Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama kepala keluarga: Tn. S
Alamat lengkap

: Tanjung Selamat,Darussalam Banda Aceh

Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah


NO

Nama

Kedudukan

L/P

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Pasien

Ket

Tn.S

Kepala

68 th

S2

Pensiunan

klinik
Tidak

Vertigo

2
3

Ny. T
Ny. D

keluarga
Istri Tn. S
Anak keempat

P
P

65 th
29 th

S1
S1

IRT
Kerja

di

Tidak
Iya

Tn. K

Menantu

30 th

S2

perusahaan
Dosen

Tidak

An. T

Anak Ny. D

3,5 th

dan Tn. K

Kesimpulan:
Tn. S merupakan pensiunan PNS yang dulunya bekerja sebagai dosen di Unsyiah
Banda Aceh. Tn.S tinggal bersama dengan istri, anak dan menantunya yang juga
merupakan seorang dosen. Sehari-hari aktivitas sering dibantu dan di temani oleh
anak.

BAB I
1

STATUS PENDERITA

I.

Identitas Penderita

Nama

: Tn.S

Umur

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Pendidikan

: S2

Status Perkawinan

: Menikah (lima anak)

Agama

: Islam

Alamat

: Tanjung Selamat, Darussalam, Banda Aceh

Suku

: Aceh

Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2015


Identitas istri
Nama

: Ny. T

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: S1

Agama

: Islam

II. Anamnesis
1.

Keluhan Utama : Pusing Berputar

2.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan pusing berputar sejak 5 jam yang lalu, pusing berputar
dirasakan sangat berat hingga pasien tidak dapat berdiri. Pusing dirasakan selama
5-15 menit. Pusing terjadi secara tiba-tiba, tidak dipengaruhi aktivitas. Pusing

dirasa bertambah jika badan berubah posisi dan membaik jika pasien berbaring
dan menutup mata. Pasien sudah sering mengalami pusing berputar yang hilang
timbul selama 1 tahun terakhir. Jika pusing datang pasien mengeluh mual tetapi
tidak muntah. Pasien sering berobat di puskesmas. Keluhan berkurang jika sudah
minum obat. Pasien mengakui adanya pendengaran berkurang, tetapi pasien
menyangkal pernah mengalami sakit telinga dan keluar cairan telinga. Pasien
juga menyangkal adanya telinga berdennging, demam dan nyeri kepala.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu yang pernah diderita:


Pasien sudah sering mengalami keluhan seperti ini sejak 1 tahun terakhir.
Riwayat penyakit Lainnya:

4.

a. Riwayat Hipertensi

: Tidak ada

b. Riwayat Sakit Gula

: Tidak ada

c. Riwayat Gout

: Tidak ada

d. Riwayat Penyakit Jantung

: Tidak ada

e. Riwayat Sakit Kejang

: Tidak ada

f. Riwayat Alergi Obat/makanan

: Tidak ada

g. Riwayat Gatal- Gatal

: Tidak ada

h. Riwayat Gastritis

: Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat Keluarga dengan Sakit Serupa

: Tidak ada

b. Riwayat Hipertensi

: Ibu pasien menderita hipertensi

c. Riwayat Jantung

: Tidak ada

d. Riwayat Ginjal

: Tidak ada

e. Riwayat Diabetes Melitus


5.

: Tidak ada

Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok

: Tidak pernah

b. Riwayat Minum Alkohol

: Tidak pernah

c. Riwayat Olahraga

: Jarang

d. Riwayat Pengisian Waktu Luang: jarang jalan jalan, jarang


berekreasi, pasien lebih sering di rumah karena anaknya bekerja.
Pasien tidak dibolehkan lagi untuk membawa kendaraan sendiri karena
anak pasien merasa khawatir jika pasien bepergian sendiri.
e. Pasien suka makan pedas, asam,berlemak
6.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Penderita adalah seorang pensiunan PNS. Dulunya pasien bekerja sebagai
dosen. Pasien tinggal dengan anak dan menantunya. Untuk kebutuhan hidup
sehari-hari pasien dibiayai oleh anaknya dan juga menggunakan gaji pensiunan
pasien yang diterima setiap bulannya. Hubungan Tn.S dan keluarga terjalin baik,
terjalin komunikasi yang lancar, saling mendukung dan saling pengertian.
Hubungan Tn.S dengan anak dan menantunya juga baik.

