Anda di halaman 1dari 37

Congestive Heart Failure

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

pada Bagian / SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular


Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin BandaAceh

Disusun Oleh :
Cut Intan Hidayah
1307101030219
Pembimbing:
dr. Adi Purnawarman, Sp.JP(K)-FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi dan berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini. Shalawat beriring salam penulis
sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi ummatnya.
Adapun tugas Laporan kasus ini berjudul congestive heart failure.
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Seniorpada Bagian / SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas
Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin BandaAceh.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada dr. Adi Purnawarman, Sp.JP (K) FIHA yang telah meluangkan
waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Banda Aceh, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................

BAB 2 LAPORAN KASUS...........................................................................

2.1

Identitas Pasien..............................................................................

2.2

Anamnesis .....................................................................................

2.3

Pemeriksaan Fisik .........................................................................

2.4

Pemeriksaan Penunjang ................................................................

10

2.5

Resume ..........................................................................................

13

2.6

Diagnosis ......................................................................................

13

2.7

Penatalaksanaan ............................................................................

14

2.8 Follow up.........................................................................................

15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

19

3.1

Definisi...........................................................................................

19

3.2

Etiologi ..........................................................................................

19

3.3

Patofisiologi...................................................................................

20

3.4

Faktor Presipitasi ..........................................................................

23

3.5

Diagnosis.......................................................................................

23

3.6

Penatalaksanaan.............................................................................

26

3.7

Prognosis........................................................................................

33

BAB 4 ANALISA KASUS ............................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

35

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Gagal jantung adalah peningkatan masalah bagi sistem kesehatan di semua
negara berkembang. Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung (cardiac output/ CO) dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif
berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam
tubuh terjadi suatu reflek homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui
perubahan-perubahan neurohormonal, dilatasi ventrikel dan mekanisme frankstarling. Dengan demikian, manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai
respon hemodinamik renal, neural, dan hormonal yang tidak normal.1
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal
meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel;dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.2
Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun
2012, di Amerika Serikat terdapat sekitar 5,7 juta penduduk yang menderita gagal
jantung.4 Dimana 55.000 kematian tiap tahunnya disebabkan oleh gagal jantung.5
Di Indonesia, menurut Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari
kematian terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia. Menurut data di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan
inap didapatkan 3,23% kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien. 3 Pasien gagal
jantung sekarang dikategorikan menjadi 2 group (1) gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi (dikenal sebagai gagal sistolik) atau (2) gagal jantung
dengan fraksi ejeksi tetap (dikenal sebagai gagal jantung diastolik ).2

BAB II
STATUS PASIEN RUANG RAWAT INAP PJT
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. MJ

Umur

: 77 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Bener meriah

Pekerjaan

: Berdagang

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Status Perkawinan

: sudah menikah

No. CM

: 1-06-37-36

Tanggal Masuk

: 8 September - 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 10 September - 2015

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
: Nyeri dada
b. Keluhan Tambahan
: sesak nafas
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUZA dengan keluhan nyeri dada sejak 1 hari
yang lalu sbelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan sebelah kiri dan
tidak menjalar. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk tusuk dan nyeri
hilang timbul. Nyeri dirasakan selama 1 jam dan hilang jika beristirahat dan
ketika pasien berkipas. Nyeri dada dan sesak dirasakan ketika pasien
berbicara banyak, ke kamar mandi, duduk yang lama, dan ketika pasien
banyak berjalan. . Sesak tidak berhubungan dengan perubahan cuaca dan
paparan debu. Pasien juga mengeluh sering terbangun pada malam hari
akibat sesak. Sesak nafas berkurang saat pasien dalam posisi duduk dan
apabila tidur pasien lebih nyaman menggunakan 2-3 bantal. Pasien
mengeluhkan bahwa dirinya merasa cepat lelah. Kelelahan dirasakan saat
beraktivitas ringan seperti berjalan ataupun berbicara. Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki bengkak, nafsu makan berkurang dan berat badan

berkurang yang dikeluhkan sejak 1 bulan terakhir.. Pasien juga suka


memakan makanan yang berlemak, daging-dagingan, dan jarang memakan
buah-buahan dan sayur-sayuran. Pasien tidak pernah melakukan olahraga.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi sejak 3tahun yang lalu
Riwayat DM sejak 1 tahun ini
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi dan penyakit jantung dalam keluarga disangkal.
Namun dikeluarga menderita penyakit kolesterol dan asam urat
f. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien mengkonsumsi obat :
1. ISDN 1 x 5 mg
2. Simvastatin 1x 20 mg
3. CPG 1 x 75 mg
4. Aspilet 1 x 80 mg

g. Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien memiliki kebiasaan memakan makanan yang berlemak, dagingdagingan, dan tidak pernah berolahraga
h. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
- Jenis kelamin
-

Usia > 40 tahun

i. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi


- Hipertensi
- Pola makan
- Olahraga

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi Jantung
Frekuensi Nafas
Temperatur
b. Status General
Kulit
Warna
Turgor
Ikterus
Anemia
Sianosis
Edema
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata

: Sakit sedang
: Compos Mentis
: 160/100 mmHg
: 93 x/i, reguler
: 32x/i
: 36,70C

: Sawo Matang
: Kembali Cepat
: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: Kesan Normocepali
: Bewarna hitam, alopesia (+)
: Cekung (-), Reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
: Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Gigi Geligi
Lidah
Mukosa
Tenggorokan

: Pucat (-), Sianosis (-)


: Karies (-)
: Beslag (-), Tremor (-)
: Basah (+)
: Tonsil dalam batas normal

Faring

: Hiperemis (-)

Leher
Bentuk
Kel. Getah Bening
Peningkatan TVJ

: Kesan simetris
: Kesan simetris, Pembesaran (-)
: R+2cmH2O

Axilla

: Pembesaran KGB (-)

Thorax
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi
: (-)
7

2. Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
3. Perkusi

Paru kanan
Normal
Normal
Normal

Paru kiri
Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kanan
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-)Wh (-)

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh(-)

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
4. Auskultasi
Suara Pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Suara Tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateralLMCS.

Perkusi

: Batas jantung atas: di ICS III


Batas jantung kanan: di ICS III LPSD
Batas jantung kiri: di 2 jari Lateral LMCS.

Auskultasi : BJ I >BJ II, HR: 93x/I irreguler, bising (+),gallop


S3(-).
Abdomen
Inspeksi

: Kesan simetris, Distensi (-)

Palpasi

: Soepel (+), Hepar, lien,ren tidak teraba

Perkusi

: Tympani (+), Asites (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (N)


Genetalia

: tidak dilakukan pemeriksaan

Anus

: tidak dilakukan pemeriksaan


8

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik

Superior
Kanan
Kiri
-

Inferior
Kanan
-

Kiri
-

Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot

Aktif
Normotonu

Aktif
Normotonu

+
Aktif
Normotonu

+
Aktif
Normotonu

Sensibilitas
Atrofi otot

s
N
-

s
N
-

s
N
-

s
N
-

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium ( 8 September 2015 )
Jenis pemeriksaan

19 Oktober 2013

Nilai Rujukan

32%

40-55%

10,5 gr/dl

13-17 gr/dl

Leukosit

11,5 /ul

4,1-10,5.103/ul

Trombosit

299 /ul

150-400.103/ul

Hitung jenis

2/0/1/69/20/8

3/1/6/50/70/40/8

Protein total

7,4

0.3-8.3

Albumin

3,56

2,2-5,2

Globulin

3,84

gr/ dl

HbSAG

Negatif

Troponin 1

< 0,10

<1,5 mg/ ml

15

< 25U/L

Hematokrit
Haemoglobine

CK- MB

Natrium (Na)

146

135 145mmol/L

Kalium (K)

4,4

3,5 4,5 mmol/L

Klorida (Cl)

108

90 110mmol /L

GDS

136

<200 mg/L

Ureum

64

13 43 mg/dl

2,93

0,67 1,17mg/dl

Kreatinin

B. Elektrokardiografi

Interpretasi EKG:
Irama

: Aritmia

Heart rate

: 80 x/menit

Regularitas : ireguler
Axis

: Deviasi

Morfologi

Gelombang P
Interval PR
Kompleks QRS
Gelombang S- T

: Sulit dinilai
: Sulit dinilai
: 0,08 second
: Depresi

Kesimpulan: Aritmia tipe AF, HR:80 bpm,terdapat iskemik lateral

10

C. ECHOCARDIOGRAPHY

Interpretasi :

11

LA,LV Dilatasi

Global LV fungsi baik, EF 63 %

Global normokinetik

AR- Mild moderate

PR interval

RV fungsi baik

2.5 RESUME
Pasien datang ke IGD RSUZA dengan keluhan nyeri dada sejak 1 hari yang
lalu sbelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan sebelah kiri dan tidak
menjalar. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk tusuk dan nyeri hilang timbul.
Nyeri dirasakan selama 1 jam dan hilang jika beristirahat dan ketika pasien
berkipas. Nyeri dada dan sesak dirasakan ketika pasien berbicara banyak, ke
kamar mandi, duduk yang lama, dan ketika pasien banyak berjalan. . Sesak tidak
berhubungan dengan perubahan cuaca dan paparan debu. Pasien juga mengeluh
sering terbangun pada malam hari akibat sesak. Sesak nafas berkurang saat pasien
dalam posisi duduk dan apabila tidur pasien lebih nyaman menggunakan 2-3
bantal. Pasien mengeluhkan bahwa dirinya merasa cepat lelah. Kelelahan
dirasakan saat beraktivitas ringan seperti berjalan ataupun berbicara. Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki bengkak, nafsu makan berkurang dan berat badan
berkurang yang dikeluhkan sejak 1 bulan terakhir.. Pasien juga suka memakan
makanan yang berlemak, daging-dagingan, dan jarang memakan buah-buahan dan
sayur-sayuran. Pasien tidak pernah melakukan olahraga.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, DM sejak 1
tahun yang lalu. Pasien teratur minum obat. Pada pemeriksaan didapat kanvital
sign TD:160/100 mmHg, HR: 93x/i, regular, RR: 32x/I, dispneu (+), Temperatur:
36,70C. Pemeriksaan fisik didapatkan TVJ R+2 cmH2O, gallop S3 (-).

