BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hiperleukositosis merupakan salah satu kegawatan onkologi yang
memerlukan penanganan segera. Meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada
pasien
leukemia
seringkali
ditemukan
pada
keadaan
hiperleukositosis.
: M. F
: 13 tahun
: Laki-laki
: Aceh
: Islam
: Meunasah Dayah, Bireuen
: 1-06-77-85
: 17-10-2015
: 26-10-2015
: 27-10-2015 (Pasien meninggal pukul 21.30 WIB)
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam
Keluhan Tambahan: Batuk, sesak napas, mual, muntah, perdarahan pada kedua
mata,mata kiri kabur, nyeri perut, tidak BAB, BAK sedikit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan terus menerus dan naik turun. Demam turun bila pasien
meminum obat penurun panas. Demam tidak disertai dengan keringat dan tidak
menggigil.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk hanya sesekali dan tidak berdahak.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas yang dialami sejak hari ke 5 rawatan
di RS. Sesak napas dirasakan hanya sesekali. Sesak napas tidak berhubungan
dengan aktivitas. Selain itu pasien juga mengeluhkan mual dan muntah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit.Muntah berisi makanan yang dimakan oleh pasien.
Frekuensi muntah 3 kali dalam sehari, muntah lebih kurang sebanyak 50 cc/x
muntah.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti berdarah. Keluhan ini
disertai dengan mata yang juga terasa kabur, dan penglihatan ganda. keluhan ini
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu ketika kepala pasien terbentur lantai kolam
renang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan menjalar, tidsk hanya pada
satu bagian saja.Nyeri sangat terasa bila perut pasien ditekan. Nyeri tidak
berhubungan dengan masuknya makanan.
Pasien juga mengeluhkan tidak ada BAB sejak 2 hari terakhir. Dan BAK
juga dalam jumlah yang sedikit yaitu sebanyak 7 cc/24 jam yang ditampung
dalam selang kencing.
Pasien merupakan rujukan dari RSUD dr. Fauziah Bireuen dengan diagnosa
suspek ALL (Akut Limfoblastik Leukemia).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penggunaan Obat:
Selama dirawat di RSUD dr. Fauziah Bireuen pasien diberikan terapi:
- IVFD RL 20 gtt/menit (makro)
- Inj. Ampicillin 1 gram/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Novalgin 420 mg/12 jam
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, dan ayah pasien memiliki
riwayat hipertensi
Riwayat Sosio-ekonomi:
Merupakan
keluarga
menengah
kebawah
dimana
orangtua
pasien
0 - 6 bulan: ASI
6 - 12 bulan: ASI + MPASI
12 - sekarang: ASI + susu formula + makanan keluarga
: Sakit berat
Kesadaran
Tekanan darah
: 117/56 mmHg
Frekuensi nadi
:115 x/menit
Frekuensi napas
:28 x/menit
Suhu tubuh
:37,8 C
b. Antropometri
U
BB
TB
Status gizi
: 13 tahun
: 41 kg
: 156 cm
BB/U
: 41 kg/13 th = (P50-P25)
TB/U
Status Gizi
: 41 kg/45 kg = 91%
: Gizi baik
HA
: 13 tahun
: sawo matang
: tidak ada
: cepat kembali (< 2 detik)
: normocephal
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Gigi
Gusi
Lidah
Tonsil
3. Leher
Inspeksi
Palpasi
4. Thoraks
Inspeksi
Paru Depan
Inspeksi
Palpasi
Stem
fremitus
Kiri
Perkusi
Sonor
Sonor
Auskultasi
Paru Belakang
Inspeksi
Palpasi
Stem
fremitus
Kiri
Perkusi
Sonor
Sonor
Auskultasi
5. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
midklavikulasinistra.
Auskultasi
6. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
dijumpai.
:Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak
dijumpai.
Palpasi
Hepar
: tidak teraba.
Lien
: tidak teraba.
Ginjal
Perkusi
Pinggang
7. Genitalia
: tidak diperiksa.
8. Anus
: tidak diperiksa.