7.

Riwayat Gizi :
Kesan gizi cukup, penderita mengaku makan teratur tetapi tidak banyak, karena
nafsu makan berkurang, penderita makan 3x sehari (nasi, tempe, tahu, sayur,
daging jarang, ikan), buah sering, susu (-).

III.

PEMERIKSAAN FISIK
4

Pemeriksaan Umum

1.

2.

3.

4.

Keadaan Umum

: Baik

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 36,8oC

Pernafasaan

: 20 x/menit

Kepala
Ekspresi wajah

: kesan sakit ringan

Rambut

: hitam merata

Bentuk

: normocephali

Mata
Konjungtiva

: pucat (-/-)

Sklera

: ikterik (-/-)

Kedudukan bola mata

: ortoforia/ortoforia

Pupil

: bulat isokor, 3mm/3mm.

Telinga
Selaput pendengaran

: tidak dinilai

Penyumbatan

: -/-

Serumen

: +/+

Perdarahan

: -/-

Cairan

: -/-

Lubang

: lapang

Mulut
Bibir

5.

: sianosis (-), luka (-)

Leher
Trakhea

: terletak ditengah

KGB

: pembesaran KGB (-)


5

6.

Kelenjar tiroid

: tidak teraba membesar

Kelenjar limfe

: tidak teraba membesar

Thoraks
Bentuk

: simetris

a. Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Depan

Belakang

Kiri

Simetris

Simetris

Kanan

Simetris

Simetris

Kiri

Stem fremitus normal

Stem fremitus normal

Kanan

Stem fremitus normal

Stem fremitus normal

Kiri

Sonor

Sonor

Kanan

Sonor

Sonor

- Nafas utama : vesikuler

- Nafas utama : vesikuler

Kiri

- Nafas tambahan : Wheezing - Nafas tamabahan :

Auskultas

(-), Ronki (-)

- Nafas utama : vesikuler


Kanan

Wheezing (-), Ronki (-)

- Nafas tambahan : Wheezing


(-), Ronki (-)

- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)

b. Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi

: Batas Jantung

Batas atas

: ICS III

Batas kiri

: ICS V Linea Mid Clavikula Sinistra

Batas kanan

: ICS IV Linea Para Sternal Dextra


6

Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, Gallop (-), Murmur (-).

c. Abdomen
Inspeksi

: Simetris, distensi (-), tumor (-), vena collateral (-)

Palpasi

:
Dinding perut

: soepel, tidak teraba adanya massa / benjolan,


defans muscular (-), tidak terdapat nyeri tekan
pada epigastrium, tidak terdapat nyeri lepas.

7.
8.

Hati

: tidak teraba

Limpa

: tidak teraba

Ginjal

: ballotement-/-, nyeri ketok costovetebrae (-/-)

Perkusi

: timpani di keempat kuadran abdomen

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Tulang belakang: simetris, nyeri tekan (-)


Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas, edema (-).

9.

IV.

Kelenjar Getah Bening


Pre-aurikuler

: tidak teraba membesar

Post-aurikuler

: tidak teraba membesar

Sub-mandibula

: tidak teraba membesar

Supra-clavicula

: tidak teraba membesar

Axilla

: tidak teraba membesar

Inguinal

: tidak teraba membesar

Status Neurologis
Kesadaran
Pupil
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
Tanda Rangsang Meningeal
- Laseque
- Kernig
- Kaku kuduk
- Brudzinski I
- Brudzinski II

: E4 M 6V5
: Isokor 3mm/3mm
: +/+
: +/+
: -/: Negatif
: Negatif
: negatif
: negatif
: negatif
7

Nervus kranialis :
a. N.I (Nervus Olfaktorius)
Subjektif

Normal

b. N. II (Optikus)
Jenis pemeriksaan
Tajam penglihatan (visus bedside)
Lapang penglihatan
Melihat warna
Ukuran
Fundus Okuli

Mata Kanan
Normal
Normal
Tidak Dilakukan
Isokor, 3mm
Tidak dilakukan

Mata Kiri
Normal
Normal
Tidak Dilakukan
Isokor, 3mm
Tidak dilakukan

c. N.III, IV, VI (Nervus Okulomotorik, Trochlearis, Abduscens)


