Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
JANUARI 2017

TRAUMA OCULI NON PERFORANS

OLEH :
DEVI RATNA PRATIWI
10542015510

PEMBIMBING :
dr. Rahasiah Taufik, Sp.M(K)

DIBAWAHKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

: Devi Ratna Pratiwi

Stambuk

: 10542015510

Judul Laporan Kasus : Trauma Oculi Non Perforans

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2017

Pembimbing

dr. Rahasiah Taufik, Sp.M(K)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan judul Trauma Oculi Non Perforans. Tugas
ini di tulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata.
Berbagi hambatan dialami dalam penyusunan tugas ini. Namun, berkat bantuan,
saran, kritik, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis sampaikan dengan hormat dan terima kasih kepada dr. Rahasiah Taufik,
Sp.M(K) selaku pembimbing telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari apa yang diharapkan
oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.
Semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar,

Januari
2017
Hormat saya

DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS.

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...

10

A.

Anatomi ...

10

B.

Fisiologi Kornea

12

C.

Definisi.

12

D.

Etiologi

13

E.

Klasifikasi..

14

F.

Patofisiologi ..

16

G.

Gambaran Klinis..

18

H.

Diagnosis..

21

I.

Penatalaksanaan....

23

J.

Komplikasi..

25

Prognosis.

26

KAJIAN ISLAM.

28

DAFTAR PUSTAKA...

29

LAPORAN KASUS
TRAUMA OCULI NON PERFORANS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. F

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Pekerjaan

: Pegawai

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Batua Raya 6/ 24A, RT/RW 003/007 Kel.


Paropo, Kec. Panakukang

II

No. Register

: 599147

Suku/ Bangsa

: Indonesia

Tgl. Pemeriksaan

: 28 Desember 2016

Tempat Pemeriksa

: Rs. Pelamonia

Coass Pemeriksa

: Devi Ratna Pratiwi, S.Ked

ANAMNESA
Keluhan Utama

: Mata Kanan Merah

Anamnesa Tambahan

Pasien datang ke Poli Mata RS. Pelamonia dengan keluhan mata merah sebelah
kanan dialami sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini terjadi setelah terkena ujung
payung, setelah terkena payung mata pasien langsung berair. Pasien tidak
5

mengeluhkan penglihatannya memburuk, tidak ada kotoran mata berlebihan, pasien


tidak merasakan rasa silau dan nyeri. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh
pasien. Riwayat penggunaan kaca mata (+),Riwayat mata kabur (+), Riwayat keluar
darah (-), Riwayat keluar cairan seperti gel (-), Riwayat pengobatan (-). Riwayat
tekanan darah tinggi (-) & kencing manis (-).
III

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

OD

OS

Gambar 1.Trauma Oculus Dextra

A. Inspeksi
Pemeriksaan

OD

OS

1. Palpebra

edema (-)

edema (-)

2. Apparatus lakrimalis

Lakrimasi (+)

Lakrimasi (-)

3. Silia

Sekret (-)

Sekret (-)

4. Konjungtiva

Hiperemis (+), injeksi Hiperemis(-)


conjungtival
subkonjungtival
bleeding (+)

(+),

5. Bola Mata

Normal

Normal

7. Kornea

Jernih

Jernih

8. Bilik Mata Depan

Normal

Normal

9. Iris

Coklat,kripte (+)

Coklat,kripte (+)

10. Pupil

Bulat,sentral,

6. Mekanisme Muskular
- OD
- OS

11. Lensa

refleks Bulat,sentral,

(+)

(+)

Jernih

Jernih

B. Palpasi
Pemeriksaan

OD

OS

Tensi okuler

Tn

Tn

b. Nyeri tekan

(-)

(-)

c. Massa tumor

(-)

(-)

Pembesaran (-)

Pembesaran (-)

d.Gland.Pre-aurikuler

C. Pemeriksaan Visus
VOD = 6/ 10
VOS = 6/7,5

D. Tonometer Applanasi Goldman


Tidak dilakukan pemeriksaan
.
E. Colous Sense
Tes Fluorescent
7

refleks

Tampak abrasi
kornea di daerah
inferior dan
paracentral arah
jam 1

Gambar 2: Abrasi Kornea


F. Penyinaran Oblik

Konjungtiva

OD
Hiperemis(+),
subconjungtival

Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa

OS
injeksi Hiperemis (-)
(+),

subkonjungtiva bleeding
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, Sentral, Refleks (+)
Jernih

