Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hiperleukositosis merupakan salah satu kegawatan onkologi yang
memerlukan penanganan segera. Meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada
pasien

leukemia

seringkali

ditemukan

pada

keadaan

hiperleukositosis.

Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% kasus leukemia limfositik akut,


13-22% kasus leukemia non-limfositik akut dan pada hampir semua kasus
mielogenus kronis. Apabila keadaan ini tidak ditangani dengan tepat dan segera
dapat menimbulkan kematian akibat perdarahan intrakranial dan atau pulmonal,
serta gangguan metabolik karena lisisnya sel leukemia. Gangguan metabolik yang
mengikuti keadaan tumor lysis syndrom ini berupa hiperurisemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder, serta kadang-kadang ditemukan
asidosis laktat.3,4
Di Bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta terdapat 57 (22%) pasien ALL dengan
hiperleukositosis dan gangguan metabolik yang paling menonjol ialah
hiperurikemia (38,5%) dan asidosis laktat (46%). Untuk mengatasi gangguan
metabolik pada hiperleukositosis dilakukan hidrasi dan alkalinisasi, serta
pemberian allopurinol. Tentunya keadaan ini memerlukan pemantauan yang ketat,
sehingga kita tahu kapan hidrasi dihentikan dan kapan sitostatika dapat dimulai.
Prognosis pasien ALL dengan hiperleukositosis pada umumnya buruk.19
Istilah gagal ginjal akut (GGA) diperkenalkan pertama kali oleh Homer W.
Smith pada tahun 1951, namun sampai tahun 2004 tidak terdapat suatu consensus
mengenai kriteria diagnosis GGA dan menyebabkan lebih dari 35 yang tersedia.
Perbedaan definisi tersebut menyebabkan terdapatnya kisaran insidens GGA yang
cukup besar yaitu 1-25 % dengan angka mortalitas 15-60 %.11
Gagal ginjal akut secara umum didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang terjadi secara cepat (beberapa jam sampai minggu) dan
biasanya reversible pada pasien tanpa (akut) ataupun dengan adanya penyakit
ginjal sebelumnya (acute on chronic).5,10
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Alamat
No. CM
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Keluar RS

: M. F
: 13 tahun
: Laki-laki
: Aceh
: Islam
: Meunasah Dayah, Bireuen
: 1-06-77-85
: 17-10-2015
: 26-10-2015
: 27-10-2015 (Pasien meninggal pukul 21.30 WIB)

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam
Keluhan Tambahan: Batuk, sesak napas, mual, muntah, perdarahan pada kedua
mata,mata kiri kabur, nyeri perut, tidak BAB, BAK sedikit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan terus menerus dan naik turun. Demam turun bila pasien
meminum obat penurun panas. Demam tidak disertai dengan keringat dan tidak
menggigil.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk hanya sesekali dan tidak berdahak.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang dialami sejak hari ke 5 rawatan
di RS. Sesak napas dirasakan hanya sesekali. Sesak napas tidak berhubungan
dengan aktivitas. Selain itu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit.Muntah berisi makanan yang dimakan oleh pasien.
Frekuensi muntah 3 kali dalam sehari, muntah lebih kurang sebanyak 50 cc/x
muntah.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti berdarah. Keluhan ini
disertai dengan mata yang juga terasa kabur, dan penglihatan ganda. keluhan ini
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu ketika kepala pasien terbentur lantai kolam
renang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan menjalar, tidsk hanya pada

satu bagian saja.Nyeri sangat terasa bila perut pasien ditekan. Nyeri tidak
berhubungan dengan masuknya makanan.
Pasien juga mengeluhkan tidak ada BAB sejak 2 hari terakhir. Dan BAK
juga dalam jumlah yang sedikit yaitu sebanyak 7 cc/24 jam yang ditampung
dalam selang kencing.
Pasien merupakan rujukan dari RSUD dr. Fauziah Bireuen dengan diagnosa
suspek ALL (Akut Limfoblastik Leukemia).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penggunaan Obat:
Selama dirawat di RSUD dr. Fauziah Bireuen pasien diberikan terapi:
- IVFD RL 20 gtt/menit (makro)
- Inj. Ampicillin 1 gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Novalgin 420 mg/12 jam
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, dan ayah pasien memiliki
riwayat hipertensi
Riwayat Sosio-ekonomi:
Merupakan

keluarga

menengah

kebawah

dimana

orangtua

pasien

kesehariannya bekerja sebagai pedagang.Dan pasien sendiri saat ini masih


bersekolah di SMP.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Ibu pasien selama hamil ANC teratur di bidan.Pasien merupakan anak
pertama lahir secara pervaginam di bidan.BBL (Ibu pasien lupa berat badan lahir
pasien).
Riwayat Imunisasi:
Pasien tidak pernah imunisasi
Riwayat Makanan:
-

0 - 6 bulan: ASI
6 - 12 bulan: ASI + MPASI
12 - sekarang: ASI + susu formula + makanan keluarga

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status present
Keadaan umum

: Sakit berat

Kesadaran

: Kompos mentis, GCS: E3M6V5: 14

Tekanan darah

: 117/56 mmHg

Frekuensi nadi

:115 x/menit

Frekuensi napas

:28 x/menit

Suhu tubuh

:37,8 C

b. Antropometri
U
BB
TB
Status gizi

: 13 tahun
: 41 kg
: 156 cm

BB/U

: 41 kg/13 th = (P50-P25)

TB/U

: 156 cm/13 th = (P75-P50)

Status Gizi

: 41 kg/45 kg = 91%
: Gizi baik

HA

: 13 tahun

Kebutuhan Cairan :1500 + 20 (21) ml/ hari


: 1920 ml/ hari
Kebutuhan Kalori :55 x 41 kg
:2255 Kkal/ Hari
Kebutuhan Protein : 1 x 41 kg
:41 gr/ Hari
c. Status general
1. Kulit
Warna
Sianosis
Turgor
2. Kepala:
Bentuk

: sawo matang
: tidak ada
: cepat kembali (< 2 detik)
: normocephal

Rambut

: warna hitam, tidak mudah dicabut

Wajah

: simetris, edema, deformitas tidak dijumpai

Mata

: sub konjutiva hiperemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil


bulat isokor 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya langsung (+/+),
dan refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga

: daun telinga normal, tidak ditemukan adanya tanda - tanda


peradangan, serumen minimal (-/-), nyeri tekan tidak ada

Hidung

: pernapasan cuping hidung tidak ada, epistaksis (-/-), secret


(-/-), terpasang nasal kanul pada hidung.

Mulut

: mukosa bibir kering, tidak hiperemis

Gigi

: tidak ada karies

Gusi

: tidak berdarah, bengkak tidak ada

Lidah

: tidak tremor, tidak kotor

Tonsil

: hiperemis (+/+), T1/T1

3. Leher
Inspeksi

: pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, terpasang


doble lument
: TVJR-2 cm H2O

Palpasi
4. Thoraks
Inspeksi

: Statis: simetris, bentuk normochest


Dinamis: simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi
suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai.

