Anda di halaman 1dari 9

SKENARIO 6 : BEDA KASUS, BEDA MAKANANNYA...

Roki seorang laki laki berusia 19 tahun, telah dirawat selama 10 hari
di RS dengan demam tinggi, berat badan menurun, nafsu makan
tidak ada dan buang air besar yang keras. Pada saat masuk, telah
diukur berat dan tinggi badan Roki yaitu 56 kg dan 162 cm. Namun
pada hari ke 10 ini dokter mendapatkan Indeks Massa Tubuh Roki
menurun menjadi 16. Penghitungan kebutuhan kalori rumus Harris
Bennedict telah dilakukan sejak dari awal masuk. Dokter
memperkirakan
demamnya
yang
tinggi
dan
anoreksia
menyebabkan memburuknya keadaan Roki.
Di ruangan yang lain, terbaring pasien luka bakar hebat, seorang
laki-laki berusia 54 tahun. Pada beberapa hari pertama setelah
kejadian, Bapak tersebut mengalami kondisi badan yang menggigil
kendati suhu tubuhnya relatif rendah, frekuensi nadi yang cepat dan
tekanan darah yang rendah, disertai dengan peningkatan kadar gula
darah. Satu hari pasca kejadian, tubuhnya mengalami oedem, kadar
gula darah 230 gr/dL, jumlah leukosit 23.000/mm3 dan jumlah urin
800 cc dalam 24 jam (berat badan 50 kg). Bapak tersebut
mendengar dokter mengatakan bahwa ia masuk dalam fase-ebb.
Beberapa hari setelah ia mendapat pengobatan, kondisinya secara
perlahan-lahan mengalami perbaikan seiring dengan penyembuhan
luka bakarnya. Pada saat-saat awal ia mengalami disfagia akibat
luka bakar yang dideritanya, sehingga konsumsi makanan menjadi
terbatas. Saat itu dokter memutuskan untuk memberikan nutrisi
melalui jalur enteral dan parenteral.
Bagaimana anda menjelaskan keadaan Roki dan pasien luka bakar
dalam skenario diatas serta usaha untuk pemenuhan kebutuhan
kalori dan nutrisi untuk keduanya?
STEP I : TERMINOLOGI
1. Indeks Massa Tubuh : rasio standar berat terhadap tinggi, dan
sering digunakan sebagai indikator kesehatan umum
2. Kebutuhan Kalori Rumus Harris Bennedict : digunakan untuk
menentukan Angka Metabolisme Basal tubuh (AMB). Angka
Metabolisme Basal (AMB) tubuh adalah berapa jumlah
kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
menjalankan fungsi normal dan vital tubuh seperti bernafas,
jantung yang berdetak, proses pencernaan dan fungsi vital
lainnya.
3. Anoreksia : sebuah gangguan makan yang ditandai dengan
penolakan untuk mempertahankan berat badan yang sehat
dan rasa takut yang berlebihan terhadap peningkatan berat
badan akibat pencitraan diri yang menyimpang.
4. Oedem : akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial
(celah di antara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan
pembengkakan.

