Nama
Kedudukan
L/P
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pasien
Ket
Tn.S
Kepala
68 th
S2
Pensiunan
klinik
Tidak
Vertigo
2
3
Ny. T
Ny. D
keluarga
Istri Tn. S
Anak keempat
P
P
65 th
29 th
S1
S1
IRT
Kerja
di
Tidak
Iya
Tn. K
Menantu
30 th
S2
perusahaan
Dosen
Tidak
An. T
Anak Ny. D
3,5 th
dan Tn. K
Kesimpulan:
Tn. S merupakan pensiunan PNS yang dulunya bekerja sebagai dosen di Unsyiah
Banda Aceh. Tn.S tinggal bersama dengan istri, anak dan menantunya yang juga
merupakan seorang dosen. Sehari-hari aktivitas sering dibantu dan di temani oleh
anak.
BAB I
1
STATUS PENDERITA
I.
Identitas Penderita
Nama
: Tn.S
Umur
: 68 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Pendidikan
: S2
Status Perkawinan
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Aceh
: Ny. T
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Pendidikan
: S1
Agama
: Islam
II. Anamnesis
1.
2.
dirasa bertambah jika badan berubah posisi dan membaik jika pasien berbaring
dan menutup mata. Pasien sudah sering mengalami pusing berputar yang hilang
timbul selama 1 tahun terakhir. Jika pusing datang pasien mengeluh mual tetapi
tidak muntah. Pasien sering berobat di puskesmas. Keluhan berkurang jika sudah
minum obat. Pasien mengakui adanya pendengaran berkurang, tetapi pasien
menyangkal pernah mengalami sakit telinga dan keluar cairan telinga. Pasien
juga menyangkal adanya telinga berdennging, demam dan nyeri kepala.
3.
4.
a. Riwayat Hipertensi
: Tidak ada
: Tidak ada
c. Riwayat Gout
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
h. Riwayat Gastritis
: Tidak ada
: Tidak ada
b. Riwayat Hipertensi
c. Riwayat Jantung
: Tidak ada
d. Riwayat Ginjal
: Tidak ada
: Tidak ada
Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok
: Tidak pernah
: Tidak pernah
c. Riwayat Olahraga
: Jarang
7.
Riwayat Gizi :
Kesan gizi cukup, penderita mengaku makan teratur tetapi tidak banyak, karena
nafsu makan berkurang, penderita makan 3x sehari (nasi, tempe, tahu, sayur,
daging jarang, ikan), buah sering, susu (-).
III.
PEMERIKSAAN FISIK
4
Pemeriksaan Umum
1.
2.
3.
4.
Keadaan Umum
: Baik
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 36,8oC
Pernafasaan
: 20 x/menit
Kepala
Ekspresi wajah
Rambut
: hitam merata
Bentuk
: normocephali
Mata
Konjungtiva
: pucat (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
: ortoforia/ortoforia
Pupil
Telinga
Selaput pendengaran
: tidak dinilai
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: +/+
Perdarahan
: -/-
Cairan
: -/-
Lubang
: lapang
Mulut
Bibir
5.
Leher
Trakhea
: terletak ditengah
KGB
6.
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfe
Thoraks
Bentuk
: simetris
a. Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Depan
Belakang
Kiri
Simetris
Simetris
Kanan
Simetris
Simetris
Kiri
Kanan
Kiri
Sonor
Sonor
Kanan
Sonor
Sonor
Kiri
Auskultas
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas Jantung
Batas atas
: ICS III
Batas kiri
Batas kanan
Auskultasi
c. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
:
Dinding perut
7.
8.
Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Ginjal
Perkusi
Auskultasi
9.
IV.