Paru Depan
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada


Kanan

Palpasi

Stem

fremitus

Kiri

normal, Stem fremitus normal, nyeri

nyeri tekan tidak ada,

tekan tidak ada

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal (+)

Vesikuler Normal (+),

Ronki (+), wheezing (-)

Ronki (+), wheezing (-)

Paru Belakang
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada


Kanan

Palpasi

Stem

fremitus

Kiri

normal, Stem fremitus normal, nyeri

nyeri tekan tidak ada,

tekan tidak ada

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal (+),

Vesikuler Normal (+),

Ronki (+), wheezing (-)

5. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Ronki (+), wheezing (-)

: Iktus kordis terlihat di ICS V.


: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
: Batas jantung atas: ICS III sinistra.
Batas jantung

kiri:ICS V satu jari di dalam linea

midklavikulasinistra.
Auskultasi
6. Abdomen
Inspeksi

Batas jantung kanan: ICS IV di linea parasternal dekstra.


: BJ I > BJ II, reguler, murmur tidak terdengar.
: Bentuk tampak simetris, keadaan di dinding perut:sikatrik,
striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit kuning,
gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang, darm
steifung, darm kontur, dan pulsasi pada dinding perut tidak

Auskultasi

dijumpai.
:Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak
dijumpai.

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan (+) di seluruh lapangan perut, defans


muskular tidak dijumpai.

Hepar

: tidak teraba.

Lien

: tidak teraba.

Ginjal

: ballotement tidak teraba.

Perkusi

: suara timpani di semua lapangan abdomen.

Pinggang

: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

7. Genitalia

: tidak diperiksa.

8. Anus

: tidak diperiksa.

9. Tulang Belakang: simetris, nyeri tekan (-).


10. Ekstremitas

: akral hangat, pucat tidak ada, udem (+/+)

2.4 Resume
Pasien anak laki-laki umur 13 tahun dengan berat badan 41 kg dirujuk dari
RSUD Fauziah Bireun dengan diagnose suspek ALL. Pasien datang dengan
keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang dirasakan secara

terus menerus, naik turun dan saat dilakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien 37,8
C.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk hanya sesekali dan tidak berdahak.Pasien juga mengeluhkan sesak napas
yang dialami sejak hari ke 5 rawatan di RS.Sesak napas dirasakan hanya
sesekali.sesak tidaak berhubungan dengan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
mual dan muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan
yang dimakan oleh pasien. Frekuensi muntah 3 kali dalam sehari, muntah lebih
kurang sebanyak 50 cc/x muntah.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti berdarah. Keluhan ini
juga diserta dengan pandangan kabur dan penglihatan ganda.keluhan ini dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 minggu SMRS. Keluhan ini
awalnya mulai muncul sejak kepala pasien terbentur lantai kolam renang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut terasa sakit bila saat ditekan. BAB
tidak ada sejak 2 hari terakhir. BAK jumlah nya sangat sedikit dengan total
volume BAK per 24 jam adalah 7 cc yang ditampung melalui selang kencing.
2.5 Pemeriksaan penunjang

Rekap hasil laboratorium RSUDZA


Jenis
pemeriksaan

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Eusinofil
Basofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Retikulosit
Natrium
Kalium
Klorida

Tgl
18/10/15
13,2 g/dl
40%
5,3 10/mm
245,9
10/mm
68 10/mm
0%
0%
0%
4%
90%
5%

Tgl
20/10/15
13,5 g/dl
40%
5,2 10/mm
321,5
10/mm
67 10/mm
0%
0%
0%
6%
92%
2%
0,8 %

Tgl
22/10/15
11,3 g/dl
34%
4,5 10/mm
462,2
10/mm
39 10/mm
0%
0%
0%
5%
91%
4%

Tgl
24/10/15
9,3 g/dl
28%
3,7 10/mm
607,9
10/mm
17 10/mm
0%
0%
0%
3%
87%
10%

Tgl
26/10/15
7,1 g/dl
26%
3,1 10/mm
944,1
10/mm
35 10/mm
0%
0%
0%
3%
90%
8%

141 mmol/L
4,4 mmol/L
98 mmol/L

131 mmol/L
4,7 mmol/L
92 mmol/L

130 mmol/L
6,5 mmol/L
92 mmol/L

Ureum
Kreatinin
CT/BT
HBSAG
MCV
MCH
MCHC
LED
Feritin
KGD
MDT Eritrosit
Leukosit
Trombosit

28 mg/dl
0,90 mg/dl

69 mg/dl
4,01 mg/dl

107 mg/dl
5,57 mg/dl

7'/2'
Negatif
76 fl
26 pg
34%
5 mm/jam
228,90 ng/mL
Normokrom anisositosis
leukosit menigkat, sel muda,limfoblas
menurun

59 g/dl
Kesimpulan
susp. Akut Leukimia (ALL)

Pemeriksaan GFR tgl 22/10/2015= 172,2 ml/min/1,73 m2


tgl 24/10/2015= 21,8 ml/min/1,73 m2
tgl 26/10/2015= 15,70 ml/min/1,73 m2

Foto Thorax (20/10/2015)


Hasil : Cor bentuk dan ukuran normal
Pulmo tidak tampak kelainan
Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Kesimpulan: Foto thorax normal

USG Abdomen

-Ginjal: kesan bilateral chronic parenchymal kidney disease


-Hepar/GB/Lien: kesan cholecystitis, lesi soliter pada lien
-Pancreas: dalam batas normal
-Vesika urinaria/prostat: dalam batas normal
2.6 Diagnosa Banding
1. Hiperleukositosis e.c DD/ 1. ALL (Akut Leukimia Limfositik)
2. ALNL (Akut Leukimia Non Limfositik)
2. GGA (Gagal Ginjal Akut)
3. Oliguri e.c DD GGA
4. Anemia
5. Subkonjugtiva Hemorrage
2.7 Diagnosa Kerja
Hiperleukositosis e.c ALL + GGA + Oliguri + Anemia + Subkonjugtiva
Hemmorage
2.8 Tatalaksana
- Bedrest total
- O2 Face mask 10 L/mmenit
- IVFD Dextrose 10 % 23 ml/jam
- Inj. Cefoperazone 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Novalgin 500 mg/8 jam/IV
- Inj. Furosemid 30 mg/8 jam + Dextrose 10 % 4 cc /IV
- Inj. Ondansetron 4 mg/8 jam/IV (k/p)
- Inj. Ranitine 1 amp/12 jam/IV
- Allopurinol 2 x 100 mg
- Bolus Dextrose 10 % 82 cc (Bila KGDS < 80 mg/dl)
- Hyaloph ED 4 x 1 tts ODS
- Kompres mata dengan air hangat 2 x 10 menit/hari
- Diet susu formula 15-20 cc/2 jam
2.9 Planning
- Cek Darah rutin, urin rutin

