Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses Cerebri (abses otak) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada
jaringan otak.Biasanya tumpukan abses/nanah ini mempunyaiselubung yang disebut
sebagai kapsul,dapat tunggal maupun terletak di beberapa tempat di dalam otak.Pada
beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.Mikroorganisme yang dapat
menyebabkan abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.Mikroorganisme
tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi di sekitar
otak, luka tembus pada trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat terjadi pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasidekat dengan permukaan otak pada lobus tertentu.
Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan
Streptococcus.Kebanyakan

bakteri

ini

tidak

membutuhkan

oksigen

dalam

hidupnya(anaerobik). Bakteri Streptococcusini seringkali berkombinasi dengan


bakterianaerobik lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacteriumdan Proteus. Beberapa
jenis jamur yang berperan terhadap pembentukan abses otak antara lainCandida,
Mucor, dan Aspergillus.
Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksia
dan malaise, peninggian tekanan intracranial, serta gejala nerologik fokal sesuai
lokalisasi abses.Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan,
bila tanpa pengobatan, prognosis abses otak dapat menjadi buruk.
Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika saatini cukup
pesat,insiden abses otak tidak terlihat menurun dan masih banyak dijumpaidalam
masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih merupakan tantangan,

walaupun dengan kemajuan dalamhal diagnostik radiologis dengan memakai CT


Scan kepala dantersedianya berbagai antibiotik yang bekerja luas. Angka kematian
masih tetaptinggi, hingga 40% atau lebih.Maka pengenalan dini dari suatu abses otak
sangat memegang peranan pentingdalam pengelolaannya. Abses otak dapat
didiagnosis banding dengan Tuberculoma, Astrositoma dan Metastase.
Tuberculoma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari
penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama
dari paru. Tuberkuloma sering multiple dan paling banyak berlokasi pada fosa
posterior pada anak dan orang dewasa, tetapi dapat juga pada hemisfer serebri.
Astrositoma merupakan neoplasma heterogen yang mempunyai batasan yang
jelas, berwarna abu-abu putih,tumbuh infiltrat yang meluas secara lambat dan
merusak jaringan otak dibawahnya.Astrositoma fibriler (difus) mempunyai
pertumbuhan yang infiltratif.Meskipun paling sering ditemukan pada orang
dewasa.Tumor tipe ini paling sering ditemukan pada hemisferium serebri meskipun
dapat ditemukan dimana saja pada SSP. Astrositoma pilositik lebih sering terjadi pada
anak meskipun dapat timbul pada semua usia. Tempat yang paling sering terkena
adalah serebelum, ventrikel ketiga, dan saraf optikus, tetapi seperti pada kasus
astrositoma fibrilar (difus), semua bagian SSP juga dapat terkena.
Metastasis otak adalah penyebaran kanker dari tempat asalnya ke otak.
Metastasis dapat terjadi secara limfogen, hematogen, dan perkontuitatum. Gejala
metastasis otak adalah sakit kepala, kejang dan vertigo, nyeri tulang, pembengkakan
hati dan kuning,batuk darah dan sesak napas.Pada awal metastasis umumnya tidak
dirasakan nyeri.Kanker paru menjadi penyebab tersering metastasis otak.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dibuat laporan kasus mengenai pasien
dengan abses cerebri.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas pasien
Nama

: Di Usman

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Banda Aceh

No CM

: 1-07-14-08

Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2015


2.2 Anamnesa
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien rujukan RS Meuraxa dengan diagnosa edema cerebri
parietal kiri dd/ suspet massa intakranial. Menurut istri dan keluarga pasien, pasien
sudah mengeluhkan demam yang tidak terlalu tinggi, hilang timbul sejak 1 bulan
SMRS. Pasien juga mengatakan nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan seperti rasa
tertekan atau perasaan berat pada seluruh kepala. Sejak 2 minggu SMRS demam
semakin tinggi, pasien juga terlihat sangat lemas. Lalu pasien dibawa pergi berobat ke
RS Swasta dan dicurigai sakit tipus. Pasien lalu dirawat di RS tersebut, namun belum
juga ada perbaikan. Sejak 1 minggu SMRS nyeri kepala yang semakin memberat,
sampai mengganggu aktivitas. Pasien juga mengeluhkan mual-mual, mual tanpa
disertai dengan muntah. Pasien lalu dibawa ke RS Meuraxa dan dilakukan CT-Scan
Kepala dan dicurigai adanya umor otak. Riwayat pandangan ganda, buram, kejang,
mulut mencong, kelemahan anggota gerak, baal atau kebas-kebas tidak ada. Lalu