2.4 Resume
Pasien anak laki-laki umur 13 tahun dengan berat badan 41 kg dirujuk dari
RSUD Fauziah Bireun dengan diagnose suspek ALL. Pasien datang dengan
keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang dirasakan secara
terus menerus, naik turun dan saat dilakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien 37,8
C.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk hanya sesekali dan tidak berdahak.Pasien juga mengeluhkan sesak napas
yang dialami sejak hari ke 5 rawatan di RS.Sesak napas dirasakan hanya
sesekali.sesak tidaak berhubungan dengan aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
mual dan muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan
yang dimakan oleh pasien. Frekuensi muntah 3 kali dalam sehari, muntah lebih
kurang sebanyak 50 cc/x muntah.
Pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti berdarah. Keluhan ini
juga diserta dengan pandangan kabur dan penglihatan ganda.keluhan ini dirasakan
sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 minggu SMRS. Keluhan ini
awalnya mulai muncul sejak kepala pasien terbentur lantai kolam renang.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada seluruh bagian perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut terasa sakit bila saat ditekan. BAB
tidak ada sejak 2 hari terakhir. BAK jumlah nya sangat sedikit dengan total
volume BAK per 24 jam adalah 7 cc yang ditampung melalui selang kencing.
2.5 Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Eusinofil
Basofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Retikulosit
Natrium
Kalium
Klorida
Tgl
18/10/15
13,2 g/dl
40%
5,3 10/mm
245,9
10/mm
68 10/mm
0%
0%
0%
4%
90%
5%
Tgl
20/10/15
13,5 g/dl
40%
5,2 10/mm
321,5
10/mm
67 10/mm
0%
0%
0%
6%
92%
2%
0,8 %
Tgl
22/10/15
11,3 g/dl
34%
4,5 10/mm
462,2
10/mm
39 10/mm
0%
0%
0%
5%
91%
4%
Tgl
24/10/15
9,3 g/dl
28%
3,7 10/mm
607,9
10/mm
17 10/mm
0%
0%
0%
3%
87%
10%
Tgl
26/10/15
7,1 g/dl
26%
3,1 10/mm
944,1
10/mm
35 10/mm
0%
0%
0%
3%
90%
8%
141 mmol/L
4,4 mmol/L
98 mmol/L
131 mmol/L
4,7 mmol/L
92 mmol/L
130 mmol/L
6,5 mmol/L
92 mmol/L
Ureum
Kreatinin
CT/BT
HBSAG
MCV
MCH
MCHC
LED
Feritin
KGD
MDT Eritrosit
Leukosit
Trombosit
28 mg/dl
0,90 mg/dl
69 mg/dl
4,01 mg/dl
107 mg/dl
5,57 mg/dl
7'/2'
Negatif
76 fl
26 pg
34%
5 mm/jam
228,90 ng/mL
Normokrom anisositosis
leukosit menigkat, sel muda,limfoblas
menurun
59 g/dl
Kesimpulan
susp. Akut Leukimia (ALL)
USG Abdomen
10
26/10/201
5
Profesi/ Bagian
Dokter/PICU
Hasil Pemeriksaan
S/ Kencing sedikit,
nafsu makan berkurang
O/
Intruksi
Th/ - O2 2-3 L/i
ml/jam
Inj. Ceftriaxone 1
gr/12 jam/IV
Inj. Novalgin 500
mg/8 jam/IV
Inj. Furosemid 30
Kortex:
Kesadaran: GCS:
E3M6V5= 14
Postur: Normal
Batang Otak:
Napas spontan (+)
Pupil isokor (+/+)
4 cc
Inj. Ranitidine 45 mg
(3mm/3mm)
RCL (+/+)
Motorik
1 amp/12 jam
Bolus dex 10% 50 cc
Allopurinol 2x100
mg
Transfusi FFP 200
cc/12 jam
Diet MBRG
11
12
AKI+Oliguria+
Hiperleukositosis +
Anemia + Gagal ginjal
akut + Hipoglikemia
P/- USG abdomen
26/9/2015
Dokter/
Nefrologi
Hemodialisa
Cek Ur/Cr,
HBSAG
S/ Sesak (-)
O/ TD: 117/56 mmHg
HR: 115 x/i
Th/- HD akut
Db 80-100
UF 500
Waktu 2 jam
RR: 28 x/i
T: 35,8 C
Diuresis: 0,0
cc/kgBB/jam
GFR: 172,2
ml/min/1,73 m2
A/ AKI tahap failure
e.c Hidronefrosis
sinistra + Susp. Massa
vesika urinaria
13
27/10/201
5
Dokter/ PICU
S/ Kesadaran menurun,
kencing sedikit, BAB
IWL)
Inj. Cefoperazone 1
gr/12 jam/IV
Inj. Novalgin 500 mg/8
jam/IV
Inj. Furosemid 30 mg/8
jam + Dex 10 % 4 cc
Allopurinol 2 x 100 mg
Inj. Ranitidine 1
amp/12 jam/IV
Inj. Ondansetron 4
hemorrhage (ODS),
140 mg/dl
Hyaloph ED 4 x 1 tts
ODS
Kompres hangat 2 x 10