10

- Cek elektrolit, Ur/Cr


- Foto thorax AP
- USG abdomen
- Hemodialisa
2.10 Prognosis
Quo ad vitam: malam
Quo ad fungtionam: malam
Quo ad sanactionam: malam
2.11 Follow up harian
Tanggal

26/10/201
5

Profesi/ Bagian

Dokter/PICU

Hasil Pemeriksaan

S/ Kencing sedikit,
nafsu makan berkurang
O/

Intruksi
Th/ - O2 2-3 L/i

IVFD Dex 10% 23

ml/jam
Inj. Ceftriaxone 1

gr/12 jam/IV
Inj. Novalgin 500

mg/8 jam/IV
Inj. Furosemid 30

Kortex:
Kesadaran: GCS:
E3M6V5= 14
Postur: Normal

mg/8 jam + Dex 10%

Batang Otak:
Napas spontan (+)
Pupil isokor (+/+)

4 cc
Inj. Ranitidine 45 mg

(3mm/3mm)
RCL (+/+)
Motorik

1 amp/12 jam
Bolus dex 10% 50 cc
Allopurinol 2x100

mg
Transfusi FFP 200

cc/12 jam
Diet MBRG

Kejang (-/-), parese (-/-)


Respirasi
Spontan (+), RR: 28 x/i,
Ves (+/+), rh (+/+), wh
(-/-), kedalaman: cukup
Kardiovaskular
TD: 117/56 mmHg,

11

HR: 115 x/I, regular


(+), akral hangat, CRT
< 3, dieresis 0,0
cc/kgBB/jam
Hepar tidak teraba
Metabolik (lab tgl
24/10/2015)
Abdomen: simetris (+),
soepel, H/L/R tidak
teraba, timpani (+),
peristaltic (+)
GDS: 59 mg/dl
Elektrolit:
Na: 131 mmol/L
K: 4,7 mmol/L
CL: 92 mmol/L
Ur: 69 mg/dl
Cr: 4,01
Infeksi
Demam (-) suhu 35,8
C
Leukosit: 607,9
x103/mm3
Nutrisi
Status gizi: Baik
Hematologi
Pucat (+/+)
Perdarahan:
Hb: 9,3 g/dl
T: 17 x103/mm3
A/

dr. Nora Sovira, Sp. A

12

AKI+Oliguria+
Hiperleukositosis +
Anemia + Gagal ginjal
akut + Hipoglikemia
P/- USG abdomen
26/9/2015

Dokter/
Nefrologi

Hemodialisa
Cek Ur/Cr,

HBSAG
S/ Sesak (-)
O/ TD: 117/56 mmHg
HR: 115 x/i

Th/- HD akut
Db 80-100
UF 500
Waktu 2 jam

RR: 28 x/i
T: 35,8 C
Diuresis: 0,0
cc/kgBB/jam
GFR: 172,2
ml/min/1,73 m2
A/ AKI tahap failure
e.c Hidronefrosis
sinistra + Susp. Massa
vesika urinaria

dr Syafruddin H, Sp.A (K)

13

27/10/201
5

Dokter/ PICU

S/ Kesadaran menurun,
kencing sedikit, BAB

23 ml/ jam (sesuai

(-), mata merah kiri dan


kanan, nyeri perut (+)
O/ GCS: E1M4V3= 8
Batang otak:
Napas spontan (+), face
mask O2 10 L/i
Pupil isokor (+/+)
(3mm/3mm), RCL (+/
+), RCTL (+/+),
Subkonjungtiva

IWL)
Inj. Cefoperazone 1

gr/12 jam/IV
Inj. Novalgin 500 mg/8

jam/IV
Inj. Furosemid 30 mg/8

jam + Dex 10 % 4 cc
Allopurinol 2 x 100 mg
Inj. Ranitidine 1

amp/12 jam/IV
Inj. Ondansetron 4

mg/8 jam (k/p)


Bolus dextrose 10 % 82

hemorrhage (ODS),

cc (bila KGDS: < 80)


Target KGDS: > 80

Palpebra superior udem


(+/+), anemis (+/+).
Metabolik
Kejang (-), parese (-)

140 mg/dl
Hyaloph ED 4 x 1 tts

ODS
Kompres hangat 2 x 10

menit/hari
Diet susu formula 15-

Respirasi:
Spontan (+),RR:25 x/i,
Ves (+/+), rh (+/+), wh
(-/-). Kedalaman cukup
Kardiovaskular
TD: 117/58 x/I, HR:
116 x/i, MAP:84,
regular (+), akral
hangat (+), CRT < 3,
dieresis: 0,0
cc/kgBB/jam
Metabolik
Abdomen: distensi (+),
caput medusa (-),

Th/- O2 face mask 10 L/i


IVFD Dextrose 10 %

70 cc/2 jam

14

simetris (+),soepel (-),


defans muscular
meningkat (+), H/L/R
tidak teraba, timpani
(+), asites: sulit dinilai,
peristaltic usus kesan
menurun, BAK tidak
ada ( 14 jam), BAB
belum ada ( 3 hari)
Extremitas (+/+), pucat
(+/+), akral dingin (-)
Lab post HD 26/10/15
Hb: 7,1 g/dl,
Hematokrit: 26 %,
Eritrosit: 3,1 106/mm3
Leukosit: 994,1
103/mm3, trombosit: 35
103/mm3, eosinofil: 0,
netrofil batang: 0,
netrofil segmen: 3,
limfosit: 90, monosit: 8
%, HBsAG: negative,
Na: 130 mmol/L,
kalium: 6,5 mmol/L,
clorida: 92 mmol/L,
Ur: 107 mg/dl, Cr: 5,57
mg/dl
KGDS (akucek pagi:
122 mg/dl)
A/
- AKI tahap failure e.c

15

hidronefrosis sinistra
- Hiperleukositosis +
-

Cholesistitis
Trombositopeni
Massa di lien
Hiponatremi
Subkonjungtiva

dr. Nora Sovira, Sp. A

bleeding (ODS)
P/ Konsul bedah anak
27/10/201

Dokter/

S/ Penurunan kesadara,

Nefrologi

BAK tidak ada


O/ TD: 112/53 mmHg

Th/- HD akut
Db 80-100
UF 500
Waktu 2 jam

HR: 121 x/i


RR: 28 x/i
T: 37 C
Diuresis: 0,08
cc/kgBB/jam
GFR: 15,7 ml/min/1,73
m2
A/
AKI tahap failure e.c
hidronefrosis sinistra +
susp massa vesika
urinaria
P/- Konsul urologi
-

CT-scan abdomen

dr. Syafruddin H, Sp.A (K)