Jernih
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, Sentral, Refleks (+)
Jernih

G. Slit Lamp :
- SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtival (+), subkonjungtival
bleeding (+) di daerah temporal, kornea jernih, tes fluorescent (+), bilik mata
depan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks (+), lensa
-

jernih.
SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, bilik mata depan normal,
iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, Refleks (+), lensa jernih.
8

Gamabar 3: Hasil Slip Lamp OD

IV

RESUME
Seorang laki-laki umur 45 tahun, datang ke poli mata RS Pelamonia dengan
keluhan mata merah sebelah kanan dialami sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini
terjadi setelah terkena ujung payung, setelah terkena payung mata pasien langsung
berair. Pasien tidak mengeluhkan penglihatannya memburuk, tidak ada kotoran
mata berlebihan, pasien tidak merasakan rasa silau dan nyeri.
Pada pemeriksaan oftalmologi di dapatkan : inspeksi OD lakrimasi (+),
Hipermis (+), injeksi konjungtival (+), subkonjuktiva bleeding (+) . Pada
pemeriksaan visus di dapatkan VOD dalam batas normal. Pada pemeriksaan slit
lamp, didapatkan SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), injeksi konjungtival (+),
subkonjuktiva bleeding (+) di daerah temporal, kornea jernih, tes fluorescent (+),
bilik mata depan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat sentral, Refleks (+),
lensa jernih.

DIGNOSIS
OD Trauma Oculus Non Perforans

VI

TERAPI :
-

LFX EDMD 6x1 gtt

Repithel 6x1 gtt

VII

PROGNOSIS
Quo ad visam

: Bonam

Quo ad sanationem : Bonam


Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad kosmeticum : Bonam


VIII

DISKUSI
Dari anamnesis pasien datang ke poliklinik mata Pelamonia dengan
keluhan keluhan mata merah sebelah kanan

dialami sejak 1 hari yang lalu.

Keluhan ini terjadi setelah terkena ujung payung, setelah terkena payung mata
pasien langsung berair. Pasien tidak mengeluhkan penglihatannya memburuk,
tidak ada kotoran mata berlebihan, pasien tidak merasakan rasa silau dan nyeri.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Riwayat penggunaan kaca
mata dan Riwayat mata kabur.
Riwayat ini mengarahkan ke diagnosa trauma okulus non perforans. Pada
pemeriksaan

oftalmologi

OD

didapatkan

konjungtiva

hiperemis

(+),

subkonjuctiva bleeding, kornea jernih. Pemeriksaan visus didapatkan : VOD:


6/10. Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan konjungtiva hiperemis,
subkonjuktiva bleeding di daerah Bulbus oculi, kornea jernih. Tes fluorescent (+)
yang menandakan bahwa hasil dari tes fluorescent yaitu tampak abrasi kornea di
daerah inferior dan paracentral arah jam 1.
Keluhan pasien berupa mata merah, dan mata berair merupakan
manifestasi dari trauma yang terjadi. Konjungtiva hiperemis terjadi akibat
terangsangngya arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis akibat trauma. Akibat
dilatasi pada pembuluh darah ini, permukaan okulus menjadi tidak rata.
Sementara subkonjungtival bleeding terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang terdapat pada atau dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat trauma tumpul basis cranii,
atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah.
10

Dari hasil anamnesa maupun pemeriksaan fisis tidak ditemukan adanya


tanda-tanda perforasi pada organ bola mata. Maka pasien ini di diagnosa denga
trauma oculus non perforans.