VI. DIAGNOSA KERJA


12

Congestive Heart Failure NYHA FC IV e.c Old Anterior Infarcsion


STEMI DD/
Ischemic Lateral
-

AF NVR

AKI Pre Renal

Hipontremi

VII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
1.
2.
3.
4.

Bed rest semi fowler


Diet jantung
Balance cairan
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur, dan kurangi konsumsi lemak

Farmakologis
-

O2 Nasal kanul 2 Liter

Drip NTG 20 mikro/ Jam

Drip Farsix 10 mg/ jam

Aspilet 1 x 80 mg

CPG 1 x 75 mg

Digoxin 1 x 0,25 mg

Simvstatin 1 x 40 mg

ISDN 3 x 5 mg

Inj. Omeprazole 1 amp / 12 jam

Cardace 2 x 5 mg

Laxadyn Syr 1 x CII


13

Alprazolam 1 x 0,5 mg

FOLLOW UP PASIEN

TGL

VITAL SIGN

PEMERIKSAAN FISIK &

08/09/2015 KU : sesak nafas Kepala : Normocephali


(H0)

(+)

Mata

: Conj.palp.inf.Pucat (-/-),

Kes : CM

Sklera Ikterik (-/-).

TD : 166/70

Telinga : normotia, sekret (-)

Mmhg
HR : 80 x/i
ireguler
RR

: 32x/i

: 36,6 O C

TERAPI

PENUNJANG

Hidung: NCH (+), Sekret (-),


O2 dengan nasal kanul terpasang(+)
Mulut : Bibir Pucat (-), Sianosis (-)
Leher : Retraksi suprasternal (-/-)
Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R -2H2O

14

Th/
-

Bed rest semifowler

O2 Nasal kanul 2 Liter

Drip NTG 20 mikro/ Jam

Drip Farsix 10 mg/ jam

Aspilet 1 x 80 mg

CPG 1 x 75 mg

Digoxin 1 x 0,25 mg

Simvstatin 1 x 40 mg

Thoraks : Simetris (+/+)

ISDN 3 x 5 mg

Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),

Inj. Omeprazole 1 amp /

wheezing (-/-),

12 jam

Cor : BJ I > BJ II, Bising (+)


ireguler
Abd : soepel (+), distensi (-),
peristaltik(+),
Extremitas :

Cardace 2 x 5 mg

Laxadyn Syr 1 x CII

Alprazolam 1 x 0,5 mg

Diet jantung 1700 kkal

Superior : edema (-/-), Sianosis


(-),Pucat (-/-) Inferior : edema (+/
+), Sianosis (-/-) Pucat (-/-)
Ass : CHF Fc NYHA IV e.c Old
Anterior Infarcsion STEMI
-

Ischemic Lateral

AF NVR

AKI Pre Renal

Hipontremi

15

P/
-

Balance cairan 1600cc

Echo

09/09/2015 KU : sesak nafas Kepala : Normocephali


(H1)

(+) Nyeri dada


berkurang, Tidur
kurang nyenyak
Kes : CM
TD : 130/80

Mata

: Conj.palp.inf.Pucat (-/-),

Sklera Ikterik (-/-).


Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung: NCH (+), Sekret (-),

Mmhg

O2 dengan nasal kanul terpasang(+)

HR : 68 x/i

Mulut : Bibir Pucat (-), Sianosis (-)

ireguler
RR

: 22x/i

: 36,7 O C

Th/

Leher : Retraksi suprasternal (-/-)


Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R -2H2O
Thoraks : Simetris (+/+)

Bed rest semifowler

O2 Nasal kanul 2 Liter

Drip NTG 20 mikro/ Jam

Drip Farsix 10 mg/ jam

Aspilet 1 x 80 mg

CPG 1 x 75 mg

Digoxin 1 x 0,25 mg

Simvstatin 1 x 40 mg

ISDN 3 x 5 mg

Inj. Omeprazole 1 amp /

Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),


wheezing (-/-),

12 jam
-

Cardace 2 x 5 mg

Laxadyn Syr 1 x CII

Alprazolam 1 x 0,5 mg

peristaltik(+),

Tyarit 200 mg 3 x 1

Extremitas :

Diet jantung 1700 kkal

Balance cairan

Echo

Cor : BJ I > BJ II, Bising (+)


ireguler
Abd : soepel (+), distensi (-),

Superior : edema (-/-), Sianosis


(-),Pucat (-/-) Inferior : edema (+/ P/
+), Sianosis (-/-) Pucat (-/-)
Ass : CHF Fc NYHA IV e.c Old
Anterior Infarcsion STEMI
-

Ischemic Lateral

16

AF NVR

AKI Pre Renal

Hipontremi

17

10/09/2015 KU : sesak nafas Kepala : Normocephali


(H2)

(+) Nyeri lutut


kiri

Mata

Th/

: Conj.palp.inf.Pucat (-/-),

Sklera Ikterik (-/-).