Jenis pemeriksaan
Nistagmus
Pergerakan bola mata
Kedudukan bola mata
Reflek cahaya langsung & tidak langsung
Diplopia

Mata kanan
Negatif
Baik ke

Mata kiri
Negatif
Baik ke segala

segala arah
Ortoforia
Positif
Negatif

arah
Ortoforia
Positif
Negatif

d. N.V (Nervus Trigeminus)


Jenis pemeriksaan
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Oftalmikus
Maxillaris
Mandibularis

Kanan
+
+
+
+
+

Kiri
+
+
+
+
+

Kanan
Baik
Baik
Baik
Baik

Kiri
Baik
Baik
Baik
Baik

e. N. VII (Nervus Fasialis)


Jenis pemeriksaan
Perasaan lidah ( 2/3 anterior )
Motorik oksipito frontalis
Motorik orbikularis okuli
Motorik orbikularisoris

f. N.VIII (Nervus Vestibulokoklearis)


Jenis pemeriksaan
Tes pendengaran
Tes keseimbangan

Kanan
Berkurang
Tidak dilakukan

Kiri
Berkurang
Tidak dilakukan

g. N. IX,X (Nervus Vagus)


Perasaan Lidah (1/3 belakang)
Refleks Menelan
Refleks Muntah

Tidak Dilakukan
Baik
Tidak Dilakukan

h. N.XI (Nervus Assesorius)


Mengangkat bahu
Menoleh

Baik
Baik

i. N.XII (Nervus Hipoglosus)


Pergerakan Lidah
Disartria

Simetris
Tidak

Sistem Motorik Tubuh


Ekstremitas Superior

Kanan

Kiri

Postur Tubuh

Baik

Baik

Atrofi Otot

Eutrofi

Eutrofi

Tonus Otot

Normal

Normal

Gerak involunter

(-)

(-)

Kekuatan Otot

5555

5555

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Postur Tubuh

Baik

Baik

Atrofi Otot

Eutrofi

Eutrofi

Tonus Otot

Normal

Normal

Gerak involunter

(-)

(-)

Kekuatan Otot

5555

5555

Refleks
Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Bisep Refleks Patologis

Kanan
+

Kiri
+

Babinski
Trisep

+-

Chaddok
Patela

+-

Oppenheim
Achiles

+-

Gordon

Klonus

Hoffman Tromer

Gerakan Involunter
Jenis Pemeriksaan

Kanan

Kiri

Tremor

Chorea

Athetosis

Myocloni

Ties

10

Tes Sensorik (sentuhan)


Regio

Kanan

Kiri

Brachii

Antebrachii

Femoralis

Cruris

FungsiAutonom
Tidak ada gangguan pola BAB maupun BAK.

Diagnosis Holistik
Tn. S dengan usia 68 tahun adalah penderita demam tifoid. Hubungan Tn. S dan
keluarganya cukup harmonis dan dalam kehidupan sosial Tn. S adalah anggota
masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan.
1. Diagnosis dari segi biologis :
Vertigo
2. Diagnosis dari segi psikologis :
Hubungan Tn. S dengan keluarga cukup harmonis, saling pengertian dan
membantu.
3. Diagnosis dari segi sosial, ekonomi, dan budaya :
Penderita sebagai anggota masyarakat biasa dan

sudah jarang mengikuti

kegiatan di lingkungannya. Dulunya pasien aktif di kampus dan juga di


lingkungan sekitar.
Penatalaksanaan
Non Medikamentosa

11

Pasien disarankan untuk banyak istirahat/ tirah baring yang bertujuan untuk
mengurangi keluhan yang dialami.

Pasien diberikan pengetahuan tentang penyakit vertigo, gejala, tanda,


pencegahan dan terapinya.

Mempertahankan asupan cairan dan kalori yang adekuat karena pasien


geriatri. Kebutuhan kalori pada pasien minimal 1700 kkal/hari. Jika pasien
merasa tidak terlalu nafsu makan maka sebaiknya makanan yang dikonsumsi
diganti dan disesuaikan dengan keinginan pasien dengan tetap memperhatikan
kandungan gizinya. Perbanyak makan buah dan sayuran. Hindari makan
makanan yang terlalu pedas dan asam karena dikhawatirkan akan
mempengaruhi lambung.

Menghindari aktifitas fisik yang berlebihan.