menit/hari
Diet susu formula 15-
Respirasi:
Spontan (+),RR:25 x/i,
Ves (+/+), rh (+/+), wh
(-/-). Kedalaman cukup
Kardiovaskular
TD: 117/58 x/I, HR:
116 x/i, MAP:84,
regular (+), akral
hangat (+), CRT < 3,
dieresis: 0,0
cc/kgBB/jam
Metabolik
Abdomen: distensi (+),
caput medusa (-),
70 cc/2 jam
14
15
hidronefrosis sinistra
- Hiperleukositosis +
-
Cholesistitis
Trombositopeni
Massa di lien
Hiponatremi
Subkonjungtiva
bleeding (ODS)
P/ Konsul bedah anak
27/10/201
Dokter/
S/ Penurunan kesadara,
Nefrologi
Th/- HD akut
Db 80-100
UF 500
Waktu 2 jam
CT-scan abdomen
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi
melebihi 100.000/l.1,2 Tetapi demi kepentingan klinis maka hitung jenis leukosit
> 50.000/l sudah ditatalaksana sebagai hiperleukositosis. Peningkatan berlebihan
sel leukosit ini terjadi akibat gangguan pengaturan pelepasan sel leukosit dari
sumsum tulang sehingga leukosit yang beredar dalam sirkulasi berlebihan.2
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal mendadak yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis
tubuh, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dl perhari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dl perhari.4,20
3.2. Epidemiologi
Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15 % pasien akut limfositik
leukemia (ALL), 13-22 % pasien leukemia non-limfositik akut dan pada hampir
semua pasien mielogenus kronis. Di bagian IKA FKUI/RSCM Jakarta dalam
kurun waktu Mei 1994 sampai Desember 2000 terdapat 57 (22%) pasien dengan
hiperleukositosis dari 262 pasien ALL. Sebagian besar pasien berusia antara 2-9
tahun dan 61 % datang pertama kali dengan jumlah leukosit > 100.000/l.3,4
Hiperleukositosis dapat menyebabkan viskositas darah meningkat, terjadi
agregasi serta thrombus sel blas pada mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel
blas yang lebih besar dibanding sel leukosit matur, serta tidak mudah berubah
bentuk menyebabkan sel blas akan mudah terperangkap dan menimbulkan oklusi
pada mikrosirkulasi. Keadaan ini disebut leukostasis.1,3
Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah susunan saraf
pusat dan paru. Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi
hipoksia, metabolisme anaerob, asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan
kerusakan dinding pembuluh darah dan perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada
susunan saraf pusat maka akan terdapat gejala klinis berupa pusing, penglihatan
kabur, tinitus, ataksia, delirium, perdarahan retina dan perdarahan intra kranial.4,6
Komplikasi ginjal yang terjadi pada pasien ALL sering dihubungkan dengan
beberapa faktor, yaitu infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal dan juga karena
17
pengaruh dari pengobatan terhadap sel kanker itu sendiri. Komplikasi terhadap
ginjal tersebut tidak jarang terjadi dan kebanyakan terjadi pada fase induksi, serta
bisa bertahan sampai beberapa tahun atau bahkan mungkin bisa menjadi
permanen. Komplikasi yang sering terjadi ialah pembesaran ginjal yang
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia ke dalam sel ginjal. Selain pembesaran
ginjal, GGA (gagal ginjal akut) juga merupakan salah satu komplikasi ginjal yang
berat akibat penyakit ALL, walaupun masih jarang terjadi.5,6
GGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, umur
ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika serikat, GGA
paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%), sedangkan perempuan ada sebesar
28,3%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar
82,5%, dan rata-rata terjadi pada penderita yang berumur 45 tahun5,6.
