Anda di halaman 1dari 47

PROTEIN

D
I
S
U
S
U
N
OLEH: KELOMPOK 3
Afriza RN
: 0371110086
Ellya Nurfida
: 0471110068
Fatahillah
: 0371150014
Laili Rizki
: 0371150062
M.Chaizir
: 0371110108
Melva
: 0471150060
Nuken Tamarmy : 0471110114
Nurjaya
: 0471110115
Rahmawati SB
: 0371110055
Rita Marlina
: 0371150040
Riska Munawar : 0371110125
Radit Nauval
: 0371150038
T. Emir Bravo
: 0371150049
T. Fahril
: 0371110132
T. Syafrizal
: 0371150075
Muharriansyah : 0471150038

PROGRAM MATA KULIAH SEMESTER PENDEK ILMU GIZI


DOSEN PEMBIMBING DrT.H.Makmur Muhammad Zein, SKM, PKK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH DARUSSALAM


2008 - 2009

PENDAHULUAN
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama")
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari
monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup
dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk
batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai
antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam
biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan
sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein
ditemukan oleh Jns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang
dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein pro kg berat tubuhnya.
Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:
Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin).Yang
paling buruk ada yang disebut dengan [[Kwasiorkor], penyakit kekurangan protein.
Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya
busung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga
menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali adalah: hipotonus, gangguan

pertumbuhan. Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat


kematian.

KATA PENGANTAR
Berawal dari tugas yang telah diamanahkan oleh dosen kami Dr.T.H.Makmur
Muhammad Zein, SKM, PKK agar dapat membuat sebuah makalah yang berjudul
Protein maka kami akhirnya telah mempersiapkan tugas ini tepat pada waktunya.
Judul ini sengaja diberikan kepada mahasiswa agar dapat dikembangkan
mengenai judul tersebut sesuai dengan perkembangan pengetahuan yang akan selalu
bertambah disetiap saat. Tugas ini merupakan sarana mahasiswa agar dapat lebih mandiri
dalam mencari perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai Ilmu Gizi selain
daripada pengetahuan yang telah diberikan oleh dosen-dosen pada matakuliah tersebut.
Makalah ini juga merupakan salah satu bentuk pelatihan mahasiswa tentang
bagaimana mahasiswa dapat membuat makalah dengan baik dan dengan harapan
dikemudian hari mahasiswa dapat mencurahkan pengetahuannya kedalam sebuah karya
ilmiah.
Maka dari hal itu, kami semua ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Dr.T.H.Makmur Muhammad Zein, SKM, PKK yang telah memberikan tugas
makalah ini dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................
i
1.1 Kata Pengantar
................................................................................................................................
ii
BAB II. PROTEIN
1. ASAM AMINO...........................................................................................................................
1
1.1 Asam Amino Esensial
2. STRUKTUR PROTEIN..............................................................................................................
5
2.1 Jenis-jenis Protein
................................................................................................................................
7
2.2 Sumber Protein
................................................................................................................................
9
2.3 Penentuan Protein dalam Bahan Makanan
................................................................................................................................
9
2.4 Kualitas Protein, Nilai Gizi Protein
................................................................................................................................
11
2.5 Meningkatkan Kualitas Protein
................................................................................................................................
12
2.6 Sumber Protein Inkonvensional
................................................................................................................................
21
3 FUNGSI PROTEIN..................................................................................................................
22
4 METABOLISME PROTEIN....................................................................................................
23

5
6

4.1 Protein dalam Makanan


................................................................................................................................
23
4.2 Pencernaan Protein Makanan
................................................................................................................................
24
4.3 Absorpsi dan Transpor
................................................................................................................................
25
4.4 Pool Asam Amino
................................................................................................................................
27
4.5 Keseimbangan Asam-asam Amino
................................................................................................................................
29
4.6 Utilitas Protein
................................................................................................................................
30
4.7 Ekskresi Protein
................................................................................................................................
32
SINTESA PROTEIN................................................................................................................
32
PENYAKIT GIZI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROTEIN.......................................
34

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................
39
3.2 Daftar Pustaka.................................................................................................................
40

PROTEIN
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan
zat gizi protein. Nama protein berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya "yang
pertama" atau "yang terpenting".
Di dalam sel, protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai protein
metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat
diekstraksi tanpa menyebabkan dis-mtegrasi sel tersebut. Protein metabolik ikut serta
dalam reaksi-reaksi biokimiawi dan mengalami perubahan bahkan mungkin destruksi atau
sintesa protein baru. Protein metabolik dapat diekstraksi tanpa merusak mtegritas struktur
sel itu sendiri.
Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan unsur khusus yang terdapat
di dalam protein dan tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen
(N). Bahkan dalam analisa bahan makanan dianggap bahwa semua N berasal dari protein,
suatu hal yang tidak benar. Unsur nitrogen ini di dalam makanan mungkin berasal pula dari
ikatan organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai ikatan amino, yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan. Nitrogen yang berasal dari ikatan yang bukan protein,
disebut non protein nitrogen (NPN), sebagai lawan dari protein nitrogen (PN). Yang ditentukan
di dalam analisa bahan makanan ialah yang disebut nitrogen total, yaitu semua nitrogen
yang terdapat di dalam contoh bahan makanan yang diperiksa.
Kalau protein mengalami hidrolisa total, akan dihasilkan sejumlah 20-24 jenis asam
amino, tergantung dari cara menghidrolisanya. Ada tiga cara yang dapat ditempuh untuk
menghidrolisakan protein:
a. Hidrolisa asam, dengan mempergunakan asam keras anorganik, seperti HCI
atau H2SO4 pekat (4 - 8 normal) dan dipanaskan pada suhu mendidih, dapat
dengan tekanan di atas satu atmosfer. Hidrolisa dilakukan untuk beberapa jam.
b. Hidrolisa alkalis, dilakukan dengan mempergunakan alkali keras, seperti NaOH
dan KOH, juga pada suhu tinggi, dilakukan untuk beberapa jam, dengan tekanan
di atas satu atmosfer.

c. Hidrolisa enzimatik, dilakukan dengan mempergunakan enzim. Dapat


dipergunakan satu enzim saja, atau beberapa enzim yang berbeda berturut-turut.
Di sini hidrolisa dilakukan pada pH dan suhu optimum, sekitar pH dan suhu
badan.
Hasil hidrolisa kimiawi (dengan asam atau dengan basa) ialah campuran asamasam amino individual sejumlah 20 - 24 jenis, karena beberapa asam amino mengalami
kerusakan dan beberapa lagi mengalami perubahan menjadi derivatnya.
Pada hidrolisa enzimatik, hasilnya ialah campuran ikatan-ikatan antara (metabolite)
berbentuk polypeptida, disamping asam-asam amino individual. Pada metoda enzimatik ini
pada umumnya tak ada asam amino yang rusak atau mengalami modifikasi menjadi derivat;
hidrolisa biasanya tidak total, tetapi dihasilkan intermediate metabolites.
Hasil hidrolisa dengan metoda manapun, harus dipisah-pisahkan menjadi asam-asam
amino murni. Ada berbagai cara untuk memisahkan asam-asam amino secara murni
masing-masing; di antaranya dengan metoda elektrophoresis, dap dengan chromatography
(kolom, TLC atau chromatography kertas). Kemudian masing-masing asam amino dapat
ditentukan kadarnya dengan reaksi warna (ninhydrin) atau dengan cara mikrobiologi,
mempergunakan mikroba khusus.
1. Asam amino
Struktur umum asam amino terdiri atas beberapa bagian: (1) gugusan amino, (2) gugusan
karboksil, dan (3) gugusan sisa amolekul (molecular rest).
R - CH - COOH I
NH2
COOH -karboksil
NH2
R

- amino

- sisa molekul

Perbedaan antara asam amino yang satu dengan yang lain terletak struktur stsa molekul
R. Atas dasar struktur molekulnya, asam amino dapat diklasifikasikan sebagai terlihat dalam
Daftar V.
DAFTAR V KLASIFIKASI ASAM AMINO
KLAS I ASAM AMINO NETRAL : satu karboksil
satu amino
Asam amino Alifatik

: glycine
alanine
serine
threonine
valine
leucine
isoleucine

Asam amino Aromatik

: phenylalanine
tyrosine

Asam amino Belerang

: cysteine
cystine
methionine

Asam amino Heterosiklik : tryptophane


Praline
hydroxyproline 3-hydroxyproline
KLAS II

ASAM AMINOBASIK : satu karboksil


dua amino
histidine
arginine
lysine
hydroxyl
lysine
citrulline

KLAS III ASAM AMINO ASIDIK : satuamino


dua karboksil
Asam aspartat
Asam glutamat

1.1 Asam Amino Esensial


Dari 20 - 24 jenis asam amino yang dihasilkan dalam hidrolisa total suatu protein,
ada yang dapat disintesa di dalam tubuh, tetapi ada pula yang tidak. Asam-asam amino
yang dapat disintesa di dalam tubuh mempergunakan asam keto alpha (alpha ketoacid)
dengan ditambahkan gugusan amino kepadanya dalam proses transaminasi, diambil dari
asam amino lain. Jadi sintesa ini hanya dapat terjadi bila terdapat jenis asam keto yang
diperlukan dan cukup tersedia gugusan amino yang berasal dari asam amino lain. Asam
amino yang tidak dapat disintesa harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi, jadi
merupakan bagian yang esensial dari makanan. Karena itu asam amino yang tidak dapat
disintesa oleh tubuh disebut asam amino esensial, sedangkan yang lainnya disebut asam
amino non-esensial. Telah diteliti oleh para ahli bahwa untuk orang dewasa terdapat delapan
jenis asam amino esensial, ialah lysine, leucine, isoleucine, valine, threonine, phenylalanine,
methionine, tryptophane, sedangkan untuk anak-anak yang sedang tumbuh, ditambahkan
dua ienis lagi, ialah histidine dan arginine.
Asam-asam amino esensial ini telah diteliti dengan mempergunakan binatangbinatang percobaan. Bila satu atau lebih dari asam-asam amino ini ditiadakan dari susunan
makanan, binatang percobaan tersebut menunjukkan hambatan pertumbuhan dan terjadi
nitrogen balans yang negatif. Dengan cara demikian dapat diketahui kebutuhan tubuh
untuk masing-masing asam amino esensial setiap hari. Angka-angka kebutuhan masingmasing asam amino esensial tersebut dihimpun dalam suatu daftar oleh para ahli FAO-WHO
dan disebut Provisional Amino Acid Pattern (PAP), yang kadang-kadang disebut juga protein
induk, atau protein standar.
Tubuh mensintesa suatu protein tertentu bila semua asam amino yang diperlukan
untuk struktur protein tersebut tersedia lengkap dalam jumlah masing-masing yang cukup.
Bila ada yang kurang tetapi dari jenis non-esensial, maka asam amino ini akan disintesa
lebih dahulu agar menjadi lengkap dan baru protein itu dapat disusun. Tetapi bila yang tidak
ada itu asam amino esensial, maka tubuh tidak dapat mensintesanya dan protein tersebut
tidak dapat disusun. Dapat atau tidaknya dibuat sesuatu protein tubuh, tergantung dari ada
tidaknya semua asam amino esensial secara lengkap dan dalam kwantum yang
dibutuhkan masing-masing.