pasien dirujuk ke RSUDZA untuk penanganan yang lebih lanjut. Saat ini pasien
masih mengeluhkan nyeri kepala yang semakin memberat, dan saat nyeri kepala
memberat juga disertai dengan penglihatan kabur bahkan sulit untuk melihat.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal. Riwayat infeksi/ gigi
berlubang (+). Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal, trauma kepala disangkal,
batuk lama atau minum obat > 6 bulan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan sakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Pemakaian Obat:
Pasien mengonsumsi obat sakit kepala yang dibeli warung
Riwayat Sosial:
Pasien adalah seorang laki-laki, kebiasaan merokok (+) 1 bungkus/hari >20
tahun, tidak ada riwayat minum-minuman beralkohol maupun memakai tatto.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Present
Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 82x/ menit

Pernapasan

: 18x/ menit

Suhu

: 37,0 C

2.3.2 Status General


Kulit
Warna

: Sawo matang

Turgor

: Kembali cepat

Ikterik

: Tidak ada

Pucat

: Tidak ada

Kepala
Rambut
Mata

: Hitam
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupilisokor, reflek cahaya (+/+)

Telinga

: Serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), NCH (-/-)

Mulut
Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-)

Lidah

: Beslag (-)

Leher
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: TVJ R + 2 cmH2O, Pembesaran KGB (-)

Thorax
Inspeksi
Statis

: Simetris, bentuk normochest

Dinamis

: Simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan


retraksi interkostal tidak dijumpai

Paru Paru
Tabel 2.1 Pemeriksaan fisik paru
Depan
Palpasi

Kanan
Stem

Kiri

fremitus Stem

fremitus

normal, nyeri tekan normal, nyeri tekan


tidak ada,

tidak ada

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler (+) Ronki Vesikuler (+), Ronki


(+) wheezing (-)

Belakang
Palpasi

Perkusi

Kanan

(-) wheezing (-)

Kiri

Stem fremitus normal, Stem fremitus normal,


nyeri tekan tidak ada,

nyeri tekan tidak ada

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler(+),

Vesikuler(+) Ronki(+)

Ronki(+),wheezing (-)

wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas-batas jantung

Auskultasi

Atas

: ICS III line midclavicula

Kiri
Kanan

: ICS V linea midclavicula sinistra


: ICS V linea parasternalis dekstra

: BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-).

Abdomen
Inspeksi

: Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,


keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput medusa,
pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik usus, dinding
perut tegang, darm steifung, darm kontur, dan pulsasi pada
dinding perut tidak dijumpai

Auskultasi

: Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak


dijumpai

Palpasi

: Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai

Perkusi

: Timpani diseluruh regio abdomen

: Tidak teraba
: Tidak teraba
: Ballotement tidak di jumpai

Hepar
Lien
Ginjal

Perkusi

: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di


ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.

Pinggang

: Nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

Genitalia

: Tidak diperiksa

Anus

: Tidak diperiksa

Tulang Belakang

: Simetris, nyeri tekan tidak ada

Kelenjar Limfe

: Pembesaran KGB tidak dijumpai

Ekstremitas

Tabel 2.2 Pemeriksaan ekstremitas


Superior
Kanan
Kiri

Inferior
Kanan
Kiri

Pucat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Akral Dingin

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

kelemahan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

2.3.3 Status Neurologis


A. G C S

: E4 M6 V5

Pupil

: Isokor (3 mm/3 mm)

Reflek Cahaya Langsung

: (+/+)

Reflek Cahaya Tidak Langsung

: (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal:


-

Kaku kuduk

: (-)

Laseque: (-)

Kernig

: (-)

Babinski

: (-/-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinski II

: (-)

B. Nervus Cranialis
Nervus II (otonom) :
Kanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ukuran pupil
Bentuk pupil
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tidak langsung
Nistagmus
Strabismus

Kiri

3 mm

3 mm

bulat

bulat

7. Eksoftalmus
8. Penglihatan Ganda
9. Lapangan pandang
10. Ketajaman penglihatan

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

+, 1/60
Kanan

Kiri

+, 1/60

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Pergerakan bola mata :


1.
2.
3.
4.
5.