5. Fase Ebb : respon seketika setelah trauma


6. Disfagia : gangguan pada esofagus dimana penderitanya
mengalami kesulitan dalam menelan .
7. Nutrisi enteral : nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral,
formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung
(gastric tube), nasogastric tube (NGT), atau jejunum, dapat
secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin
8. Nutrisi parenteral : suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui
saluran pencernaan.
STEP 2 : RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa demam tinggi, BB turun, nafsu makan menurun dan
BAB keras? Dan hubungan dengan keluhan2 yg ada setelah
dirawat?
2. Mengapa IMT roki menurun setelah dirawat di RS?
3. Bagaimana menghitung kebutuhan kalori dengan rumus
Harris Bennedict?
4. Mengapa demam yang tinggi dan anoreksia dapat
memperburuk keadaan roki?
5. Mengapa setelah sehari terjadi luka bakar Bapak tersebut
mengalami kondisi badan yang menggigil kendati suhu
tubuhnya relatif rendah, frekuensi nadi yang cepat dan
tekanan darah yang rendah, disertai dengan peningkatan
kadar gula darah ?
6. Apakah ada hubungan kejadian luka bakar dengan kondisi
bapak tersebut?
7. Mengapa bapak tersebut mengalami oedem?
8. Mengapa bapak tersebut berada dalam fase ebb? Apa yang
dimaksud dengan fase ebb?
9. Mengapa luka bakar dapat menyebabkan disfagia?
10.
Indikasi pemberian nutrisi jalur enteral maupun
parenteral?
STEP 3: HIPOTESIS
1. Mengapa demam tinggi, BB turun, nafsu makan
menurun dan BAB keras? Dan hubungan dengan
keluhan2 yg ada setelah dirawat?
Demam tinggi yang dialami roki dapat dialami karena
terpapar infeksi, ketika infeksi respon tubuh akan
mengeluarkan sitokin2.
Interleukin-1 (IL-1)4,5
Sitokin ini dilepaskan oleh monosit atau makrofag yang
teraktivasi oleh berbagai antigen stimuli. Sitokin ini juga
disebut sebagai pirogen endogen atau faktor endogen lekosit
yang berperan besar dalam in a- masi jaringan. Sitokin ini

merangsang sel hati untuk mensintesis dan melepaskan


protein fase akut ( sep- erti makroglobulin, komplemen,
immunoglobulin, C reaktif protein), membuat endotel mudah
menang- kap monosit, merangsang pertumbuhan broblas,
menyebabkan demam dan terlibat dalam pemecahan otot.
Interleukin-1 juga mengaktifkan granulocyte macrophage
colony stimulating (G-CSF) dan IL-6 di sel endotel, T cell
helper, broblas dan sumsum tulang untuk menghasilkan
lekosit.
Infeksi/sepsis -> sitokin -> IL1,TNF,IL2 -> meningkatkan pusat
termostat di hipotalamus -> demam -> merangsan nukleus di
hipothalamus inferior yang berdekatan dengan nukleus
ventromedial -> nukleus ventromedial ikut terangsang ->
pusat kenyang terangsan -> menurukan nafsu makan -> BB
turun dan BAB keras
Sitokin2 juga bersifat katabolik sehingga memicu sekresi cck
dan leptin makanya nafsu makan menurun sehingga orang
anoreksia.
2. Mengapa IMT roki menurun setelah dirawat di RS?
Karena roki anoreksia sehingga intake makanan juga
berkurang makanya BB roki juga menurun.
3. Bagaimana menghitung
rumus Harris Bennedict?

kebutuhan

kalori

dengan

4. Mengapa demam yang


memperburuk keadaan roki?

tinggi

dan

anoreksia

dapat

Ketika seseorang sedang mengalami trauma (deman akibat infeksi),


kebutuhan energi meningkat 1030%, aktivitas
fisik menurun,
produksi panas meningkat dan laju metabolisme basal juga
meningkat baik enzimatik maupun kerja kardiorespirasi namun tidak
di imbangi dengan intake gizi yang cukup diakibatkan karena
anoreksia, makanya keadaan roki dapat bertambah buruk (bisa
dilihat dari IMT yang semakin menurun)

5. Mengapa setelah sehari terjadi luka bakar Bapak tersebut


mengalami kondisi badan yang menggigil kendati suhu
tubuhnya relatif rendah, frekuensi nadi yang cepat dan
tekanan darah yang rendah, disertai dengan peningkatan
kadar gula darah ?
badan yang menggigil kendati suhu tubuhnya relatif
rendah,frekuensi nadi yang cepat dan tekanan darah yang
rendah
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok
hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan

volume intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga


menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan
ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin
sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas,
terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau
di dalam lepuh. Bila volume intravaskuler berkurang, tubuh akan
selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti
ginjal, hati dan kulit akan terjadi perubahan-perubahan hormonal
melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH, dan
system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular,
dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan
hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan
utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan
kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka
masih tetap terjadi deficit interstistial, dengan akibatnya tandatanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang
berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma,
dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.
Jadi ada 3 fase :
Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena
ginjal
mempunyai
cara
regulasi
sendiri
untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung.
Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan
seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun,
aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi


bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa
yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas
mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek
keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari
aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,
terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.
Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea
Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas
adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia.
Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi
pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi
perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah
70 mmHg.
peningkatan kadar gula darah
Hiperglikemia merupakan respons metabolik yang paling menonjol
setelah terjadi stres atau trauma. Awalnya hiperglikemia terjadi
karena mobilisasi cadangan glikogen hati. Hiperglikemia ini menetap
karena terjadi peningkatan produksi glukosa tanpa diimbangi
pembersihan glukosa. Produksi meningkat selain dari pemecahan
glikogen juga terjadi pembentukan glukosa dari asam amino, laktat,
gliserol dan piruvat. Asam amino berasal dari pemecahan protein
otot, laktat dan piruvat berasal dari glikogenolisis dan glikolisis di

otot sedangkan gliserol berasal dari metabolisme trigliserida.


Produksi glukosa hepatik meningkat pada orang normal sekitar 200
g/hari menjadi 320 g/hari pada pasien luka bakar tanpa infeksi dan
menjadi 400 g/ hari pada luka bakar dengan infeksi. Insulin sebenarnya
juga meningkat akan tetapi terjadi resistensi di perifer sehingga kadar glukosa tetap
tinggi, selain itu diduga terjadi sekresi hormon kontra insulin yang lebih tinggi
daripada sekresi insulin. Jadi sebenarnya mekanisme hiperglikemia yang terjadi pada
saat stres adalah produksi yang meningkat disertai timbulnya resistensi insulin.
6. Apakah ada hubungan kejadian luka bakar dengan kondisi
bapak tersebut?
Ada, karena luka bakar merupakan etiologi dari stress metabolik
7. Mengapa bapak tersebut mengalami oedem?
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi (akibat luka bakar)
sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan
oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas
kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler.
Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan
interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan
kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan
kekurangan sodium dalam intravaskuler
8. Mengapa bapak tersebut berada dalam fase ebb? Apa
yang dimaksud dengan fase ebb?
fase ebb terjadi segera setelah terjadi stress baik itu trauma, infeksi atau sepsis yang
berlangsung (248) jam yang ditandai dengan periode syok berupa hipovolemia dan
penurunan oksigen jaringan, penurunan volume darah yang menyebabkan penurunan
curah jantung dan produksi urin, bila pasien dapat melewati fase ini maka akan
memasuki awal fase ow yang ditandai dengan respons metabolik berupa
hipermetabolisme, katabolisme dan perubahan respons imun serta hormonal.

9. Mengapa luka bakar dapat menyebabkan disfagia?


Kalo luka bakarnya di daerah esophagus ya dapat
menyebabkan disfagia karena :
Proliferasi granulasi dan jaringan fibrosa menyebabkan
disfagia. Diakibatkan karena Esofagitis korosif :
adalah
peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif
misalnya asam kuat, basa kuat, dan zat organik. Zat kimia
yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia
yang bersifat korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan
bila telah diserap oleh darah.
Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak
jaringan tubuh dengan merubah struktur ion dan struktur
molekul serta mengganggu ikatan kovalen pada sel. Tertelan
basa kuat menyebabkan jaringan liquefactum necrosis,
sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan
melarutkan protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi
dan perusakan struktur membran sel. Ion hidroksi (OH-) yang
berasal dari zat basa bereaksi dengan jaringan kolagen
sehingga menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan
jaringan (kontraktur), trombosis pada pembuluh darah kapiler,
dan produksi panas oleh jaringan. Jaringan yang paling sering
terkena pada kontak pertama oleh basa kuat adalah lapisan
epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus.

10. Indikasi pemberian nutrisi jalur enteral maupun


parenteral?

Anda mungkin juga menyukai