FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LAPORAN KASUS
JANUARI 2017
OLEH :
DEVI RATNA PRATIWI
10542015510
PEMBIMBING :
dr. Rahasiah Taufik, Sp.M(K)
HALAMAN PENGESAHAN
Stambuk
: 10542015510
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan judul Trauma Oculi Non Perforans. Tugas
ini di tulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata.
Berbagi hambatan dialami dalam penyusunan tugas ini. Namun, berkat bantuan,
saran, kritik, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis sampaikan dengan hormat dan terima kasih kepada dr. Rahasiah Taufik,
Sp.M(K) selaku pembimbing telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari apa yang diharapkan
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.
Semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Makassar,
Januari
2017
Hormat saya
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS.
BAB 1 PENDAHULUAN
10
A.
Anatomi ...
10
B.
Fisiologi Kornea
12
C.
Definisi.
12
D.
Etiologi
13
E.
Klasifikasi..
14
F.
Patofisiologi ..
16
G.
Gambaran Klinis..
18
H.
Diagnosis..
21
I.
Penatalaksanaan....
23
J.
Komplikasi..
25
Prognosis.
26
KAJIAN ISLAM.
28
DAFTAR PUSTAKA...
29
LAPORAN KASUS
TRAUMA OCULI NON PERFORANS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. F
Umur
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Pegawai
Agama
: Islam
Alamat
II
No. Register
: 599147
Suku/ Bangsa
: Indonesia
Tgl. Pemeriksaan
: 28 Desember 2016
Tempat Pemeriksa
: Rs. Pelamonia
Coass Pemeriksa
ANAMNESA
Keluhan Utama
Anamnesa Tambahan
Pasien datang ke Poli Mata RS. Pelamonia dengan keluhan mata merah sebelah
kanan dialami sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini terjadi setelah terkena ujung
payung, setelah terkena payung mata pasien langsung berair. Pasien tidak
5
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
OD
OS
A. Inspeksi
Pemeriksaan
OD
OS
1. Palpebra
edema (-)
edema (-)
2. Apparatus lakrimalis
Lakrimasi (+)
Lakrimasi (-)
3. Silia
Sekret (-)
Sekret (-)
4. Konjungtiva
(+),
5. Bola Mata
Normal
Normal
7. Kornea
Jernih
Jernih
Normal
Normal
9. Iris
Coklat,kripte (+)
Coklat,kripte (+)
10. Pupil
Bulat,sentral,
6. Mekanisme Muskular
- OD
- OS
11. Lensa
refleks Bulat,sentral,
(+)
(+)
Jernih
Jernih
B. Palpasi
Pemeriksaan
OD
OS
Tensi okuler
Tn
Tn
b. Nyeri tekan
(-)
(-)
c. Massa tumor
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
d.Gland.Pre-aurikuler
C. Pemeriksaan Visus
VOD = 6/ 10
VOS = 6/7,5
refleks
Tampak abrasi
kornea di daerah
inferior dan
paracentral arah
jam 1
Konjungtiva
OD
Hiperemis(+),
subconjungtival
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa
OS
injeksi Hiperemis (-)
(+),
subkonjungtiva bleeding
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, Refleks (+)
Jernih
Jernih
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, Sentral, Refleks (+)
Jernih
G. Slit Lamp :
- SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtival (+), subkonjungtival
bleeding (+) di daerah temporal, kornea jernih, tes fluorescent (+), bilik mata
depan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks (+), lensa
-
jernih.
SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan normal,
iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, Refleks (+), lensa jernih.
8
IV
RESUME
Seorang laki-laki umur 45 tahun, datang ke poli mata RS Pelamonia dengan
keluhan mata merah sebelah kanan dialami sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini
terjadi setelah terkena ujung payung, setelah terkena payung mata pasien langsung
berair. Pasien tidak mengeluhkan penglihatannya memburuk, tidak ada kotoran
mata berlebihan, pasien tidak merasakan rasa silau dan nyeri.
Pada pemeriksaan oftalmologi di dapatkan : inspeksi OD lakrimasi (+),
Hipermis (+), injeksi konjungtival (+), subkonjuktiva bleeding (+) . Pada
pemeriksaan visus di dapatkan VOD dalam batas normal. Pada pemeriksaan slit
lamp, didapatkan SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtival (+),
subkonjuktiva bleeding (+) di daerah temporal, kornea jernih, tes fluorescent (+),
bilik mata depan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks (+),
lensa jernih.