Kes : CM
TD : 125/73
Mmhg
HR : 66 x/i

Telinga : normotia, sekret (-)


Hidung: NCH (+), Sekret (-),
O2 dengan nasal kanul terpasang(+)

ireguler

Mulut : Bibir Pucat (-), Sianosis (-)

RR

: 30x/i

Leher : Retraksi suprasternal (-/-)

: 36,7 OC Pembesaran KGB (-/-)

Bed rest semifowler

O2 Nasal kanul 2 Liter

Drip NTG 20 mg/ Jam

Drip Farsix 10 mg/ jam

Aspilet 1 x 80 mg

CPG 1 x 75 mg

Digoxin 1 x 0,25 mg
(Stop)

TVJ R -2H2O

Simvstatin 1 x 40 mg

Thoraks : Simetris (+/+)

ISDN 3 x 5 mg

Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),

Inj. Omeprazole 1 amp /

wheezing (-/-),

12 jam

Cor : BJ I > BJ II, Bising (+)


ireguler
Abd : soepel (+), distensi (-),
peristaltik(+),
Extremitas :
Superior : edema (-/-), Sianosis

Cardace 2 x 5 mg

Laxadyn Syr 1 x CII

Alprazolam 1 x 0,5 mg

Diet jantung 1700 kkal

Inj. Methylpednisolon 1
amp/12 jam

(-),Pucat (-/-) Inferior : edema (+/


-

+), Sianosis (-/-) Pucat (-/-)

Tyarit 200 mg 3x1


( Tunda)

Ass : CHF Fc NYHA IV e.c Old


Anterior Infarcsion STEMI
-

Ischemic Lateral

AF NVR

P/
-

18

Balance cairan

19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang
ditandai oleh sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau saat aktifitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi
keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Perbedaan gagal jantung akut dengan gagal jantung kronik terdapat pada
onset waktu, Gagal Jantung Akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan
cepat/rapid onset (<24 jam) dari gagal jantung dapat berupa serangan pertama (de
novo) ataupun perburukan dari gejala sebelumnya (acute on chronic).1 Sedangkan
gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindroma klinis yang kompleks akibat
kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung
atau mengganggu pengisian jantung.2
3.2 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di Negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebab terbanyak gagal
jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit
jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain
(10%).7
Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic, meningkatkan
risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan untuk terjadinya aritmia.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat

dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis hipertensi dapat menyebabkan


timbulnya gagal jantung akut.7
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri. Atrial
fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.4
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkohol). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga
dapat menyebabkan malnutrisi dan defisiensi tiamin.4
Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doksorubisin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.4
3.3 Patofisiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
1. Gangguan mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaaan
yaitu :
Beban tekanan
Beban volume
Tamponade jantung atau konstriksi perikard
Obstruksi pengisian ventrikel
Aneurisma ventrikel
Disinergi ventrikel
Restriksi endokardial atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,
anemia), toksin atau sitostika.
Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

Mekanisme Kompensasi
Beberapa mekanisme kompensasi alami muncul pada pasien dengan gagal
jantung yang mengkompensasi penurunan curah jantung dan membantu mengatur
tekanan darah agar cukup untuk perfusi organ-organ vital. Kompensasi ini

termasuk (1) mekanisme Frank-Starling, (2) perubahan neurohormonal, dan (3)


hipertrofi ventrikel dan remodeling.6

Gambar 1.
Gambar di atas menunjukkan Mekanisme kompensasi pada gagal jantung.
Kedua mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan EDV) dan
hipertrofi miokard (dalam meresponi overload tekanan atau volume) berfungsi
untuk mempertahankan stroke volume (garis putus-putus). Namun, kenaikan
kronis di EDV oleh kekakuan ventrikel lalu meningkatkan tekanan atrium, yang
pada gilirannya mengakibatkan manifestasi klinis gagal jantung (misalnya,
kongesti paru dalam kasus gagal jantung kiri).6
Mekanisme Frank-Starling
Gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan kontraktilitas ventrikel kiri
menyebabkan pada preload tertentu, stroke volume menurun dibandingkan
dengan normal. Stroke volume yang berkurang menyebabkan pengosongan ruang
tidak lengkap, sehingga volume darah yang terakumulasi dalam ventrikel selama
diastol lebih tinggi dari normal. Hal ini meningkatkan peregangan pada
myofibers, lalu melalui mekanisme Frank-Starling, menginduksi stroke volume
yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu untuk mengosongkan
ventrikel kiri yang membesar dan menormalkan kembali curah jantung.6
Mekanisme kompensasi yang menguntungkan memiliki batas-batasnya
namun, dalam kasus gagal jantung berat dengan depresi kontraktilitas, kurva
mungkin hampir datar pada volume diastolik yang lebih tinggi, mengurangi
pembesaran dari cardiac output yang dicapai melalui penigkatan pengisian ruang

jantung. Bersamaan dalam keadaan tersebut, ditandai peningkatan EDV dan EDP
(yang disalurkan

retrograde ke atrium kiri, vena paru, dan kapiler) dapat

mengakibatkan kongesti paru dan edema.6


Perubahan Neurohormonal
Beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal diaktifkan saat gagal
jantung dalam mengkompensasi curah jantung yang menurun. Tiga kompensasi
yang paling penting (1) sistem saraf adrenergik, (2) sistem renin-angiotensinaldosteron, dan (3) peningkatan hormon antidiuretik (ADH). Mekanisme ini
berfungsi untuk meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik, yang
membantu untuk mempertahankan perfusi arteri ke organ vital, bahkan dalam
keadaan output jantung berkurang.