BAB I
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan
pada mata yang dapat dicegah. Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul,
trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extraocular foreign body, dan trauma tembus
berdasarkan mekanisme trauma. Trauma okuli dapat terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga,
ditempat kerja, maupun dijalan raya. Nirmalan dan Vats mendapatkan angka kejadian trauma
okuli terbesar terjadi di rumah.1
11

Prevalensi trauma okuli di Amerika Serikat sebesar 2,4 juta pertahun dan sedikitnya
setengah juta di antaranya menyebabkan kebutaan. Di dunia, kira-kira terdapat 1,6 juta orang
yang mengalami kebutaan, 2,3 juta mengalami penurunan fungsi penglihatan bilateral, dan 19
juta mengalami penurunan fungsi penglihatan unilateral akibat trauma okuli. Berdasarkan jenis
kelamin, beberapa penelitian yang menggunakan data dasar rumah sakit maupun data populasi,
menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi. Wong mendapatkan angka
insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan pada wanita 5 per 100.000.
Trauma okuli terbanyak terjadi pada usia muda, di mana Vats mendapatkan rerata umur kejadian
trauma adalah 24,2 tahun ( 13,5).1
Berdasarkan Standar Pelayanan Medis (SPM) bagian Ilmu Kesehatan Mata Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Sanglah, trauma okuli dibagi menjadi trauma tajam, trauma tumpul,
trauma kimia, trauma fisik, trauma termal, extra ocular foreignbody (EOFB) dan intraocular
foreign body (IOFB). Klasifikasi trauma okuli ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wong,Nirmalan,dan Vats yang membagi trauma okuli menjadi trauma tumpul, trauma
tajam, trauma fisik, trauma termal, foreign body, dan trauma tajam tembus. 1
Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi semua bagian
mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola mata, kamera okuli anterior, vitreus,
dan retina. Jenis-jenis trauma yang melibatkan orbita ataupun struktur intra okuli dapat
diakibatkan oleh benda tajam, benda tumpul, trauma fisik, ataupun trauma kimia. Tipe dan
luasnya kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme dan kuatnya
trauma yang terjadi. Suatu trauma yang berpenetrasi ke intraokuli baik objek yang besar ataupun
objek kecil akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan trauma akibat
benturan.1
Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya kebutaan maupun
penurunan fungsi penglihatan. Penanganan trauma okuli secara komprehensif dalam waktu
kurang dari 6 jam dapat 8p0.o menghasilkan hasil yang lebih baik. Namun sayangnya, layanan
kesehatan mata yang masih jarang dan kurang lengkap sering kali menjadi penyebab
keterlambatan penanganan trauma okuli, di samping kurangnya pengetahuan dan masalah
perekonomian.1

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang berhubungan antara
palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-otot ekstraokuler, dan saraf.
Kerusakan permanen yang terjadi pada komponen diatas dapat menyebabkan penurunan
penglihatan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.(2,3)

13

Gambar 4. Anatomi mata potongan sagital


1.

Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang menutupi
sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang
dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bolam mata terutama kornea.
Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona geografis: palpepra, forniks dan bulbar.
Konjungtiva palpebra dimulai dari jembatan mukokutaneus dari kelopak mata dan
melindunginya pada pemukaan dalam. Konjungtiva forniks yang merupakan
peralihan dari konjungtiva bulbar dan palpebra dan merupakan lipatan-lipatan besar.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbikular ujung forniks dan melipat
berkali-kali, sehingga memungkinkan bola mata bergerak. Kecuali di limbus,

2.

konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul Tenon dan sklera dibawahnya. 2,4,5
Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari sekitar 4/5
permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang transparan, dimana sklera
padat dan putih serta bersambung dengan kornea di sebelah anterior dan durameter
optikus di belakang. Insersi sklera pada otot rektus sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm
14

dan bertambah 1 mm ketebalannya di posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan


melintang pada lamina kribrosa, dimana akson dari sel ganglion keluar untuk
membentuk nervus opticus. Nutrisi sklera lewat pembuluh darah dipasok oleh
episklera yaitu lapisan tipis dari jaringan elastis halus yang membungkus permukaan
luar sklera anterior. 4,5
3.
Kornea
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak
diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu
media refraksi (bersama dengan humor aquous membentuk lensa positif sebesar 43
dioptri). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung daripada anterior
sehingga rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Fungsi
dari kornea adalah merefraksikan cahaya dan bersama dengan lensa memfokuskan
cahaya ke retina serta melindungi struktur mata internal.
Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari anterior ke posteror, yaitu: epitel,
membrana Bowman, stroma, membrana Descman dan endotel. Kornea mendapat
suplai makan dari humor aquous, pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus dan air
mata. Perbedaan antara kapasitas regenerasi epitel dan endotel sangat penting.
Kerusakan lapisan epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel,
yang rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat beregenerasi.
Hilangnya fungsi sawar dan pompa pada endotel menyebabkan hidrasi berlebihan,
distorsi bentuk reguler serat kolagen, dan keruhnya kornea. 2,4,5
B. FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel,
dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada
kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema
stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan
15

