LAPORAN KASUS
A.
B.
Identitas Pasien
Nama/Jenis Kelamin/Umur
Pekerjaan orang tua
Alamat
C.
Keluhan Utama:
Demam yang naik dan turun sejak 7 hari yang lalu.
D.
Keluhan Tambahan:
BAB sedikit dan jarang.
E.
telinga (-). Setelah obat yang diberikan dokter habis, Os datang kembali
berobat ke Puskesmas Talang Bakung.
F.
G.
H.
Bentuk
: normocephal
Simetri
: simetris
Conjungtiva
: anemis (-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
2. Leher
Lidah
Tonsil
Faring
3. Thorax
Pulmo
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Statis : simetris
Dinamis: simetris
Stem fremitus normal
Sonor
Batas paru-hepar:ICS
VI kanan
Vesikuler (+) Normal,
Wheezing (-), rhonki (-)
Kiri
Statis simetri
Dinamis : simetris
Stem fremitus normal
Sonor
Jantung
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Hasil Pemeriksaan
Ictus cordis tidak terlihat
Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula
kiri, tidak kuat angkat
Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Hasil Pemeriksaan
Kembung, skar (-),spidernevi (-).
Nyeri tekan di kuadran kanan bawah, Hepar
dan Lien tidak teraba.
Timpani.
Bising usus (+) menurun.
5. Ekstremitas
Edema (-), akral hangat.
6. Genitalia
Tidak ada kelainan
I. Pemeriksaan Penunjang dan Anjuran
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan:
- DDR (-)
- Hb: 11,6 gr/dL
- Ht: 37,3 gr/dL
- Leukosit: 4.300 /mm3
Uji widal
Tes Tubex
Gaal kultur
J.
Diagnosa Banding
- Demam Tifoid
- Malaria
- Demam Berdarah Dengue
K.
Diagnosa Kerja
Demam Tifoid
L.
Manajemen
a. Promotif dan Preventif
-
Hanya memakan makanan yang sudah dimasak dan masih panas atau
dipanaskan kembali.
b. Kuratif :
Antibiotik: Kloramfenikolcapsul 4 x 250 mg
Antipiretik: Paracetamoltablet 3 x 500 mg.
B complex 2 x1 tablet
DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI
PUSKESMAS TAlANG BAKUNG
Resep
R/
R/
B comlpex
S2dd tab I
Pro
: An. R
Umur : 8 tahun
No. XX
No. XV
No. X
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi1
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid
fever.Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.
B. Epidemiologi2,3,4
Di beberapa negara penyakit ini masih merupakan masalah
kesehatan, termasuk di Indonesia.Indonesia dan sebagian besar
Asia Selatan merupakan daerah endemik Demam Tifoid.Anakanak prasekolah dan yang berusia 5-19 tahun seringkali menjadi
penderita penyakit ini akibat perilaku jajan sembarangan yang
makanan maupun minuman yang dikonsumsi tidak tejamin
kebersihannya.Demam tifoid terjadi pada 16-33 juta manusia
setiap tahunnya, dengan meninggal sebanyak 500.000.
C. Faktor Risiko1,2,4
Adapun beberapa hal yang faktor resiko demam tifoid
antara lain sebagai berikut:
1. Sanitasi lingkungan yang buruk
Sanitasi lingkungan yang buruk meliputi sumber air bersih
yang tercemar, kondisi lingkungan sekitar rumah maupun di
dalam rumah yang kotor (sampah bertebaran di mana-mana),
kotoran hewan di jalan umum yang tidak dibersihkan
(dibiarkan begitu saja), dan sebagainya.
tangan
menggunakan
sebelum
peralatan
maupun
makan
sesudah
makan,
sudah
dipakai
yang
dapat
memicu
berkembangnya
bakteri-bakteri
dengan
pendidihan
dan
alkohol
tetapi
tidak
rusak
oleh
formaldehid.Terdapat dua bentuk antigen H, fase 1 dan fase 2.Hanya salah satu
dari kedua protein H ini yang disintesis pada satu waktu.Hal ini tergantung dari
rangkaian gen mana yang ditranskripsikan menjadi mRNA.
3. Antigen Vi
Antigen Vi (polisakarida kapsul) adalah antifagosit dan faktor virulensi yang
penting untuk S. typhi. Antigen ini merupakan antigen permukaan dan bersifat
termolabil.Antigen ini digunakan untuk serotipe S. typhi di laboratorium
klinis.Antibodi yang terbentuk dan menetap lama dalam darah dapat memberi
petunjuk bahwa individu tersebut merupakan karier atau pembawa kuman.
Selain S. typhi, antigen ini juga terdapat pada S. paratyphi C dan S. dublin.
Demam tifoid disebabkan oleh penyebaran bakteri Salmonella enterica
serotipe Typhi, atau secara singkat dapat disebut Salmonella typhi. Nama S. typhi
sendiri diperoleh dari bahasa Yunani kuno, typhos,yang berarti asap atau kabut
halus yang dipercaya dapat menyebabkan penyakit dan kegilaan. Pada stadium
lanjut dari demam tifoid, tingkat kesadaran pasien memang benar akan menjadi
berkabut (samar-samar).