Jelas bahwa diperlukannya protein di dalam makanan harus memenuhi syarat


kwantum dan kualitas, sedangkan kualitas ditentukan oleh asam amino essensial yang
lengkap dan dalam jumlah masing masing yang memenuhi kebutuhan.
DAFTAR VI PROVISIONAL AMINO ACID PATTERN (PAP)
Asam amino esensial

g AAE/100g prot

Lysine
Methionine +cystine
Threonine
Isoleucine
Leucine
Valine
Phenylalanine + tyrosine
Tryotophane

5,5
3,5
4,0
4,0
7,0
5,0
6.0
1,0

2. Struktur Protein
Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugusan
karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain,
sehingga terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan ikatan
tingkat primer. Dua molekul asam amino yang saling diikatkan dengan cara demikian
disebut ikatan dipeptida. Bila tiga molekul asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih
banyak lagi disebut polypeptida. Polypeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa
molekul asam amino disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polypeptida, di
mana sejumlah besar sekali asam-asam amino saling dipertautkan dengan ikatan peptida
tersebut.
Di dalam gugusan sisa molekul R, mungkin terdapat gugusan reaktif lain yang dapat
saling mengikat, seperti gugusan karboksil pada asam amino acidic dan gugusan amino
pada asam amino basic, dan gugusan sulfhydryl (SH) pada asam amino sulfur (methionine,
cysteine). Gugusan-gugusan reaktif ini jika saling bereaksi membentuk struktur-struktur
gelang atau menyebabkan rantai polypeptida mendapat struktur melilit seperti solenoid
(perspiral). Gaya-gaya ikatan jenis kedua ini menimbulkan struktur sekunder pada molekul

polypeptida, yang berbentuk gelang, cincin, atau melilit seperti solenoid. Jadi setelah
terjadi struktur primer dalam bentuk rantai panjang polypeptida, ikatan-ikatan sekunder
menimbulkan struktur tambahan yang diberi nama struktur sekunder.
Di samping gaya sekunder, terdapat lagi gaya-gaya tertier yang di-sebabkan oleh
gugusan reaktif yang lebih lemah, ialah gugusan yang mengandung muatan listrik dan
gaya tarik Vanderwaals. Gaya-gaya tingkat tiga ini dapat menyebabkan lagi tambahan
bentuk stereometrik di dalam ruang, sehingga molekul polypeptida mendapat bentuk yang
lebih kompleks lagi dalam ruang, misalnya bentuk global (bola), bentuk lonjong, dan bentuk
stereometrik lainnya. Gaya-gaya terakhir ini disebut gaya tingkat tiga dan menyebabkan
struktur protein tingkat tiga.
Kombinasi dari ketiga tingkat struktur inilah yang memberikan struktur alamiah
sesuatu molekul protein. Struktur alamiah ini khas bagi setiap protein dan protein alamiah
demikian disebut protein native (native protein). Struktur alamiah yang kompleks ini
diperlukan oleh protein untuk dapat menjalankan fungsinya. Bila struktur stereometrik
alamiah ini berubah atau rusak, maka protein tersebut akan kehilangan kesanggupannya
untuk memenuhi fungsi fisiologisnya.
Bila sesuatu protein native dipengaruhi gaya sehingga merusak ikatan-ikatannya,
maka yang pertama terganggu adalah ikatan tingkat atas, dan bila gaya disruptif tersebut
lebih besar, ikatan tingkat yang lebih kuat (tingkat bawah) akan ikut rusak terputus. Maka
molekul protein akan mengalami denaturasi, yang mungkin masih reversibel bila belum
begitu jauh perubahannya.
Molekul protein yang mengalami denaturasi menunjukkan perubahan sifat fisik dan
kehilangan kapasitas fungsionalnya. Perubahan fisik yang terlihat, mulai dari flokulasi yang
memperlihatkan cloudiness (seperti ada awan dalam larutan) disusul oleh koagulasi dan
presipitasi. Gaya yang menyebabkan denaturasi mungkin termis (panas), gaya listrik
(medan listrik), gaya mekanis (tekanan) atau gaya magnetik (medan magnit). Protein
yang telah mengalami denaturasi mudah dicerna lebih lanjut.
Ada pula protein native yang terdiri atas dua submolekul atau lebih, yang saling
diperlekatkan. Gaya ikat di sini ialah gaya ikat tingkat empat (quartenair), memberikan
struktur tingkat empat. Gaya ikat ini mungkin sangat lemah, sehingga mudah mengalami

disrupsi sehingga komponen-komponen molekul itu mudah berdisosiasi. Ikatan jenis ini
sudah dapat dipecah, misalnya dengan menambahkan alkohol pada larutannya, atau dengan
memanaskan sedikit.
a. Jenis-jenis Protein.
Klasifikasi protein dapat dilakukan berdasarkan berbagai cara:
- Berdasarkan komponen-komponen yang menyusun protein
(a) Protein bersahaja (simple protein),
Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang hanya terdiri atas
asam-asam amino.
(b) Protein Kompleks (complex protein, conjugated protein),
Hasil hidrolisa total dari protein jenis ini, selain terdiri atas berbagai jenis asam
amino, juga terdapat komponen lain, misalnya unsur logam, gugusan phosphat
dan sebagainya (contoh: hemoglobin, lipoprotein, glikoprotein, dan sebagainya).
(b) Protein derivat (protein derivative),
Ini merupakan ikatan antara (intermediate product) seba-gai hasil hidrolisa
parsial dari protein native, misalnya albumosa, peptone, dan sebagainya.
-

Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi:


(a) Protein hewani,
yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang, seperti protein
dari daging, protein susu, dan sebagainya.
(b) Protein nabati,
ialah protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan, seperti protein dari
jagung (zein), dari terigu, dan sebagainya.

- Klasifikasi protein dapat pula dilakukan berdasarkan fungsi fisiologiknya, berhubungan dengan daya dukungnya bagi pertumbuhan badan dan bagi pemeliharaan
jaringan :
(a) Protein sempurna,
bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaan
jaringan.

(b) Protein setengah sempurna,


bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung
pertumbuhan badan.
(c) Protein tidak sempurna,
bila sama sekali tidak sanggup menyokong pertumbuhan badan, maupun
pemeliharaan jaringan.
Protein-protein ini disebut juga berturut-turut sebagai protein lengkap, protein
setengah lengkap dan protein tidak lengkap.
DAFTAR VII
KLASIFIKASI PROTEIN BERDASARKAN
FUNGSINYA DI DALAM TUBUH
Jenis Protein
Protein lengkap
Protein setengah lengkap
Protein tak lengkap

Mendukung
pertumbuhan
+
-

Mendukung
pemel. Jaringan
+
+
-

Protein lengkap adalah protein kelas tertinggi ditinjau dari fungsi gizinya, sanggup
mendukung pertumbuhan badan maupun pemeliharaan jaringan yang aus atau rusak
terpakai. Jenis protein inilah yang diperlukan oleh anak-anak yang sedang tumbuh
(BALITA) pesat. Anak yang tidak memperlihatkan laju pertumbuhan yang baik, tidak
dapat dikatakan anak sehat.
Protein setengah lengkap sanggup memelihara kesehatan orang dewasa yang tidak
lagi menunjukkan adanya pertumbuhan badan, tetapi masih memerlukan pemeliharaan
jaringan yang rusak atau aus terpakai. Tetapi jenis protein yang tidak sanggup mendukung
pertumbuhan ini tidak baik bagi anak-anak yang masih memerlukan pertumbuhan tersebut.
Jadi protein jenis ini tidak dapat diberikan kepada anak-anak yang sedang tumbuh sebagai
sumber protein satu-satunya di dalam hidangan.
Protein tak lengkap tak sanggup mendukung kesehatan siapapun, karena tidak
sanggup memelihara jaringan yang aus terpakai dan rusak, apalagi mendukung

pertumbuhan badan. Meskipun dikonsumsi dalam jumlah besar, kualitas protein ini akan
dibakar untuk menghasilkan enersi dan tidak ada yang dipergunakan untuk sintesa protein
tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan jaringan.
Dalam menyediakan bahan makanan sumber protein, pengetahuan tentang jenisjenis kualitas protein ini sangat diperlukan.
b.Sumber Protein
Dalam kualifikasi protein berdasarkan sumbernya, telah kita ketahui protein hewani
dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti
hati, pancreas, ginial. paru, jantung dan jerohan. Yang terakhir ini terdiri atas babat (gister),
dan iso (usus halus dan usus besar). Susu dan telur ter-masuk pula sumber protein hewani
berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber
protein yang baik, karena mengandung sedikit lemak; tetapi ada yang alergis terhadap
beberapa jenis sumber protein hasil laut ini. Jenis kelompok sumber protein hewani ini
mengandung sedikit lemak, sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak.
Ada yang mengatakan bahwa kerang-kerangan mengandung banyak kholesterol, sehingga
tidak baik untuk dipergunakan di dalam diet yang harus rendah kholesterol.
Ayam dan jenis burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein hewani
berkualitas baik. Harus diperhatikan bahwa telur bagian merahnya mengandung banyak
kholesterol, sehingga sebaiknya ditinggalkan pada diet rendah kholesterol.
c. Penentuan Protein dalam Bahan Makanan.
Penentuan protein di dalam makanan sebaiknya, mengenai kuantitas maupun
kualitasnya. Kuantitas protein ditentukan melalui penentuan nitrogen total (N), dengan
metoda destruksi menurut KYELDAHL. Protein di dalam bahan makanan didestruksi secara
oksidatif dengan pertolongan H2SO4 pekat, sambil dipanaskan. Dalam proses ini protein
didestruksi total menjadi CO2 dan H2O, dan nitrogen menjadi ammonium sulfate
(NH4)2SO4
Kemudian ammonia dilepaskan dengan menambahkan KOH atau NaOH dan NH3
yang dilepaskan didistilasi dengan uap panas, ditangkap ke dalam asam borat dan ditetrasi

dengan HCI dari buret. Dari jumlah HCI yang diperlukan dan titer HCI tersebut, dapat
dihitung nitrogen total yang dihasilkan pada destruksi protein tersebut.
Karena kadar nitrogen (N) rata-rata di dalam protein adalah 16%, maka protein yang
menghasilkan a gram nitrogen adalah 100/16 x a gram atau 6,25 x a gram. Faktor 6,25 ini
disebut faktor konversi nitrogen menjadi protein.
DAFTAR VIII
KADAR PROTEIN BEBERAPA BAHAN MAKANAN
Bahan Makanan

Prot.
g%

SUMBER PROTEIN HEWANI


Daging
18,8
Hati
19,7
Babat
17,6
Jeroan, iso
Daging kelinci
Ikan segar
Kerang
Udang segar
Ayam
Telur
Susu sapi

14,0
16,6
17,0
16,4
21,0
18,2
12,8
3,2

Bahan Makanan

Prot
g%.

