan memasuki fase logaritmik. Fase
logaritmik atau fase log adalah fase yang terjadi ketika bakteri mengalami
pertambahan jumlah sel secara signifikan. Pada tabel, terlihat bahwa telah
terjadi peningkatan nilai OD yang signifikan dimulai dari jam keenam
hingga jam ke 48. Nilai OD pada jam keenam yang hanya 0,2 kemudian
menjadi 0,7 pada jam ke 48. Peningkatan nilai OD tersebut menunjukkan
terjadinya peningkatan kekeruhan medium yang mengindikasikan bahwa
telah terjadi pula peningkatan jumlah populasi sel bakteri selulolitik di
dalam medium. Peningkatan jumlah sel tersebut terjadi karena sel-sel
bakteri telah aktif melakukan pembelahan. Fase log digambarkan pada
kurva pertumbuhan sebagai garis yang meningkat tajam (laju pertumbuhan

24

cepat, selain aktif membelah, jumlahnya pun sudah banyk sehingga laju
pertumbuhan cepat) (Madigan dkk. 2012:126; Tortora dkk. 2010: 173).
Pada eksperimen ini tidak ditemui adanya fase stasioner dimana
fase ini ditandai dengan pertumbuhan ynag relatif tetap karena
pertumbuhan sel memiliki rasio yang sama dengan kematian sel akibat
berkurangnya media tumbuh. Eksperimen hanya dilakukan sampai
mendapatkan fase log, apabila eksperimen diteruskan sampai fase
stasioner, tingkat kekeruhan medium akan tetap sama. Hal tersebut
disebabkan karena tidak ada pertambahan jumlah sel. Sel-sel yang
mengalami kematian juga tidak memengaruhi perubahan kekeruhan,
karena sel mati tersebut tetap terlarut pada medium. Oleh karena itu,
eksperimen hanya dilakukan hingga mendapatkan fase stasioner. Apabila
eksperimen tetap dilanjutkan, hasil OD tidak akan berubah dan kurva yang
terbentuk hanya akan menggambarkan garis lurus dari fase stasioner yang
panjang (Madigan dkk. 2012:126; Tortora dkk. 2010: 174).
3. Pembuatan Kurva Standar
Setiap bakteri memiliki kurva standar pertumbuhan bakteri.
Metode perhitungan jumlah sel yang digunakan dalam pembuatan kurva
standar pada penelitian ini, adalah dengan menggunakan metode Total
Plate Count (TPC), dan yang

kedua

dengan

menggunakan

spektrofotometer untuk melihat tingkat kekeruhan (Optical Density) yang


terbaca melalui nilai absorbansi yang dihasilkan. Pada penelitian ini,
panjang gelombang yang digunakan adalah 5 nm.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biakan bakteri
selulolitik yang diperoleh dari kebun dalam medium stok Nutrient Agar (NA).
selanjutnya diambil sebanyak 0,5 ml suspense bakteri berumur 72 jam ke
dalam 100ml media NB steril, kemudian mengukur optical density dari
masing-masing kultur sehingga diperoleh table :
Konsentrasi Glukosa
mg/ml
0

Absorbansi
0.000

25

0.2
0.4
0.6
0.8
1
Hasil

0.302
0.469
0.674
0.794
0.914

pengukuran

turbidometer

(OD)

suatu

kultur

mikroorganisme dapat memperkirakan jumlah sel dalam suspensi suatu


mikroorganisme. Karena pada organisme uniseluler, nilai OD sebanding
atau berbanding lurus dengan jumlah sel. Selain itu, nilai OD yang
dikorelasikan dengan jumlah sel hasil plate count dapat mengestimasi
pertumbuhan kultur mikroorganisme pada waktu sebenarnya di sampel
tersebut. Untuk melihat hubungan atau korelasi antara nilai OD dengan
jumlah sel/ml dalam sampel maka analisis regresi linear dapat dilakukan
(Madigan dkk. 2012:131).
Analisis regresi linear yang digunakan penilitian ini bertujuan
mencerminkan hubungan antara data optical density (OD), turbiditas
dengan hasil data total plate count (CFU/ml)