Gambar 2.
Gambar

diatas menunjukkan kompensasi neurohormonal dalam

menanggapi output jantung yang berkurang dan tekanan darah pada gagal jantung.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, renin-angiotensin-aldosteron system,

dan hormon antidiuretik berfungsi untuk mendukung curah jantung dan tekanan
darah (kotak). Namun, konsekuensi yang merugikan dari aktivasi (garis putusputus) mencakup peningkatan afterload dari vasokonstriksi berlebihan (yang
kemudian dapat menghambat cardiac output) dan retensi cairan yang berlebihan,
yang menyebabkan edema perifer dan kongesti paru.
Meskipun efek akut dari stimulasi neurohormonal menguntungkan, efek
kronis dari mekanisme ini seringkali pada akhirnya terbukti merusak jantung
secara progresif.6
3.4

Faktor Presipitasi
Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik untuk waktu yang

lama baik karena penurunan yang ringan atau karena disfungsi jantung yang
terkompensasi. Seringkali manifestasi klinis dipicu oleh keadaan yang
meningkatkan beban kerja jantung dan menjadi dekompensasi.6
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gejala pada pasien dengan gagal
jantung kronis terkompensasi

Kebutuhan metabolik yang meningkat


Demam, infeksi, anemia, takikardi, hipetirois, kehamilan

Peningkatan preload
Konsumsi sodium berlebihan, intake cairan berlebihan, gagal ginjal

Peningkatan afterload
Hipertensi yang tidak terkontrol, emboli paru

Keadaan yang mengganggu kontraktilitas


Obat Inotropik negative, iskemia myocard atau infark, konsumsi ethanol
berlebihan

Makan obat gagal jantung tidak teratur, bradikardia yang terlalu pelan
3.5

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung, biasa digunakan kriteria

Framingham dengan syarat didapatkan kriteria 2 mayor atau 1 major dan 2 minor.
Kriteria Mayor

Kriteria Minor

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea


Kardiomegali
Gallop S3
Desakan vena sentralis meningkat
Hepatojugular reflux
Ronkhi basah basal
Edema paru
Waktu sirkulasi yang lama (> 25 detik)
Berat badan menurun drastis 4,5 kg dalam

1. Edema pada ekstremitas


2. Batuk nocturnal
3. Decreased vital pulmonary
4.
5.
6.
7.

capacity (1/3 of maximal)


Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ( 120xpm)
Dyspnea on deffort

5 hari
Klasifikasi New York Heart Association

Kelas I
: Tidak ada gejala saat aktivitas fisik
Kelas II : Sedikit gejala saat aktivitas. Dyspnea dan kelelahan saat

aktivitas sedang (misalnya : lari naik tangga)


Kelas III :Gejala sedang saat aktivitas. Dyspnea saat aktivitas sedikit,

misalnya jalan naik tangga


KelasIV :Gejala berat saat aktivitas. Gejala muncul saat istirahat
Kelas NYHA bersifat reversible, tetapi kerusakan struktur yang

diakibatkannya bersifat irreversible.


Klasifikasi ACC / AHA ( American College of Cardiology / American
College Heart Association )
Tahapan Gagal Jantung Kronis

Tahap A
Pasien dengan resiko gagal jantung, tapi belum ada disfungsi struktur
jantung(contoh : pasien, dengan penyakit jantung koroner, hipertensi atau
dengan riwayat keluarga kardiomyopati).

Tahap B
Pasien dengan kerusakan struktur jantung berkaitan dengan gagal jantung
tapi belum muncul gejala.

Tahap C
Pasien yang saat ini atau sebelumnya ada gejala gagal jantung yang
berkaitan dengan kerusakan struktur jantung.

Tahap D

Pasien dengan kerusakan structural jantung dan gejala gagal jantung yang
bermakna, walaupun sudah dengan terapi medis maksimal dan
membutuhkan intervensi lanjut seperti transplant jantung.6
Studi Diagnostik
Tekanan rata-rata atrium kiri (LA) yang normal 10 mm Hg. Jika
tekanan LA melebihi 15 mm Hg, foto toraks menunjukkan atas zona redistribusi
vaskular, sehingga pembuluh darah pada lobus atas paru-paru lebih besar daripada
yang di bawah. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: ketika pasien berada dalam
posisi tegak, aliran darah biasanya lebih besar pada basis paru-paru daripada
apeks karena efek gravitasi. Redistribusi aliran terjadi karena edema interstisial
dan perivaskular, karena edema tersebut paling menonjol di dasar paru-paru (di
mana tekanan hidrostatik yang tertinggi), sehingga pembuluh darah di basal yang
terkompresi, sedangkan yang ke paru-paru bagian atas kurang terpengaruh.6
Ketika tekanan LA melampaui 20 mm Hg, edema interstisial biasanya
muncul pada rontgen dada sebagai bentuk pembuluh darah yang tidak jelas dan
garis Kerley B (tanda linier pendek di perifer paru-paru yang lebih rendah
menunjukkan edema interlobular).
Tes untuk BNP, berkorelasi kuat dengan tingkat disfungsi LV dan prognosis.
Selain itu, tingkat serum dari BNP dapat membantu membedakan gagal jantung
dari penyebab lain dari dyspnea, seperti penyakit parenkim paru.
Penyebab gagal jantung sering terlihat dari riwayat pasien, seperti pasien
yang telah menderita infark miokard yang besar, atau dengan pemeriksaan fisik,
seperti pada pasien dengan murmur katup jantung. Jika penyebabnya tidak jelas
dari evaluasi klinis, langkah pertama adalah untuk menentukan apakah fungsi
ventrikel sistolik normal atau terdepresi. Dari tes invasif yang dapat membantu
membuat penentuan ini, echocardiography sangat disarankan.6