air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.6,7,8
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya
agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah
sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi
oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.6,7,8
C. DEFINISI
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat.9
Trauma okuli non perforans merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda
yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan cepat atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada bola mata atau
daerah sekitarnya.9
D. ETIOLOGI
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi berbagai
macam bentuk trauma.
Macam-macam bentuk trauma:

Mekanik
1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau bola bulu tangkis, membuka
tutup botol tidak dengan alat.
2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan.

Kimia
1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem.
2. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

16

Radiasi
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.

Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda
asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan
beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan
misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun
dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan


sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala
(retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan
menetap.

Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma kimia
asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata berlebihan dan penderita nampak
sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan
mata/ kornea secara perlahan-lahan.

Trauma Radiasi
1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan
kromatolisis sel.
2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga
aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah
maka terjadi edema.
3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea, sklera dan
sebagainya.
17

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma berdasarkan definisi American


Ocular Trauma Society :10
1. Close Globe Injury :
Keadaan dimana dinding mata (sklera dan kornea) tidak memiliki cedera pada
keseluruhan dindingnya tetapi ada kerusakan intraokuler. Terbagi menjadi 2 yaitu:10
a.

Kontusio
Mengarah pada trauma non-perforans yang diakibatkan dari trauma benda
tumpul. Kerusakan mungkin terjadi pada tempat trauma atau tempat yang jauh.
Laserasi lamellar
Mengarah pada trauma non-perforans yang mengenai hingga sebagian

b.

ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul.10
2. Open Globe Injury :
Keadaan dimana terdapat perlukaan yang mengenai seluruh lapisan pada sklera
atau kornea atau keduanya. Terdiri atas :10
a.

Ruptur dimana kerusakan pada bola mata yang disebabkan oleh benda tumpul.

b.

Laserasi dimana kerusakan pada bola mata disebabkan oleh benda tajam. Terdiri atas :
A

Luka penetrans, mempunyai satu laserasi di bola mata yang disebabkan oleh

benda tajam.
Luka perforans, mempunyai dua laserasi (luka masuk dan keluar) pada bola
mata yang disebabkan oleh benda tajam. Kedua luka ini harus disebabkan oleh

benda yang sama.


Benda asing intraokular merupakan luka penetrasi yang berhubungan dengan
benda asing intraokular.

18

Gambar 5. Klasifikasi Trauma Okuli Berdasarkan Sistem BETTS.11


Komponen Untuk Menentukan klasifikasi :12
A Jenis
B Ketajaman visual , dengan menggunakan (a) grafik Snellen pada jarak 20 meter atau 6 meter,
atau (b) kartu Rosenbaum dekat dengan koreksi pinhole.
C Defek respon pupil terhadap stimulus cahaya
D zona yang berpengaruh
Tabel 1.1 Komponen Untuk Menentukan Klasifikasi.12
Jenis

Open-Globe

Closed-Globe

Ruptur

luka memar

Tembus

laserasi pipih
19

benda asing intraocular

benda asing dangkal

Perforasi

Campuran

Campur

N/A

F. PATOFISIOLOGI

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,
countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan
langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh
cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian
equator dari bola mta cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal.
Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak
selalu seperti yang diharapkan.13
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola
mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian kebanyakan
trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal
dari terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius.
Benda asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan
keruhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat
memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif). 14
Mekanisme trauma pada bola mata akibat benda tumpul:3
1. Dampak langsung pada bola mata: tempat kontak mendapatkan cedera terbesar
pada mata.
2. Kekuatan gelombang penekanan: ditransmisikan melalui isi cairan ke seluruh
arah dan menghantam bilik mata depan, mendorong diafragma iris ke
belakang, dan juga menghantam koroid dan retina. Kadang-kadang gelombang