Gagal ginjal akut dapat bersifat oligurik dan non-oligurik. Oliguria adalah
pruduksi urin < 1 ml/kgBB/jam untuk neonates dan < 0,8 ml/kgBB/jam untuk
bayi dan anak. Gagal ginjal akut tanpa penyakit penyerta menunjukkan angka
kematian sekitar 10-20 %, sedangkan gagal ginjal akut yang disertai penyakit
penyerta seperti sepsis, syok, dan pembedahan jantung menunjukkan angka
kematian sampai > 50 %. Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari
empat rumah sakit yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki
ada sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%.4
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia
dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA paling
banyak pada penderita yang berumur 45 tahun. Menurut penelitian Katherine L.
OBrien, Haiti, ditemukan 109 orang penderita GGA yang berumur dibawah 18
tahun. Berdasarkan data penyakit ginjal anak di Indonesia yang dikumpulkan dari
7 pusat pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas Sumatera Utara,
Universitas
Indonesia,
Universitas
Padjajaran,
Universitas
Diponegoro,
18
1. GGA prarenal
Terjadi akibat hipovolemia, hipotensi, dan hipoperfusi ginjal:
- Kehilangan darah: trauma, perdarahan
- Kehilangan plasma: luka bakar, peritonitis
- Kehilangan air dan elektrolit: gastroenteritis akut
- Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik
- Dekompensasi jantung: infark miokard
- Pada neonates akibat syok septic atau asfiksia berat
2.
GGA renal terjadi karena
Kerusakan epitel tubulus: nekrosis tubuler akut
- Tipe sistemik: karena GGA prarenal yang akut berlangsung lama
- Tipe nefrotoksik obat antara lain: aminoglikosida, zat kontras radiopak
Kerusakan glomerulus
- Glomerulonefritis akut
- Sindrom hemolitik uremik
- Penyakit vaskular: thrombosis, hipertensi
- Pada neonatus dapat terjadi karena anomaly ginjal yaitu polikistik infantile,
3.
-
3.4 Patogenesis6,7,8,9
1. GGA prarenal
19
Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau
efektif menurun,curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks
ginjal menurun dan laju filtrasiglomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi
reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terusberlangsung. Oleh karena itu,
pada GGA prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urinyang tinggi
>300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta
fraksiekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%).Sebaliknya bila telah terjadi
nekrosis tubulus (GGArenal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi.
Ditemukan kadar osmolalitas urin yangrendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar
natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa urin jugatinggi (>1%). Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien GGA prarenalyang terjadi
sudah menjadi GGA renal.GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak
cepatditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal.Pembedaan ini
penting karena GGAprarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan
adekuat dengan atau tanpa diuretika,sedangkan pada GGA renal tidak.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan
rennin dari apparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi
aldosteron, di mana terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus.
Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi
pelepasan
hormon
20
3. GGA pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah obstruksi
pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA pascarenal terjadi
ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu
ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan GGA pascarenal
adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya
adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol). Mirip dengan GGA
prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya
obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA pascarenal biasanya
reversible apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu.
Pada stadiumawal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan
volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium
urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini
berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan
penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan
urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium.
Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis
yang berlebihan, di sini berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat
penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin sedikit
kemungkinan LFG untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat
mungkin dapatmengalami perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama
kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa
obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan
permanen pada nefron, dan pulihnya LFG kembali normal adalah akibatdari
hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi
obstruksi, pengeluaran urin dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai
beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk
membedakan GGA pascarenal dari GGA prarenal dan GGA renal/intrinsik.
3.5 Manifestasi klinis
21
22
23
a. Hiperkalemia
Hiperkalemia dengan perubahan EKG dapat berakibat disritmia. Oleh
karena itu, harus digunakan monitor jantung.
b. Hiponatremia
Pada GGA oligurik, kehilangan Na tidak banyak, kecuali ada kehilangan
berartimelalui GIT. Pada GGA non-oligurik, penting untuk mengukur kadar Na
urin untuk memastikan pemberian terapi pengganti Na yang akurat. Hiponatremia
paling sering ditemukan pada GGA, dan kebanyakan sekunder akibat kelebihan
cairan dibandingkan kehilangan natrium. Hiponatremia bermakna (< 120 mmol/l)
dan hipernatremia bermakna (> 160 mmol/l) dapat menyebabkan gangguan
neurologik seperti kejang, ensefalopati, danperdarahan intraserebral.
c. Hipokalsemia
Anak dengan GGA dapat terjadi hipokalsemia walaupun umumnya
asimtomatik. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis atau
hiperkalemia dapat menurunkan kadar ion kalsium, sehingga menyebabkan gejala
tetani.
d. Hiperfosfatemia
Penimbunan asam fosfat menyebabkan hiperfosfatemia, sehingga kadar ion
kalsiumserum turun, lalu merangsang paratiroid untuk meningkatkan produksi
hormon supaya ekskresi fosfat meningkat lagi
Analisis Gas Darah
Gangguan keseimbangan asam basa
Pada GGA, terjadi peningkatan ion hidrogen dalam darah karena
ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresi ion hidrogen dan terjadi peningkatan
laju produksi hidrogen, sehingga menyebabkan asidosis metabolik.