Minum vitamin kesehatan

Medikamentosa
-Betahistin 6 mg 3x1 tab
-Domperidon 10 mg 2x1 tab

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA
Fungsi Holistik
1.

Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari suami, istri (Tn. S dan Ny. T) serta anak dan
menantu (Ny. D dan Tn. K) dan cucu An. T (3.5 tahun). Tn. S cukup
mengerti tentang penyakitnya, yaitu vertigo. Akan tetapi Tn. S hanya
berobat jika ada keluhan, sehingga sering berulang. Pasien juga sudah
lanjut usia sehingga mulai kurang memperhatikan kesehatannya sendiri.

2.

Fungsi Psikologis
12

Hubungan Tn. S dan istri serta anak cukup baik, saling mendukung, serta
saling memperhatikan. Oleh karena itu, Tn. S merasa nyaman tinggal di
rumah.
3. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, Tn. S hanya sebagai anggota masyarakat biasa,
tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Tn. S sudah
jarang berinteraksi dengan tetangga dan lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah.
3.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Untuk kebutuhan hidup sehari-hari pasien dibiayai oleh anaknya dan juga
menggunakan gaji pensiunan pasien yang diterima setiap bulannya. Hubungan
Tn.S dan keluarga terjalin baik, terjalin komunikasi yang lancar, saling
mendukung dan saling pengertian. Hubungan Tn.S dengan anak dan
menantunya juga baik.
Kesimpulan : Fungsi biologis dan sosial Tn. S kurang baik.

Pola Interaksi Keluarga


Diagram Pola interaksi Tn. S
Tn. S (68 tahun)

Tn. K (30
tahun)

Ny. T (65
tahun)

Ny. D (29
tahun)

13

Keterangan :
Hubungan baik
Hubungan tidak baik
Kesimpulan
Hubungan antara Ny. D dengan semua anggota keluarga baik dan hubungan antar
angota keluarga yang lain juga baik.

Ny. Keluarga
T (62 th)
Tn. S (68 th)
Genogram
Tn. S (68 tahun)

X
Tn.K (30 th)

Ny. D (29
th)th)

An. T (3,.5)
th)

Keterangan:
pasien
perempuan
laki- laki
meninggal

14

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

1. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


Faktor Perilaku Keluarga
a. Pengetahuan
Ny. D dan Tn. K memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan.
Menurut pendapat mereka semua kesehatan itu tidak hanya secara jasmani
saja tetapi juga dalam hal kerohanian. Akan tetapi Ny. D dan keluarga kurang
15

mengerti tentang penyebab, gejala dan tanda dari penyakit demam tifoid.
Keluarga Ny. D sebenarnya khawatir dengan keadaan Ny. D tetapi Ny. D tetap
saja bekerja meskipus sakit, sehingga oleh keluarganya Ny. D di jemput dari
Surabaya dan melakukan rawat inap di RSI.
b. Sikap
Keluarga Ny. D peduli dengan kondisi kesehatan pasien. Terbukti dengan
berkumpulnya keluarga Ny. D untuk menjenguk di RS dan menghibur Ny. D.
c. Tindakan
Keluarga selalu mengantarkan pasien untuk berobat baik sebelum rawat
inap (di dokter praktek umum dan IGD RS) atau pada saat rawat inap (suami
dan kakak laki- laki pasien). Keluarga juga menjaga pasien setiap hari secara
berganti- ganti.
Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga Ny. D termasuk orang yang cukup.
Dengan penghasilan dua orang yang bekerja untuk menghidupi 3 orang dalam
satu keluarga (anaknya ikut neneknya). Rumah yang dihuni keluarga ini cukup
besar, akan tetapi jarak antar rumah rapat, banyak polusi (asap kendaraan), dan
kawasan yang ramai sehingga rawan terjadi kecelakaan.
2. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan rumah
tetangganya. Rumah ini memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas.
Terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga yang terdapat TV,
satu dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah Ny. D memiliki lantai keramik tetapi
bagian dapur dan kamar mandi menggunakan ubin, dan agak sedikit lembab.
Ventilasi dan penerangan rumah cukup, karena pintu rumah sering terbuka
serta terdapat jendela yang cukup lebar diruang tamu, ruang keluarga serta
dalam masing- masing kamar. Kondisi dapur dan kamar mandi cukup baik,
akan tetapi sedikit terlihat kurang rapi. Sarana air keluarga ini menggunakan
jasa PDAM. Secara keseluruhan kebersihan rumah sudah cukup.
16

Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan sebagainya
masih dapat di jangkau dengan mudah oleh keluarga Ny. D. Jika salah satu
anggota keluarga ada yang yang sakit biasanya pergi berobat ke dokter
praktek. Dan bila dirasa sakitnya parah mereka membawa ke RS untuk
mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Ketururnan
Tidak terdapat faktor keturunan penyakit demam tifoid
Kesimpulan :
Lingkungan rumah cukup memenuhi syarat kebersihan.