SUMBER PROTEIN NABATI


Kacang kedelai, kering
34,9
Kacang ijo
22,2
Kacang tanah
25,
3
Beras
7,4
Jagung, panen lama
9,2
Terigu, tepung
8,9
Jampang
6,2
Kenari
15,0
Kelapa
3,4
Daun singkong
6,8
Singkong, tapioca
1,1

Hasil

Daftar Analisa Bahan Makanan, Dep. Kes Rl, 1964


penentuan protein dengan metoda ini mengandung kesa-lahan sistem, karena dianggap
bahwa semua nitrogen di dalam bahan makanan berasal dari protein, sesuatu yang tidak
benar. Sebenarnya total nitrogen ini jumlah nitrogen dari protein dan ikatan-ikatan lain yang
mengandung nitrogen, seperti urea dan ikatan-ikatan amine.
Nitrogen yang berasal dari protein disebut protein nitrogen (PN), sedangkan yang
berasal dari ikatan lain yang mengandung nitrogen tetapi bukan protein, disebut nonprotein nitrogen (NPN). Kesalahan yang terkandung di dalam cara menentukan protein
berdasarkan penentuan nitrogen total ini tergantung dari besarnya jumlah NPN. Pada
beberapa bahan makanan nabati NPN ini dapat mencapai kwantum yang signifikan. Karena
itu pada penelitian kadar protein yang lebih sensitif, dipergunakan cara-cara lain yang lebih

peka. Dalam analisa bahan makanan yang lebih teliti, dipergunakan faktor konversi lain
untuk berbagai jenis bahan makanan (lihat Daftar IX).
Kualitas protein bahan makanan ditentukan dengan nilai beberapa parameter
untuk menilai gizi protein.
d.Kualitas Protein. Nilai Gizi Protein.
Kalau susunan asam-asam amino jumlah dan jenisnya di dalam protein makanan
sama dengan susunan yang diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka semua asam
amino protein makanan tersebut akan dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaannya
100%. Bila ada satu atau lebih asam amino esensial mempunyai kwantum yang lebih
rendah dari yang diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka hanya sebagian saja dari
seluruh asam amino esensial makanan tersebut dapat dipergunakan, sehingga efisiensi
penggunaan protein makanan tersebut lebih rendah dari 100%. Jadi persentase
penggunaan protein makanan ditentukan oleh ada atau tidaknya semua jenis asam amino
esensial di dalam makanan tersebut, masing-masing dalam kwantum yang mencukupi
kebutuhan untuk sintesa protein tubuh.
Bila ada satu atau lebih asam amino esensial dalam protein makanan kurang dari
kebutuhan untuk sintesa protein tubuh, maka efisiensi pemakaian protein makanan tersebut
ditentukan oleh asam amino esensial yang kwantumnya terendah dibandingkan dengan
kwantum asam amino yang bersangkutan di dalam PAP.
DAFTAR IX
NILAI KONVERSI BERBAGAI BAHAN MAKANAN UNTUK
MENGUBAH TOTAL NITROGEN MENJADI TOTAL PROTEIN
Beras
tepung gandum
gandum, biji utuh
Cantel, biji utuh
kenari
mentega

5,95
5,70
5,83
5,83
5,18
6,38

Kacang tanah
Kacang kedele
Kelapa
Biji labu
Wijen
Susu

daftar Analisa Bahan Makanan, Dep. Kes. Rl, 1964

5,46
5,71
5,30
5,40
5,30
6,38

Asam amino esensial yang kwantumnya kurang dari 100% dibandingkan dengan
PAP, disebut asam amino pembatas (limiting amino acid). Suatu protein makanan mungkin
mempunyai satu asam amino limiting, tetapi mungkin pula lebih, dengan jumlah
maksimum 8 buah untuk orang dewasa. Bila kadar asam amino esensial meiebihi 100%,
tidak akan berpengaruh atas efisiensi pemakaian protein tersebut. Bila suatu protein
makanan mempunyai lebih dari satu asam amino pembatas, diberikan nomor menurut
tingkat persentasenya, mulai dengan persentase terendah, asam amino pembatas pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya.
Persentase asam amino pembatas pertama itulah yang disebut Skor Kimia dari
protein makanan tersebut, dan ini memberikan derajat efisiensi pemakaian protein tersebut
untuk sintesa protein tubuh. Skor Kimia dapat dipergunakan untuk menilai kualitas protein
makanan secara numerik obyektif (quantitative scoring). Protein makanan yang mempunyai
Skor Kimia tinggi, disebut protein kualitas tinggi, sedangkan yang nilai skor kimianya
rendah, disebut pula protein berkualitas rendah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kualitas sesuatu protein makanan
ditentukan oleh terdapat tidaknya asam-asam amino esensial masing-masing dalam
kwantum yang mencukupi kebutuhan tubuh untuk sintesa protein badan.
e. Parameter untuk Menilai Kualitas Protein.
Ada beberapa jenis parameter yang dapat dipergunakan untuk menilai kualitas protein
makanan secara numerik objektif:
(1)

Skor Kimia atau Skor Protein (Chemical Score, Protein Score).


Parameter ini diberi definisi persentase kwantum asam amino pembatas pertama,
dibandingkan dengan kebutuhan tubuh, seperti yang tercantum pada provisional
amino acid pattern (PAP).
CS = kwantum asam amino limiting pertama x 100
kwantum asam amino tersebut dalam PAP

(2)

Protein Efficiency Ratio (PER).


Didefinisikan sebagai gram perubahan berat badan binatang percobaan, untuk setiap
gram protein makanan yang dikonsumsi, selama suatu perioda percobaan tertentu
(biasanya 3-4 minggu).
PER =
gram perubahan berat badan__
gram protein makanan yang dikonsumsi
Parameter ini ditentukan dengan percobaan biologik, mempergunakan binatang
percobaan. Biasanya dipergunakan tikus putih laboratorium, tetapi dapat pula anak
ayam, dan binatang percobaan lainnya yang masih sedang dalam umur
pertumbuhan. Lama percobaan biasanya 3 sampai 4 minggu.

(3)

Net Protein Utilization (NPU).


NPU adalah persentase nitrogen makanan yang diretensi tubuh per gram protein
yang dikonsumsi.
Npu =

g retensi protein makanan (N) x 100


g protein dikonsumsi (N)
Biasanya yang diukur bukan protein makanan, tetapi nitrogen. NPU yang

ditentukan dengan kondisi-kondisi standar, standardized NPU (NPUst), sedangkan


yang ditentukan dalam kondisi yang meniru kondisi di masyarakat (lapangan) yang
mempergunakan bahan makanan sumber protein tersebut, diberi nama operative
NPU (NPUop).
NPUst dipergunakan, untuk membandingkan nilai NPU berbagai bahan
makanan sumber protein yang ditentukan oleh berbagai peneliti di berbagai
laboratorium, mempergunakan binatang percobaan yang sejenis. Ditentukan dalam
kondisi-kondisi standar karena banyak faktor yang mempe-ngaruhi hasil penentuan
tersebut, sehingga bila kondisi percobaan tidak sama, tidak dapat diperbandingkan
hasilnya (not comparable).
NPUop berguna untuk menilai kualitas sumber protein tersebut seperti yang
sesungguhnya dikonsumsi di dalam masyarakat, jadi nilainya tidak dapat dipakai
untuk perbandingan dengan nilai pada kondisi lain .

(4)

NDpCal% = kalori dari protein makanan x 100 kalori total yang dikonsumsi
Nilai gizi (kualitas) protein makanan ternyata dipengaruhi pula oleh kalori
total yang dikonsumsi, karena protein merupakan juga sumber kalori utama. Untuk
menghubungkan kualitas protein dengan jumlah kalori yang dihasilkannya,
diusulkanlah parameter Net Dietary Protein Calorie Percentage ini. Parameter ini
tidak terlalu populer, sehingga di Indonesia tidak banyak dipergunakan.
Masih ada parameter untuk menilai kualitas protein, yaitu nitrogen balance.
Metoda ini sebenarnya dipergunakan untuk menentukan kebutuhan tubuh akan
protein. Di sini diukur jumlah protein (nitrogen) yang diekskresikan tubuh
dibandingkan dengan jumlahnya di dalam makanan yang dikonsumsi. Bila yang
diekskresikan kurang dari yang dikonsumsi, maka berarti sebagian dari protein
(nitrogen) makanan tersebut diretensi oleh tubuh, dan dianggap dipakai untuk
sintesa protein tubuh; dalam keadaan demikian dikatakan terdapat keseimbangan
protein (nitrogen) positif. Bila sebaliknya yang terjadi, yaitu ekskresi protein
(nitrogen) lebih besar dari yang dikonsumsi, berarti sebagian dari protein yang
diekskresi berasal dari bagian tubuh yang dipecah, maka dalam kondisi demikian
disebut keseimbangan protein (nitrogen) negatif. Bila yang diekskresikan sama
dengan yang dikonsumsi, diberi nama kondisi balans seimbang. Dalam kondisi
terakhir ini kwantum protein yang dikonsumsi itu tepat sama dengan yang dibutuhkan
tubuh. Pada seorang dewasa yang sehat, tingkat konsumsi proteinnya harus
memberikan kondisi keseimbangan protein, karena orang tersebut tidak tumbuh
lagi, jadi tidak memerlukan penam-bahan atau retensi protein; kebutuhan akan
protein cukup mencapai keseimbangan karena kwantum protein yang diperlukan
hanya untuk menggantikan protein sel yang aus rusak terpakai.
Adapun parameter yang masih diperlukan untuk menilai parsial kualitas
protein makanan ialah:
Daya Cerna (Dig) =
N yang dicerna
x 100%
(Digestibility)
N makanan yang dikonsumsi
Nilai Biologik (BV) = N yang direte

x100%

(Biological Value)

N yang dicerna

Kedua parameter ini ditentukan dalam percobaan biologik, seperti juga penentuan
parameter PER dan NPU serta teknik keseimbangan nitrogen.
Dengan memperhatikan berbagai definisinya dan perhitungan matematika, dapat
dicari hubungan antara NPU, Daya Cerna dan BV sesuatu jenis protein makanan:
100 x NPU = BV x Dig
Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai kualitas protein
bahan makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-kadang NDPCal%. Makanan yang diteliti
secara rutin kualitas proteinnya, ialah makanan bayi dan BALITA, khususnya susu bubuk
dan campuran makanan bagi bayi lainnya dalam bentuk tepung. Contoh (sampel) bahan
makanan ini diambil di pasaran bebas secara acak dan ditentukan PER dan NPUst;
kadang-kadang dihitung NDPCal% untuk melengkapkan data yang terdapat di
laboratorium. Tepung bahan makanan bayi yang telah disimpan lama mungkin mengalami
perubahan fisiko-kimiawi, sehingga nilai proteinnya menurun. Kita ketahui bahwa anak-anak
yang sedang tumbuh pesat, terutama bayi dan BALITA, memerlukan bahan makanan
sumber protein dengan kualitas protein lengkap.
Daftar X memperlihatkan bahwa sumber protein hewani pada umumnya mengandung
protein berkualitas tinggi, yang disebut protein lengkap (Protein sempurna); nilai-nilai parameter ialah Skor Kimia: 65 -100; PER: 2.5-4.0 dan NPU st:70-100.
Protein nabati pada umumnya berkualitas setengah lengkap atau tidak lengkap.
Yang setengah lengkap mempunyai nilai-nilai Skor Protein: 40 - 65, PER: 1,0 - 2,4 dan
NPUSt: 40 - 69. Protein tak lengkap menunjukkan nilai-nilai PER: kurang danl .0, Skor
Kimia kurang dari 40, dan NPUSt kurang dari 40.
Pada umumnya terdapat persesuaian antara nilai parameter-parameter suatu
sumber protein makanan tertentu. Bila PER rendah, demikian pula Skor Kimia dan NPUnya. Sebaliknya juga benar, bahwa bila nilai NPU tinggi, akan terdapat nilai tinggi pula
untuk PER dan Skor Kimianya. Namun harus diakui pula bahwa ha! ini tidak selalu benar, ada
kalanya nilai berbagai parameter tersebut tidak sejajar.