20

penekanan sangat besar sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh
dari tempat cedera awal yang disebut counter coup.
3. Kekuatan gelombang penekanan yang dipantulkan: setelah mengenai dinding
luar, maka gelompang penekanan menuju ke kutub belakang dan dapat
merusak fovea.
4. Kekuatan gelombang penekanan balik: setelah mengenai dinding belakang,
gelombang penekanan dikembalikan lagi ke depan, yang dapat merusak koroid
dan diafragma dengan tarikan dari belakang ke depan.

Dampak
langung

Kekuatan
gelombang
penekanan

Kekuatan
gelombang
penekanan

Kekuatan
gelombang
penekanan

Gambar 5. Patofisiologi trauma tumpul

G. GAMBARAN KLINIS

21

Gambar 6. Bentuk-bentuk cedera pada mata.15


Trauma tumpul biasanya ditandai dengan nyeri berat, fotofobia, pandangan kabur, dan
mata berair.Pandangan dobel, defek epitel kornea, atau hiperemia konjungtiva juga dapat
terlihat. Kornea terlibat dalam lebih dari 50% kasus berat. Pemeriksaan slit-lamp dapat
menunjukkan kelainan kornea antara lain edema, abrasi, erosi, dan robekan membran
Descemet. Pada kasus berat, laserasi korneosklera dapat terjadi, biasanya pada limbus
Trauma pada mata yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu :10,15,16
1.

Hematom Palpebra
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat
pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma palpebra merupakan kelainan yang
sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau
benda-benda keras lainnya. Adanya hematom pada satu mata merupakan keadaan yang
ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis
kranii.

22

Gambar 7. Hematom Palpebra


2.

Abrasi Kornea
Abrasi kornea sangat nyeri dan kepastian diagnosis digunakan pewarnaan
fluorescein. Keadaan ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam dengan dengan di
perban kemudian diberikan salep antibiotik.

Gambar 8. Abrasi Kornea


3.

Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea hingga ruptur membran descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau cahaya yang dilihat.
Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif. Pengobatan yang diberikan
adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%, jika TIO meningkat makan diberikan
asetazolamid.

4.

Erosi kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang singkat, epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan
menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit akibat erosi
23

merusak kornea yang mempunyai serat saraf peka yang banyak, mata berair, dengan
blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea
yang keruh.
5.

Ruptur membran descemet


Ditandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang
sebenarnya adalah lipatan membrane descemet, visus sangat menurun dan kornea sulit
menjadi jernih kembali.

6.

Hematom subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah
ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis cranii, atau pada keadaan pembuluh
darah yang rentan dan mudah pecah.

7.

Hifema
Hifema adalah kondisi dimana terjadi akumulasi darah di dalam kamera okuli
anterior. Hifema dapat timbul setelah trauma pada mata (hifema traumatik), setelah
operasi intraokular ataupun spontan (misalnya akibat diskrasia darah ataupun
pemakaian obat-obatan antikoagulan/antiplatelet dalam jangka waktu yang lama).
Sekitar dua pertiga hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata
(closed-globe injuries) dan sepertiga sisanya disebabkan oleh trauma tembus bola mata
(open-globe injuries).
Gejala-gejala yang dapat timbul yaitu nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur.
Cedera lainnya pada bilik mata depan umumnya terjadi bila timbul hifema. Robekan
pada sfingter iri, iridodialisis, siklodialisis dan abnormalitas lensa (misalnya, katarak
maupun dislokasi) seringkali terjadi bersamaan dengan hifema.