16

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi
melebihi 100.000/l.1,2 Tetapi demi kepentingan klinis maka hitung jenis leukosit
> 50.000/l sudah ditatalaksana sebagai hiperleukositosis. Peningkatan berlebihan
sel leukosit ini terjadi akibat gangguan pengaturan pelepasan sel leukosit dari
sumsum tulang sehingga leukosit yang beredar dalam sirkulasi berlebihan.2
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal mendadak yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis
tubuh, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dl perhari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dl perhari.4,20
3.2. Epidemiologi
Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15 % pasien akut limfositik
leukemia (ALL), 13-22 % pasien leukemia non-limfositik akut dan pada hampir
semua pasien mielogenus kronis. Di bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta dalam
kurun waktu Mei 1994 sampai Desember 2000 terdapat 57 (22%) pasien dengan
hiperleukositosis dari 262 pasien ALL. Sebagian besar pasien berusia antara 2-9
tahun dan 61 % datang pertama kali dengan jumlah leukosit > 100.000/l.3,4
Hiperleukositosis dapat menyebabkan viskositas darah meningkat, terjadi
agregasi serta thrombus sel blas pada mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel
blas yang lebih besar dibanding sel leukosit matur, serta tidak mudah berubah
bentuk menyebabkan sel blas akan mudah terperangkap dan menimbulkan oklusi
pada mikrosirkulasi. Keadaan ini disebut leukostasis.1,3
Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah susunan saraf
pusat dan paru. Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi
hipoksia, metabolisme anaerob, asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan
kerusakan dinding pembuluh darah dan perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada
susunan saraf pusat maka akan terdapat gejala klinis berupa pusing, penglihatan
kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan intra kranial.4,6
Komplikasi ginjal yang terjadi pada pasien ALL sering dihubungkan dengan
beberapa faktor, yaitu infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal dan juga karena

17

pengaruh dari pengobatan terhadap sel kanker itu sendiri. Komplikasi terhadap
ginjal tersebut tidak jarang terjadi dan kebanyakan terjadi pada fase induksi, serta
bisa bertahan sampai beberapa tahun atau bahkan mungkin bisa menjadi
permanen. Komplikasi yang sering terjadi ialah pembesaran ginjal yang
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal. Selain pembesaran
ginjal, GGA (gagal ginjal akut) juga merupakan salah satu komplikasi ginjal yang
berat akibat penyakit ALL, walaupun masih jarang terjadi.5,6
GGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur
ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika serikat, GGA
paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%), sedangkan perempuan ada sebesar
28,3%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar
82,5%, dan rata-rata terjadi pada penderita yang berumur 45 tahun5,6.
Gagal ginjal akut dapat bersifat oligurik dan non-oligurik. Oliguria adalah
pruduksi urin < 1 ml/kgBB/jam untuk neonates dan < 0,8 ml/kgBB/jam untuk
bayi dan anak. Gagal ginjal akut tanpa penyakit penyerta menunjukkan angka
kematian sekitar 10-20 %, sedangkan gagal ginjal akut yang disertai penyakit
penyerta seperti sepsis, syok, dan pembedahan jantung menunjukkan angka
kematian sampai > 50 %. Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari
empat rumah sakit yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki
ada sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%.4
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia
dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA paling
banyak pada penderita yang berumur 45 tahun. Menurut penelitian Katherine L.
OBrien, Haiti, ditemukan 109 orang penderita GGA yang berumur dibawah 18
tahun. Berdasarkan data penyakit ginjal anak di Indonesia yang dikumpulkan dari
7 pusat pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas Sumatera Utara,
Universitas

Indonesia,

Universitas

Padjajaran,

Universitas

Diponegoro,

Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Udayana


ditemukan sebanyak 107 orang anak yang menderita penyakit GGA.3,4
3.3 Etiologi dan klasifikasi12
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu
pre renal, renal dan post renal:

18

1. GGA prarenal
Terjadi akibat hipovolemia, hipotensi, dan hipoperfusi ginjal:
- Kehilangan darah: trauma, perdarahan
- Kehilangan plasma: luka bakar, peritonitis
- Kehilangan air dan elektrolit: gastroenteritis akut
- Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik
- Dekompensasi jantung: infark miokard
- Pada neonates akibat syok septic atau asfiksia berat
2.
GGA renal terjadi karena
Kerusakan epitel tubulus: nekrosis tubuler akut
- Tipe sistemik: karena GGA prarenal yang akut berlangsung lama
- Tipe nefrotoksik obat antara lain: aminoglikosida, zat kontras radiopak
Kerusakan glomerulus
- Glomerulonefritis akut
- Sindrom hemolitik uremik
- Penyakit vaskular: thrombosis, hipertensi
- Pada neonatus dapat terjadi karena anomaly ginjal yaitu polikistik infantile,
3.
-

ginjal multikistik, displastik bilateral


GGA pasca renal
Kelainan kongenital
Batu
Bekuan darah
Tumor
Kristal (asam jengkol, asam urat)

Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialisys Quality Initiations Group


Risk
Injury
Failure
Loss
ESRD

Kriteria Laju Filtrasi Glomerulus


Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali
Peningkatan serum kreatinin 2 kali
Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 mol/l
Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

3.4 Patogenesis6,7,8,9
1. GGA prarenal

Kriteria Jumlah Urin


< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam
atau anuria selama 12 jam

19

Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau
efektif menurun,curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks
ginjal menurun dan laju filtrasiglomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi
reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terusberlangsung. Oleh karena itu,
pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urinyang tinggi
>300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta
fraksiekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%).Sebaliknya bila telah terjadi
nekrosis tubulus (GGArenal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi.
Ditemukan kadar osmolalitas urin yangrendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar
natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa urin jugatinggi (>1%). Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien GGA prarenalyang terjadi
sudah menjadi GGA renal.GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak
cepatditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal.Pembedaan ini
penting karena GGAprarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan
adekuat dengan atau tanpa diuretika,sedangkan pada GGA renal tidak.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan
rennin dari apparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi
aldosteron, di mana terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus.
Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi
pelepasan

hormon

antidiuretik (ADH), terjadilah

peningkatan absorbs air

dimedulla. Hasil akhirnya adalah penurunan volume urin, penurunan kadar


natrium urin, yang semuanya adalah karakteristik dari GGA prarenal. Penyebab
tersering GGA prarenal pada anakadalah dehidrasi berat karena muntah dan diare,
perdarahan, luka bakar, syok septik, sindromnefrotik, pembedahan jantung, dan
gagal jantung.
2. GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan
anomaly kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan
energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh
obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut
adalah penyebab tersering dari GGA renal.