DIGNOSIS
OD Trauma Oculus Non Perforans
VI
TERAPI :
-
VII
PROGNOSIS
Quo ad visam
: Bonam
: Bonam
DISKUSI
Dari anamnesis pasien datang ke poliklinik mata Pelamonia dengan
keluhan keluhan mata merah sebelah kanan
Keluhan ini terjadi setelah terkena ujung payung, setelah terkena payung mata
pasien langsung berair. Pasien tidak mengeluhkan penglihatannya memburuk,
tidak ada kotoran mata berlebihan, pasien tidak merasakan rasa silau dan nyeri.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Riwayat penggunaan kaca
mata dan Riwayat mata kabur.
Riwayat ini mengarahkan ke diagnosa trauma okulus non perforans. Pada
pemeriksaan
oftalmologi
OD
didapatkan
konjungtiva
hiperemis
(+),
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan
pada mata yang dapat dicegah. Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul,
trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extraocular foreign body, dan trauma tembus
berdasarkan mekanisme trauma. Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga,
ditempat kerja, maupun dijalan raya. Nirmalan dan Vats mendapatkan angka kejadian trauma
okuli terbesar terjadi di rumah.1
11
Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya
setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang
yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19
juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma okuli. Berdasarkan jenis
kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data populasi,
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong mendapatkan angka
insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan pada wanita 5 per 100.000.
Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats mendapatkan rerata umur kejadian
trauma adalah 24,2 tahun ( 13,5).1
Berdasarkan Standar Pelayanan Medis (SPM) bagian Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Sanglah, trauma okuli dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul,
trauma kimia, trauma fisik, trauma termal, extra ocular foreignbody (EOFB) dan intraocular
foreign body (IOFB). Klasifikasi trauma okuli ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wong,Nirmalan,dan Vats yang membagi trauma okuli menjadi trauma tumpul, trauma
tajam, trauma fisik, trauma termal, foreign body, dan trauma tajam tembus. 1
Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi semua bagian
mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola mata, kamera okuli anterior, vitreus,
dan retina. Jenis-jenis trauma yang melibatkan orbita ataupun struktur intra okuli dapat
diakibatkan oleh benda tajam, benda tumpul, trauma fisik, ataupun trauma kimia. Tipe dan
luasnya kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme dan kuatnya
trauma yang terjadi. Suatu trauma yang berpenetrasi ke intraokuli baik objek yang besar ataupun
objek kecil akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan trauma akibat
benturan.1
Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya kebutaan maupun
penurunan fungsi penglihatan. Penanganan trauma okuli secara komprehensif dalam waktu
kurang dari 6 jam dapat 8p0.o menghasilkan hasil yang lebih baik. Namun sayangnya, layanan
kesehatan mata yang masih jarang dan kurang lengkap sering kali menjadi penyebab
keterlambatan penanganan trauma okuli, di samping kurangnya pengetahuan dan masalah
perekonomian.1
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan antara
palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan saraf.
Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat menyebabkan penurunan
penglihatan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.(2,3)
13
Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bolam mata terutama kornea.
Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona geografis: palpepra, forniks dan bulbar.
Konjungtiva palpebra dimulai dari jembatan mukokutaneus dari kelopak mata dan
melindunginya pada pemukaan dalam. Konjungtiva forniks yang merupakan
peralihan dari konjungtiva bulbar dan palpebra dan merupakan lipatan-lipatan besar.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbikular ujung forniks dan melipat
berkali-kali, sehingga memungkinkan bola mata bergerak. Kecuali di limbus,
2.
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul Tenon dan sklera dibawahnya. 2,4,5
Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan, dimana sklera
padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah anterior dan durameter
optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm
14
air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.6,7,8
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya
agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah
sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi
oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.6,7,8
C. DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat.9
Trauma okuli non perforans merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda
yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan cepat atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada bola mata atau
daerah sekitarnya.9
D. ETIOLOGI
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi berbagai
macam bentuk trauma.
Macam-macam bentuk trauma:
Mekanik
1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau bola bulu tangkis, membuka
tutup botol tidak dengan alat.
2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan.
Kimia
1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem.
2. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
16
Radiasi
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda
asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan
beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan
misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun
dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma kimia
asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata berlebihan dan penderita nampak
sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan
mata/ kornea secara perlahan-lahan.
Trauma Radiasi
1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan
kromatolisis sel.
2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga
aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah
maka terjadi edema.
3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea, sklera dan
sebagainya.
17
E. KLASIFIKASI
Kontusio
Mengarah pada trauma non-perforans yang diakibatkan dari trauma benda
tumpul. Kerusakan mungkin terjadi pada tempat trauma atau tempat yang jauh.
Laserasi lamellar
Mengarah pada trauma non-perforans yang mengenai hingga sebagian
b.
ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul.10
2. Open Globe Injury :
Keadaan dimana terdapat perlukaan yang mengenai seluruh lapisan pada sklera
atau kornea atau keduanya. Terdiri atas :10
a.