dari biakan bakteri

selulolitik. Selain itu, digunakan sebagai model prediksi kepadatan bakteri


selulolitik pada waktu yang sebenarnya di medium, terkait dengan
kekeruhan atau turbiditasnya. Oleh karena itu, nilai OD dalam persamaan
regresi linear ini merupakan variable bebas yang dinotasikan dan berada
pada sumbu x, dan jumlah sel/ml (populasi mikroorganisme) merupakan
variable terikat, dinotasikan dan berada pada sumbu y. Nilai OD atau
absorbansi adalah perbandingan langsung dari konsentrasi sel, yang
dihitung dengan rumus Absorbansi (OD) = 2 - log % T (transmitan)
(Montgomery dkk. 2006:1; Tortora dkk. 2010: 211; Madigan dkk.
2012:131).
Jumlah sel yang diperoleh menggunakan metode TPC bukan
merupakan pertumbuhan satu sel mikroorganisme, melainkan kumpulan
sel yang membentuk suatu koloni yang disebut sebagai Colony Forming
Unit (CFU). Colony Forming Unit merupakan koloni yang terbentuk dari
satu

sel

mikroorganisme

menganalisis

regresi

yang

linear,

ditumbuhkan.

data-data

tersebut

Selanjutnya,

untuk

kemudian

diolah

26

berdasarkan rumus regresi sehingga didapat persamaan regresi. Persamaan


regresi linear memiliki bentuk persamaan y = a + bx, dimana x adalah
variable bebas, y adalah variabel terkait, b adalah slope dan a adalah
intercept (jika x = 0) (kalo x= 0, maka y masih memiliki nilai) (Paulson
2008: 86). Penghitungan rumus regresi linear dilakukan melalui program
Microsoft excel, mula-mula table hasil densitas optic glukosa diukur nilai
absorbansinya kemudian dimasukkan di ms excel lalu diperoleh kurva
perbandingan

Absorbansi
1.000

Absorbansi

f(x) = 0.89x + 0.08


R = 0.97

0.500

Linear
(Absorbansi )

0.000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Kurva diatas diperoleh dari data table Optic density glukosa dengan
perbandingan konsentrasi dan absorbansi. Untuk menemukan jumlah
pastinya maka perlu dilakukan konversi nilai hidrolisi selulosa melalui
kurva hidrolisis (mg/ml) dengan cara medium CMC dan NB di
spektrofotometer untuk mengetahui OD kemudian nilai OD tersebut
masukkan ke rumus yang diperoleh dari table standar, sehingga nantinya
diperoleh table dan kurva berikut sebagai berikut:
Waktu
0 jam
24 jam
48 jam
72 jam

Aborbansi
B2
0.400
0.458
0.542
0.562

C2
0.349
0.376
0.223
0.219

Konsentrasi Gula Reduksi


G2
0.367
0.277
0.237
0.467

B2
0.359
0.424
0.518
0.541

Selanjutnya table tersebut digunakan untuk


4. Pengukuran Aktivitas Hidrolisis

Selulosa

C2
0.302
0.333
0.161
0.157
Degan

G2
0.323
0.222
0.177
0.434
Metode

Penentuan Gula Reduksi

27

Media kultur dari NB digunakan untuk mengukur adanya aktivitas


hidrolisis selulosa dengan menggunakan DNS dilakukan dengan penambahan
reagen DNS untuk membuktikan adanya reduksi selulosa menjadi glukosa
berikut adalah table data:
Waktu (Jam)
0
24
48
72

Konsentrasi Gula Reduksi pada tiap


Isolat

B2
0.359
0.424
0.518
0.541

C2
0.302
0.333
0.161
0.157

G2
0.323
0.222
0.177
0.434

Berdasarkan table, dapat dibuat kurva perbandingan konsentrasi gula


reduksi dengan waktu.