Post-aurikuler
Sub-mandibula
Supra-clavicula
Axilla
Inguinal
Status Neurologis
Kesadaran
Pupil
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
Tanda Rangsang Meningeal
- Laseque
- Kernig
- Kaku kuduk
- Brudzinski I
- Brudzinski II
: E4 M 6V5
: Isokor 3mm/3mm
: +/+
: +/+
: -/: Negatif
: Negatif
: negatif
: negatif
: negatif
7
Nervus kranialis :
a. N.I (Nervus Olfaktorius)
Subjektif
Normal
b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan
Tajam penglihatan (visus bedside)
Lapang penglihatan
Melihat warna
Ukuran
Fundus Okuli
Mata Kanan
Normal
Normal
Tidak Dilakukan
Isokor, 3mm
Tidak dilakukan
Mata Kiri
Normal
Normal
Tidak Dilakukan
Isokor, 3mm
Tidak dilakukan
Mata kanan
Negatif
Baik ke
Mata kiri
Negatif
Baik ke segala
segala arah
Ortoforia
Positif
Negatif
arah
Ortoforia
Positif
Negatif
Kanan
+
+
+
+
+
Kiri
+
+
+
+
+
Kanan
Baik
Baik
Baik
Baik
Kiri
Baik
Baik
Baik
Baik
Kanan
Berkurang
Tidak dilakukan
Kiri
Berkurang
Tidak dilakukan
Tidak Dilakukan
Baik
Tidak Dilakukan
Baik
Baik
Simetris
Tidak
Kanan
Kiri
Postur Tubuh
Baik
Baik
Atrofi Otot
Eutrofi
Eutrofi
Tonus Otot
Normal
Normal
Gerak involunter
(-)
(-)
Kekuatan Otot
5555
5555
Ekstremitas Bawah
Kanan
Kiri
Postur Tubuh
Baik
Baik
Atrofi Otot
Eutrofi
Eutrofi
Tonus Otot
Normal
Normal
Gerak involunter
(-)
(-)
Kekuatan Otot
5555
5555
Refleks
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Kanan
+
Kiri
+
Babinski
Trisep
+-
Chaddok
Patela
+-
Oppenheim
Achiles
+-
Gordon
Klonus
Hoffman Tromer
Gerakan Involunter
Jenis Pemeriksaan
Kanan
Kiri
Tremor
Chorea
Athetosis
Myocloni
Ties
10
Kanan
Kiri
Brachii
Antebrachii
Femoralis
Cruris
FungsiAutonom
Tidak ada gangguan pola BAB maupun BAK.
Diagnosis Holistik
Tn. S dengan usia 68 tahun adalah penderita demam tifoid. Hubungan Tn. S dan
keluarganya cukup harmonis dan dalam kehidupan sosial Tn. S adalah anggota
masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan.
1. Diagnosis dari segi biologis :
Vertigo
2. Diagnosis dari segi psikologis :
Hubungan Tn. S dengan keluarga cukup harmonis, saling pengertian dan
membantu.
3. Diagnosis dari segi sosial, ekonomi, dan budaya :
Penderita sebagai anggota masyarakat biasa dan
11
Pasien disarankan untuk banyak istirahat/ tirah baring yang bertujuan untuk
mengurangi keluhan yang dialami.
Medikamentosa
-Betahistin 6 mg 3x1 tab
-Domperidon 10 mg 2x1 tab
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA
Fungsi Holistik
1.
Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari suami, istri (Tn. S dan Ny. T) serta anak dan
menantu (Ny. D dan Tn. K) dan cucu An. T (3.5 tahun). Tn. S cukup
mengerti tentang penyakitnya, yaitu vertigo. Akan tetapi Tn. S hanya
berobat jika ada keluhan, sehingga sering berulang. Pasien juga sudah
lanjut usia sehingga mulai kurang memperhatikan kesehatannya sendiri.
2.
Fungsi Psikologis
12
Hubungan Tn. S dan istri serta anak cukup baik, saling mendukung, serta
saling memperhatikan. Oleh karena itu, Tn. S merasa nyaman tinggal di
rumah.
3. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, Tn. S hanya sebagai anggota masyarakat biasa,
tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Tn. S sudah
jarang berinteraksi dengan tetangga dan lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah.
3.
Tn. K (30
tahun)
Ny. T (65
tahun)
Ny. D (29
tahun)
13
Keterangan :
Hubungan baik
Hubungan tidak baik
Kesimpulan
Hubungan antara Ny. D dengan semua anggota keluarga baik dan hubungan antar
angota keluarga yang lain juga baik.
Ny. Keluarga
T (62 th)
Tn. S (68 th)
Genogram
Tn. S (68 tahun)
X
Tn.K (30 th)
Ny. D (29
th)th)
An. T (3,.5)
th)
Keterangan:
pasien
perempuan
laki- laki
meninggal
14
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
mengerti tentang penyebab, gejala dan tanda dari penyakit demam tifoid.