DAFTAR X
BEBERAPAPARAMETER UNTUK MENILAI KUALITAS
PROTEIN BAHAN MAKANAN
Bahan Makanan

Skor
Kimia PER

NPUS BV

100
71
70
68

3,8
3,2
2,7
3,3
2,9

94
89
76
75
79
86

94
96
76
77
79
90

100
93
99
97
99
95

44
28
37
28
46
49
24
60
45

1,9
1.2
1,5
1,0
2,2
2,3
1,9
1,5
1,5
>
"
0,9

70
49
61
42
61
72
54
60
41
62
69
61
56

75
60
67
45
66
75
56
67
72
65
72
71
63

96
94
91
91
93
96
96
89
57
96
96
86
93

Dig

SUMBER PROTEIN
KHEWAN
Telur(lengkap)
Telur (putih)
Daging sapi
Hati
Daging babi
Susu sapi
SUMBER PROTEIN NABATI
Beras
Jagung
Terigu (tepung butir lengkap)
Roti putih
Oat
Kacang kedele (tepung)
Kacang tanah
Kentang
Ubi jalar
Tahu
Kacang mete
Biji Kelapa
Yeast (ragi)

Dari: Trop. Nutr & Dietetics; L Nichols; 3rd edition 1951


Dengan mempergunakan nilai-nilai parameter ini kita dapat mengetahui secara obyektif
numerik kualitas protein sesuatu sumber, sehingga dapat memilih bahan makanan yang mana
yang sesuai disediakan untuk seseorang yang tumbuh (anak-anak dan BALITA, ibu hamil dan
ibu yang menyusukan), atau untuk memilih campuran bahan-bahan yang akan memberikan
efek suplementasi .
Telah kita ketahui bahwa anak-anak yang sedang tumbuh dan para anggota kelompok
rentan gizi lainnya memerlukan sumber protein yang mengandung kualitas protein lengkap,
dan bahwa protein berkualitas tidak lengkap tidak akan sanggup memberikan kesehatan
gizi yang dikehendaki kepada siapapun.

Seorang dewasa sebenarnya cukup bila diberi protein kualitas setengah


lengkap,karena protein kualitas lengkap umumnya akan lebih mahal.
f. Meningkatkan Kualitas Protein
Telah kita ketahui bahwa kualitas protein sesuatu bahan makanan ditentukan oleh
asam-asam amino esensial yang menyusun protein tersebut. Skor Kimia ditentukan oleh
persentase asam amino pembatas pertama (first limiting amino acid). Jadi dengan meningkatkan kadar asam amino pembatas ini, kita dapat meningkatkan Skor Kimia, yang berarti
pula meningkatkan kualitas protein makanan tersebut. Kalau ada beberapa asam amino
pembatas, setelah kadar asam amino pembatas pertama dinaikan menjadi mencukupi
(100 persen), maka asam amino limiting kedua akan menjadi asam amino pembatas
pertama, dan bila yang kedua ini ditingkatkan, maka asam amino pembatas ketiga yang
menjadi asam amino pembatas pertama, dan begitulah seterusnya. Maka idealnya
peningkatan kadar asam amino pembatas itu harus ditingkatkan kadarnya untuk semua,
dari yang pembatas pertama sampai yang tertinggi.
Untuk keperluan itu kita harus menganalisa protein makanan menjadi masingmasing asam amino esensial dan diukur kadarnya, juga kita harus mempunyai daftar PAP
sebagai tolok ukur pembanding. Kadar asam amino limiting harus ditambah dengan asam
amino murni, sampai mencapai kadar sesuai dengan dalam PAP.
Dalam prakteknya meningkatkan kadar asam amino limiting ini tidak perlu
dilakukan untuk semua asam amino limiting, dan juga tidak perlu sampai mencapai Skor
Kimia 100, karena sesuai dengan pembicaraan pada halaman 66, kualitas protein sempurna
cukup mempunyai Skor Kimia 65 atau lebih.
Cara meningkatkan kualitas protein makanan dengan cara meningkatkan kadar
asam amino limiting ini disebut suplementasi. Dalam prakteknya teknik suplementasi ini
dapat dilakukan dengan dua metoda:
(1) Suplementasi dengan menambahkan asam amino pembatas yang murni, dan
(2) Suplementasi dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda
jenis asam amino pembatasnya.
Pada cara pertama yang ditambahkan ialah asam amino pembatas yang murni, dan
meningkatkan nilai Skor Kimia sampai mencapai nilai yang sesuai dengan kualitas protein

lengkap. Bila terdapat beberapa asam amino pembatas, maka setelah asam amino
pembatas pertama dinaikkan konsentrasinya, mungkin pula meningkatkan kadar asam
amino pembatas kedua dan seterusnya. Tetapi biasanya pada suplementasi dengan cara
pertama itu hanya diperlukan untuk meningkatkan satu asam amino pembatas saja, yaitu
yang pertama; asam amino pembatas yang lainnya tidak terlalu rendah, sehingga sudah
mencapai nilai Skor Kimia yang sesuai dengan nilai kualitas protein lengkap.
Pada cara kedua dicampurkan dua atau lebih bahan makanan sumber protein yang
mempunyai jenis asam amino pembatas pertama yang berbeda. Maka asam amino
pembatas yang kurang pada sumber protein yang satu, ditingkatkan oleh kadar asam
amino limiting tersebut yang terdapat cukup dalam bahan makanan yang lain. Contoh yang
baik sekali bagi suplementasi dengan mencampurkan dua jenis bahan makanan ialah
campuran bubur kacang hijau dan ketan hitam. Bubur ini banyak dijual di warung-warung
kaki lima di kota-kota Pulau Jawa; yang sekarang mulai menyebar pula ke pulau-pulau
yang lain.
Susunan hidangan rakyat di Indonesia banyak yang berdasarkan nasi dan tempe atau
tahu serta kacang-kacangan lainnya. Mungkin hal ini berdasarkan pengalaman nenek
moyang, yang menemukan bahwa komposisi ini memberikan kesehatan yang memadai
untuk biaya yang terbatas.
Banyak komposisi makanan bayi yang berupa tepung, disusun dengan dasar
campuran serealia dengan kacang-kacangan. Pada serelia lysyne merupakan asam amino
pembatas pertama, se-dangkan pada kacang-kacangan methionine yang menjadi asam
amino pembatas pertama. Bila kedua jenis bahan makanan tersebut dicampurkan, maka
kadar lysine yang rendah ditingkatkan oleh kacang, sedangkan kadar methionine yang
kurang, ditambah oleh serealia. Jadi untuk dapat membuat campuran yang saling
mensuplementasikan, perlu diketahui kadar asam amino esensial dari bahan makanan yang
akan saling dicampurkan tersebut. Pada dasarnya bahan makanan nabati dari spesies yang
sama akan mempunyai asam amino pembatas yang sejenis, jadi tidak benar untuk
mencampurkan dua jenis bahan makanan dari spesies yang sama, dengan harapan dapat
meningkatkan nilai kualitas protein campuran yang terjadi. Yang dicampurkan harus dua
jenis bahan makanan dari dua spesies yang berbeda, misalnya kacang-kacangan dengan

serealia. Jadi mencampurkan beras dengan jagung tidak akan menghasilkan efek saling
suplementasi yang diharapkan.
Cara suplementasi yang mempergunakan asam amino murni memerlukan
ketelitian. Dalam menambahkan kwantum asam amino limiting yang akan ditingkatkan
kadarnya, kontrol yang teliti sangat diperlukan. Hal ini tidak dapat dikerjakan oleh
masyarakat umum, tetapi harus dilaksanakan di pabrik dengan pengawasan kualitas
(quality control). Penambahan asam amino limiting terlalu banyak atau terlalu sedikit tidak
akan memberikan efek suplementasi yang diharapkan, karena akan timbul gejala
ketidakseimbangan asam-asam amino (imbalance of the amino acid mixture), yang
memberikan gejala-gejala yang merugikan.
Cara suplementasi yang kedua tidak memerlukan ketelitian, dan dapat dikerjakan di
dalam rumah tangga oleh rakyat umum. Pada cara yang kedua ini, ketelitian tidak begitu
diperlukan, karena yang dicampurkan adalah beberapa asam amino sekaligus, sehingga
kemungkinan terdapat konsentrasi satu asam amino saja menjadi sangat kecil. Dan
sebenarnya dengan menyusun hidangan yang terdiri atas berbagai jenis bahan makanan,
efek suplementasi ini dengan tidak sadar sudah dikerjakan oleh masyarakat. Tambahan
pula dengan mencampurkan beberapa jenis bahan makanan, dicampurkan pula berbagai
zat gizi yang kurang terdapat di dalam satu jenis bahan makanan saja. Cara kedua ini
biasanya dengan mempergunakan bahan-bahan makanan yang relatif murah harganya,
sehingga terjangkau oleh daya beli masyarakat secara umum.
Cara suplementasi dengan asam amino limiting murni pernah dikerjakan secara
komersial di Indonesia, untuk meningkatkan kualitas protein beras dengan penambahan
asam amino pembatas lysine. Lysine dan beberapa zat gizi lain yang kurang di dalam
hidangan di Indonesia, yang berdasarkan bahan makanan pokok beras, dilarutkan di dalam
gelatin yang tidak larut air, kemudian dilapiskan pada butir beras. Hasilnya yang terjadi
disebut "beras premix".
Beras yang telah dicuci sebelum dimasak ditambah dahulu dengan beras premix
ini dengan dosis satu sendok makan (5 gram) untuk 1 kilogram beras biasa.
Beras premix Indonesia dijual di apotik, dan tidak dapat dibeli di pasar biasa atau di
toko maupun di supermarket. Sayang bahwa beras ini tidak cukup dipropagandakan,

sehingga tidak pernah menjadi populer, dan menghilang dengan sendirinya, tidak lagi
diproduksikan.
Di Philippina ada beras premix lain, yang dasar susunannya sangat berbeda dengan
premix Indonesia. Beras premix Philippina bertujuan untuk mensuplementasi thiamine
(Vitamin B1) pada beras giling sempuma. Cara sama, yaitu dengan melapiskan gelatin
dengan suplemen pada permukaan beras premix. Isi dan kadar suplemen dapat dilihat pada
daftar XI - XII. Premix Philipina inipun tidak panjang umurnya, ternyata juga menghilang
dengan sendirinya.
Premix Indonesia mengandung Riboflavin yang berwarna kuning-oranye,
sehingga setelah beras ditanak, nasi putih yang terjadi memperlihatkan bercak-bercak
kuning pada berbagai tempat di sekitar butir premix, yang oleh masyarakat awam disangka
butir beras busuk atau beras rusak. Juga penyuluhan dan penerangan kepada para
konsumen kurang cukup, sehingga masyarakat kurang mengetahui tentang manfaat
penggunaan beras premix tersebut.
DAFTAR XI SUSUNAN SUPLEMEN BERAS PREMIX INDONESIA
L. Lysine. HCI
Riboflavine
Thiamine HCI
HPP-3H-3
MSG (Mono sodium giutamate)