DAFTAR MASALAH
Masalah medis :
Demam Tifoid
Masalah non medis :
1. Pengetahuan Ny. D dan keluarga tentang penyakitnya cukup baik, tapi
pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.
2. Ny. D tidak mau menjaga kesehatan individunya (makan tidak teratur).
3. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan
suami bekerja di luar kota.
Diagram Permasalahan Pasien

17

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada


dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

BAB IV
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN
PENYAKIT DEMAM TIFOID

Definisi Demam Tifoid


Demam tifoid adalah penyakit sitemik akut akibat infeksi Salmonella typhi.
Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di
Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah (Widodo, dkk; 2009).
Epidemiologi Demam Tifoid
Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemic. Penderita dewasa muda sering
mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus (Widodo, dkk;
2009). Di Indonesia insidens penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit
tersebut diduga erat hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik,
sanitasi lingkungan yang jelek (penyediaan air bersih yang kurang, pembuangan
sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan
18

makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang kurang
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.
Organisme yang menyebabkan keadaan ini mampu bertahan hidup lama di
lingkungan kering dan beku. Bakteri ini juga mampu bertahan beberapa minggu di
dalam air, es, debu sampah kering dan pakaian, dan berkembang biak dalam susu,
daging, telur, atau produknya tanpa merubah warna atau bentuknya.
Salmonella typhi:
1.

Morfologi : termasuk Enterobacteriaceae (kuman enteric batang gram


negative), yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan
intraseluler fakultatif.

2.

Faktor pathogenesis : bakteri ini merupakan bakteri pathogen yang


mempunyai transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang,
toksigenitas dan kemampuan menghindari system imun. Sekali bakteri masuk
ke sel tubuh dia harus berikatan dengan sel inang, dan biasanya pada sel
epitel.
Antigen

: terdapat 3 kelompok antigen utama, yaitu:

- antigen somatic (Ag O), berupa bahan lipopoliakarida yang merupakan


antigen utama dinding sel.
- antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh
panas dan alcohol
- antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (Vitulen), yang mengganggu
aglutinasi melalui antiserum O. antigen ini berhubungan dengan sifat invasive
yang dimilikinya.
- antigen K, menyebabkan perlekatan bakteri pada el epitel sebelum invasi ke
saluran cerna.
Endotoksin/ Lipopolisakarida
Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.
Endotokin dalam aliran darah ,mula- mula terikat pada protein yang beredar

19

dan kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel
lain dalam organ retikuloendotelial.
Enzim sitolitik
Berfungsi untuk menghancurkan jaringan (Karsinah, dkk; 1994).
Patogenesa Demam Tifoid
Penularan Salmonella thyposa adalah melalui feco-oral, dibutuhkan sejumlah
105-109 kuman untuk menyebabkan infeksi. Dimana faktor yang mempengaruhi
infeksi adalah :
a. PH, jika PH lambung asam dapat mencegah infeksi
b. Waktu pengosongan lambung
Masa inkubasi demam tifoid kurang lebih 14 hari. Masuknya kuman
Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati
lambung dengan suasana asam (pH < 2 ) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang
masih hidup akan mencapai usus halus dan di usus halus tepatnya di ileum dan
yeyenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
ikut aliran ke dalam kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik ke jaringan di organ hati dan limfa. Salmonella typhi mengalami multifikasi
di dalam sel fagosit mononuklear, di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika,
hati dan limfe. Setelah pada periode tertentu (inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penderita maka Salmonella typhi
akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa.
Peran endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limfa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
20

sitokin dan zat-zat lain. Produk makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis
sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
typhy terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskular gangguan mental, dan koagulasi.