Urinalisis
Pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya karena banyak membantu
diagnosis etiologi, jika perlu dengan kateterisasi. Pemeriksaan urin dilakukan
sebelum pemberian diuretika. Manifestasi klinik GGA dapat bersifat: oligurik dan
non oligurik. Definisi oliguria adalah < 240ml/m 2/hari. Pada neonatus dipakai
24
kriteria < 1,0 ml/kgBB/jam. Pada GGA non oligurik ditemukan diuresis 1-2
ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Keadaan
inisering dijumpai pada GGA akibat pemakaian obat nefrotoksik, antara lain
aminoglikosida.
Adanya hematuria menunjukkan GGA renal atau pascarenal. Urin yang
berwarna merah kecoklatan menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna
urin merah muda menunjukkan adanya glomerulonefritis akut. Warna urin merah
muda menunjukkanadanya hemoglobinuria akibat hemolisis atau mioglobinuria
akibat rhabdomiolisis. Bila pada pemeriksaan berat jenis ditemukan BJ urin
>1.020 kemungkinan penyebabnya GGA prarenal. Pada pasien GNA ditemukan
proteinuria dan hematuria mikroskopik yang banyak, tetapi pada GGA prarenal
dapat juga ditemukan proteinuria + atau ++ dan hematuria minimal + atau ++.
Pada nefritis interstisial ditemukan eosinofiluria. Pada GGA prarenal dapat
ditemukan juga silinder hialin atau granular halus. Silinder granular kasar atau
silinder eritrosit ditemukan pada glomerulonefritis dan silinder yang mengandung
sel tubulus didapatkan pada nekrosis tubular akut.
Indeks Urin
Pemeriksaan indeks urin dilakukan untuk membedakan GGA prarenal dan
GGA renal. Dasar pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus
ginjal. Pada GGA prarenal didapatkan: fungsi reabsorpsi tubulus masih baik,
sehingga didapatkan urin yang pekat, BJ urin tinggi (> 1.020) dan osmolaritas
tinggi (> 400 mOsm/kg). Pada GGA renal karena ada kerusakan tubulus maka:
urin tidak pekat lagi, BJ urin rendah (< 1.020), osmolalitas urin rendah (< 400
mOsm/kg). Pemeriksaan osmolalitas urin lebih baik daripada berat jenis urin
karena sedikit dipengaruhi oleh kadar protein, glukosa, zat kontras radiologik,
dan manitol yang banyak berpengaruh pada pemeriksaan berat jenis urin. Sejalan
dengan pemeriksaan BJ dan osmolalitasurin, karena daya reabsorpsi tubulus
terganggu maka penyerapan natrium urin juga terganggu, hingga kadarnya pada
GGA renal juga tinggi > 40 mEq/L sedangkan GGA prarenal rendah yaitu < 20
mEq/L.
FENa
25
Klirens kreatinin
100
PNa X UKr
dilakukan
pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya pembesaran jantung dan edema
paru sebagai tanda kelebihan cairan.Selain itu, bila dicurigai adanya GGA pada
26
GGK, dapat dilakukan pemeriksaan foto tangan untuk melihat osteodistrofi ginjal
yang menyokong ke arah GGK.
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan hanya pada keadaan khusus saja yaitu apabila
dicurigai adanya glomerulonefritis progresif cepat atau nefritis interstisial.