Keluarga Ny. D sebenarnya khawatir dengan keadaan Ny. D tetapi Ny. D tetap
saja bekerja meskipus sakit, sehingga oleh keluarganya Ny. D di jemput dari
Surabaya dan melakukan rawat inap di RSI.
b. Sikap
Keluarga Ny. D peduli dengan kondisi kesehatan pasien. Terbukti dengan
berkumpulnya keluarga Ny. D untuk menjenguk di RS dan menghibur Ny. D.
c. Tindakan
Keluarga selalu mengantarkan pasien untuk berobat baik sebelum rawat
inap (di dokter praktek umum dan IGD RS) atau pada saat rawat inap (suami
dan kakak laki- laki pasien). Keluarga juga menjaga pasien setiap hari secara
berganti- ganti.
Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga Ny. D termasuk orang yang cukup.
Dengan penghasilan dua orang yang bekerja untuk menghidupi 3 orang dalam
satu keluarga (anaknya ikut neneknya). Rumah yang dihuni keluarga ini cukup
besar, akan tetapi jarak antar rumah rapat, banyak polusi (asap kendaraan), dan
kawasan yang ramai sehingga rawan terjadi kecelakaan.
2. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan rumah
tetangganya. Rumah ini memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas.
Terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga yang terdapat TV,
satu dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah Ny. D memiliki lantai keramik tetapi
bagian dapur dan kamar mandi menggunakan ubin, dan agak sedikit lembab.
Ventilasi dan penerangan rumah cukup, karena pintu rumah sering terbuka
serta terdapat jendela yang cukup lebar diruang tamu, ruang keluarga serta
dalam masing- masing kamar. Kondisi dapur dan kamar mandi cukup baik,
akan tetapi sedikit terlihat kurang rapi. Sarana air keluarga ini menggunakan
jasa PDAM. Secara keseluruhan kebersihan rumah sudah cukup.
16
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan sebagainya
masih dapat di jangkau dengan mudah oleh keluarga Ny. D. Jika salah satu
anggota keluarga ada yang yang sakit biasanya pergi berobat ke dokter
praktek. Dan bila dirasa sakitnya parah mereka membawa ke RS untuk
mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Ketururnan
Tidak terdapat faktor keturunan penyakit demam tifoid
Kesimpulan :
Lingkungan rumah cukup memenuhi syarat kebersihan.
DAFTAR MASALAH
Masalah medis :
Demam Tifoid
Masalah non medis :
1. Pengetahuan Ny. D dan keluarga tentang penyakitnya cukup baik, tapi
pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.
2. Ny. D tidak mau menjaga kesehatan individunya (makan tidak teratur).
3. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan
suami bekerja di luar kota.
Diagram Permasalahan Pasien
17
BAB IV
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN
PENYAKIT DEMAM TIFOID
makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang kurang
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Organisme yang menyebabkan keadaan ini mampu bertahan hidup lama di
lingkungan kering dan beku. Bakteri ini juga mampu bertahan beberapa minggu di
dalam air, es, debu sampah kering dan pakaian, dan berkembang biak dalam susu,
daging, telur, atau produknya tanpa merubah warna atau bentuknya.
Salmonella typhi:
1.
2.
19
dan kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel
lain dalam organ retikuloendotelial.
Enzim sitolitik
Berfungsi untuk menghancurkan jaringan (Karsinah, dkk; 1994).
Patogenesa Demam Tifoid
Penularan Salmonella thyposa adalah melalui feco-oral, dibutuhkan sejumlah
105-109 kuman untuk menyebabkan infeksi. Dimana faktor yang mempengaruhi
infeksi adalah :
a. PH, jika PH lambung asam dapat mencegah infeksi
b. Waktu pengosongan lambung
Masa inkubasi demam tifoid kurang lebih 14 hari. Masuknya kuman
Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati
lambung dengan suasana asam (pH < 2 ) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang
masih hidup akan mencapai usus halus dan di usus halus tepatnya di ileum dan
yeyenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
ikut aliran ke dalam kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik ke jaringan di organ hati dan limfa. Salmonella typhi mengalami multifikasi
di dalam sel fagosit mononuklear, di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika,
hati dan limfe. Setelah pada periode tertentu (inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penderita maka Salmonella typhi
akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa.