Ruptur dimana kerusakan pada bola mata yang disebabkan oleh benda tumpul.
b.
Laserasi dimana kerusakan pada bola mata disebabkan oleh benda tajam. Terdiri atas :
A
Luka penetrans, mempunyai satu laserasi di bola mata yang disebabkan oleh
benda tajam.
Luka perforans, mempunyai dua laserasi (luka masuk dan keluar) pada bola
mata yang disebabkan oleh benda tajam. Kedua luka ini harus disebabkan oleh
18
Open-Globe
Closed-Globe
Ruptur
luka memar
Tembus
laserasi pipih
19
Perforasi
Campuran
Campur
N/A
F. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan
langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh
cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian
equator dari bola mta cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal.
Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak
selalu seperti yang diharapkan.13
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola
mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian kebanyakan
trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal
dari terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius.
Benda asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan
keruhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat
memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif). 14
Mekanisme trauma pada bola mata akibat benda tumpul:3
1. Dampak langsung pada bola mata: tempat kontak mendapatkan cedera terbesar
pada mata.
2. Kekuatan gelombang penekanan: ditransmisikan melalui isi cairan ke seluruh
arah dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke
belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang-kadang gelombang
20
penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh
dari tempat cedera awal yang disebut counter coup.
3. Kekuatan gelombang penekanan yang dipantulkan: setelah mengenai dinding
luar, maka gelompang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat
merusak fovea.
4. Kekuatan gelombang penekanan balik: setelah mengenai dinding belakang,
gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak koroid
dan diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan.
Dampak
langung
Kekuatan
gelombang
penekanan
Kekuatan
gelombang
penekanan
Kekuatan
gelombang
penekanan
G. GAMBARAN KLINIS
21
Hematom Palpebra
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat
pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma palpebra merupakan kelainan yang
sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau
benda-benda keras lainnya. Adanya hematom pada satu mata merupakan keadaan yang
ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis
kranii.
22
Abrasi Kornea
Abrasi kornea sangat nyeri dan kepastian diagnosis digunakan pewarnaan
fluorescein. Keadaan ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam dengan dengan di
perban kemudian diberikan salep antibiotik.
Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea hingga ruptur membran descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau cahaya yang dilihat.
Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif. Pengobatan yang diberikan
adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%, jika TIO meningkat makan diberikan
asetazolamid.
4.
Erosi kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang singkat, epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan
menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit akibat erosi
23
merusak kornea yang mempunyai serat saraf peka yang banyak, mata berair, dengan
blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea
yang keruh.
5.
6.
Hematom subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah
ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis cranii, atau pada keadaan pembuluh
darah yang rentan dan mudah pecah.
7.
Hifema
Hifema adalah kondisi dimana terjadi akumulasi darah di dalam kamera okuli
anterior. Hifema dapat timbul setelah trauma pada mata (hifema traumatik), setelah
operasi intraokular ataupun spontan (misalnya akibat diskrasia darah ataupun
pemakaian obat-obatan antikoagulan/antiplatelet dalam jangka waktu yang lama).
Sekitar dua pertiga hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata
(closed-globe injuries) dan sepertiga sisanya disebabkan oleh trauma tembus bola mata
(open-globe injuries).
Gejala-gejala yang dapat timbul yaitu nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur.
Cedera lainnya pada bilik mata depan umumnya terjadi bila timbul hifema. Robekan
pada sfingter iri, iridodialisis, siklodialisis dan abnormalitas lensa (misalnya, katarak
maupun dislokasi) seringkali terjadi bersamaan dengan hifema.
Gambar 9. Hifema
24
H. DIAGNOSIS
1.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya
benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah,
atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu
ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata dan bahan tersebut, apakah
terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka
perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah trauma
tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah sudah pernah mendapat
pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum
terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan darah atau
2.
menyebabkan tekanan intraokular yang menurun. Penilaian fundus perlu dicoba tetapi
biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan
funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola
mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada
media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca.
Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada
polus posterior.15
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini
yang mengindikasikan adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan
subkonjungtiva, jaringan parut kornea, lubang pada iris, dan gamabaran opak
pada lensa. Dengan medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat
terlihat dengan oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada retina.
Benda asing yang terletak pada bilik mata depan dapat terlihat melalui
gonioskopi.10
b.
X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan
untuk menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar
benda yang menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.10
c.
d.
CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode
terbaik untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan
gambaran potong lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas
dibanding foto polos dan ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk
pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat
pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil
berkecepatan tinggi dan menyebabkan kerusakan ocular. 10
I. PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus
segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti:11,15
26
- Infeksi
- Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
Pada setiap tindakan bertujuan untuk :
-
intak)
Tindakan pembedahan atau penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada beratnya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah :17
a.
b.
c.
d.