21

Patofisiologi

Gejala Klinis Demam Tifoid


1. Demam
Terjadi karena kuman menyerang sistem retikulo endothelial dan septikemia,
bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam, anak
besar/dewasa febris continua. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsurangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

22

2. Gangguan saluran cerna


Bibir kering, pecah-pecah, nafas berbau tidak sedap, lidah ditutupi selaput
putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).
Hati dan limpa membesar serta disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapati
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan diare, diare karena
enterotoksinnya. Lemas, pusing dan sakit perut. Demam yang tinggi
menimbulkan rasa lemas, pusing.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu
apati sampai somnolen. Dapat pula ditemukan gejala-gejala berupa roseola
pada punggung dan anggota gerak. Kadang-kadang ditemukan bradikardia
pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Diare, sifat bakteri yang menyerang saluran pencernaan menyebabkan
gangguan penyerapan cairan akibatnya terjadi diare. Tetapi pada beberapa
kasus dapat jug aterjadi konstipasi.
Diagnosa Kerja Demam Tifoid
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis observasi demam tifoid.
Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai
berikut :
Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis:
a. Pemeriksaan darah tepi
- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus.
23

- Leukopeni, namun jarang kurang dari 3000/uL.


- Limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.
- Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat.
b. Pemeriksaan urine
Proteinuria ringan dapat terjadi karena pengaruh demam.
c. Pemeriksaan tinja
Kelainan pada tinja umumnya tidak menyolok. Adanya lendir dan darah pada tinja
merupakan peringatan agar waspada akan bahaya perdarahan usus atau perforasi.
d. Pemeriksaan sum-sum tulang
Tidak rutin dilakukan. Terdapat gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktifitas RES
dengan adanya sel macrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan
trombopoesis berkurang.
Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis:
a. Isolasi bakteri
Pada minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.Typhi dari dalam darah
pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan
feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari
aspirasi sum-sum tulang mempunyai sensitivitas yang tertinggi, hasil positif didapat
pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen
empedu yang diambil ari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
b. Pemeriksaan Widal

24

Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Baik pada minggu II/III, titer yang
bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progressive digunakan
untuk membuat diagnosis (WHO, 2003).
Terapi Demam Tifoid
Terapi non medika mentosa yang dapat diterapkan adalah:
- Perawatan
Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.
Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan tirah baring.
- Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Beberapa
peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin
maupun

mineralnya

serta diusahakan

makan

yang

rendah/bebas

selulose,

menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran maka


pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.
Terapi medika mentosa yang dapat diterapkan adalah:
- Obat-obatan
Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang dosis
50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek samping :
Obat lain :
- Kotrimoksazol ( TMP 8-10 mg/kgBB dibagi 2 dosis
25

- Ampicillin (200 mg/kg/24 jam)


- Amoxicillin 100 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kg BB/hari, ivatau im, sekali sehari selama 5 hari.
- Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.
Pencegahan
Usaha pencegahan dapat dibagi atas :
-

Usaha terhadap lingkungan


Pengadaan sarana air bersih dan pengaturan pembuangan sampah
serta peningkatan kesadaran individu terhadap hygiene lingkungan
dan pribadi.

Usaha terhadap Manusia

Memperhatikan

kualitas

makanan

dan

minuman

yang

dikonsumsi, bakteri Salmonella typhi mati apabila dipanasi


dalam suhu 57 oC dalam beberapa menit.
Komplikasi Demam Tifoid
Dapat terjadi pada :
-

Usus halus, berupa perdarahan usus.

Perdarahan sedikit periksa dengan Benzidin Test

Perforasi banyak pada minggu ke III udara dalam rongga peritonium.

Peritonitis.

Di luar usus berupa meningitis, kolestitis, enselopati dan bronkopneumonia


karena infeksi sekunder.

Prognosa
26

Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi segera, usia
penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella penyebab, dan
munculnya komplikasi Buruk pada :
Hiperpireksia atau debris kontinu
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat, berupa perdarahan usus, perforasi atau
meningitis, endokarditis, dan pneumonia.
Gizi yang buruk (Widodo, dkk; 2009)

27

BAB V
PENUTUP
A.

Kesimpulan Holistik
Diagnosa holistik : Ny. D (29 tahun) adalah penderita Demam tifoid, yang

tinggal dalam extended family dan tinggal dalam kos- kosan, dengan kondisi
keluarga yang cukup harmonis. Akan tetapi tingkat pendidikan yang cukup dalam
keluarga ini belum mampu menjamin adanya pengetahuan yang baik tentang
kesehatan. Lingkungan rumah cukup sehat, dan pasien merupakan anggota
masyarakat biasa yang mengikuti beberapa kegiatan di lingkungannya (jarang).
1. Segi Biologis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan hasil bahwa NY. D(29 tahun), adalah penderita demam tifoid, yang
tinggal di pemukiman padat penduduk sehingga lebih mudah terjangkit penyakit
menular.
1. Segi Psikologis
Ny. D memiliki APGAR score 9 menunjukkan fungsi keluarga yang bagus.
Dalam keluarga Ny. D telah terjalin suatu keluarga yang harmonis, akrab, penuh
dengan kasih sayang dan dukungan dan saling memperhatikan, akan tetapi waktu
berkumpul sedikit kurang.
3. Segi Sosial
Keluarga ini memiliki status ekonomi yang cukup, pendidikan yang cukup
dan merupakan anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatannya yang mengikuti
beberapa kegiatan di lingkungannya.
B.

Saran Komprehensif
Ny. D dan keluarga perlu diberikan edukasi tentang Demam tifoid. Mengenai

bagaimana penularannya, penyebabnya, factor resiko, pencegahan dan lain


sebagainya. Selain itu penderita melakukan diet tinggi protein dan kalori tetapi
rendah serat, sehingga tidak memberatkan kerja saluran pencernaan, kurangi makan28

yang merangsang (merica, cabai, saus sambal), hindari makanan pedas, istirahat
cukup, dan berolahraga ringan.
a.

Promotif
Edukasi keluarga mengenai penyakit demam tifoid, mengetahui gejala dan

tanda serta penularan sehingga apabila terdapat keluarga yang menderita hal serupa
bisa langsung dibawa di RS terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
b.

Preventif
Memperbanyak waktu istirahat, menjaga kebersihan makanan, menjaga

keteraturan pola makan, menghindari makanan pedas dan masam, olahraga cukup,
melakukan vaksinasi imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin
suntikan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan
dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoidparatifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
c.

Kurativ
-

Progresik 3x1

Progresic

3x1

Komposisi

: parasetamol

Indikasi

: analgesic dan antipiretik.

KI

: penyakit hati

ES

: reaksi hematologi, reaksi kulit dan alergi yang lain.

Antasida 3x1
Indikasi

: mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam lambung,

gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.
KI

: hipersensitif terhadap salah satu komponen obat

ES

: jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam

kulit.
-

Omeprazole

1x1

Indikasi

: ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal, ulkus

peptikum, refluks esofagitis dan sindroma Zollinger- Ellison.


PO

: Diberikan segera sebelum makan.


29

ES

: sakit kepala, jarang : ruam, pruritus, pusing, parasteia,

insomnia, vertigo diare, konstipasi, gang. GI, reaksi hiperensitivitas.


-

Peflacine

2x1

Komposisi

: pefloxacin mesylate dihidrate

Indikasi

: infeksi berat karena bakteri Gram dan Gram +.

KI

: anak < 15 tahun, hamil, laktasi, riwayat lesi tendon, tendinitis

atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok
kuinolon.
ES

: gangguan GI, nyeri otot atau endi, gangguan neurologi,

trombositopenia (dalam dosis besar), dan fotosensitivitas.


d.

Rehabilitatif
Edukasi dan motovasi kepada pasien bahwa penderita demam tifoid dapat

sembuh dengan baik (normal kembali), menjaga pola hidup, makan teratur, menjaga
kesehatan, istirahat yang cukup serta latihan jasmani yang ringan.

30

DAFTAR PUSTAKA
Karsinah, Lucky HM,Suharto, Mardiastuti HW, editor.Staf Pengajar FKUI. Batang
Gram Negatif. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1994: 168-173.
WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, treatment and prevention of
Tiphoid Fever. World Health Organization Departement of vaccines and
Biologicales. Hal: 7-22.
Widodo, D.2009,Demam tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. editor: Aru W.
Sudoyo, dkk. Interna Publishing. Jakarta. Hal: 435-441.
Santoso, A., dkk. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 11. 2010.
www.MIMS.com

31

Anda mungkin juga menyukai