3.8 Tatalaksana
Hiperleukositosis
Bila dijumpai keadaan hiperleukositosis, maka harus segeradilakukan
tindakan yang meliputi hidrasi yang agresif, alkalinisasi urin dan pemberian
allopurinol.1,9,12 Hidrasi dilakukan dengan cairan parenteral glukosa 5% dalam
0,225% normal salin, sebanyak 2-3 kali kebutuhan cairan rumatan atau 2-3
liter/m2/hari untuk mendapatkan diuresis minimal 3 cc/kg/hari. Alkalinisasi urin
dilakukan dengan menambahkan sodium bikarbonat ke dalam cairan parenteral
sebanyak 40-60 meq/L untuk mempertahankan pH urin antara7,0-7,5.2 Dengan
kenaikkan pH urin tersebut menyebabkan asam urat terionisasi sehingga
mencegah pembentukan kristal asam urat. Namun bila terjadi alkalinisasi yang
berlebihan, dapat menyebabkan deposisi kompleks kalsium-fosfat yang kemudian
akanterjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Oleh karenaitu perlu dilakukan
pemantauan ketat pH urin.8,10 Pemberian allopurinol dengan dosis 200-300
mg/m2/hari atau 10 mg/kgBB/hari ditujukan untuk menurunkan konsentrasi asam
urat plasma. Obat ini diberikan sampai didapatkan pH urin mencapai sekitar
7,5.4,6,9 Allopurinol sebagai analog hipoxantin, bekerja dengan cara mengurangi
konsentrasi asam urat dengan menginhibisi xantin oksidase, sehingga konversi
dari hipoxantin dan xantin menjadi asam urat tidak terjadi.11 Urikolitik yang lain
adalah enzim uratoksidase, yang dapat mengubah asam urat menjadi alantoin.
Dikatakan bahwa alantoin ini adalah metabolit yang 5-10 kali lebih larut
dibanding asamurat.
Pui, dkk dan Goldman, dkk lebih menganjurkan penggunaan urat oksidase
rekombinan untuk mengobati hiperurisemia yang berat pada kasus leukemia akut
di Amerika dibanding bentuk non rekombinan yang dapat menyebabkan gejala
hipersensitivitas.13,14 Di lain pihak, Patte, dkk dalam penelitiannya mendapatkan
27
jenis
Pada
28
darah) x 0,5 x 33
Tetani
Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas
kalsium10 % IV O,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit dilanjutkan
hidantoin 8 mg/kgBB
Anemia
Transfuse dilakukan bila kadar Hb < 6 g/dl atau Ht < 20 % sebaiknya
29
intravaskular,
hiponatremia,
hiperkalemia,
hiperfosfatemia,
ada
beberapa
factor
lain
yang
juga
berperan
seperti
usia,
lebih
tinggipada
pasien
dengan
leukosit
>50.000/ul
dan
30
31
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada anamnesis pasien berusia 13 tahun berjenis kelamin laki-laki datang
dengan keluhan utama demam. Demam dirasakan terus menerus dan naik turun.
Keluhan demam juga disertai batuk. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakanusia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua
usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA
paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun. Menurut penelitian
Katherine L. OBrien, Haiti, ditemukan 109 orang penderita GGA yang berumur
dibawah 18 tahun. Berdasarkan data penyakit ginjal anak di Indonesia yang
dikumpulkan dari 7 pusat pendidikan Dokter Spesialis Anak yaitu Universitas
Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas
Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada dan Universitas
Udayana ditemukan sebanyak 107 orang anak yang menderita penyakit
GGA.Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston, Amerika serikat, GGA paling
banyak diderita oleh laki-laki (71,7%). Demam mungkin dipengaruhi oleh
kejadian leukosit yang meningkat dari range normal dimana pada teori disebutkan
bahwa peningkatan leukosit menunjukkan tanda-tanda sepsis.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan sesak napas. Hal ini sesuai teori
yang mengatakan pasien dengan GGA umumnya menunjukkan pernapasan cepat
dan dalam (kussmaul) karena asidosis metabolik. Pada pasien GGA berat dapat
ditemukan sesak napas hebat karena gagal jantung atau edema paru.
32
Selain itu pada anamnesis pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Hal
ini sesuai dengan teori penyebab tersering GGA prarenal pada anak adalah
dehidrasi berat karena muntah dan diare, perdarahan, luka bakar, syok septik,
sindromnefrotik, pembedahan jantung, dan gagal jantung.
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan kedua mata merah seperti
berdarah. Keluhan ini disertai dengan mata yang juga terasa kabur, dan
penglihatan ganda, sehingga pasien diagnosis subkonjungtiva hemorrhage, dan
dari pemeriksaan laboratorium leukosit mengalami
peningkatan sampai
33
DAFTAR PUSTAKA
34