European Society of Cardiology

3.6
1.

Tatalaksana Gagal jantung


Mendefinisikan Strategi Terapi yang tepat untuk gagal jantung kronis
Setelah struktur jantung pasien terkena, terapi tergantung pada klasifikasi

fungsional NYHA. Meskipun sistem klasifikasi ini sangat subjektif dan memiliki
variabilitas antar pengamat yang besar, namun klasifikasi ini telah bertahan
bertaun-tahun dan terus secara luas diterapkan pada pasien gagal jantung. Untuk
pasien dengan disfungsi sistolik namun asimtomatik (kelas I), tujuan terapi untuk
memperlambat perkembangan penyakit dengan memblok sistem neurohormonal
yang menyebabkan remodeling jantung. Untuk pasien dengan gejala (kelas II-IV),
tujuan utama seharusnya mengurangi retensi cairan, kecacatan, dan menghambat
progesivitas penyakit dan kematian. Terapi umumnya terdiri dari kombinasi
diuretik (untuk mengontrol retensi garam dan air) dengan intervensi
neurohormonal (untuk meminimalisir remodeling jantung).2

A. Manajemen Pasien Gagal Gantung dengan Penurunan Fraksi Ejeksi(<40%)


a. Tindakan Umum
Dokter harus bertujuan untuk mencari dan mengobati komorbid seperti
hipertensi, CAD, diabetes mellitus, anemia, dan gangguan napas saat tidur, karena
kondisi ini cenderung memperburuk gagal jantung. Pasien gagal jantung harus
disarankan untuk berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol untuk dua
minuman standard per hari pada pria atau satu per hari pada wanita. Pasien yang
diduga memiliki kardiomiopati akibat alkohol harus didesak untuk menjauhkan
diri dari konsumsi alkohol selamanya. Temperatur yang ekstrem dan aktivitas fisik
yang berat harus dihindari. Obat-obatan tertentu yang dikenal untuk memperburuk
gagal jantung harus dihindari. Sebagai contoh, obat anti nflamasi non steroid,
termasuk cyclooxygenase 2 inhibitor, tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal
jantung kronis karena resiko gagal ginjal dan retensi cairan yang meningkat
dengan adanya penurunan fungsi ginjal atau terapi ACE inhibitor. Pasien harus
menerima imunisasi dengan vaksin influenza dan pneumokokus untuk mencegah
infeksi pernapasan. Hal ini sama pentingnya untuk mendidik pasien dan keluarga
tentang gagal jantung, pentingnya diet yang tepat, dan pentingnya kepatuhan pada
terapi. Pengawasan rawat jalan oleh perawat yang terlatih khusus atau asisten
dokter dan / atau di klinik khusus gagal jantung sangat menolong pasien, terutama
pada pasien dengan penyakit lanjut.2
Faktor yang dapat menimbulkan dekompensasi akut pada pasien dengan gagal
jantung kronis :

Diet yang salah


Myocardial iskemia / infark
Aritmia (takikardia atau bradikardia)
Penghentian terapi gagal jantung
Infeksi
Anemia
Obat yang memperburuk gagal jantung
Kalsium antagonis (verapamil, diltiazem), Beta blockers, obat anti-

inflamasi non steroid, obat antiaritmia


Konsumsi alkohol
Kehamilan
HIpertensi
Insufisiensi valvular akut
b. Aktivitas
Meskipun pekerjaan fisik yang berat tidak dianjurkan pada penderita gagal
jantung, latihan sederhana rutin telah terbukti bermanfaat pada pasien dengan
NYHA kelas I-III. Untuk pasien euvolemic, olahraga isotonik teratur seperti
berjalan atau mengendarai ergometer sepeda-stasioner,sangat bermanfaat. Hasil
pelatihan menunjukkan gejala gagal jantung berkurang, kapasitas latihan
meningkat, dan peningkatan kualitas hidup.2
c. Diet
Pembatasan diet natrium (2-3 gram sehari) dianjurkan pada semua pasien
gagal jantung. Pembatasan lebih lanjut (<2 g sehari) dapat pada gagal jantung
sedang hingga berat.Restriksi cairan umumnya tidak perlu kecuali pasien
mengalami hiponatremia (<130 meq / L), yang mungkin akibat aktivasi sistem
renin angiotensin-, sekresi berlebihan dari hormon antidiuretik, atau hilangnya
garam dalam air yang berlebihan dari penggunaan diuretik.R estriksi cairan (<2
L / hari) harus dipertimbangkan pada pasien hyponatremic atau mereka dengan
retensi cairan yang sulit dikendalikan meskipun sudah dengan diuretik dosis tinggi
dan pembatasan natrium. Antagonis vasopresin mungkin juga berguna dalam
hiponatremia.
Suplementasi kalori direkomendasikan untuk pasien dengan gagal jantung
lanjut dan penurunan berat badan yang tidak disengaja atau pengecilan otot
(cachexia jantung), namun, steroid anabolik tidak dianjurkan untuk pasien karena
bisa terjadi retensi volume. Penggunaan suplemen makanan ("nutriceuticals")