Peran endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limfa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
20
sitokin dan zat-zat lain. Produk makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis
sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
typhy terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskular gangguan mental, dan koagulasi.
21
Patofisiologi
22
24
Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Baik pada minggu II/III, titer yang
bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progressive digunakan
untuk membuat diagnosis (WHO, 2003).
Terapi Demam Tifoid
Terapi non medika mentosa yang dapat diterapkan adalah:
- Perawatan
Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.
Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan tirah baring.
- Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Beberapa
peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin
maupun
mineralnya
serta diusahakan
makan
yang
rendah/bebas
selulose,
Memperhatikan
kualitas
makanan
dan
minuman
yang
Peritonitis.
Prognosa
26
Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi segera, usia
penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella penyebab, dan
munculnya komplikasi Buruk pada :
Hiperpireksia atau debris kontinu
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat, berupa perdarahan usus, perforasi atau
meningitis, endokarditis, dan pneumonia.
Gizi yang buruk (Widodo, dkk; 2009)
27
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan Holistik
Diagnosa holistik : Ny. D (29 tahun) adalah penderita Demam tifoid, yang
tinggal dalam extended family dan tinggal dalam kos- kosan, dengan kondisi
keluarga yang cukup harmonis. Akan tetapi tingkat pendidikan yang cukup dalam
keluarga ini belum mampu menjamin adanya pengetahuan yang baik tentang
kesehatan. Lingkungan rumah cukup sehat, dan pasien merupakan anggota
masyarakat biasa yang mengikuti beberapa kegiatan di lingkungannya (jarang).
1. Segi Biologis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan hasil bahwa NY. D(29 tahun), adalah penderita demam tifoid, yang
tinggal di pemukiman padat penduduk sehingga lebih mudah terjangkit penyakit
menular.
1. Segi Psikologis
Ny. D memiliki APGAR score 9 menunjukkan fungsi keluarga yang bagus.
Dalam keluarga Ny. D telah terjalin suatu keluarga yang harmonis, akrab, penuh
dengan kasih sayang dan dukungan dan saling memperhatikan, akan tetapi waktu
berkumpul sedikit kurang.
3. Segi Sosial
Keluarga ini memiliki status ekonomi yang cukup, pendidikan yang cukup
dan merupakan anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatannya yang mengikuti
beberapa kegiatan di lingkungannya.
B.
Saran Komprehensif
Ny. D dan keluarga perlu diberikan edukasi tentang Demam tifoid. Mengenai
yang merangsang (merica, cabai, saus sambal), hindari makanan pedas, istirahat
cukup, dan berolahraga ringan.
a.
Promotif
Edukasi keluarga mengenai penyakit demam tifoid, mengetahui gejala dan
tanda serta penularan sehingga apabila terdapat keluarga yang menderita hal serupa
bisa langsung dibawa di RS terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
b.
Preventif
Memperbanyak waktu istirahat, menjaga kebersihan makanan, menjaga
keteraturan pola makan, menghindari makanan pedas dan masam, olahraga cukup,
melakukan vaksinasi imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin
suntikan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan
dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoidparatifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
c.
Kurativ
-
Progresik 3x1
Progresic
3x1
Komposisi
: parasetamol
Indikasi
KI
: penyakit hati
ES
Antasida 3x1
Indikasi
gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.
KI
ES
: jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam
kulit.
-
Omeprazole
1x1
Indikasi
ES
Peflacine
2x1
Komposisi
Indikasi
KI
atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok
kuinolon.
ES
Rehabilitatif
Edukasi dan motovasi kepada pasien bahwa penderita demam tifoid dapat
sembuh dengan baik (normal kembali), menjaga pola hidup, makan teratur, menjaga
kesehatan, istirahat yang cukup serta latihan jasmani yang ringan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Karsinah, Lucky HM,Suharto, Mardiastuti HW, editor.Staf Pengajar FKUI. Batang
Gram Negatif. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1994: 168-173.
WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, treatment and prevention of
Tiphoid Fever. World Health Organization Departement of vaccines and
Biologicales. Hal: 7-22.
Widodo, D.2009,Demam tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. editor: Aru W.
Sudoyo, dkk. Interna Publishing. Jakarta. Hal: 435-441.
Santoso, A., dkk. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 11. 2010.
www.MIMS.com
31