Kurva Konsentrasi Gula Reduksi


Konsentrasi Gula
Reduksi pada tiap Isolat
B2

0.6
0.5
0.4

Konsentrasi Gula
Reduksi pada tiap Isolat
C2

Konsentrasi Gula Reduksi 0.3


0.2
0.1
0

0 244872

Konsentrasi Gula
Reduksi pada tiap Isolat
G2

Waktu (jam)

Berdasarkan kurva diketahui bahwa pada jam ke 0, telah terjadi


hidrolisis selulosa pada nilai 0,3. Pada isolat B2 terjadi peningkatan reduksi
gula sangat tinggi hal ini dapat terjadoi karena isolate B2 memungkinkan
memiliki aktivitas enzim yang tinggi serta memiliki waktu yang paling tepat
pada saat pembentukan enzim selulase.
Pada isolate C2 kemampuan menghidrolisis selulosa semakin
menurun, hal ini terjadi kemungkinan karena factor usia sel isolate tersebut
kemungkinan telah melewati fase eksponensial sehingga hanya membentuk
sedikit enzim untuk menghidrolisis selulosa, selain itu bisa juga karena waktu
untuk regenerasi sel lambat sehingga jumalh enzim yang diproduksi hanya
sedikit. Pada isolate G2 setelah jam ke 48 terjadi peningkatan hidrolisis

28

selulosa yang sangat signifikan, hal ini bisa terjadi karena kemungkinan isoalt
tersebut baru saja masuk ke fase eksponensial sehingga jumlah sel sangat
banyak dan mampu membentuk enzim yang cukup untuk menghidrolisis
selulosa.

29

BAB III
KESIMPULAN
Telah didapatkan hasil isolate bakteri pengurai selulosa atau selulolitik
yang diperoleh dari tanah kebun dengan menggunakan isolasi pour plate dan
streak plate, hasil penghitungan mikrobia menggunakan cara langsung (direct
count)

diperoleh

hasil

1,95 x 10

CFU/gr

berat

kering.

Sedaangkan

penghitungan jumlah sel dengan tidak langsung (indirect count) diperoleh hasil
pada konsentrasi pengenceran 10-2 terdapat 154 koloni, pengenceran 10-3 terdapat
54 koloni, pengenceran 10-4 terdapat 18 koloni, pengenceran 10-5 terdapat 1 kolini,
pengenceran 10-6 tidak ditemui lagi adanya koloni bakteri.
kurva pertumbuhan bakteri pengurai selulosa pada medium NB yang
terdiri atas fase lag,dan fase log pada inkubasi 78 jam. Fase lag terjadi selama 1
jam setelah inkubasi. Fase log terjadi pada awal jam ke-6 hingga jam ke-78. Fase
stasioner tidak ditemui karena dalam percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
adanya bakteri selulolitik. Jumlah sel Eschericia coli NBRC 3301 dapat diprediksi
dari hasil regresi linear dengan rumus y = 0.893x + 0.079 (R = 0.971)

30

DAFTAR PUSTAKA
Ajit Varma. 2007. Advanced Techniques in soil microbiology. Springer. Berlin
Heiderlberg Newyork
Albert G, Moat. 2002. Physiology Microbial. Willey-Liss, Inc
Azhari. 2000. Pengaruh Penggunaan Mikroorganisme Selulolitik
Terhadap Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia jilid 1. Erlangga: Jakarta
Madigan, M., J. Martinko, D. Stahl, D. Clark. 2012. Brock: biology of
microorganisms. 13th Ed. Pearson Education Inc., San Francisco:
xxviii + 1043 + A-13 + G-16 + P-3 + I-41 hlm.
Mulyasari, Widanarni. 2015. Seleksi Dan Identifikasi Bakteri Selulolitik
Pendegradasi Daun Singkong (Manihot Esculenta) Yang Diisolasi
Dari Saluran Pencernaan Ikan Gurame (Osphronemus Gouramy).
JPB Kelautan dan Perikanan Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 111121
Paulson, D.S. 2008. Biostatistics and microbiology: a survival manual. Springer
Science + Business Media, New York: ix + 216 hLm
Tameswari, N.L.2013. Kurva Pertumbuhan Dan Penghitungan Konsentrasi Sel
Eschericia Coli Nbrc 3301. Departemen Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Oktober 2013
Tortora, G. J., B. R. Funke, C. L. Case. 2010. Microbiology an introduction. 10th
Ed. Pearson Education Inc., San Francisco: xxxi + 812 + AN-22 + AP22 + G-17 + C-3 + I-52 hlm.

31

Anda mungkin juga menyukai