Salmonella typhi memiliki ciri khas yang unik. Salah satu yang paling
spesifik yakni kapsul polisakarida Vi (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya)
yang ada pada 90% S. typhi yang baru saja diisolasikan. Kapsul ini memiliki agen
proteksi melawan sifat bakterisidal dari serum pasien yang terinfeksi dan menjadi
dasar untuk membuat salah satu vaksin yang tersedia secara komersial. Antigen Vi
ini juga terdapat pada bakteri lain tetapi tidak sama persis secara genetik. Selain
itu, bakteri ini memiliki tes serologis positif untuk antigen lipopolisakarida O9
dan O12, serta antigen protein flagela Hd.
Salmonella typhi termasuk bakteri yang memproduksi endotoksin yang
berarti toksin baru dikeluarkan ketika bakteri ini mati dan dinding selnya
luruh.Suhu optimum yang dibutuhkan S. typhi untuk tumbuh yakni 37C dengan
pH antara 6-8.Bakteri ini dapat dibunuh dengan pemanasan (suhu 60C) selama
15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.S. typhi dapat hidup sampai
beberapa minggu di alam bebas, seperti di dalam air, es, sampah, debu dan
(seperti telah disebutkan sebelumnya) bakteri ini tidak memiliki reservoir lain
selain manusia.
sitrat
koloninya
tidak
meragikan
laktosa
sehingga
tidak
berwarna.Pada perbenihan bismut sulfit Wilson dan Blar tumbuh koloni hitam
berkilat logam akibat pembentukan H2S. Jika bakteri ini tumbuh di dalam kaldu
akan terjadi kekeruhan menyeluruh sesudah dieramkan semalam tanpa
pembentukan selaput.
E. Patogenesis dan Patofisiologi2
Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu pasien dengan demam
tifoid dan yang lebih sering karier.Orang-orang tersebut mengekskresi 10 9 sampai
1011 kuman per gram tinja. Carier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid
dan masih terus mengekskresikan S. typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih
dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi terjadinya
karier.Manusia merupakan reservoir alami dari Salmonella typhi. Penularan dapat
langsung atau tidak langsung .Penularan paling sering melalui makan dan air yang
terkontaminasi kuman Salmonella.Higienis dan sanitasi yang buruk meningkatkan
penyebaran
kuman
Salmonella
dan
ini
banyak
terjadi
di
negara
10
F. Manifestasi Klinis2,3,4
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tapi bisa mencapai 3-30 hari tergantung
dari sumber penularan, cara penularan, status nutrisi, status imun. Gejala-gejala
yang timbul amat bervariasi, dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian.Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal seperti penyakit infeksi akut pada
umumnya, berupa rasa tidak enak badan, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk,
dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam
11
hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam
bradikardia relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 10
kali permenit), lidah kotor yang ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor.Hati dan limpa membesar dan nyeri pada saat
perabaan, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, koma,
delirium, atau psikosis.Roseola (jarang ditemukan di Indonesia).Biasanya terdapat
konstipasi, tetapi mungkin normal atau mungkin diare.
Tempat yang peling sering terinfeksi kuman Salmonella adalah distal
ileum, tetapi tidak jarang usus besar juga terlibat. Pasien dengan colitis berat akan
mengalami diare dengan disertai darah. Pada pemeriksaan sigmoidoskopi sering
ditemukan daerah yang hiperemis dan ulserasi mukosa.Pada pemeriksaan barium
enema menunjukkan transverse ridging, edema mukosa.Biasanya tempat yang
terkena adalah kolon bagian disatal dan bagian transversal.
G. Pemeriksaan Penunjang2,3,5
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan hematologis
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anemia normokrom normositik
akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang, lekopenia, limfositosis
relatif, aneosinofilia, dan bila terjadi abses piogenik bisa terjadi
leukositosis.Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang berlangsung
beberapa minggu.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali normal setelah
sembuhnya demam tifoid.Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
3. Biakan darah
Biakan darah positif pada 40-60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama
sakit, sedangkan biakan feses ataupun urin akan positif setelah minggu
pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif pada penyakit stadium
lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif. Biakan darah positif
memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan
12
demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada
beberapa faktor, antara lain:
a. Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hal ini tergantung teknik dan media pembiakan yang digunakan. Bila
darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif, terutama pada
orang yang sudah mendapatkan pengobatan spesifik. Selain itu, darah
harus langsung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi pasien
dan langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling
baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakteriemia berlangsung.
b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit
Pada demam tifoid, biakan darah terhadap S. typhi terutama positif pada
minggu pertama penyakit dan berkurang pada mingu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh, biakan bisa positif lagi.
c. Vaksinasi di Masa Lampau
Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau menimbulkan antibodi
dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga
biakan darah mungkin negatif.
d. Pengobatan dengan Anti Mikorba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba,
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin).
serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan
Salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita
demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi
(aglutinin), yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
13
kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer
uji Widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
paling sedikit 5 hari.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama
demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada
orang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan
sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan
memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96 %,
apabila negatif tidak menyingkirkan. Menurut beberapa pendapat ahli bahwa
apabila aglutini O sekali periksa 1/320 atau titer antibodi H 1/640 dengan
gambaran klinis yang khas atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali
selama 2-3 minggu maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.