20 %
8 mg%
100 mg%
3,5 %
0,5 %

1 (satu) sendok makan (5 gram) untuk 1 (satu) kilogram beras, dicampurkan pada
beras yang telah dicuci, sebelum ditanak. Dijual di apotik di dalam kantong 60 gram.
DAFTAR XII SUSUNAN SUPLEMEN BERAS PREMIX PHILIPPINA
Suplemen
Thiamine
Niacin
Iron DhosPhate

Kadarnya
Dalam premix dalam beras
0,88 mg/g
0,44 mg/g
5,28 mg/g

Dicampurkan kepada beras bersih sebelum ditanak. 1


premix :199 beras biasa.

4,4 ug/g
2,2 ug/g
26,4 ug/g

g. Sumber Protein Inkonvensional,


Penamaan sumber protein Inkonvensional ini berasal dari ke-lompok ahli dunia
Barat, ditinjau dari sudut mereka, sehingga ada kemungkinan tidak cocok dengan kondisi di
Indonesia dan di Asia urnumnya. Definisi yang diberikan ialah Sumber protein yang pada saat
sekarang tidak biasa dipergunakan untuk konsumsi manusia secara langsung. Di negaranegara Barat bahan makanan sumber protein inkonvensional dipergunakan untuk
campuran makanan khewan, baik khewan ternak maupun khewan piaraan lain. Yang
termasuk kelompok sumber protein jenis ini ialah:
(a) Ampas biji-bijian bekas pembuatan minyak makan, seba-gai hasil sisa (waste
product) pabrik. Kedalamnya termasuk bungkil kacang kedele, bungkil kacang
tanah, bungkil jagung, bungkil biji kapas dan bungkil biji bunga matahari.
(b) Tepung Ikan (Fish Protein Concentrate = FPC).
Hasil penangkapan ikan di laut, hanya sebagian kecil saja terdiri atas ikan yang
mempunyai nilai komersial, untuk dijual langsung ataupun dikalengkan. Sebagian
besar ikan yang tertangkap tidak dapat dimanfaatkan secara komersial bagi
konsumsi manusia. Ikan sisa ini ditepungkan tanpa diseleksi atau dibersihkan
terlebih dahulu. Tepung ikan sisa tangkapan laut inilah yang disebut FPC.
(c) Protein Daun (Leaf Protein). Protein jenis ini diekstraksi dari daun, yang metodanya
mirip dengan pembuatan tahu dari kacang kedelai.
(d) Unicellular Algae. Jenis tumbuhan laut bersel tunggal. Ada dua spesies yang
dianggap mempunyai hari depan untuk dibudidayakan dan dipergunakan untuk
konsumsi manusia, ialah Chlorella spp. dan Scenedesmus spp. Chlorella termasuk
ganggang hijau bersel satu dan Scenedesmus termasuk jenis Diatomeae yang
mengandung silisium (Sj) di dalam kotak selulosa yang membentuk dindingnya.
(e) Ragi (Yeast)
Ada jenis ragi yang dapat ditumbuhkan di dalam medium sisa minyak bumi atau
di dalam molasses, bahan sisa dari pembuatan gula pasir dari tebu. Tumbuhan
bersel tunggal ini tidak mengandung khlorophyl dan sudah lama dipergunakan
sebagai bahan konsumsi manusia dalam pembuatan makanan dan minuman,
maupun dalam diet khusus (terapi).

Bungkil kacang tanah di Indonesia sudah sejak lama dipergunakan sebagai bahan
makanan manusia setelah difermentasikan menjadi oncom. Dari sudut ini, bungkil kacang
tanah di Indonesia tidak termasuk defmisi inkonvensional seperti di atas. Perhatikan jangan
mencampurbaurkan antara oncom dan tempe.
Pada saat ini sumber protein inkonvensional masih terlalu mahal untuk dibudidayakan
dan dilempar ke pasar hasilnya. Juga masih terdapat beberapa masalah akseptabilitas dan
teknik memasak bahan-bahan tersebut, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber
protein yang berarti, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah
membutuhkannya.

Namun

demikian,

semua

bahan

makanan

yang

sumber

sangat
protein

inkonvensional yang tersebut di atas mempunyai nilai potensial untuk menanggulangi


problem keku-rangan protein pada waktu-waktu yang akan datang.
3. Fungsi Protein.
Fungsi protein di dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan hayat hidup sel.
Dapat dikatakan bahwa setiap gerak hidup sel selaiu bersangkutan dengan fungsi protein.
Telah diuraikan bahwa di dalam sel terdapat protein struktural dan protein metabolik.
Protein struktural merupakan bagian integral dari mikrostruktur sel, misalnya merupakan
bagian dari struktur membran, cytoplasma dan organel subselular lainnya.
Dalam penyuluhan dan pendidikan gizi ditekankan fungsi protein seba-gai zat
pembangun. Selain itu protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan,
menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai, sebagai protein struktural.
Sebagai badan-badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisma pertartanan
tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar dan masuk ke
dalam milieu interieur tubuh.
Sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisma dalam
bentuk enzim dan hormon. Boleh dikatakan bahwa semua proses metabolik (reaksi
biokimiawi) diatur dan dilangsungkan atas peng-aturan enzim, sedangkan aktivitas enzim
diatur lagi oleh hormon, agar terjadi hubungan yang harmonis antara proses metabolisma
yang satu dengan yang lain.

Tidak boleh lupa pula bahwa protein adalah salah satu sumber utama enersi,
bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Tetapi enersi yang berasal dari protein
termasuk mahal, sehingga tidaklah ekonomis bila sebagian besar enersi yang diperlukan
oleh tubuh disediakan di dalam makanan terdapat dalam bentuk protein. Enersi yang
berasal dari karbohidrat jauh lebih murah dan lebih mudah didapat bagi sebagian besar
masyarakat.
Dalam bentuk khromosom, protein juga berperan dalam menyimpan dan
meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes. Di dalam genes ini tersimpan codon
untuk sintesa protein enzim tertentu, sehingga proses metabolisma diturunkan dari orang tua
kepada anaknya dan terus kepada generasi-generasi selanjutnya, secara bersinambungan.
Mengingat berbagai fungsi protein yang sangat penting di atas, sudah selayaknya bila
kepada protein ini diberikan perhatian dan tempat penting khusus dalam penyediaan pangan,
baik bagi anak-anak maupun orang tua.
4. Metabolisma Protein
a. Protein dalam Makanan.
Protein dalam makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa,
yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan kita, sehingga daya cerna sumber
protein nabati pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein
hewani.
Memasak makanan dengan memanaskannya akan merusak dan memecahkan
dinding sel tersebut, sehingga protein yang terdapat di dalam sel menjadi terbuka
dan dapat dicapai oleh cairan pencernaan saluran gastrointestinal.
Protein hewani pada umumnya mempunyai kualitas (nilai gizi) lebih tinggi
dibandingkan dengan protein nabati. Namun demikian campuran beberapa bahan
makanan sumber protein nabati dapat menghasilkan komposisi asam amino yang
secara keseluruhannya mempunyai kualitas cukup tinggi. Bahan makanan sumber
protein hewani pada umumnya lebih mahal dibanding dengan sumber protein nabati.
Campuran nasi dengan kacang kedele atau hasil olah kedele memberikan
komposisi asam-asam amino yang bernilai gizi tinggi karena pengaruh saling

suplementasi. Juga bubur kacang hijau dengan ketan hitam yang banyak dijual di
warung-warung di tepi jalan di kota-kota di Pulau Jawa, adalah komposisi yang baik
untuk mendapatkan campuran asam-asam amino bernilai protein tinggi.
Juga mie bakso merupakan makanan rakyat yang bernilai protein tinggi,
karena protein terigu di dalam mie dicampur dengan protein daging atau ikan di
dalam baksonya.
Kedua jenis makanan tersebut disukai rakyat dan dijual dengan harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat banyak yang membutuhkannya. Sebaiknya
kedua jenis makanan rakyat itu digalakkan dan disebarkan lebih meluas lagi ke segala
bagian tanah air kita ini.

b. Pencernaan Protein Makanan.