Memperbaiki penglihatan
Mencegah terjadinya infeksi
Mempertahankan arsitektur mata
Mencegah sekuele jangka panjang.
27
pada jaringan intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan
upayakan memakai pelindung mata.11
Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makanan dan
minum. Induksi anastesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi
neuron muskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan di dalam bola mata
sehingga meningkatkan kecenderungan herniasi isi intraokular. Anak juga lebih baik
diperiksa awal dengan bantuan anastesik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan
pemeriksaan.15
Pada trauma yang berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha
melakukan pemeriksaan bola mata lengkap. Yang tidak kalah pentingnya yaitu kesterilan
bahan atau zat seperti anastetik topikal, zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan
yang diberikan ke mata.15
Untuk kasus adanya benda asing mata dapat ditutup untuk menghindari gesekan
dengan kelopak mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan diketahui lokasinya harus
dikeluarkan. Antibiotik sistemik dan topikal dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi. Untuk mengeluarkan benda asing terlebih dahulu diberikan anestesi topical
kemudian dikeluarkan dengan menggunakan jarum yang berbentuk kait dibawah
penyinaran slit lamp. Penggunaan aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin
dihindari, karena dapat merusak epitel dalam area yang cukup luas, dan bahkan sering
benda asingnya belum dikeluarkan.11
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma:18
1.
2.
Katarak traumatic
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat
katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak
seperti bintang, dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut
cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas
kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak
dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan. Pada
keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur
makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks
lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau
bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. Pengobatan
katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya
dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai
mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini
3.
dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.
Simpatik oftalmica
Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang
semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea setelah
cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye ) oleh karena trauma atau
pembedahan. Gejala-gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma
akan terlihat biasanya dalam waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga
berkembang dari hari sampai beberapa tahun kemudian. Peradangan pada mata
muncul dalam bentuk panuveitis granulomatosa yang bilateral. Biasanya exciting eye
ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik trauma tembus
29
30
KAJIAN ISLAM
Mata adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada semua
hamba-Nya. Dengan mata kita bisa melihat indahnya dunia, bisa melihat mana hal-hal yang baik
dan mana hal yang buruk. Maka bersyukurlah kita semua hingga sampai saat ini masih diberi
anugerah yang luar biasa, kenikmatan yang begitu nikmat yakni kesehatan mata.
Ketika kita dicoba dengan cobaan sakit mata, tentu ini sangat mengganggu penghilahatan
kita, kita tidak bisa menikmati indahnya alam semesta dengan sempurna, tidak seperti biasanya
saat mata kita sehat. Maka bersyukurlah bagi kita semua yang masih diberi kesehatan. Namun
jika ada teman-teman yang kebetulan sedang sakit mata, jangan lupa berusaha untuk
menyembuhkannya. Selain itu juga jangan lupa untuk berdoa agar supaya penyakit yang
mengganggu penglihatan kita ini cepat di angkat oleh Allah SWT.
Artinya:
Obat dari segala penyakit. Dengan ramah-Mu Wahai Dzat Yang Paling Penyayang dari semua
yang penyayang.
31
Terjemahannya :
Ya Allah , Tuhan (yang memelihara) manusia, yang menghilangkan kesusahan, sembuhkanlah,
Engkaulah yang menyembuhkan tidak ada suatu penyembuhan kecuali kesembuhanMu, sembuh
yang tidak diiringi sakit juga penderitaan kecuali kesembuhanNya.
Maka Kami singkapkan daripadamu tutup yang menutupi matamu, maka penglihatanmu pada
hari ini amat tajam (Surah al-Qaf : 22).
Maka kelak kamu akan melihat dan mereka pun akan melihat (Surah al-Qalam : 5)
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Djelantik, sukartini. Andayani Ari., Wiiana R. The relationof onsrt trauma and visual
acuaity on traumatic patient. Journal oftamologi Indonesia (JOI), vol. 7 n0.3. juni
2010:85-90.
Khurana AK. Ocular Injuries. In: Comprehensive Ophthalmology. 4 th Edition. India: New
Age International (P) Ltd; 2007. pg 401-16
Primary
Care
Ocular
Trauma
Management.
Available
at
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaManage
ment.pdf [ cited on ] Dec 26th 2012.
Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pg. 259-76
Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart - New York: Thieme;
2006. pg 507-35
Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi keempat.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2012.
American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
Lang GK. Ophtamology. A pocket Texbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart : Thiema.2006
Khurana AK. Comperhensive Ophtamology 4thEd. New delhi: New age International (P).
2007; p401-15
32
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
33