20

3. GGA pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi
pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi
ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu
ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal
adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya
adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA
prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya
obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya
reversible apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu.
Pada stadiumawal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan
volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium
urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini
berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan
penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan
urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium.
Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis
yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat
penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin sedikit
kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat
mungkin dapatmengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama
kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa
obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan
permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibatdari
hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi
obstruksi, pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai
beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk
membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik.
3.5 Manifestasi klinis

21

Gejala klinis yang berhubungan dengan GGA adalah: pucat (anemia),


oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, dan pernapasan kussmaul karena
terjadi asidosis metabolik. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi
GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan (overload) cairan berupa
sesak napas akibat gagal jantung kongestif dan edema paru, aritmia jantung akibat
hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atautanpa
melena akibat gastritis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
GGA dapat bersifat non-oligurik, yang sukar dideteksi pada saat awal kalau tidak
dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin darah pada pasien yang dicurigai
misalnya pada pasien yang mendapat obat nefrotoksik.6,7,8
3.6 Diagnosis banding
1. Hiperleukositosis e.c - ALL
- ANLL
2. - GGA prerenal
- GGA renal
- GGA post renal
3.7 Diagnosis10,12,13
Diagnosis dapat ditegakkan melalui:
Anamnesis
Pada neonatus, GGA dicurigai bila bayi tidak kencing dalam 24-48 jam post
partum. Riwayat muntaber 1-2 hari sebelumnya menunjukkan ke arah GGA
prarenal. Sakit tenggorokan1-2 minggu sebelumnya atau adanya koreng-koreng di
kulit disertai riwayat kencing merah menunjukkan ke arah GNA pasca
streptokokus. Jika ada riwayat sering panas, ruam kulit, dan arthritis, maka hal
tersebut menunjukkan ke arah SLE atau vaskulitis. Pemakaian obat sebelumnya
perlu diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebagai penyebab GGA.
Perlu juga ditanyakan apakah mengkonsumsi jengkol beberapa hari sebelumnya
yang disertai kencing darah dan nyeri untuk mencari kemungkinan GGA
pascarenal oleh karena keracunan jengkol. Selain itu, riwayat infeksi saluran
kemih dan keluarnya batu dapat menunjukkan kemungkinan GGA pascarenal.
Pemeriksaan Fisik

22

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma


bila GGA telah berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernapasan
cepat dan dalam (kussmaul) karena asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat
dapat ditemukan sesak napas hebat karena gagal jantung atau edema paru.
Hipertensi sering ditemukan akibat adanya overload cairan. Tanda-tanda dehidrasi
perlu dicari karena merupakan penyebab GGA prarenal. Bila ditemukan oliguria,
takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik maka kemungkinan terjadi GGA
prarenal. Perlu juga dicari tanda-tanda penyakit sistemik multi organ seperti SLE.
Pembesaran ginjal dapat ditemukan bila penyebabnya adalah ginjal polikistik atau
multikistik displastik atau hidronefrosis. Retensi urin dengan gejala vesika
urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah vesika
urinaria antara lain katup uretra posterior.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan hematologi, analisis gas
darah, urinalisis, indeks urin, fraksi ekskresi natrium (FENa), pemeriksaan
radiologis, dan biopsi ginjal.
Hematologi
Penurunan Hb dan kelainan hitung sel darah:
a. Hb dan hitung retikulosit menurun
Hal tersebut terjadi karena anemia akibat kehilangan darah atau hemolisis
b. Hitung leukosit dan hitung jenis eosinofil meningkat
Peningkatan leukosit menunjukkan tanda-tanda sepsis, sedangkan hitung
eosinofil tinggi menandakan nefritis interstisial akut.
c. Hitung trombosit menurun
Trombositopenia menunjukkan SHU, sepsis berat, dan DIC
Kimia darah
1. Peningkatan kadar kreatinin dan ureum
Pada GGA, terjadi peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per haridan peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dL per hari,
kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dL per hari.
2. Gangguan keseimbangan elektrolit

23

a. Hiperkalemia
Hiperkalemia dengan perubahan EKG dapat berakibat disritmia. Oleh
karena itu, harus digunakan monitor jantung.
b. Hiponatremia
Pada GGA oligurik, kehilangan Na tidak banyak, kecuali ada kehilangan
berartimelalui GIT. Pada GGA non-oligurik, penting untuk mengukur kadar Na
urin untuk memastikan pemberian terapi pengganti Na yang akurat. Hiponatremia
paling sering ditemukan pada GGA, dan kebanyakan sekunder akibat kelebihan
cairan dibandingkan kehilangan natrium. Hiponatremia bermakna (< 120 mmol/l)
dan hipernatremia bermakna (> 160 mmol/l) dapat menyebabkan gangguan
neurologik seperti kejang, ensefalopati, danperdarahan intraserebral.
c. Hipokalsemia
Anak dengan GGA dapat terjadi hipokalsemia walaupun umumnya
asimtomatik. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis atau
hiperkalemia dapat menurunkan kadar ion kalsium, sehingga menyebabkan gejala
tetani.
d. Hiperfosfatemia
Penimbunan asam fosfat menyebabkan hiperfosfatemia, sehingga kadar ion
kalsiumserum turun, lalu merangsang paratiroid untuk meningkatkan produksi
hormon supaya ekskresi fosfat meningkat lagi
Analisis Gas Darah
Gangguan keseimbangan asam basa
Pada GGA, terjadi peningkatan ion hidrogen dalam darah karena
ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresi ion hidrogen dan terjadi peningkatan
laju produksi hidrogen, sehingga menyebabkan asidosis metabolik.
Urinalisis
Pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya karena banyak membantu
diagnosis etiologi, jika perlu dengan kateterisasi. Pemeriksaan urin dilakukan
sebelum pemberian diuretika. Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan
non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240ml/m 2/hari. Pada neonatus dipakai

24

kriteria < 1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2
ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan
inisering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain
aminoglikosida.
Adanya hematuria menunjukkan GGA renal atau pascarenal. Urin yang
berwarna merah kecoklatan menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna
urin merah muda menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna urin merah
muda menunjukkanadanya hemoglobinuria akibat hemolisis atau mioglobinuria
akibat rhabdomiolisis. Bila pada pemeriksaan berat jenis ditemukan BJ urin
>1.020 kemungkinan penyebabnya GGA prarenal. Pada pasien GNA ditemukan
proteinuria dan hematuria mikroskopik yang banyak, tetapi pada GGA prarenal
dapat juga ditemukan proteinuria + atau ++ dan hematuria minimal + atau ++.
Pada nefritis interstisial ditemukan eosinofiluria. Pada GGA prarenal dapat
ditemukan juga silinder hialin atau granular halus. Silinder granular kasar atau
silinder eritrosit ditemukan pada glomerulonefritis dan silinder yang mengandung
sel tubulus didapatkan pada nekrosis tubular akut.
Indeks Urin
Pemeriksaan indeks urin dilakukan untuk membedakan GGA prarenal dan
GGA renal. Dasar pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus
ginjal. Pada GGA prarenal didapatkan: fungsi reabsorpsi tubulus masih baik,
sehingga didapatkan urin yang pekat, BJ urin tinggi (> 1.020) dan osmolaritas
tinggi (> 400 mOsm/kg). Pada GGA renal karena ada kerusakan tubulus maka:
urin tidak pekat lagi, BJ urin rendah (< 1.020), osmolalitas urin rendah (< 400
mOsm/kg). Pemeriksaan osmolalitas urin lebih baik daripada berat jenis urin
karena sedikit dipengaruhi oleh kadar protein, glukosa, zat kontras radiologik,
dan manitol yang banyak berpengaruh pada pemeriksaan berat jenis urin. Sejalan
dengan pemeriksaan BJ dan osmolalitasurin, karena daya reabsorpsi tubulus
terganggu maka penyerapan natrium urin juga terganggu, hingga kadarnya pada
GGA renal juga tinggi > 40 mEq/L sedangkan GGA prarenal rendah yaitu < 20
mEq/L.
FENa