Di dalam rongga mulut, protein makanan belum mengalami proses pencernaan.
Baru di dalam lambung terdapat enzim pepsine dan HCI yang bekerjasama memecah
protein makanan menjadi metabolite intermediate tingkat polypeptida, yaitu peptone
albumosa dan proteosa.
Di dalam duodenum protein makanan yang sudah mengalami pencernaan
parsial itu dicerna lebih lanjut oleh enzim yang berasal dari cairan pancreas dan dari
dinding usus halus. Pancreas menghasilkan enzim-enzim proteolitik trypsine dan
chemotrypsine sedangkan sekresi dinding usus mula-mula disangka hanya terdiri atas
satu enzim yang diberi nama erepsine, tetapi kemudian ternyata bahwa erepsine
tersebut merupakan campuran dari sejumlah enzim-enzim oligopeptidase, yaitu yang
memecah ikatan-ikatan oligopeptida. Oleh erepsine, oligopeptide dipecah lebih lanjut
menjadi asam-asam amino. Cairan empedu tidak mengandung enzim yang memecah
protein.
c Absorpsi dan Transpor.
Di dalam usus halus protein makanan dicerna total menjadi asam-asam amino, yang
kemudian diserap melalui sel-sel epithelium dinding usus. Semua asam amino larut di
dalam air sehingga dapat berdifusi secara pasifmelalui membrana sel. Ternyata bahwa

kecepatan dan mudahnya asam amino menembus membrana sel melebihi hasil difusi
pasif, dan untuk berbagai asam amino tidak sama, ada yang lebih mudah dan cepat, tetapi ada
yang lebih lambat penyerapannya. Bahkan asam-asam amino tersebut dapat diserap
menentang suatu gradient konsentrasi (concentration gradient), yang tidak mungkin
terjadi pada difusi pasif.
Penyerapan asam-asam amino telah banyak sekali dipelajari, baik in vivo maupun
in vitro, (metoda cincin usus, kantong intestine bagi penelitian in vitro; intestinal loop,
balance technique bagi in vivo). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa asamasam amino diserap secara aktip. Ada tanda-tanda bahwa masing-masing kelompok asam
amino (asam amino netral, asam amino basa dan asam amino asam), diserap secara aktip
mempergunakan satu transport carrier untuk masing-masing kelompok tersendiri-sendiri.
Akibat adanya kompetisi di antara sesama anggota satu kelompok, maka
penyerapan sesuatu asam amino murni berbeda dengan penyerapannya bila di dalam suatu
kelompok. Beberapa sifat terdapat pada suatu mekanisma penyerapan aktip:
(a)aliran zatyang diserap dapat menentang gradien konsentrasi,
(b)

memerlukan enersi,

(c)menunjukkan fenomena jenuh pada ketinggian konsentrasi tertentu,


(d)

menunjukkan gejala persaingan antara para anggota dari satu kelompok

yang mempergunakan carrier yang sama, dan


(e)dihambat oleh zat-zat penghambat oksidasi.
Pada umumnya protein dicerna dan diserap secara sempurna, sehingga di dalam
tinja praktis tak tersisa protein makanan. Memang di dalam tinja ada protein, tetapi bukan
berasal dari makanan, melainkan dari cairan pencemaan, dari sel-sel epithel usus yang
terlepas dan sebagian besar dari mikroflora usus yang terbawa ke dalam tinja tersebut.
Pada gangguan pencernaan dan penyerapan, protein makanan dapat terbawa ke
dalam colon dan dipecah oleh mikroflora usus.
Pemecahan protein oleh microflora usus menimbulkan proses pembusukan
(putrefaction); hasil pemecahan protein dan asam amino di antaranya gas H2S, indol dan
skatol, yang berbau busuk. Dekarboksilasi asam-asam amino menghasikan berbagai
ikatan amino yang toksik. Kumpulan ikatan-ikatan ini diberi nama ptomaine; dua anggota

ptomaine ialah putrescine dan cadaverine Zat-zat toksik ini dapat diserap oleh tubuh dan
memberikan keluhan-keluhan, seperti demam dan gatal-gatal.
Ada pula polypeptida atau molekul protein dengan berat moleku! rendah yang dapat
menembus lapisan epitel usus dan masuk diserap ke dalam cairan tubuh dan aliran darah.
Polypeptida dan protein asing (bukan asli dibuat di dalam metabolisma tubuh itu sendiri)
yang masuk ke dalam milieu interieur, bersifat antigenik merangsang alat pertahanan
tubuh untuk menggerakkan upaya-upaya perlawanan, di antaranya dengan membuat
badan-badan anti (antibodies). Antibody bereaksi melawan antigen, dan reaksi demikian
disebut reaksi allergik, menimbulkan gejala-gejala alergik Pada dasarnya gejala-gejala ini
menyangkut pembuluh darah dan otot-otot polos. Manifestasi reaksi allergik dapat berupa
kontraksi otot-otot polos pada saluran pernapasan, sehingga terjadi serangan asmatik. Dapat
pula reaksi tersebut berupa permeabilitas kapiler darah meningkat, sehingga terjadi
oedema lokal, terutama pada permukaan kulit, sehingga terjadi urticaria (biduran).
Atas dasar inilah terdapat orang-orang yang allergis terhadap beberapa jenis
makanan sumber protein, terutama jenis ikan laut. kerang dan udang. Malah ada pula kasus
allergik terhadap air susu.
Setelah asam-asam amino diserap ke dalam jaringan dinding usus, terus dialirkan ke
dalam kapiler darah dan melalui Vena portae ke dalam hati. Postprandial kadar asam amino
di dalam darah arterial meningkat lebih tinggi daripada di dalam darah vena. Kenaikan kadar
asam amino di dalam plasma darah ini tidak menyolok, karena asam-asam amino sangat
cepat ditangkap oleh sel-sel tubuh, sehingga kadarnya di dalam aliran darah tidak sampai
memuncak tinggi. Meskipun demikian, dengan teknik penentuan yang cukup sensitip dapat
diperlihatkan kadar asam-asam amino yang berbeda antara darah arterial dan darah vena.
Kadar protein 7% di dalam makanan sudah sanggup menyebabkan perbedaan kadar asam
amino dalam darah, sebelum dan setelah pemberian dosis.
Di dalam rongga intestine, campuran asam-asam amino hasil pencernaan protein
makanan itu ditambah dengan asam-asam amino endogen sehingga konsentrasinya
menjadi 3 - 4 kali yang berasal dari makanan. Penambahan ini menyebabkan komposisi
asam-asam amino menjadi lebih seimbang, yang meningkatkan penyerapan.

Dalam aliran darah, asam amino ditransport bersama albumin, tetapi ikatannya
sangat longgar, sehingga dianggap sebagai asam amino bebas. Dengan menambahkan
alkohol kepada sampel plasma, ikatan asam amino dengan albumin ini terputus dan
terdapatlah asam amino bebas di dalam plasma tersebut, yang dapat ditentukan
kuantitasnya. Plasma amino acid pattern dapat ditentukan dengan metoda khromatographi
kertas atau TLC. Khromatogram yang terdapat demikian disebut fingerprinting dari asam
amino bebas di dalam plasma.

d. Pool Asam amino.


Dalam perpustakaan lama dinyatakan bahwa di dalam tubuh tidak ada timbunan
cadangan (reserve) protein, sehingga protein harus selalu dikonsumsi setiap hari
secukupnya. Kemudian ternyata bahwa di dalam tubuh terdapat sejumlah asam amino
yang setiap saat siap untuk dipergunakan sebagai cadangan gawat. Cadangan ini terdiri
atas asam-asam amino di dalam darah maupun di dalam jaringan (hati, otot), yang cukup
labil dan mudah dimobilisasikan untuk penggunaan yang lebih urgen dan lebih penting.
Cadangan asam amino yang setiap saat dapat dipergunakan tubuh inilah yang
kemudian diberi nama Pool Asam amino (Amino acid Pool). Amino acid pool ini tidak
merupakan timbunan cadangan seperti misalnya glikogen maupun lemak, yang bersifat
lebih inert, tidak berperan serta aktip dalam fungsi fisiologis jaringan. Amino acid pool
memang berbentuk cadangan yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasikan oleh tubuh, tetapi
ia sebenarnya sedang memegang suatu fungsi tertentu di dalam jaringan, misalnya sebagai
albumin di dalam cairan darah, atau sebagai sel otot skelet, atau pula sebagai protein
metabolik yang terdapat di dalam cytoplasma. Namun bila diperlukan di dalam sintesa
protein lain yang lebih penting, sedangkan bahan dari protein makanan tidak cukup, maka
pool asam amino ini dapat melepaskan fungsinya yang sedang dipenuhi dan tersedia
untuk dipergunakan dalam sintesa protein baru tersebut.
Terdapt suatu keseimbangan dinamis antara asam amino di dalam jaringan dan
asam amino di dalam pool, artinya asam amino di dalam pool dan di dalam jaringan
tersebut selaiu saling dipertukarkan, dengan flux total yang sama menuju ke kedua
arahnya Pool asam amino yang terbesar terdapat dalam bentuk jaringan otot skelet. Bila

penyediaan protein dari makanan tidak mencukupi dan diperlukan asam-asam amino untuk
sintesa protein tubuh yang tidak dapat ditunda, maka sel otot-otot tertentu dipecah dan
asam-asam aminonya masuk ke dalam pool untuk dapat dipergunakan Maka otot-otot
yang tidak begitu banyak diperlukan akan dikebankan terlebih dahulu dan menjadi
atrofis, menjadi mengecil dengan akibat kekuatan otot tersebut menurun. Namun hal ini
tidak mengganggu fungsi tubuh keseluruhan, karena otot yang dikorbankan tersebut tidak
begitu sering dipergunakan atau diperlukan

e. Keseimbangan Asam-asam Amino.


Kualitas sesuatu protein ditentukan terutama oleh adanya semua asam amino esensial
dalam jumlah masing-masing sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jadi harus terdapat suatu
perbandingan kwantum tertentu di antara semua asam amino esensial tersebut.
Perbandingan yang terbaik ialah yang terdapat pada PAP (provisional aminoacid
pattern) menurut WHO-FAO (Lihat Daftar VI) Perbandingan antara asam-asam amino
yang terdapat dalam PAP inilah yang dianggap paling serasi dan seimbang, dan
mempunya; Skor Kimia bernilai 100. Jadi keseimbangan antara asam-asam amino
esensial di dalam makanan menentukan efisiensi pemakaian protein makanan tersebut.
Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa campuran asam-asam amino esensial
yang tidak seimbang memberikan berbaga hambatan pada metabolisma dan kondisi gizi
yang berhubungan dengan protein dan asam amino.
Pengaruh pertama yang tampak pada binatang percobaan yang diberi makanan yang
mengandung campuran asam-asam amino yang tidak seimbang, ialah penurunan nafsu
makan. Pada anak-anak yang menderita gizi salah, sebab pertama biasanya ketidakseimbangan protein di dalam makannya. Ini menyebabkan penurunan nafsu makan, yang
pada gilirannya mengurangi konsumsi zat-zatgizi, terutama kalori dan vitamin-vitamin.
Karena bahan makanan pokok beras memberikan sebagian besar kalori dan protein
maka penurunan konsumsi nasi ini akan sekaligus memberikan kekurangan kalori dan
protein, sehingga terjadilah penyakit Kuranc Kalori dan Protein (KKP).
Selanjutnya ketidak seimbangan asam-asam amino ini memberikan pula hambatan
penyerapan berbagai zat gizi, dengan akibat memperberat defisiensi berbagai zat gizi
tersebut. Juga utilisasi zat-zat gizi menurun sebagai akibat susunan asam-asam amino
yang tidak seimbang. Ketidakseimbangan asam-asam amino terdapat pada makanan
yang mengandung protein dengan skor kimia rendah, jadi mempunyai efisiensi yang
rendah pula pada penggunaan proteinnya.
Maka pada anak-anak yang menderita KKP, sebab yang permulaan sekali mungkin
karena ketidakseimbangan asam-asam amino di dalam makanannya. Susunan makanan
ini akan mem-berikan penurunan nafsu makan, yang berakibat pula pengurangan