harus dihindari dalam pengelolaan gejala gagal jantung karena terbukti kurang
bermanfaat terbukti dan terbukti ada potensi interaksi yang signifikan (merugikan)
dengan terapi gagal jantung.2
d. Diuretik
Banyak dari manifestasi klinis sedang sampai berat akibat dari retensi air
dan garam yang berlebihan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala
kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologis yang dapat
mengendalikan retensi cairan dalam gagal jantung lanjut, dan harus digunakan
untuk memulihkan dan menjaga volume teap normal pada pasien dengan gejala
kongestif (dyspnea, ortopnea, edema) atau tanda-tanda peningkatan tekanan
pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide,
dan bumetanide bekerja di loop Henle (loop diuretik) menghambat reabsorpsi Na
+, K +, dan Cl-dalam tubulus ascending tebal loop Henle (reversibel); tiazid dan
metolazone mengurangi reabsorpsi Na + dan Cl- pada paruh pertama tubulus
konvoulsi distal, dan diuretik hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada
tubulus kolektivus.2
Tabel 2.
Terapi untuk gagal jantung kronik (EF <40%)
Dosis awal
DosisMaximal
Diuretik
Furosemide
2040 mg qd/bid
400 mg/da
Torsemide
1020 mg qd/bid
200 mg/da
Bumetanide
0.51 mg qd/bid
10 mg/da
Hydrochlorthiazide
25 mg qd

100 mg/da
Metolazone
2.55 mg qd/bid
20 mg/da
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Captopril
l6.25 mg tid
50 mg tid
Enalapril
2.5 mg bid
10 mg bid
Lisinopril
2.55 mg qd
2035 mg qd
Ramipril
1.252.5 mg bid
2.55 mg bid
Trandolapri
0.5 mg qd
4 mg qd
Angiotensin Receptor Blocker
Valsartan
40 mg bid
160 mg bid
Candesartan
4 mg qd
32 mg qd
Irbesartan
75 mg qd
300 mg qdb
Losartan
12.5 mg qd
50 mg qd
-Receptor Blockers
Carvedilol
3.125 mg bid
2550 mg bid
Bisoprolol
1.25 mg qd

10 mg qd
Metoprolol succinate CR
12.525 mg qd
200 mg qd
Terapi tambahan
Spironolactone
12.525 mg qd
2550 mg qd
Eplerenone
25 mg qd
50 mg qd
Combination of hydralazi
e/isosorbide dinitrate
1025 mg/10 mg tid
75 mg/40 mg tid
Fixeddose of hydralazine/isosorbide dinitrate
37.5 mg/20 mg (1 tablet) tid
75 mg/40 mg (2 tablet) tid
Digoxin
0.125 mg qd
0.375 mg/db

Notes:
a

Dosis harus dititrasi

Dosis pasti masih belum diketahui.

Gambar 6.
Algoritma pengobatan untuk pasien gagal jantung kronis dengan
penurunan fraksi ejeksi. Setelah diagnosis klinis gagal jantung ditegakkan,
penting untuk mengobati retensi cairan sebelum memulai ACE inhibitor (atau
ARB jika pasien intoleran ACE). Beta blockers harus dimulai setelah retensi
cairan telah diobati dan / atau inhibitor ACE telah dinaikkan titrasinya. Jika pasien
masih bergejala, ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat ditambahkan
sebagai "triple therapy." Kombinasi dosis tetap hydralazine / isosorbide dinitrate
harus ditambahkan ke ACE inhibitor dan beta blocker di pasien dengan NYHA
kelas II-IV HF. Terapi perangkat harus dipertimbangkan selain terapi
farmakologis pada pasien yang tepat.2
e. Terapi dengan alat
Cardiac Resynchronization
Sekitar sepertiga pasien dengan penurunan EF dan gejala gagal jantung
(NYHA kelas III-IV) juga mempunyai gejala durasi QRS> 120 ms. EKG
digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan kontraksi ventrikel dissinkron.
Konsekuensi mekanik disynkron ventrikel termasuk pengisian ventrikel
suboptimal, penurunan kontraktilitas ventrikel, regurgitasi mitral, dan gerakan
paradox dinding septal. Biventricular pacing, atau terapi resinkronisasi jantung