25

Pemeriksaan Fraksi Ekskresi Natrium (FENa) yaitu fraksi filtrasi Na yang


diekskresidalam urin pada GGA prarenal rendah yaitu < 1% menunjukkan 99%
Na direabsorpsi di tubulus,sedangkan pada GGA renal tinggi yaitu > 2%
menunjukkan kemampuan reabsorpsi Na berkurang.FENa sebaiknya diperiksa
sebelum diberi diuretika. Rumus perhitungan FENa adalah:
FENa =Klirens Na

Klirens kreatinin

UNa/PNa = UNa X PKr


UKr/PKr

100

PNa X UKr

UNa = Natrium urin PNa = Natrium plasma


UKr = Kreatinin urin PKr = Kreatinin plasma
Selain itu, untuk membedakan GGA prarenal dan renal dapat dipakai
perbandingan rasioureum/kreatinin darah. Pemeriksaan ini juga didasarkan pada
fungsi reabsorpsi tubulus. Pada GGA prarenal ureum akan banyak direabsorpsi
tubulus masuk kembali ke dalam darah, sedangkan kreatinin memang tidak
sireabsorpsi tubulus hingga rasio ureum/kreatinin > 20:1 (Normal 20:1). Dari hasil
pemeriksaan didapatkan U/P ureum GGA prarenal: > 20 dan GGA renal < 3,
sedangkan U/P kreatinin GGA prarenal > 40, GGA renal < 20.
Pemeriksaan Radiologis
Tujuan pemeriksaan radiologi pada GGA:
1. Menentukan apakah kedua ginjal memang ada
2. Menentukan besarnya ginjal
3. Menyingkirkan adanya obstruksi pada saluran kemih
4. Melihat apakah aliran darah ginjal cukup adekuat
USG adalah pemeriksaan yang penting dan bila mungkin selalu dilakukan
pada GGA. Ketiga tujuan di atas bisa dilihat dengan USG. Pemeriksaan pielografi
intravena tidak dianjurkan karena zat kontras dapat memperburuk kerusakan
parenkim ginjal. Untuk mengevaluasi aliran darah dapat dilakukan scan
radionuklir Te99 DTPA di mana pemeriksaan ini dapat menentukan kedua fungsi
ginjal secara terpisah. Selain mengevaluasi keadaan ginjal, perlu

dilakukan

pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya pembesaran jantung dan edema
paru sebagai tanda kelebihan cairan.Selain itu, bila dicurigai adanya GGA pada

26

GGK, dapat dilakukan pemeriksaan foto tangan untuk melihat osteodistrofi ginjal
yang menyokong ke arah GGK.
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan hanya pada keadaan khusus saja yaitu apabila
dicurigai adanya glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial.
3.8 Tatalaksana

Hiperleukositosis
Bila dijumpai keadaan hiperleukositosis, maka harus segeradilakukan

tindakan yang meliputi hidrasi yang agresif, alkalinisasi urin dan pemberian
allopurinol.1,9,12 Hidrasi dilakukan dengan cairan parenteral glukosa 5% dalam
0,225% normal salin, sebanyak 2-3 kali kebutuhan cairan rumatan atau 2-3
liter/m2/hari untuk mendapatkan diuresis minimal 3 cc/kg/hari. Alkalinisasi urin
dilakukan dengan menambahkan sodium bikarbonat ke dalam cairan parenteral
sebanyak 40-60 meq/L untuk mempertahankan pH urin antara7,0-7,5.2 Dengan
kenaikkan pH urin tersebut menyebabkan asam urat terionisasi sehingga
mencegah pembentukan kristal asam urat. Namun bila terjadi alkalinisasi yang
berlebihan, dapat menyebabkan deposisi kompleks kalsium-fosfat yang kemudian
akanterjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Oleh karenaitu perlu dilakukan
pemantauan ketat pH urin.8,10 Pemberian allopurinol dengan dosis 200-300
mg/m2/hari atau 10 mg/kgBB/hari ditujukan untuk menurunkan konsentrasi asam
urat plasma. Obat ini diberikan sampai didapatkan pH urin mencapai sekitar
7,5.4,6,9 Allopurinol sebagai analog hipoxantin, bekerja dengan cara mengurangi
konsentrasi asam urat dengan menginhibisi xantin oksidase, sehingga konversi
dari hipoxantin dan xantin menjadi asam urat tidak terjadi.11 Urikolitik yang lain
adalah enzim uratoksidase, yang dapat mengubah asam urat menjadi alantoin.
Dikatakan bahwa alantoin ini adalah metabolit yang 5-10 kali lebih larut
dibanding asamurat.
Pui, dkk dan Goldman, dkk lebih menganjurkan penggunaan urat oksidase
rekombinan untuk mengobati hiperurisemia yang berat pada kasus leukemia akut
di Amerika dibanding bentuk non rekombinan yang dapat menyebabkan gejala
hipersensitivitas.13,14 Di lain pihak, Patte, dkk dalam penelitiannya mendapatkan

27

kejadian gangguan metabolik pada pasien leukemia menurun setelah pemberian


urat oksidase bentuk non-rekombinan dan kejadian anafilaksis yang ditemukan
sangat rendah.15 Jika dengan allopurinol keadaan hiperurikemia tidak dapat
dicegah, keadaan ini akan berkembang menjadi oliguria atau anuria. Bila dengan
hidrasi tambahan dan pemberian furosemid tidakmembantu, maka dipikirkan
untuk dilakukan hemodialisis.5,6
Terapi pada GGA19
1. Gagal ginjal pra renal
-

jenis

cairan yang diberikan tergantung etiologi hipovolemia.

Pada

gastroenteritis dehidrasi diberikan RL atau Dextrose 1/2 salin sesuai protocol.


Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah
-

Pada syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia


diberikan infuse albumin atau plasma

Pada dehidrasi yang tak jelas etiologinya sebaiknya diberi RL 20 ml/kgBB


dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi dieresis setelah 2-4 jam pemberian terapi
rehidrasi.