konsumsi zat-zat gizi dan begitulah seterusnya kondisi gizi akan semakin menurun,
sehingga terjadi keadaan penyakit KKP yang semakin berat.
Karena itu, terapi yang terutama ialah pemberian susunan makanan yang adekwat,
mengandung protein yang seimbang dan cukup kuantitasnya, serta mudah dicerna.
f. Utilisasi Protein.
Di dalam tubuh, fungsi protein makanan ialah menyediakan asam-asam amino yang
diperlukan untuk berbagai kebutuhan:
(a) sintesa protein tubuh,
(b)salahsatu penghasil utama enersi,
(c) sintesa zat-zat organik lain yang mengandung nitrogen. Jadi inti penggunaan
protein makanan dapat dikembalikan
sebagai penggunaan asam amino yang dihasilkan pada pemecah-an protein makanan
tersebut.
Langkah pertama dari penggunaan asam amino untuk sintesa zat-zat organik lain ialah
melepaskan gugusan amino atau gugusan karboksil. Proses melepaskan gugusan amino
dapat berlangsung melalui proses transaminasi atau proses deaminasi.
Pada transaminasi, gugusan amino tersebut dipindahkan dari asam amino asal ke
asam keto (ketoacid), sehingga terbentuk asam amino baru, yang berbeda dari asam
amino asal. Ini terjadi bila diperlukan pembentukan asam amino non-esensial. Jadi hasil
transaminasi ialah suatu asam amino baru yang berbeda dari asam amino asal, tetapi
diperlukan untuk sintesa protein tubuh. Untuk memungkinkan hal ini perlu tersedianya
asam keto yang strukturnya sejenis dengan asam amino yang hendak dibentuk baru
tersebut, dan ada asam amino yang gugusan aminonya dapat dipindahkan dengan proses
transaminasi. Enzim yang melaksanakan dan mengatur proses ini disebut transaminase.
Pada deaminasi, gugusan amino yang dilepaskan dari suatu asam amino asal, diproses lebih
lanjut di dalam suatu reaksi siklus dan menghasilkan ikatan organik ureum (urea), yang
kemudian dibuang melalui ginjal di dalam air seni. Reaksi siklus yang memproses gugusan
amino menjadi urea disebut SIKLUS UREA KREBS-HEINSLET (Lihat Bagan 2)
BAGAN 2 SIKLUS UREA KREBS'HEINSLET

...

Glutamate^ Carbamate
vCitruline *^<
Ornithine Arginine
UREA

Ureum
Pada reaksi dekarboksilasi dilepaskan gugusan karboksil dari asam amino dan terjadilah ikatan
organik amino, sedangkan gugusan karboksil menghasilkan gas karbondiokasida (CO2). Gugusan
CO2 dapat berupa gas yang kemudian diikat oleh hemoglobine dan dibawa ke paru-paru, untuk
dilepaskan di dalam udara perna-pasan, dibuang melalui hidung ke udara luar. Dapat pula CO2
diproses menjadi gugusan karbonat dan larut dalam cairan darah, untuk dibuang melalui ginjal
ke dalam air seni.
Setelah melepaskan gugusan amino, asam amino menjadi suatu asam keto (ketoacid) yang
dapat mengalami proses meta-bolik lebih lanjut. Satu jalur reaksi ialah yang menghasilkan enersi,
dioksidasi di dalam suatu reaksi siklis yang disebut Siklus KREBS (siklus asam
trikarboksilat, siklus asam sitrat (lihat halaman 188). Ketoacid yang berasal dari asam
amino dapat menempuh jalur proses karbohidrat yang menghasilkan asam pyruvat, atau
jalur lemak yang menghasilkan gugusan acetyl-CoA (lihat halaman 189), sebelum memasuki
reaksi siklus KREBS.

g. Ekskresi Protein.
Pada umumnya orang sehat tidak mengekskresikan protein, melainkan sebagai
metabolitnya atau sisa metabolisma (metabolic waste product). Selain CO2 dan H2O
sebagai hasil sisa metabolisma protein, terjadi pula berbagai ikatan organik yang
mengandung nitrogen seperti urea dan ikatan lain yang tidak mengandung nitrogen.
Nitrogen yang dilepaskan pada proses deaminasi masuk ke dalam siklus Urea dari
KREBS-HEINSLET dan diekskresikan urea melalui ginjal di dalam air seni. Bila air seni
dibiarkan di udara terbuka, ureum akan dipecah oleh mikroba, menghasilkan amonia
(NH3) yang menguap dan memberikan bau khas air seni (pesing).
Nitrogen yang dilepaskan pada proses transaminasi tidak dibuang ke luar tubuh,
tetapi dipergunakan lagi dalam sintesa protein tubuh. Ada pula nitrogen yang terbuang di
permukaan kulit dalam sel-sel yang aus terlepas atau dalam rambut yang putus
terbuang. Nitrogen juga ada yang ikut terbuang di dalam tinja, karena terbuang di dalam
cairan pencernaan atau di dalam sel-sel epithet usus yang terlepas dan terbuang aus.
Pada keadaan sakit ginjal, ada protein yang terbuang di dalam air seni, yang disebut
proteinuria. Protein Benz-Jones terdapat di dalam urine pada kondisi sakit tertentu. Juga
mungkin ada asam amino atau metabolitnya yang terbuang di dalam air seni pada
kondisi abnormal tertentu.
5. Sintesa Protein.
Aparat untuk sintesa protein tubuh sangat kompleks, menyangkut faktoryang diturunkan
(faktor keturunan-gene). Kegiatan dimulai dengan DNA (deoksiribonucleic acid) yang
terdapat di dalam khromosoma di dalam inti sel. DNA melakukan duplikasi dan
menghasilkan RNA (ribonucleic acid) yang membawa kode bagi pembentukan suatu jenis
protein tertentu. Kode ini dibawa oleh apa yang disebut messenger-RNA dari khromosoma
di dalam inti ke dalam cytoplasma di luar inti sel, dan dilekatkan pada ribosoma yang
terdapat melekat pada endoplasmic reticulum. Di dalam cairan protoplasma terdapat RNA
yang lain, yang mengikat asam amino tertentu, lalu membawa asam amino tersebut ke
tempat pada ribosoma yang ditentukan oleh kode (codon) di dalam messenger- RNA yang
telah melekat menjadi acuan (template) pada ribosoma tersebut. Jenis RNA yang kedua ini

diberi nama transfer RNA (t-RNA). Transfer RNA mengenal tempatnya pada m-RNA
(messenger RNA) dengan codon tersebut di atas. Pada t-RNA terdapat apa yang disebut
anticodon, yaitu rumusan khusus yang merupakan lawan (counterpart) dari sesuatu codon
tertentu. Maka asam amino tertentu dibawa ke tempat codon tertentu dengan melalui
pengenalan oleh t-RNA dengan anti-codonnya. Demikianlah setiap t-RNA yang berbedabeda membawa asam amino tertentu, sehingga menjadi deretan asam-asam amino
menurut kode yang dibawa oleh m-RNA. Setelah asam-asam amino yang jenisnya sesuai
dengan perintah code yang didapat dari genes dibawa oleh m-RNA, maka asam-asam
amino itu saling dikaitkan melalui ikatan peptida. Jadi jenis kode yang dibawa oleh m-RNA
merupakan kode untuk susunan struktur primer dari sesuatu protein
Terjadilah rantai panjang dari asam-asam amino, ialah susunan struktur primer
polypeptida sesuatu protein tertentu. Setelah sruktur primer dari protein disintesa secara
lengkap, maka protein tersebut dilepaskan dari ribosom. Kemudian gaya-gaya sekunder
mulai saling berinteraksi dan memberikan tambahan struktur sekunder, kemudian bereaksi
pula gaya-gaya tertier yang memberikan struktur protein yang semakin kompleks,
mencapai struktur akhir yang disebut struktur native, dan terjadilah molekul protein dengan
strukturnya seperti yang terdapat di dalam alam (native protein).
Setiap tingkat dari reaksi-reaksi pembentukan protein itu diatur oleh enzim-enzim
tertentu, yang pada gilirannya diatur pula oleh berbagai hormon. Bagaimana mekanisme
yang tepat dari sintesa protein dan pengaturannya oleh enzim dan hormon, masih terus
diteliti dan dipelajari.
Protein yang telah siap, ada yang tetap tinggal di dalam sel produsen-nya dan
dipergunakan di situ, tetapi ada pula yang dipersiapkan oleh Apparat Golgi, untuk
kemudian dikeluarkan oleh sel, untuk dibawa ke sel jaringan lain dan memenuhi
fungsinya di situ.

6. Penyakit Gizi yang Berhubungan dengan Protein.


Ada dua jenis penyakit gizi yang bersangkutan dengan protein, (a) berdasarkan
defisiensi protein, dan (b) berdasarkan kelainan sintesa serta metabolisma protein.
a. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP, PCM, PEM).
Defisiensi protein hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan defisiensi
kalori. Asosiasi kedua penyakit ini dapat difahami melalui berbagai hubungan antara
protein dan enersi (kalori).
Hubungan metabolisma terdapat antara enersi dan protein, yaitu bahwa protein
merupakan salah satu penghasil utama enersi. Jadi bila enersi kurang cukup di dalam
hidangan, maka protein lebih banyak yang dikatabolisma menjadi enersi. Ini berarti
semakin kurang protein yang tersedia untuk keperluan lain, termasuk untuk sintesa
protein tubuh.
Hubungan lain melalui bahan makanannya. Di Indonesia, baik enersi maupun protein
sebagian besar diberikan oleh bahan makanan pokok; dalam hal ini ialah beras. Beras
memberikan 70 - 90% kalori maupun protein, jadi bila konsumsi beras (nasi) tidak mencukupi, maka akan terjadi defisiensi enersi maupun protein.
Tetapi adakalanya defisiensi kalori terjadi secara ekstrim, sehing-ga penyakit menjadi
gejala-gejala yang dapat dikatakan khusus karena kurang kalori. Gambaran defisiensi
kalori secara ekstrim disebut marasmus.
Sebaliknya dapat pula terjadi defisiensi protein secara ekstrim dengan kalorjjrang
relatif mencukupi. Dalam hal ini akan terjadi penyakit dengan gambaran klinik yang
disebut kwashiorkor.
Pada marasmus penderita sangat kurus, sesuai dengan sebutan tinggal tulang dan
kulit. Berat badan penderita mencapai kurang dari 60% berat badan standar bagi anakanak sehatyang seumur. Di bawah kulit tidak terasa adanya lapisan lemak (paniculus
adiposus), bila kulit tersebut dijepit di antara jari sehingga membentuk lipatan. Kulit
tampak berlipat-lipat di daerah pantat seperti kain yang diwiron, atau sepertinya kulit
tersebut kedodoran terlalu lebar bagi tubuh yang kurus tersebut. Lipatan-lipatan kulit