Gambar 9. Hifema

24

H. DIAGNOSIS
1.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata dinyatakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda akan yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya
benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah,
atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu
ditanyakan pula berapa besar benda mengenai mata dan bahan tersebut, apakah
terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka
perlu ditanyakan ketajaman intra okuler akibat pendarahan sekunder. Apakah trauma
tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah sudah pernah mendapat
pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum
terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau setelah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembekuan darah atau
2.

penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.9,16


Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang
berhubungan dengan cedera bola mata disingkirkan. Dilakukan pemeriksaan hifema
dan menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting karena mungkin saja
pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus, seperti :
ekimosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai
gangguan pada gerakan mata.9
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa
kornea karena akan meningkatkan resiko corneal blood staining pada lapisan endotel
kornea. Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat
iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini
mungkin lensa tidak berada di tempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan
lukasi lensa.11,15
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengtahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata. Pemeriksaan
tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular, juga perlu dilakukan meskipun tidak
ditemukan hifema, karena pada trauma yang menyebabkan ruptur bola mata dapat
25

menyebabkan tekanan intraokular yang menurun. Penilaian fundus perlu dicoba tetapi
biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan
funduskopi diperlukan untuk mengetahui akibat trauma pada segmen posterior bola
mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada
media penglihatan. Pada funduskopi kadang-kadang terlihat darah dalam badan kaca.
Pemberian midriatika tidak dianjurkan kecuali bila untuk mencari benda asing pada
polus posterior.15
3.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Slit-lamp dan gonioskopi. Tanda yang dapat ditemukan melalui pemeriksaan ini
yang mengindikasikan adanya benda asing intraokuler adalah : perdarahan
subkonjungtiva, jaringan parut kornea, lubang pada iris, dan gamabaran opak
pada lensa. Dengan medium yang jernih, seringkali benda asing intraokuler dapat
terlihat dengan oftalmoskopi pada corpus vitreous atau bahkan pada retina.
Benda asing yang terletak pada bilik mata depan dapat terlihat melalui
gonioskopi.10

b.

X-ray orbita. Foto polos orbita antero-posterior dan lateral sangat diperlukan
untuk menentukan lokasi benda asing intraokuler disebabkan sebagian besar
benda yang menembus bola mata akan memberikan gambaran radiopak.10

c.

Ultrasonografi. Penggunaan ultrasonografi merupakan prosedur non-invasif yang


mampu mendeteksi benda berdensitas radiopak dan non-radiopak.10

d.

CT-Scan. CT-Scan potongan aksial dan koronal saat ini merupakan metode
terbaik untuk mendeteksi benda asing intraokuler dengan menyediakan
gambaran potong lintang yang lebih unggul dalam sensitivitas dan spesifisitas
dibanding foto polos dan ultrasonografi. MRI tidak direkomendasikan untuk
pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat
pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil
berkecepatan tinggi dan menyebabkan kerusakan ocular. 10

I. PENATALAKSANAAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan harus
segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti:11,15
26

- Infeksi
- Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
Pada setiap tindakan bertujuan untuk :
-

Mempertahankan bola mata


Mempertahankan penglihatan
Pada setiap keadaan, harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata bila
masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila terdapat
benda asing maka sebaiknya dilakukakan usaha untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Penatalaksanaan pasien dengan trauma okuli penetrans adalah :11
1. Penatalaksanaan sebelum tiba di rumah sakit :
-

Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak


Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata
Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan
Sebaiknya pasien di jelaskan untuk mengantisipasi tindakan operasi
2. Penatalaksanaan di rumah sakit :

Pemberian antibiotik spectrum luas


Pemberian obat sedasi, antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi
Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi
Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokular (bila mata

intak)
Tindakan pembedahan atau penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada beratnya trauma ataupun
jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam
mengatasi kasus trauma okular adalah :17

a.
b.
c.
d.

Memperbaiki penglihatan
Mencegah terjadinya infeksi
Mempertahankan arsitektur mata
Mencegah sekuele jangka panjang.