2. Gagal ginjal pasca renal


- Bila ditemukan GGA pasca renal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi
-

dengan pielografi arterad atau retrograt


Tindakan bedah tergantung situasi, dapat bertahap dengan melakukan
nefrostomi untuk mengeluarkan urin dan memperbaiki keadaan umum atau

segera melakukan pembedahan definitive dengan menghilangkan obstruksinya


3. Gagal ginjal renal
Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan hemostasis tubuh
sambil menunggu ginjal berfungsi kembali. Terapi GGA renal dibagi dua
yaitu:
1. Terapi konservatif
- Terapi cairan dan kalori
Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure (Trainin dan

Spitzer, 1978), sebagai berikut:


Berat badan 0-10 kg: 100 kal/kg/hr
11-20 kg: 1000 kal + 50 kal/kg/hari diatas 10 kgBB
20 kg: 1500 kal + 20 kal/kg/hari diatas 20 kg BB
Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut:
Anak < 5 tahun= 30 ml/kgBB/hari
Anak > 5 tahun= 20 ml/kgBB/hari
Asidosis

28

Bila hasil pemeriksaan gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik,


dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis
gas darah yaitu ekses basa x berat badan x 0,3 (meq), atau kalau hal ini
-

tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi buta 2-3 meq/kg


Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan
jiwa penderita. Bila kadar K serum 5,5-70 meq/L perlu diberi kayexalat
yaitu kation exchange resin (Resonium A) 1 mg/kgBB per oral atau
perektal 4 x sehari
Bila kadar K > 7,0 mg/L atau ada kelainan EKG atau aritmia jantung
perlu diberikan:
Glukonas kalsikus 10 % 0,5 ml/kgBB/IV dalam 5-10 menit
- Natrium bikarbonat 7,5 % 2,5 meq/L sering ditemukan karena
pemberian cairan yang berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi
dengan retriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral maka perlu
dikoreksi dengan cairan NaCL hipertonik 3 % (0,5 mmol) = (140-Na

darah) x 0,5 x 33
Tetani
Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas
kalsium10 % IV O,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit dilanjutkan

dengan dosis rumat kalsium oral 1-4 gram/hari


Kejang
Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/IV dan
dilanjutkan dengan dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenil

hidantoin 8 mg/kgBB
Anemia
Transfuse dilakukan bila kadar Hb < 6 g/dl atau Ht < 20 % sebaiknya

diberikan packet red cel untuk mengurangi penambahan volume darah.


Hipertensi
Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi
dengan captopril 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari dinaikkan
secara bertahap sampai 2 mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat

diberikan klonidin drip 0,002-0,006 mg/kgBB.


Edema paru
Merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian
dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan
furosemid IV 1 mg/kgBB. Bila tindakan tersebut tidak memberikan hasil

29

yang efektif dalam waktu 20 menit maka dialysis harus segera


dilakukan.
2. Tindakan Dialisis
Jenis dialisis pada anak biasanya dilakukan: peritoneal dialisis, anak yang
lebih besar dapat dilakukan hemodialisis.
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan gangguan metabolik
sering ditemukan pada sindrom lisis tumor berupa hiperurisemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia, tetapi dapat juga terjadi asidosis laktat dan
azotemia.17,18 GGA mengganggu ekskresi dari garam, kalium, dan air dan
mengganggu homeostasis dan mekanisme asidifikasi urinary. Fraksi ekskresi
garam (FENa) sebagai akibatnya GGA sering dikomplikasikan dengan overload
volume

intravaskular,

hiponatremia,

hiperkalemia,

hiperfosfatemia,

hipermagnesemia, danmetabolik asidosis. Pasien juga tidak mampu mengeluarkan


buangan nitrogen dan rentan mengalami sindroma uremia.
3.10 Prognosis
Pasien ALL dengan hiperleukositosis termasuk dalam golongan risiko tinggi
sehingga prognosis lebih burukdibandingkan dengan mereka yang mempunyai
jumlah leukosit <50 000/ul.1,6,16 Selain prognosis dipengaruhi oleh jumlah
leukosit,

ada

beberapa

factor

lain

yang

juga

berperan

seperti

usia,

fenotip,sitogenetik dan respons terhadap pemberian prednison. Morbiditas dan


mortalitas

lebih

tinggipada

pasien

dengan

leukosit

>50.000/ul

dan

sebagaipenyebab kematian yang terjadi pada fase induksi kemoterapi umumnya


oleh karena sepsis danperdarahan hebat.14,15,16
Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebabnya, umur
pasien dan luas kerusakan ginjal yang terjadi.Pada GGA yang disebabkan oleh
sepsis, syok kardiogenik, operasi jantung terbuka angka kematiannnya diatas 50
%. Tetapi pada GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik
uremik, nefrotoksik berkisar antara 10-20 %.19
3.11 Hubungan Hiperleukositosis dan Gagal Ginjal Akut

30

Penilaian fungsi ginjal didasarkan pada kemampuan ekskresi ginjal yang


dinyatakan menurut kriteria RIFLE yaitu stadium risk LFG menurun sampai 25%
dari normal, stadium injury LFG menurun sampai 50%, dan stadium failure LFG
menurun sampai 75%. Standard risk dan high risk merupakan gambaran dari
prognosis ALL.Standard risk ALL memberikan prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan high risk ALL. Adapun faktor-faktor yang dapat
membedakan keduanya, yaitu usia penderita, jumlah leukosit awal, ada atau
tidaknya penyakit pada sistem saraf pusat saat didiagnosis, dan respon terhadap
terapi yang diberikan. Faktor utama yang berperan dalam memperburuk penyakit
ALL adalah jumlah leukosit yang tinggi dalam darah, yaitu lebih dari
50.000/mm3. Kejadian morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan
leukosit > 50.000/ul yang terjadi pada fase induksi kemoterapi, dan umumnya
disebabkan karena sepsis dan perdarahan hebat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R.DKandoupada
tahun 2014hasil analisis perbandingan LFG pada high risk dan standard risk ALL,
melaluiperhitungan LFG menggunakan rumus Schwartz dengan mengambil nilai
kadar kreatinin, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
risiko ALL (high risk dan standard risk) dengan laju filtrasi glomerulus (LFG)
pada fase induksi dan fase konsolidasi. Hasil ini berarti bahwa tinggi atau
rendahnya laju filtrasi glomerulus pada fase induksi dan konsolidasi tidak
dipengaruhi oleh risiko ALL. Analisis hubungan risiko ALL dengan stadium GGA
juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara standard risk
dan high risk dengan stadium GGA. Ini berarti tingkatan dari stadium GGA tidak
bisa diprediksi atau ditentukan hanya dengan mengacu pada risiko ALL yang
dialami oleh pasien, baik risiko tinggi ALL (high risk) maupun risiko standar ALL
(standard risk).21