Aglutinin H diakitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau,
sedangkan Vi aglutinin dipakai untuk deteksi karier. Pada beberapa pasien,
uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah
positif.Faktor-faktor yang mempengaruhi Uji Widal:
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien:
1) Keadaan umum
Gizi buruk menghambat pembentukan antibodi.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah pasien sakit satu
minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam
penyakit.
3) Pengobatan dini dengan antibiotik
14
15
16
H. Diagnosis2,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal,
dan
mungkin
disertai
perubahan
atau
gangguan
menghindari
komplikasi
pneumonia
hipostatik
dan
ulkus
dekubitus.Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadangkadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur
kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus. Banyak pasien tidak menyukai bubur
saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya
makan sedikit, keadaan umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa
penyembuhan menjadi lama. Makan lunak, yang mudah dicerna dengan
jumlah
kalori
dan protein
sesuai
kebutuhan
harian. Tidak
boleh
17
ataupun
yang
dapat
menimbulkan
banyak
gas.
Beberapa
peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam tifoid. Carian diberikan sesuai kebutuhan
harian. Bila tidak dapat peoral beri cairan infuse dextrose 5% dan elektrolit
sesuai dengan kebutuhan harian.
3. Medikamentosa
Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan, antara lain:
a. Kloramfenikol
Di Indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk
demam tifoid. Belum ada obat anti mikroba lain yang dapat menurunkan
demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dengan penggunaan
kloramfenikol, demam pada tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
Kloramfenikol merupakan obat terpilih tetapi tidak boleh diberikan bila
jumlah
leukosit
2000/ul.Dosis
maksimal
kloramfenikol
18
Obat
Kloramfenikol
Dosis
50 mg/kg BB/ hari dibagi 4 dosis/ oral, iv (diberikan
2.
Ampisilin
3.
Amoxicilin
Cotrimoxazole
4.
19
Keadaan toksik
Prednison
atau
Deksametason
atau
Hidrokortison
Perdarahan
: Transfusi darah
Perforasi
K. Komplikasi5,6
Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan
umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.Komplikasi demam
tifoid dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus. Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk
tukak/luka yang dapat menembus usus dan mengenai pembuluh darah.
Bila ringan ditemukan dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila
berat terdapat nyeri perut dan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus, terjadi pada minggu ketiga ditandai pekak hati menghilang
terdapat udara antara hati dan diafragma.
c. Ileus paralitik
d. Peritonitis biasanya disertai dengan perforasi tetapi dapat juga tanpa
perforasi. Adanya gejala akut abdomen yaitu nyeri perut yang hebat,
defans muscular dan nyeri tekan.
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, dan trombophlebitis.
b. Komplikasi
darah:
anemia
hemolitik,
trombositopenia,
dan/atau
20
neuropsikiatrik:
delirium,
meningismus,
meningitis,
21
(feses)
yang
tepat
harus
tersedia
pada
semua
22
Dari hasil alloanamnesis dari orang tua An. R dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan langsung pada An. R, dapat ditegakkan diagnosa kerja Demam tifoid.
Diagnosa pasti dari demam tifoid diperlukan Gaal kultur yang tidak dapat
dilakukan di Puskesmas.
Dari alloanamnesis didapatkan keluhan berupa demam yang naik turun
sejak 7 hari yang lalu, terutama pada malam hari dan turun ketika di siang hari.
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan malaria (-) dan DBD (-). Kemudian Os
diberikan Paracetamol syrup dan vitamin untuk penambah nafsu makan, namun
demamnya hanya turun beberapa saat, kemudian naik lagi. Dari kebiasaannya Os
sering jajan jajanan gendongan di luar, yang mungkin tidak terjaga higienitas
jajanannya. Selain itu Os juga sulit BAB, terakhir kali BAB 2 hari yang lalu,
jumlah relatif sedikit, darah (-), lendir (-). Nafsu makan menurun, mual (+),
muntah (-). BAK tak ada keluhan. Batuk (-), pilek (-), sakit/ gatal pada telinga (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu axilla hipertermi, bibir rhagaden,
tifoid tongue, abdomen kembung, nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah,
dan bising usus menurun. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah bisa
menggambarkan gejala dari Demam tifoid, namun penyakit lain perlu
dipertimbangkan sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang, karena diagnosa
pasti dari Demam tifoid adalah Gaal kultur.
23
lingkungan
sekitar
pasien
yang
banyak
jualan
makanan
gendongan
higienitas diri anaknya serta makanan yang di makan buah hatinya sehingga
dapat pula memutuskan rantai penularan penyakit serta menjaga imunitas anaknya
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Lampiran Homevisit
26
27