terdapat pula di bagian muka, sehingga muka anak menyerupai muka seorang tua yang
sudah keriput (oldman's face) atau dipersamakan pula dengan muka anak monyet yang
baru lahir (monkey's face).
Pada penderita marasmus biasanya tidak ada pembesaran hati (hepatomegalia) dan
kadar lemak serta kholesterol di dalam darah menurun. Suhu badan juga lebih rendah
dari suhu anak sehat, dan anak tergeletak in-aktip, tidak ada perhatian bagi keadaan
sekitarnya.
Pada kwashiorkor gambaran klinik anak sangat berbeda. Berat badan tidak terlalu
rendah, bahkan dapat tertutup oleh adanya oedema, sehingga penurunan berat badan ini
reiatif tidak terlalu jauh, tetapi bila pengobatan oedema menghilang, maka berat badan
yang rendah akan mulai menampakkan diri. Biasanya berat badan tersebut tidak sampai
dibawah 60% dari berat badan standar bagi umur yang sesuai.
Penderita kwashiorkor tampak apathis, tidak ada perhatian terhadap keadaan
sekitarnya, yang tampak pada ekspresi mukanya dengan mata yang redup tidak bersinar.
Sering anak ini menangis dengan nada yang menjengkelkan, dan tidak mau berhenti
untuk waktu lama.
Rambut tampak halus dan jarang, dengan pigmen yang kurang, sehingga tidak berwarna
hitam legam tetapi pirang kemerahan, dan kilap rambut juga hilang, sehingga menjadi
kusam. Pada anak yang menderita dan sembuh berulang-ulang, warna rambut ini dapat
berseling hitam dan pirang, sehingga berwarna belang seperti bendera (Amerika),
sehingga disebut flag sign phenomena. Rambut ini dapat dicabut tanpa terasa sakit oleh
penderita. Bila akar rambut diperiksa di bawah mikroskop, akan tampak bonggol akar yang
atrofik dan diameter rambut juga lebih kecil dari yang sehat.
Kulit tampak kering (Xerosis) dan memberi kesan kasar dengan garis-garis permukaan
yang jelas tampak seperti mozaic (mozaic skin). Di daerah tungkai dan sikut serta di
daerah bokong terdapat daerah kulit yang menunjukkan hyperpigmentasi dan kulit dapat
mengelupas dalam lembaran yang lebar, meninggalkan dasar yang licin berwarna lebih
putih mengkilap, memberi kesan seperti kertas perkamen (kulit perkamen). Tampak daerah
ini menunjukkan kelainan yang disebut crazy pavement dermatosis.

Perut anak membuncit karena pembesaran hati (hepatomegalia), yang dapat diraba
pada palpasi. Pada pemeriksaan mikros-kopik (anatomi pathologik), terdapat perlemakan
sel-sel hati. Di bawah kulit masih terdapat iapisan lemak, yang terasa pada lipatan kulit di
antara jari, bila dijepitdan ditarik. Adanya oedema dianggap khas bagi gambaran
kwashiorkor. Kadar protein darah menurun, terutama albumin.
Kasus yang terbanyak ialah campuran kedua gambaran klinik di atas, disebabkan oleh
kekurangan enersi dan protein sekaligus. Keadaan campuran ini disebut marasmic
kwashiorkor, dan inilah yang disebut KKP. Penderita mempunyai berat badan di bawah
berat standar untuk umurnya, tetapi mungkin tidak terlalu jauh di bawah.
GOMEZ mengadakan kualifikasi berat-ringannya KKP berdasarkan berat badan, dibandingkan dengan berat standar HARVARD
(hasil penelitian di Amerika Serikat oleh Universitas Harvard).
PCMo (anak sehat)
PCMI
PCMII
PCMIII
Batas-batas
tinggi

bagi

lebih

ringan

yang

menjadi

batas

berat

anak-anak

: Berat badan 110 - 90% standar Harvard


: Berat badan 89 - 75% standar Harvard
: Berat badan 74 - 60% standar Harvard
: Berat badan kuranq dari 60% standar Harvard.
berat

badan

anak-anak

Indonesia,

dibandingkan
dasar
badan

di

menurut
dengan

standar
menurut

Indonesia,

kualifikasi
yang

berat

Harvard
GOMEZ

sehingga

ini

terlalu

berat

badannya

rata-rata

badan

anak-anak

Amerika,

.tersebut.
ini

GOMEZ

Karena

disesuaikan

mendapatkan

itu,

dengan

kualifikasi

bataskondisi
sebagai

berikut :
KKPO (anak sehat)

: Berat badan 110-85% standar Harvard

KKP|

: Berat badan 84 - 75% standar Harvard

KKP||
KKPIII

: Berat badan 74 - 60% standar Harvard


: Berat badan kurang dari 60% standar Harvard.

Tingkat KKPI dan KPN disebut tingkat KKP sedang (ringan) dan KKPIII disebut KKP
berat. Klasifikasi ini terutama berguna bagi penilaian kondisi kesehatan gizi anak-anak di

lapangan (masya-rakat). Berhasil tidaknya suatu action program di bidang perbaikan gizi
sesuatu masyarakat dapat dilihat pada pergeseran frekuensi berbagai tingkat KKP
tersebut.
Pada marasmic kwashiorkor di klinik, gambaran penyakit dapat begeser ke arah
marasmus maupun ke arah kwashiorkor. Penyakit ini menyerang anak BALITA, dengan
puncak frekuensi pada kelompok umur 2-4 tahun. Biasanya anak dibawa ke rumah sakit atau
ke dokter dengan kelebihan panas, mencret atau kejang-kejang. Hampir tidak pernah orang
tua anak penderita ini mengenal penyakit ini sebagai suatu defisiensi gizi KKP. Para orang
tua akan merasa malu bila anaknya disebut kurang gizi atau menderita kondisi gizi salah.
BAGAN 3 PERGESERAN GAMBARAN KLINIK KKP
% GOMEZ
85
75
60

Sehat
Gizi Kurang
Marasmic

KWASHIORKOR

MARASMUS

b. Penyakit Penyerta.
Penderita penyakit KKP biasanya terserang pula oleh penyakit infeksi yang berupa penyakit
penyerta. Hal ini terjadi karena penyakit KKP menurunkan daya tahan tubuh secara umum,
sehingga menjadi lebih rentan terhadap serangan berbagai penyakit infeksi. Penyakit-penyakit
infeksi yang sering dijumpai sebagai penyakit penyerta pada penderita KKP ialah
(a) penyakit infeksi saluran pernafasan, terutama bagian atas,
(b)penyakit infeksi saluran pencernaan, dengan gejala mencret-mencret dan
(c) berbagai penyakit anak secara umum juga meningkat, baik dalam mobiditas maupun
dalam mortalitas.
Karena serangan penyakit infeksi anak akan menderita demam (panas badan), diarrhoea,
dehydrasi dan kadang-kadang juga kejang-kejang. Justru gejala-gejala penyakit infeksi penyerta
inilah yang sebenarnya menyebabkan anak dibawa ke dokter atau ke rumah sakit.

c. Terapi.
Yang pertama harus ditanggulangi ialah gejala-gejala penyakit infeksi yang akut
terlebih dahulu, seperti kejang-kejang, dehydrasi dan diarrhoea. Bila gejala-gejala akut
sudah mulai dikuasai, baru dilakukan terapi spesifik terhadap infeksinya, sambil
menanggulangi kondisi KKP-nya. Kalau petlu karena mencret-mencret anak dipuasakan
yang lamanya disesuaikan dengan keadaan mencretnya. Pada saat ini anak hanya diberi
minum teh secara berangsur-angsur.
Realimentasi dilakukan dengan makanan cair, yang mengan-dung cukup kalori,
vitamin dan protein serta komponen gizi lainnya. Konsentrasi zat-zat dapat dimulai parsial,
misalnya mulai dengan pengenceran 1/2 atau 1/4 dan secara bertingkat dinaikkan,
sehingga konsentasi penuh. Kalau sudah tahan beberapa lama terhadap makanan cair
konsentasi penuh, maka dimulai memberikan makanan setengah padat (bubur), dan baru
kemudian sekali makanan padat biasa. Komponen makanan harus tinggi kalori, tinggi
protein dan cukup vitamin serta mineral, dan dihidangkan dalam bentuk yang mudah
dicerna. Dari susunan makanan miskin residu, secara perlahan beralih ke makanan yang
mengandung cukup residu, agar memudahkan defekasi.

KESIMPULAN
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama")
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari

monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur
serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup
dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk
batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai
antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam
biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan
sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein
merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein
ditemukan oleh Jns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang
dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi
yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari
asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang
memiliki fungsi penuh secara biologi.
Struktur tersier protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet
dan alpha-helix yang sangat pendek. Model dibuat dengan menggunakan koordinat dari
Bank Data Protein (nomor 1EDH).
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu),
sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur
primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan
melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur
tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh
ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:

alpha helix (-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk
seperti spiral; beta-sheet (-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar
yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan
hidrogen atau ikatan tiol (S-H); beta-turn, (-turn, "lekukan-beta"); dan gamma-turn, (turn, "lekukan-gamma").
Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur
tiga dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan.
Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen
membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan
membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim
Rubisco dan insulin.
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis
protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino
ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N
dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan
spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.
Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular
dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiranalfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta
menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur
sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita
amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta.
Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum
inframerah.
Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari
40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada
protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan
rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru
berbeda dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks
ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak

hilang. Inilah yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur
kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional.
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang
dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein pro kg berat tubuhnya. Kebutuhan
akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atlet.atlet.
Kekurangan Protein bisa berakibat fatal: Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari
97-100% dari Protein -Keratin).Yang paling buruk ada yang disebut dengan
[Kwasiorkor], penyakit kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang
menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya busung lapar, yang disebabkan oleh
filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem. Simptom yang lain
dapat dikenali adalah: hipotonus gangguan pertumbuhan.
Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat kematian.
Dari makanan kita memperoleh Protein. Di sistem pencernaan protein akan
diuraikan menjadi peptid peptid yang strukturnya lebih sederhana terdiri dari asam
amino. Hal ini dilakukan dengan bantuan enzim. Tubuh manusia memerlukan 9 asam
amino. Artinya kesembilan asam amino ini tidak dapat disintesa sendiri oleh tubuh
esensiil, sedangkan sebagian asam amino dapat disintesa sendiri atau tidak esensiil oleh
tubuh. Keseluruhan berjumlah 21 asam amino. Setelah penyerapan di usus maka akan
diberikan ke darah. Darah membawa asam amino itu ke setiap sel tubuh. Kode untuk
asam amino tidak esensiil dapat disintesa oleh DNA. Ini disebut dengan DNAtranskripsi.
Kemudian mRNA hasil transkripsi di proses lebih lanjut di ribosom atau retikulum
endoplasma, disebut sebagai translasi.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Achmad Djaeni Sediaoetama, M.Sc. Ilmu Gizi untuk Mahasiwa dan Profesi
Dian Rakyat, Jawa Timur, 2000.

Anda mungkin juga menyukai