31

BAB IV
ANALISA KASUS
Pada anamnesis pasien berusia 13 tahun berjenis kelamin laki-laki datang
dengan keluhan utama demam. Demam dirasakan terus menerus dan naik turun.
Keluhan demam juga disertai batuk. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakanusia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua
usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA
paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun. Menurut penelitian
Katherine L. OBrien, Haiti, ditemukan 109 orang penderita GGA yang berumur
dibawah 18 tahun. Berdasarkan data penyakit ginjal anak di Indonesia yang
dikumpulkan dari 7 pusat pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas
Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas
Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas
Udayana ditemukan sebanyak 107 orang anak yang menderita penyakit
GGA.Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika serikat, GGA paling
banyak diderita oleh laki-laki (71,7%). Demam mungkin dipengaruhi oleh
kejadian leukosit yang meningkat dari range normal dimana pada teori disebutkan
bahwa peningkatan leukosit menunjukkan tanda-tanda sepsis.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan sesak napas. Hal ini sesuai teori
yang mengatakan pasien dengan GGA umumnya menunjukkan pernapasan cepat
dan dalam (kussmaul) karena asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat dapat
ditemukan sesak napas hebat karena gagal jantung atau edema paru.

32

Selain itu pada anamnesis pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Hal
ini sesuai dengan teori penyebab tersering GGA prarenal pada anak adalah
dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik,
sindromnefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti
berdarah. Keluhan ini disertai dengan mata yang juga terasa kabur, dan
penglihatan ganda, sehingga pasien diagnosis subkonjungtiva hemorrhage, dan
dari pemeriksaan laboratorium leukosit mengalami

peningkatan sampai

994,1x103/mm3. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan hiperleukositosis


dapat menyebabkan viskositas darah meningkat, terjadi agregasi serta thrombus
sel blas pada mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel blas yang lebih besar
dibanding sel leukosit matur, serta tidak mudah berubah bentuk menyebabkan sel
blas akan mudah terperangkap dan menimbulkan oklusi pada mikrosirkulasi.
Keadaan ini disebut leukostasis. Organ tubuh yang paling sering mengalami
leukostasis adalah susunan saraf pusat dan paru. Leukostasis akan menyebabkan
perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme anaerob, asidosis laktat,
akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan perdarahan.
Bila leukostasis terjadi pada susunan sarafpusat maka akan terdapat gejala klinis
berupa pusing, penglihatan kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan
perdarahan intra cranial.
Selain itu pada anamnesis pasien juga mengeluhkan nyeri pada seluruh
bagian perut tidak ada BAB, dan BAK juga dalam jumlah yang sedikit. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan biladi temukan oliguria, takikardia, mulut
kering, hipotensi ortostatik maka kemungkinan terjadi GGA prarenal. Perlu juga
dicari tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti SLE. Pembesaran ginjal
dapat ditemukan bila penyebabnya adalah ginjal polikistik atau multikistik
displastik atau hidronefrosis. Retensi urin dengan gejala vesika urinaria yang
teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah vesika urinaria antara
lain katup uretra posterior.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Niemeyer CM, Sallan SE. Acute Lymphoblastic Leukemia. Dalam: Nathan D,

Oski F, penyunting. Hematologyof infancy and childhood.Edisi ke-4.


Philadelphia:WB Saunders; 1993. h.1249-74
2. Taylor DS. 2002. Oncologic Emergencies. http://www.eMedicinejournal.html.
[diakses: 2 November 2015]
3.Inoue S. 2002. Leukocytosis.http://www.eMedicinejournal.html.[diakses: 30
Oktober 2015]
4.Sinniah D, Bunin NJ.1992. Hyperleukocytosis. Dalam:Dangio GJ, Sinniah D,
Meadow AT, Evans AE,Pritchard J, penyunting. Practical Pediatric
Oncology,ed.New York:Wiley-Liss. h.37-39
5. Canadian Cancer Society. 2014. Kidney Damage and Chemotherapy.
Available from://http://Kidney damage and chemotherapy-Canadian Cancer
Society.html. . [diakses: 30 Oktober 2015]
6.Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi.2011. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-

5.Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


7. Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi Saluran Kemih. In Alatas H, Tambunan
T,Trihono PP, Pardede SO.Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd. Ed. Jakarta:
FakultasKedokteran Universitas Indonesia: 142-163
8. Lambert H, Coulthard M, 2003. The Child with Urinary Tract Infection. In:
Webb NJ. A, Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rded. Great
Britain:Oxford Universsity Press: 197-22
9. Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:
InfeksiSaluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI

34

10. Wahab S, Behrman R, Kliegman R, Arvin A. 2012.editor. Nelson Ilmu


kesehatan anak. Ed 15. Jakarta:s penerbit Buku Kedokteran EGC
11. Srisawat N, Hoste EEA, Kellum JA. 2010. Modern Classification of Acute
Kidney Injury. Blood Purif: 300-7
12. Hanifah M, Leksana. 2006. Buku Saku Anak Pediatricia. Edisi ke-2
13. Latief A, Napitupulu P, et al.,1985. Ilmu Kesehatan Anak 2, Infomedika:
Jakartas
14. Niemeyer CM, Sallan SE. Acute lymphoblastic leukemia. Dalam: Nathan D,
Oski F, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke-4.
Philadelphia:WB Saunders;1993. h.1249-74.
15. Schrappe M, Ruter A, Ludwig W-D, Harbott J, Zimmermann M, Hiddemann
W, Niemeyer C et al. Improved Uotcome in Childhood Acute Lymphoblastic
Leukemia Despite Reduced use of Anthracycline and Cranial Radiotherapy:
results of trial ALL-BFM 90. Blood 2000; 95:3310-22.
16. Ishii E, Eguchi H, Matsuzaki A, Koga H, Yanai F, Kuroda H dkk. Outcome of
Acute Lymphoblastic Leukemia in Children with Al 90 Regimen. Impact of
response to treatment and sex difference on prognosis factor. Med Ped Oncol
2002; 37:10-19.
17. Sarnaik AP, Grupp SA, Konop R, Bergstrom SK, ChanH, Coppes MJ. Tumor
lysis syndrome. Medicine J. 2001:2 (9). Didapat dari: URL: http//www.tumor
lysis syndromefrom pediatric oncology.html.
18. Jones DP, Mahmoud H, Chesney RW. Tumor lysis syndrome:pathogenesis and
management. Pediatr Nephrol. 1995: 9:206-12.
19. Alatas H, Tambunan T, Trihono P.1996. Gagal Ginjal Akut. Buku Ajar
Nefrologi Anak. Jilid 2. FKUI.Jakarta.
20. Sastroasmoro S. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen IKA. RSCM.
Jakarta.
21. Adam KW, Umboh A, Gunawan S. 2014. Gambaran Fungsi Ginjal pada Anak
dengan Terapi Leukimia Limfoblastik Akut di Pusat Kanker Anak Estella
RSUP Prof. Dr RD Kandou.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Anda mungkin juga menyukai