Setiap pasien trauma mata seharusnya mendapatkan pengobatan antitetanus toksoid


untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus dikemudian hari terutama trauma yang
menyebabkan luka penetrasi. Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi
lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anastesi umum. Sebelum pembedahan
jangan diberi obat siklopegik ataupun antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas

27

pada jaringan intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik sistemik spectrum luas dan
upayakan memakai pelindung mata.11
Analgetik dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makanan dan
minum. Induksi anastesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi
neuron muskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan di dalam bola mata
sehingga meningkatkan kecenderungan herniasi isi intraokular. Anak juga lebih baik
diperiksa awal dengan bantuan anastesik umum yang bersifat singkat untuk memudahkan
pemeriksaan.15
Pada trauma yang berat, seorang dokter harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha
melakukan pemeriksaan bola mata lengkap. Yang tidak kalah pentingnya yaitu kesterilan
bahan atau zat seperti anastetik topikal, zat warna, dan obat lain maupun alat pemeriksaan
yang diberikan ke mata.15
Untuk kasus adanya benda asing mata dapat ditutup untuk menghindari gesekan
dengan kelopak mata. Benda asing yang telah diidentifikasi dan diketahui lokasinya harus
dikeluarkan. Antibiotik sistemik dan topikal dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi. Untuk mengeluarkan benda asing terlebih dahulu diberikan anestesi topical
kemudian dikeluarkan dengan menggunakan jarum yang berbentuk kait dibawah
penyinaran slit lamp. Penggunaan aplikator dengan ujung ditutupi kapas sedapat mungkin
dihindari, karena dapat merusak epitel dalam area yang cukup luas, dan bahkan sering
benda asingnya belum dikeluarkan.11
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin juga bisa terjadi setelah trauma:18
1.

Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis


Endoftalmitis jarang terjadi, namun dapat timbul sebagai akibat dari trauma okuli
perforasi dan dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa minggu
tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat berlanjut
menjadi panoftalmitis. Pemberian antibiotik dan menjaga kesterilan alat dianjurkan
untuk mencegah infeksi.
28

2.

Katarak traumatic
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat
katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak
seperti bintang, dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut
cincin Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas
kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak
dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan. Pada
keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur
makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks
lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau
bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. Pengobatan
katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya
dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai
mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini

3.

dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.
Simpatik oftalmica
Merupakan suatu kondisi pada mata yang jarang terjadi, dimana pada mata yang
semula sehat (sympathetic eye), terjadi suatu peradangan pada jaringan uvea setelah
cedera penetrasi pada salah satu mata (exciting eye ) oleh karena trauma atau
pembedahan. Gejala-gejala dari peradangan pada mata yang tidak mengalami trauma
akan terlihat biasanya dalam waktu 2 minggu setelah cedera, tetapi dapat juga
berkembang dari hari sampai beberapa tahun kemudian. Peradangan pada mata
muncul dalam bentuk panuveitis granulomatosa yang bilateral. Biasanya exciting eye
ini tidak pernah sembuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik trauma tembus
29

akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Peradangan yang


berlanjut pada exciting eye tampak berkurang dengan penggunaan steroid tetapi pada
prinsipnya proses peradangan jaringan uvea masih tetap jalan terus. Tanda awal dari
mata yang bersimpati adalah hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang
di belakang lensa. Gejala ini akan diikuti oleh iridosiklitis subakut, serbukan sel
radang dalam vitreous dan eskudat putih kekuningan pada jaringan di bawah
retina.10,19
K. PROGNOSIS
Prognosis dari trauma okuli penetrans yang disertai dengan benda asing intraokuler
bergantung pada :17
a. Visus awal penderita
b. Mekanisme trauma
c. Ukuran luka
d. Zona trauma
e. Ada tidaknya perdarahan intraokuler (hifema, perdarahan vitreous)
f. Disertai atau tanpa endoftalmitis
g. Prolapsus uvea
h. Adat tidaknya retinal detachment
i. Lokasis benda asing
j. Jenis benda asing yang tertinggal
k. Lama waktu dalam pengeluaran benda asing
Mata sembuh dengan baik setelah luka minor dan jarang terjadi sekuele jangka
panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata sering kali
dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin membutuhkan pembedahan.
Retensi jangka panjang dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan
menghasilkan radikal bebas. Serupa dengan itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Trauma tumpul
dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang
retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka
panjang dapat timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika
jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah
kosmetik dan okulomotor.20