Lateral
Atas
Bawah
Medial
Diplopia

Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
1. Membuka mulut

Dalam batas normal

2. Menggigit dan mengunyah

Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)

Kanan

1.

Mengerutkan dahi

2.
3.

Menutup mata
Menggembungkan pipi

4. Memperlihatkan gigi
5. Sudut bibir
Nervus IX & X (fungsi motorik)
1.
2.

Bicara
Menelan

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal


Kanan

Dalam batas normal


Kiri

Dalam batas normal Dalam batas normal


Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)


1. Mengangkat bahu

2. Memutar kepala
Nervus XII (fungsi motorik)
1.
2.

Dalam batas normal

Artikulasi lingualis
Menjulurkan lidah

Dalam batas normal


Dalam batas normal

Kelompok Sensoris
1.
2.
3.
4.

Nervus I (fungsi penciuman)


Nervus V (fungsi sensasi wajah)
Nervus VII (fungsi pengecapan)
Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal


Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal

C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi
2. Bentuk columna vertebralis
3. Gerakan columna vertebralis

: Abdomino Thorakalis
: Simetris
: Kesan simetris

Sensibilitas
1. Rasa suhu : Dalam Batas Normal.
2. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal.
3. Rasa raba : Dalam Batas Normal.
D. Anggota Gerak Atas
Motorik
1.
2.
3.
4.

Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi

: (+/+)
: 5555/5555
: N/N
: N/N

Refleks
1. Biceps
2. Triceps

: (+/+)
: (+/+)

E. Anggota Gerak Bawah


Motorik
1. Pergerakan
2. Kekuatan
3. Trofi

: (-/-)
: 5555/5555
: N/N

Dalam batas normal

10

Refleks
1. Patella

: (+/+)

2. Achilles

: (+/+)

3.
4.
5.
6.

: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)

Babinski
Chaddok
Gordon
Oppenheim

Klonus
1.
2.
3.
4.

Paha
Kaki
Tanda Laseque
Tanda Kernig

Sensibilitas

: (-/-)
: (-/-)
: tidak diperiksa
: tidak diperiksa
kanan

kiri

Rasa suhu

dbn

dbn

Rasa nyeri

dbn

dbn

Rasa raba

dbn

dbn

F. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan


G. Fungsi Vegetatif
1. Miksi
: dalam batas normal
2. Defekasi
: konstipasi tidak ada
H. Koordinasi Keseimbangan
1. Cara Berjalan
: dbn
2. Romberg Test
: negatif

2.4

Pemeriksaan Penunjang

11

Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium (tanggal 17 November 2015)

Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
KGDs
Ureum

: 14,2 gr/dl
: 43 %
: 19,7 l
: 5200000/mm3
: 419000/mm3
: 144 mg/dl
: 21 mg/dl

Rontgent Thorax

Kreatinin
CT/BT
Difftel
Natrium
Kalium
Klorida

: 0,70 mg /dl
: 7/2 menit
: 0/10/85/7/7 %
: 130 mmol/L
: 4,5 mmol/L
: 93 mmol/L

12

Gambar 2.1 Foto thorax tanggal 2 Desember 2015

Expertise :

Konsolidasi pada hemithoraks kiri dan basal paru kanan.

Jantung tidak membesar, aorta kalsifikasi.

Sudut kostofrenikus, costae, diafragma, dalam batas normal.