(CRT), merangsang kedua ventrikel hampir bersamaan, dengan demikian


meningkatkan koordinasi kontraksi ventrikel dan mengurangi keparahan dari
regurgitasi mitral.Ketika CRT ditambahkan untuk terapi medis yang optimal pada
pasien dengan irama sinus, terjadi penurunan signifikan dalam tingkat kematian
pasien dan rawat inap dan perbaikan remodelling LV, serta peningkatan kualitas
hidup dan kapasitas latihan.Oleh karena itu, CRT direkomendasikan untuk pasien
dengan irama sinus dengan EF <35% dan QRS> 120 ms dan bergejala (NYHA
III-IV) walaupun sudah dengan terapi medis yang optimal. Manfaat dari CRT
pada pasien dengan atrial fibrilasi belum jelas.2
Cardiac Defibrillator Implan (ICD)
ICD pada pasien dengan gagal jantung ringan-sedang (NYHA kelas II-III)
telah terbukti mengurangi kejadian kematian jantung mendadak pada pasien
dengan kardiomiopati iskemik atau nonischemic.Dengan demikian, implantasi
ICD harus dipertimbangkan untuk pasien di NYHA kelas II-III HF dengan EF
<35% yang sudah pada terapi medis yang optimal, termasuk inhibitor ACE (atau
ARB), beta blocker, dan antagonis aldosteron. ICD juga dapat digabungkan
dengan alat pacu jantung biventricular pada pasien dengan NYHA kelas III-IV
HF.2
B. Manajemen Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal (> 40-50%)
Meskipun banyak informasi yang berkaitan dengan evaluasi dan
pengelolaan gagal jantung dengan penurunan EF, tidak ada terapi farmakologis
atau perangkat terbukti dan / atau disetujui untuk pengelolaan pasien dengan gagal
jantung dengan EF normal. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa upaya pengobatan
awal harus difokuskan, sedapat mungkin, pada proses penyakit yang
mendasarinya (misalnya, iskemia miokard, hipertensi). Faktor pencetus seperti
takikardia dan atrial fibrilasi harus diperlakukan secepat mungkin melalui
pengendalian nadi dan restorasi ritme sinus jika diperlukan. Dyspnea dapat diobati
dengan mengurangi total volume (pembatasan natrium dan diuretik), penurunan
volume darah sentral (nitrat), atau menghambat aktivasi neurohormonal dengan
ACE inhibitor, ARB, dan / atau beta blockers. Pengobatan dengan diuretik dan

nitrat harus dimulai pada dosis rendah untuk menghindari hipotensi dan
kelelahan.2
3.7

Prognosis
Meskipun kemajuan baru-baru ini banyak dalam evaluasi dan

pengelolaan gagal jantung, perkembangan

gagal jantung masih membawa

prognosis buruk. Studi menunjukkan 30-40% dari pasien meninggal dalam waktu
1 tahun sejak diagnosis dan 60-70% mati dalam waktu 5 tahun, terutama karena
perburukan gejala atau sebagai ada kejadian mendadak (kemungkinan akibat
aritmia ventrikel). Meskipun sulit untuk memprediksi prognosis dalam individu,
pasien dengan gejala saat istirahat (New York Heart Association (NYHA) kelas
IV) memiliki angka kematian 30-70% per tahun, sedangkan pasien dengan gejala
dengan aktivitas sedang (NYHA kelas II) memiliki tingkat tahunan kematian 510%. Dengan demikian, status fungsional merupakan prediktor penting dari
prognosis pasien.2

BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini diagnosis fungsional yang mendasarinya adalah gagal
jantung kronik. Hal ini didasarkan pada kriteria framingham minimal satu kriteria
mayor dan 2 kriteria minor:
1. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
2. Cardiomegaly
3. Rales atau ronki
4. Dyspnea deffort
5. Edema pada tungkai bawah
Dari hasil pemeriksaan fisik perkusi jantung, didapatkan adanya
pembesaran jantung.Diagnosis etiologi yaitu hipertensi heat disease, dapat dilihat
dari hasil EKG pasien yaitu irama aritmia tipe AF, HR: 80x/m, aksis deviasi,
Terdapat S-T depresi, Kesan LAD + LVH

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
2. Rilantono, Lily. 2012. Penyakit Kardiovaskular (PKV). FKUI: Jakarta
3. Aaronsom, Philip I. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Edisi 3.
Erlangga : Jakarta.
4. Hsich EM, Pina IL. Heart failure in women. J Am Coll Cardiol.
2009;54:491498.
5. Maeder MT, Kaye DM. Heart failure with normal left ventricular ejection
fraction. J Am Coll Cardiol. 2009;53:905918.
6. Ramani GV, Uber PA, Mehra MR. Chronic heart fail-ure: contemporary
diagnosis and management. Mayo Clin. Proc. 2010;85:180195.
7. Hampton, John R. 2006. Dasar- dasar EKG. EGC : Jakarta.
8. Wang J, Nagueh SF. Current perspectives on cardiac function in patients
with diastolic heart failure. Circulation. 2009;119:11461157.
9. Ware LB, M Wang J, Nagueh SF. Current perspectives on cardiac function
in patients with diastolic heart failure. Circulation. 2009;119:11461157.
10. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2008 of the European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2008;29:2388
2442.

Anda mungkin juga menyukai