30

KAJIAN ISLAM
Mata adalah salah satu anugerah terbesar yang diberikan oleh Allah SWT kepada semua
hamba-Nya. Dengan mata kita bisa melihat indahnya dunia, bisa melihat mana hal-hal yang baik
dan mana hal yang buruk. Maka bersyukurlah kita semua hingga sampai saat ini masih diberi
anugerah yang luar biasa, kenikmatan yang begitu nikmat yakni kesehatan mata.
Ketika kita dicoba dengan cobaan sakit mata, tentu ini sangat mengganggu penghilahatan
kita, kita tidak bisa menikmati indahnya alam semesta dengan sempurna, tidak seperti biasanya
saat mata kita sehat. Maka bersyukurlah bagi kita semua yang masih diberi kesehatan. Namun
jika ada teman-teman yang kebetulan sedang sakit mata, jangan lupa berusaha untuk
menyembuhkannya. Selain itu juga jangan lupa untuk berdoa agar supaya penyakit yang
mengganggu penglihatan kita ini cepat di angkat oleh Allah SWT.







Artinya:
Obat dari segala penyakit. Dengan ramah-Mu Wahai Dzat Yang Paling Penyayang dari semua
yang penyayang.
31

Terjemahannya :
Ya Allah , Tuhan (yang memelihara) manusia, yang menghilangkan kesusahan, sembuhkanlah,
Engkaulah yang menyembuhkan tidak ada suatu penyembuhan kecuali kesembuhanMu, sembuh
yang tidak diiringi sakit juga penderitaan kecuali kesembuhanNya.
Maka Kami singkapkan daripadamu tutup yang menutupi matamu, maka penglihatanmu pada
hari ini amat tajam (Surah al-Qaf : 22).
Maka kelak kamu akan melihat dan mereka pun akan melihat (Surah al-Qalam : 5)
DAFTAR PUSTAKA
1

2
3

4
5
6
7
8
9
10

Djelantik, sukartini. Andayani Ari., Wiiana R. The relationof onsrt trauma and visual
acuaity on traumatic patient. Journal oftamologi Indonesia (JOI), vol. 7 n0.3. juni
2010:85-90.
Khurana AK. Ocular Injuries. In: Comprehensive Ophthalmology. 4 th Edition. India: New
Age International (P) Ltd; 2007. pg 401-16
Primary
Care
Ocular
Trauma
Management.
Available
at
http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcularTraumaManage
ment.pdf [ cited on ] Dec 26th 2012.
Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pg. 259-76
Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart - New York: Thieme;
2006. pg 507-35
Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi keempat.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2012.
American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
Lang GK. Ophtamology. A pocket Texbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart : Thiema.2006
Khurana AK. Comperhensive Ophtamology 4thEd. New delhi: New age International (P).
2007; p401-15

32

11

12
13
14
15
16
17

18
19
20

Kuhn Ferenc., Morris Robert., Mester Victoria, Witherspoon C.D. terminology of


mechanical injuries : the Birmingham Eye Trauma Terminologi (BETT).2008.available
from : http//:www.springer.com/978-3-540-33824-6
Medal. Avaible at http: //www.mymedal.org/index.php?n=Millitary.190704. di unduh
pada tanggal 4 april 2014
James B, Chew C, Bron A. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology. 9 th Edition.
Oxford: Blackwell Publishing; 2003. pg 186-96
Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart - New York: Thieme;
2006. pg 507-35
Webb LA. Kanski JJ. Manual of eye Emergencies : diagnosis and management. China :
butterworth-Heinemann.2004.h 114-131
Nichols D. Bruce. Ocular Trauma : Emergency care and management. Can fam physician
1989:32-1466-1471
Rappon joseph. Primary care ocular trauma management. Pacific University Oregon.
USA.
Avaiilable
from
:
http://www.pacificicu.edu/optometry/ce/list/documents/primarycareocullartraumamanage
mant.pdf.
Khaw PT, shah P, Elkington AR. ABC of eye 4th Ed. London: BMJ Books. 2004. P 29-33
Galloway NR. Amoaku WMK. Galloway PH. Browning AC. Common eyes disease and
their management 3rd edition. London. Springer-verlag.2006. h 7-15, 129-134
Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asburys : General Ophtamology 17 th edition. Unted
states of America. Mc Graw Hill. 2007. H.380-387

33

Anda mungkin juga menyukai