Kesimpulan : Pnemonia segmental pada kedua paru

13

CT-Scan Kepala

14

Gambar 2.2 CT Scan Non Kontras 30 Oktober 2015

Ekpertise:

Tampak lesi hypodens di lobe temporalis kiri, tampak lesi hyperdens


berdensitas darah di ventrikel lateralis kanan kiri. Sistem ventrikel
tampak dilatasi. Sulci dan gyri tampak merapat. Tak tampak kalsifikasi
abnormal. Orbita normal. Tak tampak fraktur. Sinus maxillaris,
ethmoidalis, sphenoidalis dan frontalis normal.

Kesimpulan : Lesi hypodens di temporalis kiri, IVH, hydrocephalus


communicating.

15

Gambar 2.3 CT Scan Kontras 30 Oktober 2015

Ekpertise:

Tampak lesi hypodens di lobe temporalis kiri, yang denganpemberian


kontras tampak ring kontras enhancement, dan gyral enhancement.
Tampak lesi hyperdens berdensitas darah di ventrikel lateralis kanan
kiri.System ventrikel tampak dilatasi. Sulci dan gyri tampak merapat.
Tak tampak deviasi struktur mid line.Tak tampak kalsifikasi abnormal.
Orbita normal. Tak tampak fraktur.Sinus maxillaris, ethmoidalis,
sphenoidalis dan frontalis normal.

Kesimpulan :Kesan abses cerebri, meningoensefalitis, IVH,


hydrocephalus communicating

16

ambar 2.4 MRI non kontras TIWI

17

Gambar 2.5 MRI non kontras T2WI

Ekspertise MRI kepala irisan axial, coronal, sagittal T1 ,T2, weighted


image tanpa kontras:

Tampak lesi hypointens pada T1W1 dan menjadi hyperintens pada


T2W1 di lobe temporal kiri.Tampak pula lesi hyperintens pada ventrikel
lateralis kanan kiri. Ventrikel lateralis kanan kiri, III tampak
dilatasi.Sulci dan gyri normal.Corpus callosum normal.Cerebellum
normal.Tak tampak deviasi mid line structure. Tak tampak kalsifikasi
abnormal

Kesimpulan :

Suspect abses di lobe temporal kiri dengan IVH

Hydrocephalus noncommunicating

2.5 Diagnosa Banding

Secondary Headache ec dd/ 1. Abses Cerebri

2. Tumor otak

3. Metastase otak

18

2.6 Diagnosa

Diagnosa Klinis : Secondary headache

Diagnosa Topik : Parietal kiri

Diagnosa Etiologi

Diagnosa Patologi

: Abses Cerebri dd/ 1. Glioma

2. Astrositoma

3. Metastase

: Abses Cerebri dd/ 1. Glioma

2. Astrositoma

3. Metastase

2.7 Terapi

Head up 300
IVFD NaCl 0,9% 500cc/12jam
IV Ceftriakson 2gr/ 6 jam
IV Metronidazole 500mg/12

IV Mecobalamin 1 amp/12jam
Drip Paracetamol 1 gr/8jam
Laxadyn Syr 3x15cc

jam

2.8 Prognosis

Qou ad vitam

Quo ad functionam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

: dubia ad malam
: dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena

fungsi.Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan,


serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama
otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

19

Gambar 3.1 Anatomi otak

Pembagian otak:

1. Prosencephalon - Otak depan


2. Mesencephalon - Otak tengah
Diencephalon = thalamus, hypothalamus
Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
Metencephalon= pons, cerebellum
Myelencephalon= medulla oblongata
3.2 Definisi abses otak

Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di serebrum

maupun serebelum. Abses otak biasanya terjadi akibat infeksi fokal di bagian tubuh
lain dengan proses infeksi umumnya terdapat pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan
protozoa.

3.3 Etiologi Abses Otak

Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling

sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama
tetralogi of fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi
jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada

20

pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 1015% kasus.

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan

antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses
otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya
sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat (life threatening infection).

Yang SY, menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah

sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien
buruk, rate kematian akan tinggi. Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of
Texas MD.Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak
yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah
penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78
tahun dengan rate kematian 55%.2 Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA.
Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari
RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana
jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9,
berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7
meninggal).

3.4 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor

lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi

mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan
efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular
yang berfungsi sempurna.

21

2. Faktor kuman

Kuman tertentu cenderung neurotropik seperti yang membangkitkan

meningitis bakterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut
paut dengan faktor pertahanan host.Kuman yang memiliki virulensi yang rendah
dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada
system limfoid atau retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman.Yang dapat masuk

ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melalui air, atau udara.

3.5 Etiologi Abses Otak

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi

telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).


a.Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia), endocarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi of Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).
b. Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama
lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
c.Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.
d. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.
e.Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis,
erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala,
infeksi gigi, luka tembak di kepala, septikemia.
f. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus
otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis

g.

melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.

22

h.

Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior

lobus frontalis.
i. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.
j. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis
ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga
tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.
k. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan
seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.
l. Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis, Candida
albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

3.6 Patofisiologi

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari

fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada

jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udema, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk
suatu rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal kapsul
antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi
perubahan patologi Abses otak dalam 4 stadium yaitu :
1.

Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

23

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia
dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.Peradangan
perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat

nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati daerah
sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase
ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan

fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk


anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan
dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah
memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih.Bila abses cukup besar,
dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di
sekitar otak mulai meningkat.
4.

Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan

gambaran histologis sebagai berikut:


a.
b.
c.
d.
e.

Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

24

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan

meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan Abses otak
yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan
Abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya
terjadi secara hematogen.

Pada stadium awal gambaran klinik Abses otak tidak khas, terdapat

gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian


tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari
gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala

neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai


kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya
terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran

dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kuadran atas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat
terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. 7
Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan
koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang
sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

3.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu penting


juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan

25

infeksinya.Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor


resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah
diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi

status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.

Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas

sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota


gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer

yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan
laju endap darah.Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. Kecuali bila
terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan

intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi


dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG
terutama

penting

untuk mengetahui lokalisasi abses

dalam hemisfer.EEG

memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13


siklus/detik pada lokasi abses.Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik
abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang
relatif noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak menggunakan radioisotop
tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang
hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan
hiperderns.CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu
serebritis dengan abses.Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan,
selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

26

Gambar 3.2 Early cerebritis pada CT-Scan.


(Sumber:http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :

a. Early cerebritis (hari 1-3): Terdapat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai
diameter cerebrititis. Yang mengelilingi daerah nekrosis.
b. Late cerebritis (hari 4-9): Gambaran cincin sempurna 10 menit setelah pemberian
kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
yang menunjukkan adanya cerebritis.
c. Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat
gambaran ring enhancement. Hampir sama dengan fase late tapi daerah nekrosis
lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
d. Late capsule stage (hari >14): gambaran kapsul dari abses terlihat jelas sedangkan
daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras. Terdapat daerah sentral yang hipodens
(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur

diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis


abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding

27

dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan


granuloma.

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,

metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya
3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus,
kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan
sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess
biasanya berkembang di medial.

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi

(yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri
media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed

density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang
luas.

Pemeriksaan lain untuk abses otak, antara lain:

a. Glasgow Coma Scale: untuk menentukan derajat kesadaran penderita


b. Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax: untuk mencari sumber
infeksi.
c. Ultrasonografi: untuk mendapatkan gambaran lateralisasi
d. Angiografi: untuk menentukan lokalisasi abses (34%)
e. Electro Encephalo Graphy: menunjukkan adanya lateralisasi oleh abses
supratentorial.
f. CT-Scan: untuk menunjukkan lokasi abses dengan tepat dan fase-fase dari
abses tersebut.

3.8 Penatalaksanaan

Terapi definitif untuk abses melibatkan :

a. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat


mengancam jiwa

28

b.
c.
d.
e.
f.

Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses


Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
Pengobatan terhadap infeksi primer
Pencegahan kejang
Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat

dan pemilihan antibiotik didasarkan pada patogenesis dan organisme yang


memungkinkan terjadinya abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan
kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.Jika terdapat riwayat
cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari
napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga
metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes
sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin,
cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem
yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif.Sementara itu pada abses yang terjadi
akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole.
Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang
menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah
resisten terhadap penissilin.Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri
utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara
umum

dikombinasikan

immunocompromised

dengan

digunakan

terapi

aminoglikosida.Pada

antibiotik

yang

pasien

berspektrum

dengan

luas

dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Tabel 3.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Drug Dose

Cefotaxime

(Claforan)50-100

Frekuensi

dan

rute
2-3

per

kali

dan

29

mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone(Rocephin)50-100

mg/KgBBt/Hari
Metronidazole

dapat

(Flagyl)35-50

mg/KgBB/Hari
Nafcillin (Unipen, Nafcil)2 grams
Vancomycin15 mg/KgBB/Hari

hari,IV
2-3 kali

hari,IV
3 kali per hari,IV

setiap 4 jam,IV
setiap 12 jam,IV

per

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid

mempengaruhi

penetrasi

antibiotik

tertentu

dan

dapat

menghalangi

pembentukan kapsul abses.Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasuskasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 37 hari.

3.9 Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun

komplikasinya adalah:
a.
b.
c.
d.

Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid


Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
Edema otak
Herniasi oleh massa Abses otak

3.10 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara

signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan
antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang
berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi,
abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus,
abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

30

a.Cepatnya diagnosis ditegakkan


b.
Derajat perubahan patologis
c.Soliter atau multipel
d.
Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih

cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.Prognosis AO soliter lebih baik


daripada multipel.Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada
50% penderita.

3.11 Diagnosis Banding


1. Tumor Otak

Pada gambaran CT scan, tumor otak dapat memberikan gambaran

dengan densitas yang bervariasi, dapat ditemukan gambaran hipodens, hiperdens atau
campuran.Dengan pemberian media kontras, dapat terlihat enhancement pada tumor
otak yang dapat terjadi dengan dua mekanisme yaitu ekstravaskuler dan konsentrasi
intravaskuler dari media kontras.Terlihatnya kontras pada CT scan tumor dapat terjadi
karena adanya kebocoran media kontras melalui sawar darah otak yang
abnormal.Enhancement pada tumor otak dapat menyerupai cincin, yang mirip dengan
temuan pada abses otak.Perbedaan gambaran enhancement yang berbentuk cincin
pada tumor otak yaitu bentuk cincin dapat ireguler dan dengan ketebalan yang
bervariasi.Karakteristik gambaran tumor juga dapat dijumpai berbagai macam, seperti
adanya kalsifikasi, homogen atau tidak homogen terhadap media kontras, adanya
bagian nekrosis dan kistik.Batas tumor dapat berbatas tegas dan bisa juga tidak
jelas.Perbedaan temuan pada CT scan tersebut juga tergantung dengan jinak atau
ganasnya tumor.

Gambaran Glioblastoma

31

2. Metastase Otak

Metastase pada parenkim otak lebih sering terjadi persambungan

kortikomeduler yang merupakan perbatasan area perdarahan arteri serebri utama,


sesuai dengan mikroemboli tumor pada arteri.Lesi yang ditemukan bisa soliter atau
multipel, namun lesi multipel lebih sering dijumpai.Gambaran pada CT scan dapat
ditemukan dengan intensitas hipodens, isodens atau hiperdens.Jumlah lesi dan
intensitas gambaran juga sesuai dengan asal tumor primer.Lesi soliter biasanya
ditemukan dari metastase karsinoma sel ginjal dan tumor dari pelvis atau
abdomen.Lesi multipel dapat ditemukan dari metastase karsinoma paru dan
melanoma, sedangkan pada karsinoma payudara dapat ditemukan metastase yang
soliter atau multipel.Lesi hipodens dapat terlihat dari lesi dengan asal metastase dari

32

paru, payudara atau ginjal.Setelah pemberian media kontras, metastase dapat


memperlihatkan

difusi

nodular

atau

enhancement

yang

menyerupai

cincin.Enhancement seperti cincin biasanya tebal, berbeda dengan gambaran


enhancement pada abses dengan cincin yang tipis.

Gambaran carcinoma metastasis

3. Infark Serebri
a. Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement)

Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer

serebri.Infark serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edemasitotoksik. Pada CT


scanterdeteksi sebagai pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri.5,7
b. Hipodensitas nukleus lentiformis

33

Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat

dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami


kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal arteri serebri media
karena cabang lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi nukleus
lentiformis merupakan end vessel.
c. Tanda Sylvian dot

Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri

media (cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii.

34

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan

adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang
luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu
setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan
pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema.
Penatalaksanaan

secara

bedah

pada

abses

otak

dipertimbangkan

dengan

menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan


peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara

antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses
melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu
lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy.
Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada
lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,

seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage. Kebanyakan
studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang
mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko
kejang.

Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi

mengingat proses desak ruang yang cukup besar dan untuk mengurangi efek massa,
baik oleh edema maupun abses itu sendiri. Disamping itu pertimbangan ukuran abses
yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.Antibiotik mungkin
digunakan tersendiri seperti pada keadaan abses berkapsul, dan secara umum jika luas
lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial. Jika terjadi seperti ini harus ditatalaksanakan dengan kombinasi
antibiotik dan aspirasi abses.

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena

prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan


dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih
dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di
fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti
mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan
drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap
penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan

posisinya terhadap korteks.Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan


tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada
tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).Pada
penderita ini tidak diberikan fenitoin oral, mengingat penderita tidak mengalami
kejang.Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis
penderita selanjutnya.

Faktor predisposisi; invasi bakteri ke


otak langsung, penyebaran infeksi dari
daerah lain, penyebaran infeksi dari
organ lain

Infeksi/septikimia jaringan otak

hipertermia

Proses supurasi dari meningen

Pembentukan eksudat dan


transudat

Peningkatan TIK

Penekanan area
fokal

Edema serebral

Penekanan area
pengaturan kesadaran

Kejang dan nyeri


kepala

Perubahan tingkat kesadaran;

letargi, perubahan prilaku,


disorientasi,
fotofobia

Nyeri resiko
tinggi cedera

Gangguan perfusi jaringan


serebral

Penurunan kesadaran

Koma

kematian

BAB VI

KESIMPULAN

Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak yang biasanya

terjadi akibat infeksi fokal di bagian tubuh lain dengan proses infeksi umumnya
terdapat pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Penyebaran terutama adalah
dari infeksi telinga tengah atau mastoiditis.Abses otak ditandai dengan gejala infeksi
umum, kenaikan tekanan intrakranial serta tanda fokal.

Gambaran CT scan pada abses otak, ditandai dengan adanya area

hipodens yang setelah pemberian kontras akan dikelilingi oleh enhancement yang
seperti cincin. Gambaran CT scan harus dibedakan dari penyakit lainnya yang juga
dapat memberikan gambaran enhancement seperti cincin, seperti pada tumor, infark
maupun metastase.

Penanganan abses otak terdiri dari tatalaksana terhadap efek massa

(abses dan edema), aspirasi atau eksisi abses, pemberian antibiotik dan terapi suportif.
Hasil pengobatan tergantung pada cepatnya diagnosis ditegakkan, derajat perubahan
patologis, jumlah lesi serta penanganan yang adekuat. Telah dilaporkan Ny. Harmiati
Yahya berusia 43 tahun dengan diagnosa abses serebri dengan hidrosefalus dan IVH,
yang terlihat dari gambaran radiologi CT scan dengan adanya lesi hipodens dengan
ring enhancement setelah pemberian kontras, dilatasi ventrikel dan lesi hiperdens
berdensitas darah pada ventrikel lateral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.


USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation.In Nelson Textbook of Pediatrics 17th
ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
5. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T.
Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics
6.

1983;72;220-224.
Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess

in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.


7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics. Availabl at
http://aapgrandrounds.aappublications.org accessed at 3 May 2011.
8. Bailey.
R,
2011,
Anatomy
of
the
Brain,
Available

at

http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm accessed
20 Desember 2015
9. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai